Kapan Lulus? [COMPLETED]

By NatWinchesterrr

71.3K 9.2K 5.5K

πŸ† Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika ma... More

WELCOME!
Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
INI BUKAN APRIL MOP!
Tujuh Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Sembilan
Tiga Puluh
ANNOUNCEMENT
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Epilog
AUTHOR NOTE
THE SEQUEL IS HERE!

Delapan Belas

1.1K 177 99
By NatWinchesterrr

"Gengsi nggak bakal bikin kamu lulus sidang!"

*****

Seperti yang sudah kuduga sebelumnya. Setelah menceritakan apa yang terjadi antara aku dan Zarfan, Aruna menceramahiku sampai setengah jam. Tidak hanya permukaan ponsel, telingaku pun terasa panas mendengar ocehan cewek itu. Aruna mengatakan hal-hal semacam, "Tuh, 'kan? Apa kubilang?" dan "Nggak takut yang dulu-dulu terulang lagi?" juga "Anak orang udah telanjur baper. Udah, nggak usah sok-sok ngehubungin Zarfan lagi dengan dalih ngomongin Pra TA!"

Ya ... yang baper, 'kan, nggak cuma Zarfan aja.

Aku cukup beruntung. Setelah pertemuan kami di restoran sei sapi, Zarfan disibukkan dengan kursus TOEFL dan TPA-nya. Cowok itu bilang, di tryout pertama dan kedua, nilainya belum cukup untuk dinyatakan lulus ujian masuk magister ITB. Cowok itu hanya memiliki satu kali kesempatan lagi untuk mengikuti tryout, membuktikan kemampuan maksimalnya sebelum mengikuti tes yang sesungguhnya.

Cowok itu semakin jarang mengirimiku pesan, mungkin hanya satu kali dalam sehari. Dari percakapan kami, aku dapat menilai bahwa tekadnya untuk mempelajari berbagai tipe soal sangatlah besar. Karena sudah berniat untuk menjauh, aku pun sengaja mengulur waktu untuk membalas pesannya.

Kini, aku sudah bertekad untuk fokus saja pada laporan Pra Tugas Akhir. Minggu ke minggu berlalu begitu cepat, sidang akhir pun semakin dekat. Sebenarnya, sidang yang akan kujalani ini sama saja seperti seminar proposal di kampus-kampus lain, hanya penamaannya saja yang berbeda.

Bisa dibilang, aku sudah menemukan solusi dari hampir semua permasalahan yang dimiliki hotel Grand Atlantica. Namun, aku cukup berhati-hati jika membicarakan estetika. Menentukan gaya dan tema interior dari bangunan yang akan didesain memerlukan banyak pertimbangan, tidak bisa hanya mengandalkan selera pribadi saja. Dari hasil survei dan data yang diberikan Zarfan, aku mempelajari karakteristik pengunjung yang menginap serta identitas hotel Grand Atlantica itu sendiri.

Aku menemukan beberapa referensi di Pinterest dan mengumpulkannya dalam satu board. Namun, terlalu banyak ide pun akhirnya malah menyulitkanku. Aku mengambil ponsel di atas meja dan membuka WhatsApp, hendak meminta pendapat Zarfan. Namun, aku mengurunkannya. Untung saja belum ada satu pesan pun yang terkirim.

"Aku, 'kan, lagi ngehindarin Zarfan ...," lirihku. Sambil mengembuskan napas berat, aku menggeleng, meletakkan kembali ponsel di atas meja dan kembali fokus pada laptop. Tanpa Zarfan, hari-hariku terasa ada yang kosong. Biasanya, notifikasi ponselku dipenuhi nama cowok itu. Sekarang, malah hampir tidak ada.

Ya. Aku harus membiasakan diri mulai dari sekarang.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan aku sama sekali belum mengantuk. Lusa adalah jadwal bimbinganku dengan Pak Rizal, dan aku tidak ingin datang tanpa membawa progres apa pun. Ponselku hening tanpa pesan dari Zarfan dan Dika. Menjelang waktu bimbingan, biasanya aku dan Dika akan saling mengirim pesan atau menelepon. Meskipun Dika lebih kreatif dariku, tetapi cowok itu melihatku sebagai senior, seseorang yang sudah berpengalaman dalam dunia interior. Tanpa ragu, cowok itu akan bertanya jika ada hal-hal yang tidak ia mengerti.

Namun malam ini, cowok itu tidak menanyakan apa pun. Seketika aku dikuasai rasa kesal. Tanpa diperintahkan, tanganku terkepal, rahangku pun mengeras. Bisa kutebak, Dika tidak sedikit pun mengalami kesulitan ketika menentukan gaya dan tema yang cocok untuk interior resort-nya. Otak kanannya terlalu brilian. Ditambah lagi, entah mengapa cowok itu selalu merasa percaya diri dengan desainnya. Jika saja aku bisa menyerap sedikit kepercayaan dirinya, aku tidak akan kesulitan seperti sekarang.

Sambil mengdengkus, aku menjauh dari laptop dan bersandar pada kursi. Tatapanku menerawang ke arah tembok kamar kostku yang bercat putih polos. Jujur, aku takut desain yang kubuat tidak bisa memenuhi ekspektasi Pak Rizal dan dosen-dosen penguji. Ditambah lagi, aku memiliki rival yang otaknya nyaris sebrilian Zarfan. Bangunan hotel yang kudesain pun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan resort milik Dika. Ditambah lagi, dosen pembimbing kami sama, dan kemungkinan besar kami akan menjalani sidang di ruangan dan dengan dosen penguji yang sama.

Sudah pasti desain hotel bintang empatku akan dibanding-bandingkan dengan resort milik Dika.

Kuputuskan untuk mengeluarkan keluh kesahku pada Aruna. Cewek itu membalas sekitar setengah jam kemudian.

Aruna
Kenapa nggak minta pendapatnya Dika aja?

Mika Gianina
Males banget minta pendapat dia

Aruna
Loh?
Bangunan yang kalian desain kan hampir mirip
Dan kamu bilang dia pinter banget?

Mika Gianina
Gengsi

Aruna
Gengsi nggak bakal bikin kamu lulus sidang!

Saking kesalnya, aku melempar pelan ponselku ke ranjang. Benda pipih itu memantul sekali sebelum mendarat di permukaan yang empuk. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya cukup panjang. Kuacak-acak rambut sebahuku sambil menggerutu, "Arunaaa! Kenapa sih, ngeselin banget kalau ngasih saran!"

Setelah melamun beberapa saat, aku merasa saran Aruna ada benarnya meskipun sulit untuk diakui. Aku beranjak dari kursi dan mengambil ponselku di atas ranjang. Dengan satu tarikan dan embusan napas, aku membuang jauh-jauh gengsiku yang begitu besar. Kemudian jempolku mengetuk-ngetuk layar, mengirimkan pesan untuk Dika.

Tidak lama, kurasakan ponselku bergetar. Cowok itu membalasnya. Ah, rupanya Dika masih bangun padahal sudah selarut ini.

Mahardika
Kayaknya aku harus lihat laporan Teteh dulu baru bisa ngasih saran

Mika Gianina
Aku share link Google Docs-nya ya!

Mahardika
Jangan sekarang!
Aku udah ngantuk
Besok aja deh
Sekalian aku mau ngerjain laporan juga

Mika Gianina
Besok?

Mahardika
Besok gabut nggak?
Mending kita keluar
Sambil ngebahas laporan Teteh
Suntuk banget ngerjain di perpus terus

Mika Gianina
Boleh sih
Nyari co-working space?

Mahardika
Iya
Coffee shop Teh Aruna kayaknya sabi
Udah dari lama aku pengen ke sana
Deket juga dari kampus
Jam 12-an ya!

Mika Gianina
Kamu nggak inget kita digosipin?
Kalau ada teman kamu yang lihat gimana?

Mahardika
Ya ampun, ini lagi.
Biarin aja!

Mahardika
Teh?
Kok ilang?
Atau jangan-jangan ....
Teh Mika beneran suka sama aku?

Aku melotot, kurasakan kedua pipiku memanas dan jantungku berdetak lebih cepat. Secepat kilat aku menyentuh gambar mikrofon pada aplikasi WhatsApp, menekannya cukup lama, kemudian berseru di depan speaker. "Nggak usah ngarep!"

Setelah voice note dariku terkirim, Dika juga membalasnya dengan voice note. Ketika diputar, aku mendengar tawa renyah Dika, cukup lama hingga kekesalanku sampai di ubun-ubun. Setelah tawanya mereda, cowok itu berkata, "Ya ampun, Teh, bercanda kaliii ...."

"Bocah freak! Pernah ngaca, nggak?" ketusku. Kukirimkan lagi voice note untuk Dika.

Kini, tawa Dika telah mereda sepenuhnya, tetapi nada bicaranya tetap menyebalkan. "Setiap hari malah. Tiap kali ngaca pun udah tahu, kok, kalau aku ganteng."

"Sakitu beungeut pabalatak eweuh bentukna!" ejekku dengan bahasa Sunda karena terlalu emosi.

"Yeee ... biasa weh, atuh," lirih cowok itu, terdengar sedikit kecewa. Jeda sebentar sebelum suaranya ceria kembali. "Ya sudah, besok bisa, 'kan? Kalau gitu sampai ketemu di coffee shop!"

Hidungku berkerut, kedua alisku pun bersatu karena geli akan ucapannya. Aku keluar dari WhatsApp tanpa membalas voice note Dika. "Sumpah, ini cowok freak banget," gerutuku sambil meringis. Membayangkan punya pacar seperti cowok itu, bulu-bulu halus di lenganku berdiri. Aku bergidik dan berkomat-kamit, Pait, pait, pait, pait!

*****

Keesokan harinya, ketika matahari berada tepat di atas kepala, aku sudah nongkrong di kedai kopinya Aruna. Rasa kesalku pada Dika tidak kunjung hilang sejak tadi malam. Untuk meredakannya, aku menceritakan seluruh percakapanku dengan Dika pada cewek itu. Aku bersandar pada meja kasir, berhadapan dengan Aruna yang sedang mengutak-atik mesin kasir POS.

"Bocah itu freak banget! Masa dia bilang aku suka sama dia?" gerutuku pada Aruna.

Cewek tembam itu terkekeh tanpa melihatku. "Bukannya kamu emang suka sama cowok pintar, ya? Kamu, 'kan, sapi ... sapi ... apa ya namanya?"

"Kamu ngatain aku sapi?" Aku sewot.

"Sapiosexual, Mik!" jawab Aruna.

Aku mencondongkan tubuh dan berbicara pelan. "Iya, tapi harus spek Zarfan, dong! Ganteng, senyumnya manis, berkarisma." Kemudian, kutarik tubuhku mundur dan berkata, "Kalau nge-crush cowok yang kayak Dika, males banget!"

"Emangnya dia sejelek apa sih, Mik?" tanya Aruna.

Aku diam sejenak dan bergumam sambil berpikir. "Nggak, sih. Dia agak manis. Standar. Tapi ... kelakuannya di luar nalar!"

"Nggak bisa menilai kalau belum ketemu dan ngobrol langsung dengan orangnya." Sepertinya itulah keputusan final Aruna. Cewek itu mendongak dari mesin kasir. "Kamu sama Zarfan gimana?"

"Dua hari ini nggak kontakan. Dia sibuk belajar buat tryout, tapi aku sendiri emang sengaja ngehindarin dia, sih. Biasanya, aku agak lama kalau balas chat," jawabku.

"Dia juga nggak pernah nge-chat aku lagi, atau mampir ke sini. Wajar, sih. Ujian masuk S-2, 'kan, lebih ketat seleksinya. Apalagi, ini Magister Desain ITB," kata Aruna. Kedua maniknya melirik ke belakang bahuku, lalu cewek itu berbisik. "Minggir, Mik! Ada yang mau pesan."

"Oh, iya, sori!" Aku balas berbisik. Dari sudut mata, aku melihat figur seorang cowok yang berbaris di belakangku. Ketika berbalik, kedua mataku membola, suaraku pun meninggi. "Loh, kamu?"

Dengan segera aku berpindah dari antrian di kasir. Kutatap cowok jangkung berambut gondrong di hadapanku. Siang ini, Dika mengenakan bomber jacket berwarna army dengan kaos hitam polos. Ransel hitamnya tersampir di bahu kanan.

"Ngomong, dong, kalau dari tadi ada di situ!" ketusku.

"Habisnya, Teh Mika kelihatan asyik banget ngegosipnya." Ia melirik menu berukuran A4 yang tergeletak di meja kasir. "Teh, kasih aku rekomendasi kopi yang enak, dong!"

Aku mencondongkan tubuh ke arah meja kasir dan menunjuk tulisan di menu teh. "Aku selalu beli lychee tea kalau ke sini, kapok minum kopi. Bikin lambung perih dan deg-degan."

"Yah, lambungnya cupu!" cibir Dika. Cowok itu menunjuk-nunjuk ikon bergambar bintang di sebelah salah satu menu kopi. "Kalau gitu, mau pesan menu yang katanya barista recommendation aja." Cowok itu mendongak dan tersenyum manis pada Aruna yang berdiri di depan mesin kasir. "Teh, salted caramel macchiato satu, ya!"

Kulirik Aruna yang mematung di tempat. Cewek itu menatap Dika tanpa berkedip. Mulutnya menganga. Jarinya menunjuk ke arah mesin kasir POS, tetapi tidak mengetikkan apa pun di layar sentuh.

"Halooo? Runaaa?" Aku menjentikkan jari tepat di depan wajahnya.

Dengan segera cewek tembam itu berkedip dan sedikit gelagapan. Ia mengalihkan pandangan dari Dika dan menunduk ke arah mesin kasir. "Eh, sori, pesan apa tadi?"

"Salted caramel macchiato satu," jawab Dika santai.

Terlihat salah tingkah, Aruna mengetuk-ngetuk layar mesin kasir lebih keras dari biasanya. Cewek itu bertransaksi dengan Dika bahkan tanpa memandang wajahnya. Setelah diberi struk dan uang kembalian, cowok itu melengos pergi ke arah meja yang sudah kutempati sebelumnya. Tanpa berkata apa-apa lagi Aruna berbalik, melesat menuju baristanya dan memberikan struk berisi pesanan Dika. Hanya orang bodoh yang tidak tahu kalau Aruna sedang salah tingkah.

Jangan bilang ... cewek itu suka sama Dika? Membayangkannya saja antara lucu dan ingin muntah!

Dukung Kapan Lulus dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

5 April 2023

Pernah ngalamin nggak, waktu sahabat kamu nge-crush cowok yang bagi kamu 'nggak banget'? Pengen noyor kepalanya nggak sih?😭😭

Tapi Dika kan ganteng, ya? Kayaknya cuma Mika doang yang bilang nggak.

Anyway, doain next update-nya bisa lebih cepet dari sekarang, ya! Lagi dikejar banget jumlah kata nih huhu .... See you very soon. Makasih buat yang udah mampir💖

*****

Kamus Kapan Lulus

Sakitu beungeut pabalatak eweuh bentukna! = Segitu muka berantakan nggak ada bentuknya!

Sapiosexual = Orang-orang yang tertarik pada sosok yang cerdas (in a romantic way, ya). Jadi semacam orang yang ngelihat pasangan hidup dari otaknya dulu.

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 109K 87
WARNING ⚠ (21+) πŸ”ž π‘©π’†π’“π’„π’†π’“π’Šπ’•π’‚ π’•π’†π’π’•π’‚π’π’ˆ π’”π’†π’π’“π’‚π’π’ˆ π’˜π’‚π’π’Šπ’•π’‚ π’šπ’ˆ π’ƒπ’†π’“π’‘π’Šπ’π’…π’‚π’‰ π’Œπ’† 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’ 𝒅𝒂𝒏 οΏ½...
382K 55.9K 36
Ini kisahku dan Johnny, yang dicap sebagai pacar terbaik. Ini kisahku, dengan tingkah Johnny dan segala hal yang membuatnya menjadi orang terbaik. T...
1.2M 99.7K 33
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
1.5M 202K 55
[ Sebagian cerita ini sudah diunpublished ] Reputation [ repΒ·uΒ·taΒ·tion /ˌrepyΙ™ΛˆtāSH(Ι™)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally h...