What should we do?

Oleh Secrettaa

337K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... Lebih Banyak

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
6 | PECAL AYAM
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
31 | BACK TO SCHOOL
32 | MY LOVE
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

33 | LOOKING NIGHT SKY

2.2K 239 17
Oleh Secrettaa

FOLLOW WP @Secrettaa
Tiktok @authorta
Ramaikan tagar #secrettaa #wpwhatshouldwedo #arikaangelina #arjunaartawijaya #arionharsadarma

🌻HAPPY READING CHINGUDEUL🌻

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Arika yang bosan hanya bisa berguling di kasurnya, tidak tahu ingin melakukan apa dan juga matanya malam ini sangat sulit untuk dipejamkan. Arika ingin keluar, ingin menikmati angin malam serta bagaimana rasanya memandang langit dari atas motor. 

"Tapi 'kan Alika nggak bisa bawa motol ya. Gimana calanya mau jalan-jalan telus liat langit dali atas motol coba," gumamnya dan segera bangun dari posisi berbaringnya. Arika mengambil ponselnya yang ternyata sudah mati total sebab ia lupa untuk mengisi daya.

"Ih bikin kesel aja, kenapa juga Alika lupa cas hp sih. Enggak ada yang bisa dimainin deh sekalang. Mana Bang Altan sama Ayah belum balik-balik."

Tok ... tok ....

"Adek, udah tidur belum? Ada Arjuna tuh, katanya mau ketemu Adek."

Mendengar nama sang kekasih disebut, sontak saja Arika langsung bergegas menuju pintu kamarnya.

"Benelan Kak Juna datang dan mau ketemu Alika, Bunda?"

Lina mengangguk, lalu terkekeh ketika melihat pakaian yang sedang putrinya kenakan. Sebuah baju tidur bermotif beruang lengan panjang yang oversize, tentu saja ia tahu itu baju tidur siapa.

"Kenapa pakai baju tidurnya Abang, hm? Rindu sama Bang Arion ya?"

Ya, baju yang Arika kenakan adalah baju tidur milik Arion yang bahkan hampir tidak pernah anak laki-lakinya itu pakai.

"Kan hadiah dali Alika juga Bun, sayang nggak dipake. Bang Al juga bukannya dibawa ke apaltemen malah ditinggal, ya udah Alika pake aja," tuturnya sambil menatap motif-motif beruang yang lucu itu. "Bajunya lucu gini, masa Bang Al nggak suka," tambahnya.

Lina hanya menggeleng, tentu saja Arion tidak mau membawanya ke apartemen dan bahkan memakainya, sebab warna yang Arika pilih adalah warna pink. Warna yang sangat tidak disukai oleh anak kaki-lakinya yang satu itu.

"Kak Juna nya di mana Bun?" tanya Arika ketika mereka mulai menuruni anak tangga.

"Di ruang tamu. Bunda kira tadi siapa yang malam-malam bertamu, taunya pacar Adek."

"Alika aja nggak tau loh Bun kalo Kak Juna mau ke sini." Arika melambaikan tangannya ketika sudah melihat di mana sang kekasih duduk, tapi tunggu dulu kenapa ayah dan abang pertamanya juga duduk di sana? Bukannya mereka masih bekerja?

"Kok ada Ayah sama Bang Altan juga?" tanyanya dengan tatapan polos dan segera duduk di dekat sang ayah sebab Darma menyuruhnya untuk duduk di sana. Mau tak mau Arika pun menurut. "Bukannya masih kelja ya."

Tatapan Arjuna sedari tadi tidak bisa lepas dari sosok yang saat ini bertambah berkali-kali lipat menggemaskan, sebab baju tidur itu terlihat lucu ketika Arika pakai. Ia bahkan tanpa sadar tersenyum sendiri, melupakan ketegangan yang beberapa saat tadi menghampiri nya.

"Ekhem! Ngeliatin apa?!" tanya Artan galak berhasil membuat Arjuna tersenyum paksa.

"Arikanya lucu banget malam ini, Bang." Arjuna langsung menutup rapat mulutnya ketika dengan gamblang mengatakan hal itu. Bisa-bisanya ia berkata demikian di depan keluarga kekasihnya, Arjuna sangat malu sekarang.

"Makasih loh pujiannya Kak Juna. Alika emang selalu lucu dan akan tetap lucu," sahut Arika dengan percaya diri dan senyum manisnya. "Kenapa Kak Juna ke lumah?"

Arjuna semakin dibuat gelisah oleh pertanyaan Arika barusan, ia mendatangi kekasihnya ini hanya karena takut terjadi sesuatu sebab saat ia chat kekasihnya ini hanya centang satu dari siang tadi. Arjuna bingung beralasan seperti apa dan menggunakan kalimat seperti apa.

"Tau, udah malam juga," ujar Artan menambahi yang semakin membuat Arjuna panas dingin dibuatnya.

"Ada keperluan apa Nak Arjuna malam-malam bertamu ke rumah saya?"

Ketika kepala keluarga itu ikut buka suara, Arjuna sudah seperti mayat pucatnya. Tidak pernah dalam hidupnya ia terpikir bisa berada dalam situasi seperti ini.

"Saya cuma mau memastikan Arika nggak kenapa-kenapa. Soalnya saya chat cuma centang satu dari jam lima sore tadi, saya jadi khawatir. Makanya saya ke sini." Akhirnya kalimat itu keluar dari mulutnya setelah berusaha berkata sesopan mungkin.

Sebab tidak mungkin ia berbicara seperti biasa menggunakan lo-gue ketika berada di rumah keluarga Darma. Terlebih sekarang ia tengah berhadapan dengan orang tua dari kekasihnya.

Namun, sepertinya upaya Arjuna harus berakhir sia-sia sebab sekarang sang pujaan hatinya justru tertawa gelak.

"Haha ... Kak Juna lucu banget sih. Biasa aja ngomong lomantis ke Alika!"

Duh, pake segala buka rahasia lagi. Please jangan buat gue makin nggak karuan Arika, malu banget ya Allah. Batin Arjuna.

Artan yang melihat raut cemas Arjuna pun rasa-rasanya ingin sekali ikut tertawa, begitupun dengan Lina. Lain halnya dengan Darma yang masih setia memasang ekspresi seriusnya.

"Kenapa putri ayah ini nggak balas chat Arjuna?"

Arika yang sudah berhenti tertawa pun langsung bertepuk tangan sekali, berhasil mengagetkan Arjuna yang cepat-cepat mengatur ekspresi wajahnya.

"Itu dia, tadi pas habis tidul siang telnyata Alika lupa cas hp. Telus tadi balu aja Alika mau mainin hpnya udah gelap, mati. Balusan Alika cas, nanti kalau udah hidup Alika balas chatnya Kak Juna."

Gue udah datang ke sini, nggak usah dibalas lagi! Ingin sekali Arjuna mengatakan hal itu, tapi ia tahan. Arjuna terlalu gemas pada tingkah pacarnya ini atau bahkan ia juga gemas pada dirinya sendiri yang bisa-bisanya khawatir hanya karena pesan yang centang satu.

Darma menatap Arjuna yang kebetulan juga tengah menatap padanya atau mungkin pada putrinya. Ia hanya menaikan sebelah alisnya, menunggu respon Arjuna setelah Arika mengatakan alasan mengapa pesannya centang satu.

Arjuna yang paham dengan tatapan itu pun langsung tersenyum dan berkata, "Oh gitu, ya udah saya pamit pulang dulu Om, Tante, Bang. Maaf sudah menganggu waktu isti--"

"Loh,  kok Kak Juna balik sih. Alika kila Kak Juna mau ngajak Alika jalan-jalan malam loh," potong Arika cepat. "Alika bosan, pengen liat langit malam dali atas motol. Boleh nggak Yah, Bun, Bang, Alika jalan sebental sama Kak Juna?"

Arika menatap ketiganya dengan tatapan memohon, lain halnya dengan Arjuna yang langsung dibuat berdebar sebab tatapan Darma yang seperti mematikan. Baru kali ini ia merasa gugup dan takut dalam hidupnya, ternyata berhadapan langsung dengan orang tua sang kekasih itu seperti ini rasanya. Begitulah pikir Arjuna yang baru pertama kali dalam hidupnya merasakan situasi seperti saat ini.

Padahal dulu ketika ia bertamu ke rumah kekasihnya ini hanya perasaan senang dan bahagia yang ia rasakan, tapi ketika saat hampir seluruh anggota keluarga kekasihnya ada di rumah dan menyambut kedatangannya ia justru merasa takut dan gugup setengah mati.

Mungkin, nantinya Arjuna akan terbiasa dengan situasi seperti ini, karena bagaimanapun Arika-kekasihnya adalah putri satu-satunya yang begitu sangat disayang di dalam keluarga ini. Ia hanya belum terbiasa saja.

"Ya udah boleh. Asal jangan lama-lama ya dan jangan pergi jauh-jauh. Keliling perumahan sini aja, jangan lupa juga pakai jaket dan kaos kakinya, udara malam dingin nanti Adek kenapa-kenapa lagi," ujar Lina final seraya mengusap rambut putrinya sayang yang berhasil membuat Arika berteriak kegirangan.

"Alika boleh kelual malam Yah, Bang?"

Kedua laki-laki itupun mau tidak mau mengangguk, menyetujui ucapan Lina yang sudah memberikan keduanya tatapan tajam. Seolah tahu bahwa kedua orang itu tidak akan mengizinkan Arika keluar, tapi setelah ia berkata demikian keduanya tidak bisa menyangkal.

Akhirnya malam ini Arika pun berjalan-jalan dengan Arjuna menggunakan sepeda motor laki-kaki itu. Arika tidak mengganti bajunya, ia hanya menambahkan jaket dan memakai kaos sesuai perintah sang bunda. Arika terlalu antusias sampai tidak peduli dengan penampilannya sendiri. Bahkan, sendal yang biasanya ia gunakan di rumah pun ia pakai begitu saja.

Sebuah sendal rumahan berwarna kuning dengan stiker-stiker lucu melekat di kaki mungilnya yang sudah terbalut kaos putih.

"Makasih loh Kak Juna udah datang ke lumah, pas banget Alika lagi pengen lasain kelual malam, liat bulan sama bintang."

"Sama-sama. Nggak tahu aja lo, gue hampir jantungan pas baru parkir motor ayah sama abang lo juga ikutan muncul," cerita Arjuna bagaimana awal mula ia bertemu Darma dan Artan yang memang tidak disengaja.

Arika hanya tertawa mendengarnya, ia semakin mengeratkan pelukannya sebab angin malam yang berhembus terasa begitu dingin. Bola matanya langsung berbinar senang ketika pemandangan langit malam terlihat begitu indah.

Arjuna yang melihat wajah bahagia Arika dari kaca spion itupun tidak dapat menahan senyumnya. Ia mengurangi kecepatan motornya dan ikut menggenggam tangan Arika yang memeluk tubuhnya.

"Langitnya indah ya Kak Juna."

"Hm, nggak lebih indah dari senyuman lo."

Plak!

"Apa sih, Kak Juna jangan mulai deh," ujar Arika berusaha menutupi rasa malunya. "Jangan gombalin Alika lagi!" peringatnya ketika Arjuna hendak membuka suara.

"Iya-iya, nggak bakal digombalin lagi. Mau duduk di taman itu nggak? Pas banget tuh ada yang jualan bakso bakar," ajak Arjuna yang dijawab Arika dengan anggukan antusias. 

Mereka pun berhenti di taman dan langsung membeli bakso bakar. Tak tanggung-tanggung Arika membeli dua puluh ribu sekaligus, Arjuna yang juga memang suka dengan jajanan satu ini hanya duduk diam memperhatikan kekasih nya yang begitu fokus menatap bakso-bakso yang sudah ditusuk itu dibakar.

"Kayak sate ya Kak Juna."

"Lo belum pernah makan bakso bakar ya?" tanya Arjuna sekedar mencairkan suasana senyap diantara mereka.

Arika menggeleng. "Yang dibakal kayak sate gini belum pelnah. Soalnya Bang Altan nggak ngebolehin Alika jajan gini."

"Lho, terus ini? Nanti lo kalau dimarahin gimana?"

"Enggak bakalan. Kak Juna tenang aja."

"Pak, sepuluh manis aja ya. Jangan pakai saos," ujar Arjuna yang disetujui sang penjual.

Sedangkan Arika langsung merengut mendengar kekasihnya mengatakan itu. "Ih, kenapa nggak pakai saos Kak Juna! Alika mau yang pedes."

"Enggak. Ntar lo kenapa-kenapa lagi."

"Cuma sesekali doang loh Alika bisa jajan gini, masa Kak Juna tega sih sama Alika," ujar Arika dengan raut sedihnya.

Arjuna langsung mengalihkan tatapan dari Arika. Ia tidak akan luluh dengan tatapan itu walaupun rasanya Arjuna tidak tega, tapi ia juga tidak mau mengambil resiko yang nantinya akan membuat kekasihnya jatuh sakit sebab memakan saos.

"Liat deh tuh, bintangnya banyak. Bulannya juga terang banget. Cantik ya?" tutur Arjuna mencoba mengalihkan pembicaraan seraya menatap langit malam dari tempat duduk mereka.

Untungnya Arika langsung ikut menatap apa yang Arjuna katakan barusan. Tatapan sedihnya tadi langsung berubah menjadi penuh rasa bahagia membuat Arjuna merasa lega.

"Bulannya kayak bakso itu, bulat."

"Ini bakso bakarnya." Ternyata pesanan mereka sudah jadi, Arjuna langsung membayarnya dan memberikan bakso yang hanya dibumbui kecap itu pada Arika sedangkan miliknya tentu saja pedas.

Arika juga tidak banyak protes lagi dan langsung melahap bakso yang masih panas itu ke dalam mulutnya.

"Huaa, pwanwas!"

"Makanya pelan-pelan, nih minum dulu." Arjuna memberikan sebotol air mineral yang ada di motornya. Air yang ia beli sebelum ke rumah kekasihnya ini dan lupa ia minum ternyata berguna juga sekarang.

Arika langsung minum untuk menghilangkan rasa panas di mulutnya.

Sedangkan Arjuna mengambil alih bakso bakar Arika, lalu meangin-anginkannya agar panasnya hilang.

"Kok nggak ditiup aja Kak?" tanya Arika penasaran.

"Makanan panas itu nggak boleh ditiup. Nih, udah agak dingin, coba dimakan Aaa..."

Arika membuka mulutnya seperti intruksi Arjuna, ia melahap bakso yang memang tidak terasa terlalu panas seperti pertama kali ia makan tadi. Dengan mulut tampak mengembung karena terisi oleh bakso bakar, Arika menampilkan senyumnya membuat Arjuna tidak tahan dan langsung mengacak gemas rambut kekasihnya itu.

"Gemesin banget sih, pacar siapa."

"Pacal Kak Juna dong!" sahut Arika dengan suara lantang. 

Arjuna ikut tersenyum, menikmati bakso bakarnya dengan tatapan yang tidak beralih dari pusat semestanya. Ya, bagi Arjuna, Arika adalah pusat semestanya sekarang. Sebab ia selalu merasa bahagia hanya dengan melihat senyum indah itu.

"Mau jalan-jalan lagi atau pulang sekarang?" tanya Arjuna ketika melihat bakso bakar Arika sudah habis, begitupun dengan miliknya.

"Jalan-jalan! Ayo kita keliling lagi, Alika belum ngantuk kok," jawabnya ceria.

Arjuna menatap jam di pergelangan tangannya, belum terlalu jauh malam dan ia setuju untuk membawa Arika kembali berkeliling dengan sepeda motornya.

"Tapi pelgi yang agak jauh ya Kak, soalnya 'kan kita udah keliling di sekital sini."

Ucapan Arika membuat Arjuna menghentikan pergerakannya yang sudah ingin melajukan motor.

"Em, emang nggak pa-pa? Nanti kalau Bunda, Ayah sama Abang lo nyariin gimana?"

Sebenarnya bisa saja Arjuna membawa Arika berkeliling sepanjang malam dan ke mana saja, tapi ia tentu tidak mau melanggar apa yang bunda Arika katakan tadi.

"Enggak pa-pa loh, kapan lagi coba kita jalan-jalan malam gini naik motol belduaan. Ntal nggak bisa lagi Kak Juna juga yang nyesal lohh!"

Terdengar aneh dan entah kenapa berhasil membuat jantung Arjuna seolah terhenti ketika mendengar kalimat itu.

"Kok begong sih pacalnya Alika? Ayo jalan!" teriak Arika dengan kedua tangan sudah memeluk erat tubuh Arjuna yang masih menegang.

Arjuna tersadar dari lamunannya dan menggusap tangan itu lembut, lalu melajukan motornya. Meski pikirannya masih tertuju pada kalimat Arika tadi, entah kenapa perasaannya menjadi tidak tenang.

Namun, Arjuna segera menggelengkan kepalanya. Itu hanya sebuah kalimat biasa saja, ia tidak mau terlalu memikirkannya meski kenyataannya mengatakan sebaliknya.

Arjuna hanya merasa akhir-akhir ini, apalagi setelah Arika selesai operasi dan dinyatakan sembuh ia justru menjadi lebih gelisah dari sebelumnya. Ia hanya takut, tapi tidak tahu takut pada apa. 

"Bang Alion?!" teriak Arika kembali membuat Arjuna tersentak kaget.

"Kak Juna, itu Abang Al sama Nata. Eh, Bang Angkasa juga ada. Ke sana yuk!" ajak Arika heboh seolah sudah sangat lama tidak bertemu Arion, Nata dan Angkasa.

Begitupun dengan orang yang diteriaki tadi, Arion tampak tersenyum dan melambaikan tangannya pada Arika.

Arjuna langsung mengarahkan motornya ke arah tiga laki-laki yang tampak memegang plastik besar entah berisi apa itu.

Baru mematikan mesin motornya, Arika sudah turun lebih dulu membuat Arjuna kaget. Untung saja Arion dengan cepat menahan adiknya yang kelewat heboh itu sehingga tidak jatuh.

"Lo ya cil kebiasaan banget, heboh. Untung nggak jatuh!" gerutu Nata menatap sinis Arika yang justru menjulurkan lidahnya.

"Tapi nggak jatuh tuh, wlee!"

"Mirip monyet," gumam Nata.

Arika langsung menghampiri sepupunya itu dan menarik telinganya dengan berjinjit. "Coba bilang lagi, Alika milip apa?!"

"Aduh, duh, cil! Sakit anj--lepasin nggak!"

Angkasa langsung memisahkan keduanya. Memukul pelan sang adik yang sepertinya memiliki hobi menganggu Arika.

"Awas aja ngatain Alika milip monyet lagi, Alika talik telinga Nata keduanya!" ucap Arika marah dan hanya dibalas tatapan mengejek oleh Nata.

"Abang ngapain di sini?" tanya Arika membuat Arion dan Arjuna yang sedari tadi hanya saling melempar tatapan itupun berpaling. 

"Karena kita itu anak sholeh dan suka berbagi, jadi sekarang kita lagi bagiin makanan buat orang-orang yang--"

"Apasih nyaut aja, olang Alika bicala sama Bang Al juga."

Arion hanya terkekeh menanggapi adiknya, dengan gemas ia mengusap rambut itu. "Adek mau ikut bagiin makanannya juga?"

Arika mengangguk antusias. "Mau!!"

"Awas aja malah lo simpen ni kotak makan buat lo sendiri ya cil!"

"Apasih, Nata nuduh Alika yang enggak-enggak. Nggak boleh tau, suudzon namanya!"

"Udah-udah, jangan berantem lagi. Mending kalian ikut bagiin makanannya juga, biar cepat selesai," lerai Angkasa dan langsung diangguki oleh Arika.

"Siap! Ayo Kak Juna jangan diam beldili di situ aja."

Mau tak mau Arjuna pun ikut membagikan kotak makanan itu. Awalnya Arjuna tak menyangka bahwa laki-laki brengsek seperti Arion ternyata punya hati juga.

Setiap senyuman yang Arion tampilkan ketika memberi itu entah kenapa masih terasa asing baginya.

"Kak Juna kaget ya?" bisik Arika yang memang sedari tadi memperhatikan keterdiaman pacarnya.

"Iya, emang lo enggak?" Arjuna balik bertanya. Keduanya memang agak jauh dari Arion berada, tapi entah kenapa justru malah berbicara dengan berbisik.

Arika terdiam sebentar. Memfokuskan tatapan pada sang abang yang terus memberi makanan pada siapa saja yang lewat di depannya, tidak lupa memberi senyum indahnya juga. Senyuman tulus yang rasanya baru kali ini Arika lihat dan sadar betapa indahnya senyuman abangnya itu. Bukan pada lengkungan bibirnya, melainkan pada kedua matanya yang tampak menyipit ketika tersenyum.

"Arika balu sadal, senyuman di mata Bang Al indah banget Kak Juna. Alika pengen liat senyum di mata Bang Al telus kayak gitu, nggak pudal."

Ya, Arika ingin senyuman yang sepertinya hanya dimiliki oleh Arion itu tidak pernah pudar entah sampai kapanpun. Terlepas dari apa yang sudah terjadi, trauma yang kerap kali menghantuinya. Arika hanya ingin senyum di mata abangnya terus ada.

Arjuna tak menampik bahwa yang Arika katakan adalah salah, sebab ia juga sama terpesonanya. Ia menatap Arika yang terlihat meneteskan air mata, langsung saja Arjuna menggenggam tangan yang bebas itu.

Ia tidak tahu kenapa Arika menangis, ia tidak tahu apa yang Arika pikirkan dan rasakan sekarang. Entah traumanya yang kembali terbayang atau hal lain yang menganggu gadisnya, Arjuna hanya ingin menggenggam tangan itu untuk menguatkan tanpa banyak bertanya alasan sebenarnya.

Semua memang memiliki alasan, tapi terkadang juga ada yang lebih memilih diam. Menangis,  mengeluarkan perasaan yang bahkan diri sendiri juga tidak tahu apa, mungkin begitulah Arika sekarang.
_

Aku sadar, terlalu lama dalam proses penyelesaian cerita ini. Mungkin orang lain sudah menyelesaikan banyak cerita dalam beberapa bulan, sedangkan aku masih stuk dengan cerita Arika, si gadis cadel pecinta kuning dan buah pisang.

Aku cuma mau bilang, entah bagaimana endingnya nanti, kuharap kalian tidak kecewa.

See you next part chingudeul🌻

Dipublikasikan:
Senin, 26 Juni 2023
20:58

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

301K 13.8K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
1.8M 129K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
1.8M 84.7K 38
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
293K 27.2K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...