What should we do?

By Secrettaa

337K 32.3K 5.3K

[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan singkat di lampu merah justru menjad... More

PROLOG
ARJUNA ARTAWIJAYA
ARIKA ANGELINA
1 | PERTEMUAN PERTAMA
2 | CEMARA
3 | PERMINTAAN ARIKA
4 | 00:00
5 | VAMPIR
6 | PECAL AYAM
7 | HUKUMAN
8 | INSIDEN DI TAMAN
9 | TAMU SPESIAL
10 | MALL
11 | SEKOLAH
12 | TEMAN BARU
13 | BAD MOOD
14 | PAGI BAHAGIA
15 | ROOFTOP
16 | NATAYA BAGASKARA DAN DUNIANYA, ANGKASA
17 | ARJUNA VS ARION
18 | TIDAK BISA DITEBAK
19 | TETAP TEMAN
20 | I LOVE YOU
21 | SUNSET
22 | SEMUA PERLU JEDA
23 | SALAH PERASAAN
24 | PROMISE
25 | IT'S OKAY
26 | PULANG
27 | PARTY
28 | BEAUTIFUL NIGHT WITH BEAUTIFUL GIRL
29 | SHE'S COME
30 | FAMILY SECRET
32 | MY LOVE
33 | LOOKING NIGHT SKY
34 | CAN WE ALWAYS TOGETHER?
35 | PEOPLE'S HAVE PAIN
36 | I'M SORRY
37 | SUNSET
38 | SELAMAT TIDUR
39 | MEET AGAIN
40 | YOU MUST STILL LIFE
SEE YOU

31 | BACK TO SCHOOL

3.1K 316 46
By Secrettaa

FOLLOW WP Secrettaa
Tiktok @authorta
Ramaikan tagar #secrettaa #wpwhatshouldwedo #arikaangelina #arjunaartawijaya #arionharsadarma

🌻HAPPY READING CHINGUDEUL🌻

Seminggu sudah berlalu dari beberapa kejutan yang berhasil membuat Arjuna dan Arika membutuhkan waktu untuk menerima segalanya.

Arika juga sudah melakukan operasi pengangkatan tumornya dan berjalan baik seperti yang diharapkan.

Bahkan, kini gadis itu sudah bersekolah seperti janji ayahnya yang akan mengizinkan ia bersekolah jika operasinya berhasil. Seperti biasa, Arika menampilkan senyum manisnya dan tak lupa menyapa satpam yang berjaga.

"Udah lama Neng Arika nggak keliatan."

"Hehe, Bapak lindu ya sama Alika? Nih, buat bapak kayak biasa. Diminum ya, Alika masuk dulu!" ujarnya setelah memberikan susu pisang dan juga roti pada pak satpam yang menerima pemberian itu dengan senang hati.

"Jangan lari Neng, nanti jatuh!" teriaknya memperingati Arika yang langsung menghentikan larinya, lalu berbalik menatap sang satpam senang.

"Siap! Semangat keljanya ya, Pak!" ujar Arika dengan tangan mengepal seolah memberi semangat. 

Setelah apa yang terjadi seminggu lalu, Arika memutuskan menerima segalanya, memaafkan sang ibu yang sekarang entah berada dimana dan berusaha fokus pada orang-orang di sekitarnya meski awalnya sulit, bahkan rasanya hari ini pun sama. Bohong jika Arika mengatakan dirinya baik-baik saja, tapi ia juga tidak mau membuat keluarganya kecewa padanya.

Alasan ia akhirnya setuju melakukan operasi pun berkat bujukan sang abang dan Arika juga tidak tega melihat raut sedih ayahnya. Arika tidak tahu apa yang ada dipikiran ayahnya itu, kenapa bisa ada orang sebaik ayah Darma yang mau merawatnya dengan penuh cinta sedang orang tua kandungnya entah berada dimana.

"Selamat pagi cantiknya Juna!"

Arika tersentak kaget, mendapati sang kekasih sudah berdiri di depannya yang sedari tadi memang tengah melamun.

"P-pagi Kak Juna," jawab Arika berusaha ceria seperti biasa, tapi sepertinya tidak bisa. Sebab Arjuna jelas paham apa yang sedang Arika rasakan. Ya, meski ia tidak mendengar cerita itu langsung dari mulut Arika, melainkan Nataya yang menceritakan semuanya. Perihal Arika yang hanyalah anak angkat di keluarga Darma.

Arjuna tidak menyangka, ia yang awalnya khawatir sebab sang kekasih tidak bisa dihubungi lalu iseng bertanya pada Nataya, justru diberi fakta itu.

Padahal pagi itu Arjuna tengah bahagia menikmati sarapan bersama anggota keluarganya yang lengkap, tetapi ketika tahu apa yang terjadi pada Arika, ia pun tidak bisa tenang. Namun, Arjuna juga memutuskan menuruti perkataan Nataya untuk memberi Arika waktu sendiri.

"Mikirin apa, hm?"

Arika hanya menggeleng pelan dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Arjuna mengikuti langkah gadis itu, lalu menyodorkan sebuah boneka kecil berbentuk minion, hampir sama dengan yang Nataya beri tempo hari pada Arika. Namun, gadis itu tetap menerimanya dengan senyum ceria.

"Makasih Kak Juna!" Tidak peduli sudah berapa banyak boneka pemberian yang ia terima, Arika tetap suka dan sebisa mungkin tidak menolaknya sebab ia juga sangat suka pada boneka-boneka itu. Terlebih boneka minion ini entah sejak kapan menjadi favoritnya.

"Sama-sama, kalau ada apa-apa cerita ya sama gue. Nanti istirahat mau ke rooftop nggak?"

"Mau, Alika mau celita banyak hal sama Kak Juna," jawab Arika yakin, berhasil membuat Arjuna ikut tersenyum. Ia selalu suka ketika Arika mau terbuka padanya.

Tangannya yang besar menggenggam tangan kecil Arika, keduanya hanya diam menikmati suasana pagi di Arjuna High School yang belum begitu ramai. Berjalan di sepanjang koridor tanpa tatapan-tatapan memuja itu juga membuat Arjuna sedikit lega.

"Alika malam tadi liat belita, Kak Juna punya kembalan telnyata, ya. Cantik lagi, tapi tetap cantikan Alika sih."

"Iya-iya, lo yang paling cantik. Cantiknya Arjuna," ujar Arjuna gemas seraya mengacak rambut tergerai Arika.

Arika menjauhkan kepalanya dan memandang sinis pada Arjuna yang lagi-lagi tidak dapat menahan tawa sebab wajah Arika terlihat begitu lucu baginya.

"Lo nggak cocok tau marah gitu, malah gemesin. Pengen gue gigit tu pipi."

"Ish, jangan! Olang pipi Alika udah nggak chuby lagi juga." Memang setelah operasi entah kenapa tubuh Arika terlihat semakin kurus, pipinya yang biasa gembul pun kini tampak tirus.

Arjuna mengusap pipi itu, menatap penuh pada mata yang masih memancarkan binar polos. "Makanya makan yang banyak dong. Biar pipi chuby nya balik lagi. Lo nggak lagi berusaha diet 'kan?"

Sontak Arika menggeleng polos. "Alika tuh nggak pelnah diet. Olang cantik gini, ngapain coba diet segala."

Ucapan Arika disetujui oleh Arjuna yang langsung mengangguk. "Gue suka nih, sama cewek yang percaya diri gini."

"Iya dong. Halus pelcaya dili, Alika tuh cantik, gemesin banget, telus apalagi ya."

"Ya, maksudnya bukan banggain diri sendiri gitu juga dong, Sayaang."

Hanya dengan satu kata terakhir, berhasil membuat pipi Arika terasa panas dan sepertinya kini pipinya juga memerah menahan malu.

"Kak Juna tuh ya, kasih aba-aba dong kalau mau gombalin Alika. Alika 'kan nggak ada pelsiapan gini, bisa-bisa jantungan!"

"Lucu banget sih, cantiknya siapa ini, hm?" Arjuna pun menarik hidung Arika gemas yang sukses membuat sang empu memekik tertahan.

"Cantiknya Kak Aljuna," jawab Arika tepat setelah tangan Arjuna tidak lagi menarik hidungnya. Gadis pecinta pisang ini pun tampak memusuti hidungnya yang sekarang sudah memerah.

Arjuna yang sadar dengan itu, langsung merasa bersalah. "Sakit ya?"

"Enggak, cuma Kak Juna naliknya kekencangan," ujarnya polos. "Oh iya, soal kembalan Kak Juna yang Alika liat di belita malam tadi, benelan lagi nyali pendonol jantung ya. Emangnya kembalan Kak Juna sakit?"

"Pinter banget sih ngalihin pembicaraan."

Arika mendengus, "Bukan ngalihin pembicalaan ya, Alika emang mau ngomongin ini kok dali tadi. Kak Juna aja yang gombalin Alika telus."

"Dih, orang gue sekali doang gombalin lo."

Sontak Arika menghentikan langkahnya, lalu mencubit Arjuna yang sekarang tertawa puas. Merasa berhasil lagi-lagi menjahili kekasihnya.

"Alika kesel sama Kak Juna! Olang lagi selius juga, jangan deket-deket Alika lagi!" kesal Arika seraya melangkah masuk ke dalam kelas. Duduk di kursinya dan menyibukkan diri dengan mengeluarkan berbagai alat tulisnya dan menata semua itu di atas meja. Tidak peduli dengan Arjuna yang sekarang terus memperhatikan setiap gerak-geriknya.

"Yah, ngambek. Padahal tadi gue belum ngasih buah pisang sama bekal buatan Bunda. Mana Bunda nyiapin dua bekal, duh, kasih ke Belvan aja kayaknya deh." Arjuna yang memang posisi duduknya berada tepat di dekat Arika pun dengan sengaja mengeluarkan dua buah kotak bekal itu. Tidak lupa tiga buah pisang serta biskuit coklat dan air mineral.

Beberapa siswa dan siswi yang baru masuk ke dalam kelas pun tampak menahan senyum dengan tingkah kedua pasangan itu. Begitupula Belvan, Niko, Zila dan Vira yang langsung heboh ketika melihat Arika sudah duduk manis di kursinya.

"Ini beneran nggak pa-pa lo sekolah? Udah sehat?" tanya Zila seraya menangkup pipi Arika. Menatap penuh selidik wajah itu. "Pipi tembem lo kemana?"

Zila dan teman sekelas Arika lainnya memang sudah tahu dengan kondisi gadis cadel itu. Ah mungkin satu sekolah sudah tahu perihal anak bungsu keluarga Darma itu.

"Zila belisik ih. Alika lagi nggak mood," gerutu Arika dengan sesekali menatap pada apa yang ada di meja Arjuna. Kotak bekal itu tampak menghipnotisnya, seolah menyuruh Arika membuka tutupnya dan menikmati isinya. Arika juga sudah lama tidak makan bekal buatan Bunda Arjuna.

Sedangkan Arjuna yang sadar dengan itu entah kenapa semakin ingin menjahili kekasihnya.

"Wah, banyak banget makanan di meja lo, Jun. Tumben, biasa satu doang kotak bekalnya. Buat gue ya?" pinta Belvan tak tahu malu, "Kebetulan tadi gue belum sarapan, ayah nggak sempat masak dan nyuruh gue sarapan di sekolah," tambahnya tanpa sadar curhat.

"Apa-apaan lo, tadi habis makan di rumah gue ya! Jangan pura-pura lupa, mana ngabisin nasi goreng buat gue lagi," tutur Niko kesal sambil memiting leher sahabatnya itu.

"Udah nggak pa-pa, lagian kayaknya ada yang ngambek, sampai nggak mau bekal ini. Daripada mubazir, mending---"

Belum sempat Arjuna menyelesaikan perkataannya, salah satu kotak bekal di atas meja itu sudah menghilang sebab Arika yang mengambilnya.

"Ini tuh buat Alika pasti. Nggak boleh dikasih ke olang lain, Kak Juna gimana sih."

"Nggak ngambek lagi nih ceritanya?" tanya Arjuna dengan tatapan fokus pada Arika yang tengah sibuk memperhatikan apa saja isi dari kotak bekal.

Arika mengangguk, mulutnya tampak menggangga begitu melihat nasi putih lengkap dengan lauknya-ayam kecap serta sayuran yang ditata sempurna di dalam sana. Tampak mengiurkan, tapi Arika masih kenyang sekarang. Jadilah ia kembali menutup bekal itu. "Bilangin sama Bunda nya Kak Juna, makasih bekalnya."

"Iya, tenang aja. Lo masih kenyang sekarang?"

"Hm, Alika masih kenyang banget Kak. Kita makan nanti istilahat aja, ya."

Spontan Arjuna mengangguk, menyetujui perkataan Arika sebab ia juga masih kenyang sekarang. "Enggak ngambek lagi 'kan ini?"

"Mau Alika ngambek?"

"Enggak, Sayang. Lo kalau ngambek makin lucu, gemesin."

"Duh, dunia serasa cuma milik berdua ya, Vir. Gue juga baru sadar hawa pagi ini beda banget, ada panas plus iri-iri gimana gitu."

"Itumah karena lo yang nggak mandi tuh!" tuduh Niko dengan bersemangat.

Belvan yang tidak jadi mendapat bekal itupun terlihat sudah sibuk dengan game di ponselnya. "Makanya punya pacar juga, Zil. Biar lo nggak iri."

"Halah, kayak lo nggak iri aja Van."

"Gue? Enggak, ya. Orang udah ada Vira juga, tinggal nunggu lulus aja."

"Heh Belvan mulutnya, mau aku jahit?! Ngomong sembarangan." Kesal Vira yang tiba-tiba dilibatkan dalam pembicaraan mereka.

Sedangkan Arjuna dan Arika kini terlihat tertawa melihat tingkah sahabat-sahabatnya itu. Terlebih Arika yang begitu merindukan suasana ini, ia merasa sangat bahagia sekarang.

Bel tanda masuk berbunyi, mengharuskan semua siswa dan siswi yang masih sibuk di luar kelas agar memasuki kelas mereka masing-masing.

Jam pelajaran pertama sudah dimulai, Arika terlihat fokus dengan penjelasan yang guru Matematika itu terangkan di depan sana. Sesekali ia mencatat hal penting dan mengangkat tangan menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil sang guru.

Arjuna hanya diam memperhatikan. Tatapannya hanya fokus pada gadis cantik itu, gadis dengan senyum manis yang setiap saat hampir membuat jantungnya berdetak tak normal. Arjuna suka saat melihat Arika seantusias ini ketika belajar, bagaimana gadis itu memperhatikan guru dengan tatapan polosnya.

"Dia cantik 'kan, Van?" bisik Arjuna dengan tatapan masih tertuju pada Arika.

"Cantik banget, sampai gue pengen ngarungin terus bawa bal--hehe bercanda doang Jun, jangan serius amat kenapa sih."

Arjuna hanya mendengus mendengarnya. Berusaha fokus pada pelajaran di depan, meski pikirannya seolah memaksa ia untuk terus memikirkan gadis cadel itu.

Sedangkan ketika tengah sibuk menulis, Arika dikagetkan dengan darah yang menempel di bukunya yang terbuka. Cepat-cepat ia menutup hidungnya dan bangkit dari tempat duduk.

"Pak, Alika izin ke toilet ya?"

"Iya, silakan," jawab guru itu dan bergegas Arika meninggalkan kelas dengan berbagai pertanyaan yang muncul di kepala teman-temannya, terlebih laki-laki tak jauh dari tempat duduk Arika, siapa lagi kalau bukan Arjuna Artawijaya.

"Dia kenapa?"

Zila langsung menunjukkan buku Arika yang terdapat noda darah.

"Nggak tahu, tapi kayaknya mimisan deh. Lo samperin gih, gue khawatir banget. Mana nggak berani izin sama tu guru lagi," ujar Zila jujur sebab guru Matematika yang bernama Pak Amar ini juga termasuk guru killer di Arjuna Highschool.

"Pak, saya izin ke toilet. Kebelet banget ini Pak." Tanpa banyak berpikir lagi, Arjuna langsung bangkit dari duduknya dan berakting yang untungnya dipercayai oleh sang guru.

Di kamar mandi.

Arika membiarkan darahnya mengalir begitu saja, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba bisa mimisan seperti ini. Padahal seminggu berlalu semua baik-baik saja, ia hanya menatap darah di wastafel itu dengan tatapan nanar.

Apa mungkin tumor itu tidak benar-benar pergi dari tubuhnya setelah melakukan operasi? Apa mungkin ia tidak benar-benar sembuh seperti yang dokter katakan?

Tok ... tok ... tok

Ketukan dari pintu itu membuat Arika bergegas membersihkan darahnya di wastafel dan menahan cairan itu dengan jari mungilnya.

"Siapa?" tanya Arika penasaran. Padahal ini toilet siswi, kenapa harus mengetuk pintu seperti itu jika hendak masuk.

"Arjuna. Pacar lo. Lo okay Arika?"

Tanpa menjawab, Arika langsung membuka pintu toilet. "Kak Juna kok nggak di kelas aja sih. Ini 'kan masih jam pelajalan. Lagian juga ini toilet pelempuan, ngapain Kak Juna ke sini? Alika nggak pa-pa kok, cuma mimisan sedikit."

"Sedikit apanya Sayang. Tangan lo penuh darah gitu, ayo gue bantu bersihin habis itu kita ke UKS." Arjuna menuntun Arika untuk kembali masuk ke dalam dan mencuci tangan yang sedari tadi Arika gunakan untuk menahan darah yang mengalir di hidungnya, tapi sepertinya tidak berhasil itu tanpa rasa jijik. Arjuna dengan telaten membantu Arika.

"Pusing nggak?" tanyanya khawatir ketika melihat wajah sang kekasih sudah tampak memucat. "Kita ke rumah sakit ya?"

Arika menggeleng, bertepatan dengan mimisannya yang sudah berhenti sepenuhnya. "Mimisannya udah berenti Kak, nggak pellu ke lumah sakit."

"Kenapa tiba-tiba mimisan sih, padahal di dalam kelas. Nggak kena panas sama lo juga nggak ada ngelakuin hal yang berat-berat," ujar Arjuna tanpa sadar menggerutu. "Apa karena lo terlalu mikirin pelajaran tadi ya? Makanya jangan terlalu dipikirin. Cukup pikirin gue aja, dijamin nggak sampai mimisan, paling-paling pingsan."

Keduanya sudah keluar dari toilet dengan Arjuna yang terus menggenggam tangan kecil Arika. "Kita ke UKS sekarang, lo nggak boleh nolak," ucapnya serius.

"Kak Juna telnyata bisa celewet juga ya. Lucu, Alika suka liatnya," ungkap Arika polos memandang laki-laki yang lebih tinggi dari dirinya itu.

Arjuna langsung membuang muka ketika tak sengaja melihat Arika memperhatikannya. Belum lagi penuturan polosnya yang lagi-lagi membuat hati Arjuna terasa berbunga-bunga. Ah, Arjuna merasa pipinya memerah sekarang. Sialan, dia baper hanya dengan perkataan dan tatapan polos itu saja.

"Kak Juna sakit? Pipi sama telinganya kok melah-melah?" Dengan menggunakan sebelah tangannya yang bebas, Arika berusaha menyentuh dahi Arjuna. Berniat memastikan laki-laki itu baik-baik saja atau tidak. Arika terlihat kesulitan dan Arjuna yang peka langsung merendahkan tubuhnya sedikit sampai tangan mungil itu berada tepat di dahinya.

"Enggak panas kok, tapi dali tadi nggak ilang melah-melahnya. Kenapa ya? Kak Juna ada keluhan apa?"

"Gue nggak sakit. Kan tadi lo yang sakit."

"Ya, tapi kan itu pipi sama telinga Kak Juna melah banget. Siapa tahu Kak Juna sakit."

"Enggak. Ini karena gue malu doang," jawab Arjuna seraya kembali menuntun Arika untuk melanjutkan langkahnya menuju UKS.

"Hm masa sih, emangnya Kak Juna malu kenapa??"

Arika hanya menurut ketika mereka sudah memasuki ruangan UKS dan Arjuna menyuruhnya untuk duduk di ranjang. Ia masih setia menunggu jawaban laki-laki di depannya yang sekarang melangkah menuju ranjang sebelah Arika duduk dan menutup tirainya.

"Kak Juna belum jawab peltanyaan Alika loh. Telus juga kenapa Kak Juna ke situ sih, Alika 'kan di sini duduknya."

Arjuna yang sudah selesai dengan kegiatannya pun kembali membuka tirai, ternyata laki-laki itu melepas seragamnya dan meninggalkan kaos putih saja di tubuhnya. 

"Baju lo kena darah, ganti ya pakai baju gue. Yang buat gue malu tadi itu tingkah dan ucapan lo, gue baper tau nggak."

"Dih, olang Alika nggak ngapa-ngapain coba. Kenapa bapel-bapel segala."

Arjuna hanya mengacak gemas rambut itu dan kembali menjauh dari ranjang Arika, ia juga membalikkan tubuhnya menghadap ke arah lain. "Cepat ganti bajunya, gue nggak bakal ngintip kok tenang aja."

Arika menatap sebentar seragam Arjuna dan seragam miliknya sendiri yang sekarang memang sudah kotor terkena darah. Senyum manisnya kembali terbit, ini merupakan kedua kalinya ia memakai seragam Arjuna. Seragam kekasihnya yang lagi-lagi kebesaran untuk tubuhnya yang terbilang kecil.

"Udah Kak." Arika menarik kaos putih Arjuna, membuat laki-laki itu langsung menoleh.

Lucu banget pacar gue. Batin Arjuna. Bagaimana tidak, bajunya yang kebesaran di tubuh mungil itu terlihat begitu menggemaskan, belum lagi binar mata polosnya.

"Lo istirahat di sini aja dulu ya. Gue mau ke kantin," pesan Arjuna setelah kembali membuat Arika duduk di ranjang.

Arika menggeleng dan menahan tangan Arjuna agar tetap di dekatnya. "Enggak mau. Alika takut sendilian di sini. Alika nggak haus juga kok, Alika mau bobo sebental boleh?"

Tanpa banyak berkata Arjuna menuruti permintaan kekasihnya itu. "Boleh. Tidur aja, gue bakal jagain lo."

"Hm, Kak Juna jangan kemana-mana, jangan tinggalin Alika. Di sini aja pokoknya."

Arjuna kembali mengangguk dan tersenyum manis, "Iya, nggak bakal kemana-mana. Cantiknya Juna bobo aja ya."

Arika yang sudah memejamkan mata, tapi belum sepenuhnya terlelap itu ikut tersenyum mendengar penuturan Arjuna. Apalagi tangan yang terus menggusap tangan mungilnya itu, membuat Arika semakin merasa tenang dan juga bahagia.

Tak terasa bel tanda istirahat berbunyi, membuat Arjuna yang awalnya ikut tertidur langsung membuka mata. Ia memfokuskan pandangan pada Arika yang terlihat gelisah dalam tidurnya. Bahkan, tangannya pun semakin digenggam erat oleh gadis itu.

"J-jangan, Bang ...."

Arjuna berusaha membangunkan Arika, ia mengusap peluh di dahi gadis cantik itu. "Hei, Arika bangun."

Ia tentu saja khawatir pada Arika. Sepertinya trauma gadis cadel ini kembali menghampirinya dan juga apa mungkin setiap kekasihnya ini tidur, ia akan memimpikan hal itu?

"Kak Juna," gumam Arika ketika sudah terbangun dengan nafas memburu. Ia juga tidak menolak pelukan yang Arjuna berikan. Arika bisa merasakan bagaimana detak jantung Arjuna yang berdetak kencang dan tangan yang menggusap bahunya menenangkan.

Padahal Arika tidak ingin mengingat semuanya, tapi ia juga belum bisa berdamai dengan traumanya yang kerap datang dalam mimpinya. Arika ingin lupa dan berdamai dengan apa yang sudah terjadi, layaknya ia berdamai dengan sang pelaku pembuat trauma itu ada. Tapi rasanya sangat sulit sekali melupakan kenangan buruk itu.

"It's okay Babe. It's just a nighmatre, don't worry okay? I'll always be there for you."

Dari semua yang sudah terjadi, laki-laki yang tidak sengaja ia temui di lampu merah ini sampai sekarang menjadi kekasihnya adalah hal yang Arika syukuri. Di tengah segala kejutan hidup yang Tuhan berikan padanya, bertemu Arjuna adalah hal yang paling Arika tak duga.

"Kalau mimpi buruk dan trauma lo datang lagi, jangan mikir aneh-aneh dan ngelakuin hal gila ya cantik, cukup ingat gue aja. Ingat bahwa gue akan meluk lo, walaupun seandainya nggak bisa secara langsung. Lo cukup bayangin semua hal indah dan bahagia yang udah kita lewatin. Okay Babe?"

Arika hanya mengangguk lemah. Ia mengusap air matanya dan berusaha menampilkan senyuman pada Arjuna. "Makasih banyak ya Kak Juna. Udah selalu ada di dekat Alika dan baik sama Alika. Alika benelan beluntung banget bisa ketemu dan jadi pacalnya Kak Juna."

"Makasih juga udah bertahan sejauh ini, Arika Angelina. Lo perempuan hebat dan cantiknya Juna jangan pernah ngerasa sendirian lagi ya? Ada gue yang bersedia masuk dan mungkin bahkan menetap ke dalam alur hidup lo. Kita lewati semuanya sama-sama."
_
_
_

Dipanggil Babe nggak tuh wkwk. Udah mei aja, semoga bulan ini banyak kabar bahagia ya chingudeul dan semoga secepatnya aku bisa selesaiin cerita ini juga, udah lewat dari yang diperkirakan soalnya😣

Maaf ya lama baru update. Gimana sama part ini?

Ada yang mau kalian sampaikan buat Arika?

Arjuna?

Atau yang lainnya?

Sejauh ini gimana menurut kalian tentang What should we do?

Spam next di sini👉

See you next part chingudeul💗

Dipublikasikan :
Sen, 08 Mei 2023
19:34

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 45K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
288K 26.7K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
319K 19K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
498K 53.8K 23
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...