DERMAGA//

By suroyyanurlaily

3.7K 129 10

𝙈𝙚𝙣𝙜𝙖𝙥𝙖 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙮𝙖𝙝 𝙗𝙚𝙜𝙞𝙩𝙪 𝙩𝙚𝙜𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙖𝙣𝙖𝙠𝙣𝙮𝙖? " Aku selalu menyay... More

PROLOG//
{1}. Awal Cerita//
{2}. Pertemuan Mereka//
{3}. Menikmati Senja Bersamamu//
{4}. Awal Kisah Sang Bumantara & Shandya//
{6}. Kebersamaan//
{7} . Dia Hanya membutuhkan Bulan dan bintang untuk Menemaninya//
{8}. Tentang Indiya latita//
{9}. Hari Ini Hujan Turun//
{10}. Di Dunia Ini Masih Banyak Orang Baik//
{11}. Bandung Menangis//
{12}. Hei! you, aku merindukanmu//
{13}. Bulannya Indah Kayak Kamu//
{14}. Apa Itu...Bahagia?//
{15}. Kita hari ini//
{16}. It's Oky//
{17}. Sekuat Sesakit //
{18}. RUMAH//
{19}. Terpikat Senyuman mu//
{20}. The Gang Wacana Forever//

{5}.Apa definisi rumah bagi Bumantara & Sandhya? //

83 9 0
By suroyyanurlaily

Happy reading📖

Tandai typo!!!!

--Dermaga//--

.......


Hari rabu, jam 21:25.

" Ngapain lo kesini, Cand? " Tanya laki-laki yang sedang berdiri di pintu sambil memandang seseorang yang berada di depannya dengan ber-sedekap dada. Laki-laki itu Rio. Rio memandang Candra dengan penuh tanda tanya, sedangkan laki-laki satunya lagi, Candra menggendong sebuah tas berwarna hitam yang biasa ia bawa ke sekolah memandang Rio dengan tatapan memohon.

" Gw diusir dari rumah. " Jawab Candra dengan lesu.

Rio tertawa mendengarkan jawaban sahabat nya ini, tak heran lagi jika Candra sering mengungsi ke rumah Rio, ralat rumah orang tua Rio.

" Yaudah. Masuk, gih. " Rio mempersilahkan Candra masuk ke dalam, mengingat suasana malam itu sangat dingin.

Candra menaruh tasnya di sebuah sofa dan menduduki dirinya di benda yang lumayan empuk itu. Rio juga duduk disebelah Candra sembari mengehela nafas.

" Lo buat masalah apa lagi sih? "

" Hm, gw gak sengaja pecahin gelas. Itu aja. " Candra menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

" Tante Anila mana? " Sambung Candra bertanya.

" Belum pulang. Palingan lagi dijalan." Candra mengangguk kan kepalanya mengerti.

Jam 20:00.

Terlihat, seseorang sedang duduk di sebuah meja belajarnya, berkutik dengan buku dan ingin menjadikan buku itu sahabatnya. Tapi, tidak bisa. Sekeras apapun ia mencoba tetap tidak bisa.  Hanya satu dipikirannya--- ' ia tidak boleh menyerah. Sesulit apapun itu, ia harus berusaha. '

Candra menaruh bolpoin nya lalu menghela nafas. Kemudian, mengacak rambutnya frustasi, ia tak bisa.

" Ekhem, tenggorokan gw kering banget. "  Ia pergi ke dapur untuk mengambil segelas air putih, meninggalkan buku yang sudah terpenuhi oleh coretan angka-angka yang ia buat.

Sesampainya di dapur, pemuda itu mengambil gelas berukuran sedang dan menaruhnya di bawah sebuah selang yang terbuat dari besi, ia menekan tombol otomatis dispenser air galon yang ada di sana.

Meminumnya dengan pelan sambil duduk. Tetapi, ketika ia ingin membilas gelas yang sudah ia pakai, tidak sengaja ia menyenggol sebuah gelas yang berada di samping nya dengan siku kirinya, menyebabkan benda yang ia senggol jatuh kemudian pecah.

Ia takut, dengan segera ia mengambil pecahan gelas itu sebelum papa nya melihat itu.

" Catra, itu suara apa." Candra menengok ke asal suara, dengan cepat ia mengumpulkan pecahan itu. Tapi tetap saja... Kurang cepat.

" Candra!!! " Teriak Bastian melihat  setengah pecahan di lantai dan di tangan anaknya.

Bastian menarik paksa tangan candra agar berdiri, pecahan gelas yang berada di tangannya itu berjatuhan ke lantai tak beraturan. Paruh baya itu memandang pemuda didepan nya ini dengan marah, emosinya sudah berada di ubun-ubun sambil melihat ke arah Candra yang sudah pasrah.

Bugh!!!

Candra terjatuh akibat pukulan papahnya, tak sengaja juga telapak tangannya terkena pecahan itu membuat ia meringis ngilu, dan melihat telapak tangannya mulai mengeluarkan darah akibat pecahan gelas yang kecil dan tajam.

" Pembuat masalah. " Ucap Bastian ke Candra.

" Aku gak sengaja, Yah! " Seru Candra menaiki tangga nada suara nya.

Tanpa belas kasian, Bastian menendang paha anaknya dengan keras membuat sang empu meringis.

" Sekali aja, kamu gak buat masalah. Kamu pikir ini rumah kamu, kamu pikir kamu yang beli rumah ini, HAH?!SAYA YANG BELI CANDRA!!! " Bentak bastian penuh amarah. Lagi, dia menarik tangan putranya sampai pemuda itu berdiri. Tanpa belas kasihan, ia memukul kembali wajah Candra hingga terjatuh.

" Yah! Udah, jangan pukul Candra. " Tangan yang semula terkepal yang sudah sangat siap untuk melayang kan pukulannya melonggar karena mendengar suara anaknya yang satunya lagi.

Catra menghentikan perbuatan papahnya yang ingin melayang kan pukulannya ke saudara nya. Selain melihat kekacauan itu, ia juga bisa mencium bau alkohol yang sudah menyebar di dapur itu.

" Catra, ngapain kamu disini? " Tanya Bastian.

" Tadi ada yang nelpon Ayah. Makanya aku kesini." Bohong Catra.

Dug!!

Sebelum pergi, laki-laki dewasa itu kembali menendang paha dan pinggang Candra dengan sangat keras sebagai akhir. Kemudian pergi dari sana, meninggalkan Candra yang kesakitan sambil memegang paha dan pinggangnya.

" Ayah mabuk lagi. Sebelum papah ngelakuin hal yang lebih dari ini, lebih baik lo jangan tidur disini untuk sementara. " Ucap Catra sambil mengumpulkan pecahan gelas itu.

" Lo... Ngusir gw? "

" Bukan, ini demi lo. " Candra mengangguk sedikit ragu.

" Lo pergi aja sana, biar gw yang beresin ini. " Candra menurut berdiri dengan pelan masih merasakan sakit di paha dan pinggangnya, ia berjalan dengan pelan dan sedikit terseok-seok ke kamarnya.

Ia juga memutuskan untuk mengungsi atau menginap ke rumah Rio, daripada mendapatkan luka di sekujur tubuh nya. Muak aja rasanya.

Kembali lagi ke rumah rio.

Tuk... Tuk... Tuk...

" Bunda gw kayaknya. " Rio berjalan mendekat ke arah pintu dan membukanya, mereka berdua bisa melihat seorang wanita dewasa yang tengah tersenyum manis.

" Loh, Candra. Kapan kesini? " Tanya wanita itu sambil memasuki rumah diikuti oleh Rio di belakang nya. Wanita itu, Anila Pharima Riski, bunda dari Rio Pratama Putra.

" Tadi, tante. "

" Oiya, tante tadi beli bakpao di depan. " Sambung anila sambil memperlihatkan sebuah kresek hitam yang berisi lima bakpao.

Candra dan Rio mengambil bakpao itu lalu memakannya membuat Anila merasa sangat senang. Ia mengusap kepala Aandra yang berada di dekat nya dengan pelan dan lembut sedangkan Rio yang melihat itu menjadi cemberut, Candra mengeluarkan lidah nya untuk mengejek Rio.

" Sini. " Bunda Anila menepuk sofa di samping kirinya menyuruh Rio untuk duduk di dekatnya, Rio patuh dan duduk di samping bundanya dan menjadikan wanita itu berada di tengah-tengah dirinya dan candra.

Anila merangkul kedua pemuda itu sambil menepuk-nepuk punggung itu pelan.

" Kalian udah besar banget sekarang. Perasaan kemarin-nan bunda masih gantiin popok kalian. " Ucap Anila sedikit mengingat kenangan masa lalu, ketika ketiga pemuda yang berada di rangkulannya ini masih balita. Rio, Candra, dan Catra dari balita sudah bersama dari TK, SD, SMP, dan SMA pun masih tetap bareng.

" Iyalah, waktu itu kan berputar bukan diam doang, bun. " Ucap Rio,

" Siapa juga yang bilang waktu itu muter ke belakang. " Sahut Candra, di hadiahi pukulan di paha kirinya untung saja bukan bagian paha kanannya.

" Candra kamu mau nginap di sini? " Tanya Anila baru sadar melihat tas yang di bawa oleh candra.

" Iya tante. "

" Kenapa gak ajak Catra juga? "

" Dia gak mau. "

" Hm, kalian berdua pagi-an tidurnya, jangan bergadang. " Peringat Anila yang di angguki oleh keduanya. Selanjutnya anila pergi dari ruang tamu untuk istirahat ke kamarnya.

" Cand, gak mau ngobatin luka lu? " Tanya rio sedikit berbisik.

" Udah gw obati kok. " Jawab Candra sedangkan Rio hanya beroh-ria.

***

Sore hari ini, L ilya kedatangan nenek ibu dari mamahnya berserta adek-adek mamahnya. Lilya yang sedari dulu tak pernah dekat dengan keluarga mamahnya memandang orang-orang yang tertawa bahagia tampa mengajak dirinya. Tak ada satupun dari mereka yang mengajak nya bicara, lilya juga merasa gugup ketika berdekatan dengan mereka dan merasa diasingkan.

" Lela, main sama kakak yuk. " Ajaknya kepada seorang anak berumur sekitar 10 tahunan.

" Gak mau, aku maunya sama kak ody. Bukan kakak. " Tolak anak itu, lilya tersenyum lalu berpindah tempat menuju ke sofa yang sudah ditempati oleh seorang gadis seumuran nya.

" Ngapain lo disini? " Sewot perempuan itu, ketika melihat lilya duduk di kursi yang berada di samping nya.

Nirmala arunika namanya, perempuan seumuran dengan nya memandang tak suka pada lilya.

" Gw cuman mau ikut kumpul kayak kalian. "

" Emang ada yang nerima lo disini? " Lilya terdiam lalu memandang saudara-saudaranya yang memandang nya dengan tatapan tak suka padanya.

' gw gak punya salah kan? Kenapa mereka gak pernah suka sama gw? '

" Iya lilya. Mending lo jangan di sini deh. " Sahut perempuan yang sangat cantik, perempuan itu lebih tua 2 tahun darinya yang juga merupakan seorang model.

Lilya pergi dari sana. Tak mempunyai tujuan, lilya diam duduk sendirian di meja makan, ia menelungkupkan kepalanya di kedua tangannya. Memandang suasana di rumah nya sangat ramai anak-anak kecil berlari berkeliaran di rumahnya, suara tawa begitu menggelegar. Tapi kenapa lilya merasa kesepian?

" Gak enak banget di gini-in sama keluarga sendiri. " Lirihnya memandang orang-orang yang ada di sana.

" Ga usah merasa sedih. Ada gw----
Di sini. " Lilya terkejut langsung menegakkan kepalanya beralih melihat pemuda di depannya. Pemuda berkaos hitam serta celana pendek selutut itu merupakan kembaran dari aninditha seorang model yang tadi menyahuti ucapan mala.

" Yang sedih, siapa? "

" Lo. " Tunjuk pemuda itu kepada lilya.

" Oh. Gw mau ke dapur dulu. " Pergerakannya terhenti ketika mendengarkan perkataan rain.

" Disini aja. Di Sana ada emak-emak rempong. " Ucap rain melarang adik misan nya ini.

" Gak mau. " Rain menghela nafas tak melarang adiknya untuk pergi ke dapur. Lilya langsung melangkah kan kakinya menuju dapur, di sana ia bisa melihat mamahnya sedang tertawa bersama adik-adiknya dan ibunya yang sedang memasak sesuatu.

" Halo, bi fatin. " Sapa lilya tersenyum manis kepada adik ke-dua mamahnya.

" Halo juga lilya. " Fatin tersenyum membalas lilya.

" Ada yang bisa aku bantu, gak bi? "

" Ah, gak ada lilya. Kamu main aja ya sama saudara-saudara mu. " Suruhnya.

" Lilya, kamu jangan jadi beban di sini. " Sahut perempuan dewasa yang sudah agak tua, kulit keriput nya sudah sangat terlihat jelas, lilya menelan saliva nya sedikit gugup.

" A-aku cuma mau bantu aja kok,
nek. "

" Saya gak mau di bantu sama pembunuh kayak kamu. " Ucapan pedas neneknya membuat lilya terdiam sambil mengigit bibir bawah nya.

" Mah, jangan begitu. " Sahut adik pertama mamahnya.

" Emang benarkan, anak ini yang sudah membunuh melody, cucu kesayangan saya. "

Semua di dapur itu terdiam, yang lebih membuat lilya kecewa adalah mamahnya tak membela dirinya. Lilya lebih baik dari sana daripada mendengar ucapan-ucapan yang membuat ia sakit hati nanti.

" Ihh, kok gw jadi takut ya, saudara-an sama pembunuh." Sindir mala terhadap dirinya dengan teriakan yang bisa saja di dengar oleh orang-orang yang berada di sana. Semua yang di sana terkikik geli mendengar sindiran mala kecuali satu orang, siapa lagi kalau bukan rain.

Dug!

" Sialan. Gw bukan pembunuh, mal!" Umpat lilya sambil menendang kaki sofa. Sakit, tapi lebih sakit lagi hatinya.

" Oh ya? Terus, gw harus bilang wow, gitu? " Semua saudara nya tertawa mengejek dan mengulang kalimat tadi, mata lilya berkaca-kaca rasanya ia ingin menjambak rambut
Mak lampir di depannya ini.

" Gw salah apa sih sama lo, mal? "

Mala berdiri dari duduknya sambil bersedekap dada, berpikir sebentar kemudian tersenyum manis ke lilya.

" Salah lo? Apa ya, hm. Gak ada tuh. " Mendengar itu lilya langsung menarik rambut mala membuat sang empu teriak kesakitan.

" Jancok lo mala! " Lalu, terjadilah aksi tarik-menarik, mereka yang ada di sana berteriak untuk berhenti tapi di antara mereka berdua tak ada yang mengalah.

" Anjing lo lilya. Akh! Sakit!" Rintih mala.

" Woy! Udah berhenti. Kok kalian malah berantem. " Rain memisahkan mereka di bantu oleh seorang pemuda botak. Berhasil, selesai terlepas mereka berdua melihat satu sama lain dengan tatapan tajamnya.

" Heh! Kalian bukan anak kecil lagi, seharusnya kalian berpikir dewasa. Lo juga lilya, kenapa lo tiba-tiba nge-jambak kakak misan lo, hah?! " Bentak rain menghadap lilya. Mala tersenyum miring mendengarkan ucapan rain.

" Kok gw,?! Jelas-jelas yang salah itu mala. Gak habis pikir gw sama kalian pada. "

" Lah? Yang nge-jambak duluan siapa? Lo kan, kok gw yang di salahin? " Sarkah mala membuat lilya mendelik tak terima.

" Lo yang duluan ngatain gw pembunuh, dikira gw gak sakit hati, apa. "

" Emang bener kan lo pembunuh. Benar gak? " Semua saudaranya mengangguk setuju terkecuali rain yang diam saja.

" Kalian semua saudara gw gak sih? Kenapa setiap kalian kesini gw gak merasa senang, gw merasa tertekan setiap ketemu kalian. " Lilya mengeluarkan semua unek-unek nya memperhatikan saudara misan nya yang lumayan banyak.

" Lilya " Panggil rain lirih.

" Kematian melody itu udah takdir, udah ajalnya, kenapa kalian malah nyalahin gw? Rendah banget pikiran kalian. " Satu tetes air keluar dari matanya, ia langsung menghapus nya. Ia sudah muak, memilih untuk keluar dari rumah yang tak terasa seperti rumah.

Pengen pulang, tapi gw udah pulang.

Disini lah ia sekarang duduk di taman, hanya taman ini yang bisa menenangkan pikiran nya, karena pohon-pohon dan rerumputan hijau menghiasi nya membuat udara menjadi lebih segar.

" Senja, jangan pergi dulu, lo belum dengerin curhatan gw hari ini. " Lilya memandang langit jingga yang sudah hampir hilang yang akan segera di ganti oleh langit abu-abu.

" Senja, hati gw sakit banget hari ini. Gw kecewa sama mereka senja. Gw marah, kenapa mereka selalu nyalahin gw atas kepergian dia, selalu nyebut gw sebagai pembunuh. " Ia menangis melihat langit sudah tak ada tanda-tanda langit jingga tadi, dan digantikan oleh langit abu-abu.

" Lo jahat senja, lo juga ninggalin gw, lo gak mau dengerin curhatan gw. " Lilya semakin menangis, ia menutup wajahnya untuk meredam suara tangisannya.

" Woy! " Tiba-tiba sebuah tangan merangkul pundak nya membuat ia melihat tangan itu lalu melihat siapa orang yang merangkul nya.

" Candra?! " Marahnya lalu melepaskan tangan kekar itu di pundak nya.

" Ntar, lo habis nangis. Hahaha. " Lilya mencubit tangan itu dengan kedua tangannya berkali-kali, sedangkan candra pemuda itu justru tertawa senang membuat lilya marah.

" Lo kenapa nangis? " Tanya candra.

" Gak. Gw cuman kelilipan. " Jawab lilya sambil menghapus air matanya.

" Kata orang, anak perempuan gak boleh keluar malam-malam nanti di ambil sama setan. " Beritahu candra mengubah topik, lilya mengerutkan keningnya tak mengerti.

" Iya. Lo setannya. "

" Tapi, gw gak bercanda loh. "

" Iya, gw juga. "

Lilya dan candra sama-sama mendongak kan kepalanya melihat langit yang kini telah berubah menjadi abu-abu, menghela nafas berat.

" Rumah gw lagi rame. Gw gak kesepian hari ini. " Beritahu lilya tak ada semangat sama sekali dalam dirinya.

" Bagus dong, lo gak sendirian lagi. "

" Tapi, kenapa gw gak senang, ya? " Mereka saling pandang, ke-empat netra kembar itu bertemu saling melihat satu sama lain. Tak ingin tenggelam, candra lebih dahulu memutuskan pandang an itu.

" Mungkin, lo belum terbiasa. " Jawab candra.

" Iya, mungkin. " Tak ada pembicaraan selepas itu, candra tak ingin membuka topik dan lilya juga. Sampai suara seorang membubarkan lamunan mereka berdua.

" Lilya. " Panggil seseorang membuat kedua orang remaja itu mengedarkan pandangannya ke samping, di sana terlihat seorang pemuda yang sedang bersedekap dada.

" Ngapain lo di sini? " Tanya lilya sedikit sewot.

" Pulang. Lo di cari sama nenek. " Suruh rain

" Gw gak mau. " Tolaknya.

" Lilya, lo pulang gih, udah malam nih. " Suruh candra, membuat lilya menghela nafas pasrah.

Akhirnya mereka berdua pulang menggunakan motor, meninggalkan candra yang masih berdiam di taman itu. Entah kapan pemuda itu akan pergi meninggalkan taman itu.

Ia juga sebenarnya hari ini, sedang mendapatkan masalah di rumahnya, ketika mendengar pembicaraan neneknya dengan papahnya yang membandingkan dirinya dengan kembarannya.

Menjadi anak yang tidak di inginkan itu sangat sakit ya? Bukan sakit fisik tapi sakit rohani atau jiwa, rasanya kayak gila.

Kalau gw nggak bisa bahagia, minimal gw yang nge-bahagian 'in mereka, ngelihat teman gw bahagia gw juga pasti lebih bahagia. Katanya di tahun 2017 lalu.

--Dermaga//--

" Kalau gw nggak bisa bahagia, itu tandanya gw yang harus bisa ngebahagiain mereka. "
~Candra tezar A.

Gimana bagus nggak? Nge-feel nggak?
Semoga aja bagus dan dapat nge-feelnya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 500 11
Rintik hujan di Bandung Kala itu menjadi saksi pertemuan Antara dua atma dengan kepribadian yang bertolak belakang. eldhiegra Bintang magara, cowok t...
1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
SENJAKARA By malia.

Teen Fiction

250K 9K 54
Tentang Senja Kanista Niharika, lahir ketika bumantara memancarkan cahaya jingga. Senja yang penuh rahasia, Senja yang sangat cerewet namun pendiam d...