Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

Door slayernominee

15K 2.3K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... Meer

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°

°The End°

550 58 11
Door slayernominee

.
.
.
.
.

Kirishima mengeluarkan pedangnya yang menggesekkan bunyi nyaring lantang, bertukar pandang dengan Ren.

Prajurit yang sangat berkeras dengan niat pemberontakannya, berseru maju menyeberangi tangga sebagai tanda awal serangan langsung dilancarkan. Kelompok bayaran dan para pemberontak lain menyusulnya menyeberang. Kumpulan awak asing menyeruak masuk ke kapal istana.

Bakugou, Nobu, dan awal kapal lain juga menarik pedang mereka. Bersiap bertarung.

Kirishima dan Ren mengayunkan pedang mereka bersamaan.

Tring!

Kedua pedang mereka beradu dengan sangat keras. Menjadi aduan pedang pertama yang mengawali serangan pemberontak. Aduan puluhan pedang lain segera terdengar memenuhi sekitar.

"Haaa!" Ren berseru setiap dia melayangkan serangan.

Kirishima menangkis semua dengan tenang dan kuda-kuda kaki yang stabil. Dia menahan, mendorong, berputar, menghindar, merunduk, bergeser, juga menebaskan pedangnya dalam gerakan yang teratur. Tidak ada ayunan yang sia-sia.

Sementara Ren, yang terbakar emosi, bergerak dengan cukup serampangan. Dia tidak memedulikan keakuratan serangan dan hanya mengandalkan tenaga. Membuat banyak celah dalam gerakannya yang membuat Kirishima sama sekali tak bersusah payah menghadapinya.

Di sisi lain, Bakugou, Nobu, dan para awak kapal berurusan dengan para kelompok bayaran. Slash! Bakugou mengayunkan pedang menebas tiga orang sekaligus, menjatuhkan mereka. Sementara Nobu tidak pandai berurusan dengan banyak musuh, jadi dia mengambil jalur satu lawan satu dan unggul. Awal kapal istana juga mahir bertarung, mereka tidak kalah hebat dari para orang bayaran itu.

Syat! Kirishima menebaskan pedangnya ke pundak Ren, menorehkan luka yang tak terlalu dalam, tapi akan menyulitkan gerakannya. Ren menggeram kesal, dia kembali menyerang dengan membabi buta.

Tring!

Pedang mereka kembali beradu. Kali ini Kirishima menatap tajam pada Ren.

"Beraninya kau mengacau di istana, bahkan saat aku pergi."

"Memang kenapa? Sejak awal aku tidak suka kau menjadi jenderal. Kau bahkan lebih muda dariku!" Ren mendorong pedang Kirishima, kembali mengayunkan serangan, tapi jenderal itu kembali menahannya.

"Haha, jadi kau iri? Kalau begitu kenapa kau tidak berlatih keras untuk menggeser pangkatku? Kau justru menghasut pemberontakan konyol seperti ini."

Kirishima mengempaskan Ren, memberikan ayunan serangan beruntun yang Ren sulit untuk tahan. Dia terus mendesak Ren mundur dengan langkah yang berantakan dan bisa tersandung jatuh ke belakang kapan saja.

Mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, Kirishima kemudian menabrak pedang Ren dengan sangat keras hingga percikan api muncul sesaat. Ren menahan sampai menggertakkan giginya.

"Merebut tugas orang lain, menyamar, menghasut pemberontakan, lalu membahayakan Midoriya. Itu cukup untuk melemparmu keluar istana dan membuatmu menjadi gelandangan seumur hidup. Atau bahkan hukuman mati sekaligus."

Ren mencoba membalas setelah berhasil mendorong serangan, tapi Kirishima yang tersulut amarah tak bisa dia tandingi lagi.

Slash!

Kirishima menebaskan luka diagonal panjang ke dada hingga perut. Sedetik kemudian dia menendang jatuh pedang dari genggaman musuh. Trang! Pedang Ren lepas dari tangannya dan jatuh ke lantai kapal. Dia jatuh duduk tersungkur.

Kirishima berdiri di depannya dengan seringaian kesal. "Aku ingin membunuhmu saat ini juga, tapi aku akan biarkan kau diadili dan menerima seluruh hukumanmu nanti."

Bugh!

Ren jatuh tak sadarkan diri setelah Kirishima memukul tengkuknya keras-keras. Jenderal itu menghela napas panjang.

Dia tak beristirahat usai pertarungannya selesai, dia bergegas ikut membasmi kelompok bayaran. Slash! Dia menebas dan menendang jatuh seseorang sebelum kemudian beradu punggung dengan Bakugou.

"Cukup cepat juga, biasanya kau akan sedikit bermain-main dengan musuhmu."

"Maaf, saya terlalu kesal untuk bermain-main."

"Yah, hebat juga karena kau tidak sampai membunuhnya."

"Tolong jatuhi dia hukuman berat."

Bakugou menyeringai. "Aku sudah memikirkan hukuman terberat untuknya sejak membaca surat Koshi." Dia menahan serangan yang datang dan mengempaskan dua orang sekaligus.

Perlahan, jumlah kelompok bayaran dan pemberontak semakin berkurang. Banyak dari mereka yang kini terbaring di lantai kapal, atau jatuh ke laut. Beberapa yang masih selamat segera mencoba berenang melarikan diri setelah jatuh ke laut. Hanya beberapa yang masih punya nyali bertarung.

Hanya perlu lima menit untuk membereskan sisa musuh. Brugh! Musuh terakhir tumbang. Bakugou, Kirishima, Nobu, dan awak kapal bernapas terengah usai menyelesaikan pertarungan.

Bakugou melihat sekitar, sepertinya hanya beberapa awak kapal yang tumbang. Ada seorang tabib yang berjaga di kapal, hal itu bisa diatasi. Setelah napasnya mulai kembali stabil, Bakugou menyarungkan kembali pedangnya dan menyeka keringat di dahinya.

"Bersihkan mereka! Ikat seluruh orang bayaran dan pemberontak itu. Kita akan segera kembali berlayar pergi."

Awak kapal segera bergerak, termasuk Kirishima dan Nobu. Mereka mengikat seluruh musuh yang tumbang dan akan dibawa ke penjara nanti setelah urusan mereka selesai.

"Kemampuanmu hebat juga," ujar Kirishima pada Nobu usai mereka selesai mengikat semua musuh.

"Tidak, aku tidak bisa menghadapi banyak orang sekaligus."

"Itu bisa diperbaiki. Apa kau mau bergabung dengan pasukanku di istana? Setelah Ren sialan itu dan prajurit-prajurit pemberontak pergi, aku butuh orang baru."

Nobu mengerjap terkejut, tapi dia segera menggeleng pelan. "Aku tidak bisa."

"Hm? Kenapa?"

Nobu terdiam sejenak, "Sebenarnya, aku juga orang bayaran." Ujarnya, Bakugou yang ada di dekat mereka juga mendengarnya.

"Awalnya aku ditugaskan untuk mencari Midoriya sejak dia melarikan diri dari penjara, tapi karena dia menyelamatkan kenalan dekatku dari perdagangan manusia, aku akhirnya membantunya pergi dari kediaman Todoroki sebelum Hana bisa menemukannya di sana. Aku tidak menduga juga akan kembali ditugaskan untuk mencarinya di sini dan kembali bertemu dengannya."

"Jadi begitu," ujar Bakugou yang berjalan mendekat. "Itu sebabnya kau bisa tahu di mana Midoriya berada."

"Ya... maafkan saya. Saya sudah banyak melakukan kejahatan, jadi saya tidak bisa ada di istana."

Bakugou bersedekap. "Yah, kalau kau mau mengabdi ke istana dan berjanji tidak menjadi orang bayaran lagi, aku tidak akan menghukummu, selama kau tidak melanggarnya."

Nobu menatap Bakugou terkejut. "Itu..."

"Nah, bagaimana? Mau bergabung?" Tanya Kirishima antusias. "Aku yang akan melatihmu nanti."

Nobu terdiam. Dia tak menduga kesempatan seperti itu bisa datang padanya, yang sudah lama rela melakukan apa saja demi menghasilkan uang untuk bisa membantu keluarga dan orang-orang yang dia kasihi.

Dia mengangguk pelan, menahan diri untuk tak menangis di depan dua orang penting itu. "Ya, saya bersedia." Nobu membungkukkan tubuhnya. "Terima kasih banyak, Yang Mulia, Kirishima-sama."

Kirishima tersenyum, menepuk-nepuk punggung Nobu. "Sekarang kita rekan."

Pelayaran kapal berlanjut. Menjelang sore, kapal istana akhirnya bisa mengejar kapal perdagangan ilegal itu. Nahkoda melihat kapal mereka dari kejauhan dengan teropongnya.

"Tambah kecepatan!" Titah Bakugou.

Kapal besar itu melaju semakin cepat membelah di atas permukaan laut, meninggalkan jejak garis air panjang di belakang yang perlahan pudar seiring mereka semakin jauh.

Kapal di depan terlihat menyadari adanya pihak yang mengejar mereka. Namun meski berusaha kabur, mereka tak bisa lepas. Dengan segera kapal istana sudah menjajari dan menghalangi jalur lajunya.

"Serahkan diri kalian!" Seru Bakugou dari kapalnya. "Jika ada perlawanan, istana akan menjatuhi hukuman yang lebih berat untuk kalian semua."

Beberapa awak kapal di depan langsung mengangkat tangan, menyerah. Bakugou menyuruh Kirishima dan Nobu untuk menghubungkan tangga dan mengikat mereka semua.

Ada beberapa awak kapal yang masih bersikeras melawan, tapi Kirishima dan Nobu bisa membekuk mereka. Semua orang yang ada di bagian terbuka kapal sudah berhasil diatasi, termasuk sang nahkoda.

Bakugou menyeberang ke kapal itu. "Mulai pencarian ke dalam. Kemungkinan masih ada awak kapal yang bersembunyi, jadi hati-hati."

Kirishima mengangguk, masuk ke bagian dalam kapal dengan Nobu yang menyusul. Bakugou masuk setelah mengawasi sekitar sekali lagi. Dia menyerahkan penjagaan luar pada kru kapalnya.

Di dalam masih terdapat banyak kru penjaga. Setiap dari mereka menjaga ruang-ruang berisi orang yang akan dijual atau berkeliaran di lorong-lorong. Kirishima dan Nobu yang berpencar menjatuhkan mereka semua.

Membuka satu persatu ruang sekapan, mereka menenangkan para korban perdagangan yang panik selagi mencari keberadaan Midoriya di antara mereka.

Kirishima belum menemukan setelah mencari di beberapa ruangan. Begitu juga Nobu, dia mencari-cari keberadaan sang saudagar karena tidak ada di luar kapal. Kemungkinan Midoriya bersamanya.

Di salah satu ruangan, Midoriya duduk terikat dengan todongan pedang pendek dari sang saudagar. Tadi dia mendengar ada keributan di luar, tak lama kemudian saudagar itu datang mengancamnya untuk tetap diam.

Midoriya penasaran apa yang terjadi. Apa kapal itu diserang? Oleh siapa?

"Ck, kenapa mereka bisa tahu keberadaan kapal ini?" Gumam si saudagar, memegang pedang pendeknya dengan gemetar.

Dia tahu dirinya akan kalah, sekilas dia melihat jumlah kapal di kapal lain lebih banyak dan kuat. Bisnisnya akan berakhir, dia akan ditangkap.

Ditangkap, dia tidak ingin ditangkap.

Sepertinya belum ada yang menemukan ruangannya dan lorong di luar kosong. Dia bisa melarikan diri. Saudagar itu berniat juga membawa Midoriya.

"Meski bisnisku ini hancur, kau masih bisa menjadi aset berhargaku."

Midoriya sadar apa yang akan terjadi dan memberontak melawan. Dia tidak sudi dibawa sebagai hanya untuk dijual dan diperbudak. Sulit membawa Midoriya yang bergerak-gerak melawan meski dengan tangan terikat, saudagar itu akhirnya menjatuhkan Midoriya lagi ke lantai dengan kesal.

"Gadis sialan! Apa kau ingin mati, hah?" Geramnya. "Kalau begitu sekalian saja aku juga membuatmu hancur dengan bisnis ini!"

Stab!

Midoriya bernapas dan mengerang tertahan. Pedang pendek saudagar itu menusuk menembus sisi perutnya.

"A-agh..."

"Mati saja kau, gadis buangan." Bisik saudagar itu sebelum mencabut pedangnya dan berlari pergi dari ruangan itu.

Midoriya berbaring miring dengan gemetar. Luka di perutnya terus mengeluarkan darah, tangannya tak bisa menahan luka karena terikat di belakang punggung. Gadis itu gemetar, kesakitan dan perlahan kehilangan darah. Dari bibir pucatnya dia mengerang pelan dengan wajah dan leher bersimbah keringat.

Dia akan mati. Jika begini dia akan mati.

Dengan kesadarannya yang terus menipis, Midoriya menitikkan air mata. Dia menangis kesakitan dan sedih tak akan lagi bisa bertemu dengan orang-orang yang dia sayangi.

Drap!

Nobu terkejut melihat sosok saudagar berlari keluar dari sebuah ruangan yang agak jauh darinya. Saudagar itu tak memperhatikan kemana dia pergi dan tanpa sengaja berpapasan dengan Nobu.

Memegang pedang pendek yang berlumurkan darah, Nobu menelan ludah saat merasa jika ada sesuatu yang telah terjadi. Begitu saudagar itu mencoba melawan untuk melarikan diri, Nobu segera membekuknya.

Di ujung lorong lain, dia melihat Bakugou berlarian mencari.

"Yang Mulia!" Panggilnya, masih berusaha menahan si saudagar untuk bertekuk lutut usai menyingkirkan senjatanya. "Ruangan yang terbuka itu! Orang ini barusan keluar dari sana, sepertinya Midoriya ada di dalamnya!"

Bakugou bergegas berlari ke ruangan dengan pintu terbuka. Manik crimsonnya membulat terkejut melihat Midoriya yang tergeletak terikat dan bersimbah darah di lantai. Pria itu berderap masuk dan bersimpuh di sampingnya.

Midoriya masih bernapas, tapi begitu lemah. Bakugou merengkuh pelan tubuh gadis itu untuk ada di atas pangkuannya usai melepaskan ikatan. Tangannya menahan luka tusukan di perut Midoriya, dia tak peduli tangan dan bajunya langsung bernoda merah.

"Midoriya? Midoriya, bisa kau mendengarku?" Panggil Bakugou dengan penuh harapan.

Dengan darah mengalir di sisi bibirnya, Midoriya membuka matanya lemah. Dengan pandangan dan pikiran yang berkabut, dia samar melihat siapa sosok yang ada di hadapannya.

"Yang... Mulia..." ujarnya dengan hampir tak bersuara.

"Ya, ya ini aku."

Manik emerald itu tergenang. Midoriya terisak pelan dengan sulit bernapas. "Anda datang... saya... sangat ketakutan..."

Bakugou memeluknya pelan, menempelkan kening mereka. "Tenang saja, aku sudah di sini. Aku di sini untukmu."

Melihat kondisi Midoriya semakin lemah, Bakugou segera memapah dan bergegas membawanya keluar kembali ke kapal istana untuk mendapat perawatan tabib. Dia menyerahkan sisa orang di kapal itu pada Kirishima dan Nobu.

.
.
.
.
.

Merasakan terpaan angin lembut, Midoriya membuka kelopak matanya pelan. Setelah melihat langit-langit ruangan, dia menoleh melihat pada jendela yang sedikit terbuka. Angin sepoi dari luar berembus masuk meniup tirai tipis yang bergoyang lembut.

Dia masih mencoba memproses segalanya dalam pikirannya saat dia merasa tangannya berat. Dia menoleh ke arah lain dan melihat Kaminari yang duduk tertidur dengan kepala terantuk-antuk. Tangannya memegang tangan Midoriya

"Kaminari-kun..."

Suaranya lirih, tapi suasana sepi di sana membuatnya bisa terdengar jelas. Kaminari terbangun, dengan setengah sadar dia melihat ke Midoriya.

Mendapati gadis itu sudah sadarkan diri, kantuk Kaminari sontak menghilang. Dia dengan ceroboh bergerak mendekat dan hampir terjatuh, menumpukan kedua tangannya di samping Midoriya.

"Midoriya, kau sudah sadar!" Serunya girang bercampur terkejut.

Midoriya masih diam menatap pada Kaminari, setengah fokus setengah tidak.

"Midoriya?" Kaminari menatap bingung.

Saat itu kemudian Midoriya terisak, maniknya tergenang. Kaminari panik melihat dia tiba-tiba saja menangis.

"A-ada apa?! Kau merasa sakit?! A-aku akan panggilkan tabib-"

Midoriya menggeleng. Tubuhnya memang sakit, tapi bukan itu masalahnya.

"Aku sudah di rumah, ya? Aku sudah pulang..." ujarnya dengan lirih.

"I-iya, ini rumahmu."

"Syukurlah..." dia terus terisak. "Syukurlah..."

Kaminari sudah mendengar apa yang terjadi dari Kirishima. Dia sangat terkejut saat mendapati Bakugou membawa Midoriya yang dalam kondisi terluka parah. Perawatan pertama di kapal istana membantu Midoriya bertahan, tapi dia perlu perawatan lebih lanjut setibanya di daratan.

Nobu juga menjelaskan apa yang terjadi hingga Midoriya sampai terluka begitu parah. Membayangkan gadis itu sudah melalui begitu banyak hal, Kaminari paham jika dia begitu ketakutan.

Manik Kaminari tergenang. "Ya, kau sudah di rumah, tenang saja." Dia menunduk, mengepalkan tangan.

"Midoriya, kau sudah mengalami banyak sekali hal. Demi kami semua. Demi kami kau rela melalui semua itu... Bahkan saat kau kembali ke sini, kau masih bisa tersenyum meski tengah menghadapi hal besar. Setelah mendengar semuanya dari Bakugou-sama dan Kirishima... aku sama sekali tak menduga jika selama ini kau ternyata mengalami hal seperti itu." Kaminari menangis gemetar. "Terima kasih, untuk semuanya. Juga, maafkan kami... kau begitu menderita selama setahun ini, aku tidak tahu harus bagaimana untuk membalas semua kebaikanmu..."

Midoriya menggeleng, mengusap matanya yang basah. "Aku tidak menginginkan balasan. Selama kalian baik-baik saja, aku sudah senang."

"Aku lega kau akhirnya bangun, aku sudah sangat takut karena kau terbaring dengan wajah pucat seolah napasmu bisa berhenti kapan saja. Aku tak akan bisa memaafkan diriku jika kau sampai tewas untuk melindungi kami."

"Maaf..." Midoriya menatap sedih pada Kaminari yang sangat jarang terlihat menangis karena dia adalah pria yang ceria. "Aku memang sempat mengira aku tak akan selamat-"

"Jangan berkata seperti itu! Itu menakutiku!" Raung Kaminari, Midoriya sampai mengerjap terkejut. Pria bersurai kuning itu memeluk Midoriya yang masih berbaring, menangis di sela pundaknya.

"-ma-maaf..."

Midoriya tak lagi menangis karena kini dia harus menenangkan Kaminari yang menangis tersedu-sedu. "Aku sudah baik-baik saja, aku sudah bangun. Jangan khawatir."

Pintu ruangan terbuka, menampilkan Nobu yang membuat Midoriya menatap terkejut juga bingung.

"Kaminari, kenapa kau berteriak-" Nobu terhenti melihat jika Midoriya sudah sadarkan diri. Tapi dia kemudian menatap kesal pada Kaminari. "Dia sudah sadar dan kau tidak mengabari sama sekali?! Juga, apa yang kau lakukan? Dia masih terluka!" Nobu menarik Kaminari untuk berhenti memeluk dan menangis pada Midoriya.

Kaminari merengek saat dia ditarik lepas, tapi Nobu tetap memeganginya dan mengomel. Dia kemudian melihat pada Midoriya, tersenyum lega. "Aku akan memanggil tabib untuk memeriksamu."

Midoriya mengangguk pelan. Melihat Nobu menyeret Kaminari yang masih merengek keluar ruangan. Dia tersenyum kecil dan melihat sekitarnya. Pemandangan isi rumah kecilnya membuatnya begitu tenang.

"Tadaima, Okaa-san." Pikirnya.

.
.
.
.
.

Bakugou bergegas datang usai dia mendapat kabar jika Midoriya sudah siuman. Dia dan Kirishima tengah menjaring para komplotan bayaran yang dikabarkan mengganggu warga, sampai kemudian Kaminari datang menemui mereka.

Tabib baru saja selesai memeriksa saat dia datang, membungkuk hormat pada Bakugou saat akan keluar ruangan.

"Kondisinya stabil, pemulihannya berlangsung baik. Tapi dia masih perlu banyak istirahat."

"Baik, terima kasih."

Bakugou dan Kirishima masuk ke ruangan setelah tabib pergi. Berlutut di samping futonnya.

"Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit?" Tanya Bakugou.

Midoriya menggeleng. "Tabib memberi obat yang membuat tubuhku agak kebas, jadi saya hanya lemas saja."

Kirishima tersenyum lebar. "Aku senang kau sudah sadar. Kau tahu? Selama seminggu ini Bakugou-sama selalu bermuka masam, dia baru tersenyum setelah mendengar kabar soalmu barusan-"

Bakugou menyikutnya agak keras. "Diam."

"Haha, benarkah?" Midoriya tersenyum geli. "Aku juga senang bisa melihat kalian lagi."

"Kondisimu saat ditemukan sangat buruk, tabib bahkan hampir saja tak berhasil membuatmu bertahan, ditambah kita sedang ada di atas laut. Peralatan medis tidak selengkap yang diinginkan." Senyum Kirishima lenyap saat menceritakan itu.

"Terima kasih," ujar Midoriya. "Sebenarnya... aku sudah sama sekali tidak mengharapkan datangnya bantuan. Tapi, kalian tetap datang. Di saat terakhir aku begitu takut dan hanya bisa membayangkan soal kalian semua." Midoriya tersenyum. "Sekarang aku sangat lega, karena bisa bersama kalian lagi. Terima kasih banyak."

Kirishima kembali tersenyum. "Kami juga berhasil menyingkirkan kelompok pemberontak dan menyelamatkan orang-orang korban bisnis perdagangan manusia itu."

"Benarkah? Itu sangat hebat."

"Kebetulan saja mereka ada di jalur yang kita tuju, jadi itu menghemat waktu untuk sekalian dibereskan."

Kirishima melihat jika Bakugou sejak tadi hanya diam, dia paham maksudnya. "Ah, aku akan biarkan kalian bicara. Nanti aku akan menemuimu lagi, Midoriya." Dia bangkit berdiri dan keluar dari ruangan.

Kini hanya ada Bakugou dan Midoriya. Gadis itu menunggunya bicara lebih dulu, karena dia bingung harus memulai dengan cara apa.

"Hal itu masih membayangiku," ujar Bakugou, membuat Midoriya menatap tak mengerti. "Melihatmu bersimbah darah. Aku yakin kau akan selamat, tapi jujur saja pikiran soal semuanya sudah terlambat sempat muncul." Dia melihat ke kedua tangannya. "Aku tak tahu harus bagaimana jika itu sampai terjadi."

Midoriya memegang salah satu tangan pria itu. "Bakugou-sama, saya baik-baik saja. Berkat kalian semua, juga Anda, saya baik-baik saja."

Bakugou balas memegang tangan Midoriya dan menempelkan telapak tangan gadis itu ke pipinya. "Ya, aku bisa merasakannya dari tanganmu yang hangat."

Midoriya tersenyum, tapi kemudian dia teringat sesuatu. "Ah, kalungku..." wajahnya berubah sedih. "...maaf Yang Mulia. Entah kapan saya kehilangan kalung itu... padahal saya sudah berjanji akan menjaganya..."

"Tenang saja." Bakugou merogoh sesuatu dari dalam bajunya, menampilkan kalung perak Midoriya. Hanya saja, kini berliontinkan sepasang cincin. "Aku menemukannya di sekitar jalan tempat kau menghilang. Sejak itu aku memakainya, dan menambahkan cincinku juga."

Midoriya tersenyum lega. "Syukurlah... kupikir itu hilang."

"Tapi sepertinya aku harus tetap menghukummu karena menjatuhkan cincin ini." Bakugou melihat wajah Midoriya sedikit panik, dia mendengus geli dan tersenyum. Memajukan tubuhnya, Bakugou mendekatkan wajahnya pada gadis itu dan membubuhkan ciuman ke bibir mungilnya.

.
.
.
.
.

Usai beberapa minggu pemulihan, Midoriya pergi berpamitan ke orang-orang panti asuhan. Selain Kaminari, orang lain hanya diberitahu jika Midoriya baru saja pulang dari luar kota dan sakit, jadi dia banyak istirahat di rumah.

"Kau baru saja datang dan sudah akan pergi?" Mina dan Uraraka nampak sedih. "Apalagi kau kali ini pergi ke seberang pulau lagi..."

"Maaf, aku akan sesekali berkunjung." Midoriya sebenarnya sedih akan kembali meninggalkan kota kelahirannya, tapi dia tetap akan pergi.

Selesai berpamitan dengan susah payah, terutama pada anak-anak, Midoriya pergi. Dia melihat Kaminari menunggunya agak jauh dari panti.

"Kaminari-kun, terima kasih. Kau mau menjaga rahasia pada mereka."

"Yah, meski aku sangat ingin membocorkannya, tapi itu titah Yang Mulia. Aku bisa mati kalau melanggar. Saat pertama kali tahu kalau dia adalah calon kaisar, aku hampir kena serangan jantung, kau tahu."

Midoriya tertawa. "Aku juga, dulu setiap hari aku selalu gemetar saat melihatnya."

Kaminari tersenyum. "Aku tidak akan pernah menduga kau akan menjadi tunangannya, tapi aku bahagia. Kapan kalian akan menikah?"

Wajah Midoriya sontak merah padam. "So-soal itu... aku juga belum tahu."

"Jangan sampai lupa mengundangku lho! Aku ingin bisa setidaknya sekali seumur hidup berpesta di istana."

"Haha, tentu saja. Aku akan meminta izin untuk mengundang kalian semua."

"Aku yakin orang-orang panti akan sangat terkejut, bersiaplah untuk meladeni semua pertanyaan mereka nanti."

"Baiklah."

Kaminari melihat pada rombongan yang sudah menunggu agak jauh dari mereka. Dia tersenyum sedih, karena akan kembali berpisah dengan Midoriya yang sudah seperti adiknya sendiri. "Sampai jumpa, jaga dirimu. Aku akan menunggu waktu untuk kita bertemu lagi."

Midoriya mengangguk, memeluk teman baiknya itu. "Sampai jumpa, Kaminari-kun."

Bersama dengan Bakugou, Kirishima dan Nobu, Midoriya pergi ke seberang pulau dengan kapal kerajaan. Kembali ke istana.

.
.
.
.
.

Setahun kemudian---

"Midoriya, kau sudah siap?"

Gadis itu mengangguk, menyelesaikan beres-beres terkahirnya dan berdiri menghela napas lega. Dia menoleh. "Kau sendiri juga sudah, Nobu-san?"

Nobu mengangguk. "Ayo kita kembali."

Setahun lalu, saat Midoriya kembali ke istana, dia tidak langsung begitu saja diterima kembali. Karena terhitung sudah melakukan penipuan, dia tetap harus menerima akibatnya.

Beberapa sidang dilaksanakan begitu Bakugou kembali ke istana.

Bagi Ren, sebagai penghasut pemberontakan dan kejahatan lainnya, diusir dari istana, diasingkan ke pulau lain yang berisikan para pekerja tahanan, tanpa mendapat tunjangan apapun. Juga, dia mendapat ancaman mati jika sampai istana tahu dia kembali berulah di luar. Para prajurit yang juga memberontak hanya diusir dari istana tanpa tunjangan.

Hana, gadis yang sangat bermasalah. Koshi sampai-sampai memiliki daftar panjang kejahatannya. Mulai dari mengganggu pekerjaan istana, mencelakai calon permaisuri berulang kali, bahkan berniat membunuhnya dengan racun, salah satu otak penghasut pemberontakan, penyerangan pada calon kaisar, melakukan penculikan, menjual seseorang pada perdagangan manusia, dan sebagainya.

Bakugou menjatuhkan hukuman pengasingan ke pulau penjara yang berbeda dari Ren, pulau itu lebih dijaga ketat oleh para prajurit istana yang bertugas di sana. Tidak ada tunjangan, gelar bangsawannya juga dicabut.

Sebenarnya Bakugou bisa saja menghukum mati Hana, tapi karena Masao, ayah Hana memohon putrinya untuk tidak dibunuh, maka Bakugou hanya menjatuhkan hukuman seumur hidup. Sementara Masao dan istrinya, yang meski sempat menutupi beberapa kejahatan Hana, tidak diasingkan. Masao juga masih bisa menjabat sebagai mentri keuangan, mereka hanya tidak lagi bisa tinggal di istana, dan juga mendapat pemotongan gaji selama setahun.

Aoi, pelayan baru di kediaman timur, adalah kaki tangan Hana. Dia yang memberikan racun pada setiap menu yang Midoriya makan. Dia diusir tanpa mendapat tunjangan.

Kisami, yang secara tidak sadar menipu istana-tapi niatannya tetap dianggap menipu, mengambil harta meski keluarganya tidak memenuhi syarat untuk mengirimkan Kisami sebagai pengantin. Istana mengambil hak kepemilikan beberapa tanah dari keluarganya, termasuk tanah kota kelahiran Midoriya. Juga denda tiga kali lipat dari jumlah harta yang Kisami ambil dulu.

Lalu, Midoriya.

Berdiri di tengah ruang tahta, gadis itu mendengarkan seluruh tuntutan untuknya.

"Hukumanmu," Koshi berucap. "Kau akan bekerja sebagai salah satu anggota organisasi perlindungan perempuan dan anak di luar kota, selama satu tahun, dengan hanya menerima gaji sepuluh persen dari seharusnya. Lalu, kepemilikan tanah dari area rumahmu sudah dalam kendali istana. Penduduk kota sama sekali tidak terpengaruh, tapi khusus untukmu, rumahmu akan jadi milik istana. Dengan kata lain, kau tidak akan bisa tinggal di sana tanpa izin kaisar." Koshi akhirnya melipat perkamennya.

"Apa kau ingin meminta banding?"

Midoriya menggeleng. "Saya menerima semua hukuman atas tuntutan kejahatan yang telah saya lakukan."

"Dengan begitu, kau resmi akan dikirim ke luar kota selama satu tahun dalam dua hari kedepan. Sidang selesai."

Menerima seluruh hukumannya, Midoriya bersiap untuk pergi dalam dua hari waktu yang diberikan. Bakugou, Kirishima, juga Nobu menemuinya di hari terakhir.

"Nobu akan ikut bersamamu." Ujar Bakugou.

"Eh?" Midoriya menoleh terkejut.

"Dia akan diterima jadi prajurit kelas tinggi, tapi dia meminta untuk menebus kesalahannya. Jadi aku membuatnya ikut bersamamu, sebagai anggota organisasi juga."

"Sungguh tidak apa?" Midoriya melihat pada Nobu.

"Ya, mohon bantuannya." Nobu membungkuk, Midoriya juga balas membungkuk.

Kirishima tersenyum. "Anggap saja dia sebagai pengawalmu, karena aku tidak bisa ikut."

"Haha, terima kasih banyak."

Bakugou maju, merogoh garis leher pakaian rapinya. Tali kalung perak terlihat bersinar, Bakugou melepasnya dan mengeluarkan kedua liontin cincin dari tali kalung. Dia mengamit tangan kanan Midoriya.

"Berjanjilah kau akan baik-baik saja di sana." Bakugou menyematkan cincin tunangan itu di jari manis Midoriya. "Juga, kembalilah padaku, setahun lagi.

Midoriya tersipu, tersenyum dan mengangguk. "Ya, saya akan bekerja keras. Lalu, kembali pada tahun depan."

"Aku akan menunggu." Menangkup sisi wajah Midoriya, Bakugou mendekat dan mencium bibirnya. Wajah Kirishima dan Nobu memerah melihat Bakugou yang bermesraan di depan mereka.

Wajah Midoriya juga tidak kalah merahnya. Asap seolah mengepul dari kepalanya. Bakugou mendengus. "Saat kita bertemu lagi, aku akan mengganti cincin di jarimu dengan cincin pernikahan kita."

Midoriya hanya bisa mengangguk patah-patah. Bakugou mencium punggung tangannya sebagai ucapan perpisahan terakhir.

"Sampai jumpa, Yang Mulia."

Kini, Midoriya dan Nobu turun dari kereta kuda. Mereka ada di depan gerbang istana.

"Sudah lama, ya." Ujar Midoriya.

Nobu mengangguk. "Aku akan segera sibuk dengan pelatihan, dan kau juga," Nobu menoleh padanya. "Persiapan pernikahanmu."

Midoriya tersipu hebat, untungnya saat itu gerbang sudah terbuka. "A-ayo masuk, kita harus segera melapor."

.
.
.
.
.

Pesta pernikahan digelar. Istana hanya melangsungkan pesta tertutup pada hari H, sedangkan untuk rakyat akan dibuka pesta besar di istana di hari yang berbeda.

Sesuai janji, Midoriya meminta izin untuk mengundang teman-temannya dan anak-anak di panti. Bakugou mengizinkan mereka datang di pesta tertutup dan menginap di istana menunggu pesta besar untuk rakyat nanti.

Mereka datang dengan sangat senang juga terkejut, kecuali Kaminari yang memang hanya bersenang-senang karena sudah tahu rahasia itu sejak lama. Sesuai dugaan, Midoriya dicecar banyak pertanyaan soal kenapa dia bisa menjadi pengantin kaisar. Untungnya Kaminari bersedia menjelaskan, meski dia melewatkan bagian kejadian penculikan, karena Midoriya yang memintanya untuk tetap jadi rahasia.

Usai lelah didandani oleh Sumire, Mina, dan Uraraka, akhirnya Midoriya menghadiri acara prosesi pernikahan. Di altar, dia berdiri gemetar sama seperti saat pertunangan dulu. Bakugou menggenggam tangannya yang gemetar.

"Gugup?"

"Siapa yang tidak?"

Pria itu mendengus. "Aku tidak, aku justru senang. Karena setelah setahun menunggu, aku akhirnya bisa menikahimu."

Dengan wajah Midoriya yang tersipu, prosesi pun dimulai. Acara berlangsung lancar, seluruh tamu menyaksikan dengan tenang. Meski, di antara semuanya, orang-orang panti, Sumire, Giro, Nobu dan Kirishima terlihat paling emosional. Tapi keberadaan mereka membuat Midoriya tenang dan tidak segugup dulu saat dia hampir tidak mengenal siapapun.

Cincin pertunangan di jari manis Midoriya dilepas. Bakugou pun menyematkan cincin baru, yang lebih indah dan cantik. Midoriya juga melakukan hal serupa pada pria itu.

Setelah pemimpin acara menyatakan mereka resmi menikah, Bakugou pun maju mencium istrinya itu dan memeluknya. Midoriya juga memeluk Bakugou dengan air mata bahagia. Disambut oleh seruan riuh tamu yang mengucapkan selamat dan bertepuk tangan. Teman-temannya yang berteriak paling keras.

"Terima kasih, telah hadir untukku." Bisik Bakugou di tengahnya keriuhan para tamu dan tebaran kelopak bunga yang tidak ada habisnya. "Aku mencintaimu."

Midoriya mengangguk dengan senyuman lebar, "Saya juga mencintaimu, Yang Mulia." Dia menerima kecupan Bakugou di keningnya. Gadis itu kemudian melambai pada teman-temannya yang sudah sibuk menangis di barisan tamu. Dia akan sibuk untuk membuat mereka tenang nanti.

Resmi menjadi permaisuri, Midoriya akan mengemban tugas besar dan banyak yang harus dia pelajari juga. Tapi, mau seperti apapun masalah yang dia hadapi, dia akan terus maju. Bersama Bakugou, dia akan memulai hidup barunya yang tak pernah terpikirkan olehnya.

--Fake Bride--
The End

Author note--

Akhirnya selesai!
Jujur aja, susah banget buat nulis buku ini karena adaptasi sama kesibukan baru. Tapi berkat kalian semua, author bisa selesai nulis book ini.
Jadi, buat kalian semua, readers tersayang, author ucapin terima kasih sebesar-besarnya, untuk semua dukungan dan cinta kalian di buku ini.

Tapi, karena author itu gatel banget nulis, g bisa tenang kalo sehari aja g nulis, author bakal segera buat buku baru lagi~~ jadi, ini bukan book terakhir, karena masih banyak ide-ide yang kekubur di otak author.

Sekali lagi, terima kasih banyak buat readers semua, dari hati yang paling dalam, author sayang banget sama kalian. Tanpa kalian, semua book author g bakal pernah ada. Maaf juga kalau author banyak salah di book ini, kedepannya author bakal berusaha jadi lebih baik lagi.

Nah, book ini resmi berakhir.

Tunggu book selanjutnya yang bakal author segera rilis, mungkin sekitar seminggu kedepan kalau g ada halangan.

See ya~~

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

249K 36.9K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
115K 18.4K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
73.5K 8.6K 62
Ini adalah cerita keseharian para utaite. Bukan cerita yang straight karena otaknya disini sengklek semua. Ini sekedar ff ya. Bukan real. Tapi inspir...
7.3K 122 6
rimuru Tempest seorang anak perempuan yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya yang meninggal akibat kecelakaan. Dia hanya hidup sendiri dengan semu...