Terlihat lima orang siswa tengah berkonsentrasi dengan lembaran kertas ditangannya.
Pak Ardi memberikan pada mereka masing-masing lima puluh soal pilihan ganda untuk dikerjakan dalam waktu setengah jam.
Coba tebak, mereka lagi dimana!
Iya, mereka sedang berada di basecamp The Perfect Boys. Karena atas permintaan dari Pak Ardi, tempat itu menjadi tempat mereka berlima berlatih bersama saat melakukan pelatihan untuk persiapan selama masa olimpiade berlangsung.
Sesekali Pak Ardi akan berkeliling untuk memeriksa pekerjaan anak-anak didiknya itu.
TING!
Bel pertanda waktu telah berakhir berbunyi. Aira, Arfa, Revan, Bara, dan Dyo mulai mengumpulkan pekerjaan mereka masing-masing.
"Kalian boleh langsung pulang, tapi mulai hari Senin kita latihan fisik. Udah punya bayangan tentang olahraga apa yang bakal kalian pilih untuk olimpiade?" tanya Pak Ardi.
"Udah Pak." jawab mereka serentak.
"Apa?" tanya Pak Ardi lagi.
"Saya basket Pak." jawab Bara.
"Saya juga basket Pak." sahut Revan.
"Saya juga basket." tambah Arfa.
"Kalau saya fitsal Pak." timpal Dyo juga.
"Aira?" Pak Ardi menatap Aira yang masih sibuk sendiri dengan notebook kecil dan pensil ditangannya.
"Hah? Oh, saya karate Pak." jawab Aira sambil menyeringai karena tertangkap basah sedang tidak memperhatikan.
Pak Ardi menggeleng-gelengkan kepala sebab tak habis pikir dengan Aira. "Fokus Raa!"
"I-iya Pak, Iya Pak." Ia segera memasukkan pensil serta buku catatan kecilnya ke dalam tas.
"Yakin Ra? Lo nggak mau ganti olahraga lain aja? Skill Voli lo kan juga nggak kalah bagus." komentar Bara.
"Enggak." jawab Aira singkat.
"Kenapa?" tanya Bara lagi.
"Ya kenapa juga harus ganti?" tanya Aira membalikkan pada Bara.
Bara terdiam, ia menghela nafas pasrah.
Kemampuan bermain Voli Aira memang sangat luar biasa, karena memang ia telah menyiapkannya untuk olimpiade ini sejak di sekolahnya yang lama. Namun, ini juga salah satu strategi dari pihak sekolah untuk mengecoh lawan, karena prestasi Aira yang terbilang cukup baik dalam kejuaraan beladiri.
Jadi saat para lawan merencanakan bagaimana cara mengalahkan Aira dalam olahraga beladiri, Aira akan dengan santai mengambil tempat dalam olahraga Voli.
"Udah-udah-udah, nggak papa. Lagi pula hari Senin kan kita sparing, nanti kita evaluasi kemampuan lagi. Kalau ternyata skill Voli Aira lebih baik dari pada beladiri, Aira mending ngambil Voli aja. Oke?" ucap Pak Ardi menengahi.
Kelimanya mengangguk setuju.
*****
Aira berjalan menuju parkiran seorang diri. Suasana sekolah sangat sepi sekali, karena para murid saat ini sedang berada di dalam kelas.
Karena waktu KBM masih belum usai. Mereka diperbolehkan untuk pulang lebih awal karena hari ini jadwalnya untuk latihan, jadi para anggota tim olimpiade dibebaskan dari KBM dan kegiatan sekolah lainnnya.
Aira mulai memesan taksi online dari ponselnya, sebab hari ini Aira tidak membawa mobil, karena mobilnya sedang berada di bengkel untuk servis bulanan. Jadi tadi pagi ia nebeng bareng Samuel dan Evellyn.
"Ngapain berdiri disitu, nggak bawa mobil?" tanya Arfa dari dalam mobilnya.
"Lagi nunggu taksi, mobil gue lagi di bengkel." jawab Aira sedikit ketus.
"Masuk. Gue anterin." titah Arfa.
"Nggak usah, gue udah pesen taksi kok."
"Yaudah tinggal di cancel aja."
"Nggak usah Faa, gue udah pesen taksiii!" tegas Aira.
Arfa hanya membalas dengan tatapan mata yang tajam serta aura menginterupsi yang mulai terasa pekat.
Aira menghela nafas pasrah. "Okay fine. I go with you." Aira akhirnya menyerah.
Setelah memastikan Aira pakai sabuk pengaman, Arfa segera melajukan mobilnya.
Aira merasakan aura Arfa yang lainnya saat ini. Bukan aura menyebalkan, bukan aura gelap milik Arfa biasanya, dan bukan juga aura saat Arfa bertemu dengan orang tua Aira.
Sejenak Aira menatap Arfa lekat.
"Ngapain lihat gue kayak gitu?" nada bicara Arfa terdengar menuntut sebuah jawaban.
"E-enggak, siapa yang ngeliatin lo. Dih, ge-er banget deh." ucap Aira sedikit gelagapan.
"Bohong banget. Terus kenapa lo ngomongnya gugup gitu?" kini ganti Arfa yang menatap Aira.
Dan benar saja, hanya dalam hitungan detik, pipi Aira mulai memerah karena tatapan Arfa padanya.
"Ngapain natap gue kayak gitu sih?!" jengah Aira.
"Risih kan?" tanya Arfa dengan jeda yang cukup panjang. "Sama, gue juga. Udah lo lihat jalan aja!" ucap Arfa kembali datar.
Akhirnya Aira hanya mendengus kesal.
Setelah beberapa saat, mereka akhirnya sampai di depan rumah Aira.
"Udah tuh!" Arfa menyingkirkan kedua tangannya dari kemudi.
"Mau mampir dulu?"
"Nggak usah, gue masih ada urusan."
"Oh, yaudah." Aira mengangguk. "kalau gitu gue masuk dulu ya?"
Arfa balas mengangguk.
Lalu setelah itu tak ada sapaan atau sekedar saling menatap untuk menundukkan kepala dan saling menunggu satu sama lain agar pergi terlebih dahulu dari keduanya, mereka sama-sama segera pergi memisahkan diri.
*****
Paginya, Arfa sarapan bersama keluarga besarnya. Siapa lagi kalau bukan Louis dan Kakaknya -Arka- yang membujuk. Mati-matian mereka memaksa agar Arfa bisa duduk di satu meja yang sama dengan Ayahnya.
Keduanya juga telah membujuk semua orang agar tidak membicarakan tentang pekerjaan demi menciptakan suasana hangat ditengah-tengah mereka. Dan coba tebak siapa yang paling bersemangat untuk ini?
Yup! jawabannya adalah Omah Dinar.
"Oh iya, Nicho gimana sekarang kuliahnya?" Arka mulai membuka topik. "udah semester berapa sih? Enam ya, kalau nggak salah?"
Nicho sontak mendongak menatap sang empu. "lancar kok, Kak. Iya, udah semester enam." jawab Nicho seadanya.
"Terus Airhyn gimana kabarnya? Udah lama aku nggak ketemu dia. Kapan dia pulang?" tanya Arka berusaha lebih ramah dan hangat lagi.
"Airhyn juga baik-baik aja, nanti pas Aunty Lucy dateng dia pulang kok, Kak." jawab Nicho lagi-lagi dengan nada yang sama sekali tidak bersemangat.
Merasa lawan bicaranya tidak nyaman, jadi Arka memutuskan untuk menghentikan pembicaraannya.
Karena cucu pertamanya gagal, maka Dinar memutuskan untuk memulai obrolan baru.
"Oh iya, Zatarfa. Omah denger tim kamu kemarin lolos babak Kedua olimpiade, ya?" ucap Dinar tersenyum pada cucu kesayangannya.
Arfa balas mengangguk singkat.
"Kamu tau nggak, Aunty Lucy bilang kalau dia mau pulang sama Gavie. Nanti Gavie akan sekolah di Indonesia, kamu bantu Omah buat pilih sekolahnya ya?"
Arfa sekali lagi mengangguk. "Iya."
"Lucy mau pindah ke Indonesia Ma?" tanya Reno. -adiknya Eigar
"Iya." jawab Dinar santai.
"Omah, Arfa pergi dulu ya." ucap Arfa mengakhiri makannya.
"Loh, kok buru-buru? Mau kemana sayang?" tanya Dinar.
"Ada janji latihan sama Dyo. Omah kirimin link aja ke email Arfa, nanti Arfa lihat sekolahnya." jawabnya sedikit mengulas senyumnya lalu pergi.
Setelah memastikan bahwa Arfa telah benar-benar pergi, Reno memberanikan diri mengutarakan pertanyaan yang ada di otaknya.
"Kenapa Lucy pindah ke Indonesia Pa?" tanyanya menatap Benjamin.
"Papa yang suruh." jawab Benjamin.
"Louis udah selesai, Louis masuk ya Omah?" ucapnya yang langsung mendapat anggukan disertai senyum dari Dinar. Setelah itu ia bangkit dari kursinya dan segera pergi.
"Mulai sekarang Lucy akan bergabung dalam Adijaya Grup. Dia akan membantu dan bekerja sama dengan Eigar. Dia juga akan mendapatkan posisi yang sama seperti Eigar, yaitu sebagai COO." Reno tercengang mendengar penuturan sang Ayah.
"Apa nggak salah? Seharusnya Reno yang dapetin posisi itu karena Reno udah lama gabung di perusahaan. Dan dari segi pengalaman juga Reno lebih unggul dari pada Lucy, Pa!" ucap Reno yang jelas terlihat sangat keberatan dengan keputusan Benjamin.
"Keputusan Papa udah final. Lucy akan bergabung dan kamu akan tetap menjadi kepala pemasaran. Dari segi jam terbang, kamu memang jauh lebih unggul dari pada Lucy, tapi Lucy punya wawasan yang lebih luas dari pada kamu mengenai teknik marketing kita untuk lima sampai sepuluh tahun ke depan. Ditambah lagi sekarang target pemasaran kita bukan hanya para kolektor dan eksekutor internasional, melainkan para pemuda dan juga remaja. Papa yakin, untuk hal itu kamu tidak memiliki cukup banyak referensi dan juga pengetahuan kan? Lagi pula Lucy sudah cukup baik dalam mengurus perusahaan kita yang ada di Prancis, hingga sekarang bisa sampai di pasar Eropa." Jelas Benjamin yang seketika membuat Reno bungkam.
Sejak kecil Reno memang tidak pernah cukup baik dimata sang ayah, ketimbang dua saudaranya yang lain. Hal itu disebabkan karena sejak kecil Reno sering kali membuat masalah dan mematahkan harapan sang ayah, sehingga Benjamin harus berfikir seribu kali untuk memberikan amanah pada anak tengahnya itu.
"Udah ya, nggak perlu ribut lagi. Mama mau kita bisa makan bersama seperti ini setiap hari, lengkap dengan Zatarfa juga. Lagi pula Mama nggak mau ada keributan pagi-pagi." Titah Dinar santai namun terdengar tegas.
Semua orang di sana hanya bisa menunduk terdiam. Sampai tiba-tiba Arka bersuara memecahkan keheningan.
"Opah, Omah, Daddy, Arka berangkat ya. Hari ini Arka ada jadwal rapat pagi." ucap Arka berpamitan.
"Loh, hari Minggu juga masih ada rapat? Mau bikin film baru ya, Ka?" tanya Dinar.
"Iya Omah, doain lancar ya." jawab Arka tersenyum.
"Pasti sayang." Balas Dinar juga tersenyum.
"Lebih baik kamu kembali ke Adijaya Group, daripada harus bekerja keras sendiri diluar. Lagi pula belum tentu usaha kamu sekarang bisa sesukses Adijaya, daripada kamu buang buang tenaga mending kamu kerjakan hal-hal yang pasti. Kamu tau kan, kalau sampai saat ini kamu masih menjadi harapan utama Opah untuk memimpin Adijaya Group?" Benjamin menatap wajah cucu pertamanya.
Arka terdiam.
"Kalau kamu kembali, saat ini pun Opah akan memberikan kursi Opah buat kamu."
"Maaf. Tapi, Arka tetap pada keputusan Arka waktu itu Opah. Arka nggak akan masuk ke Adijaya." ucap Arka menatap mata Benjamin lekat, lalu beranjak pergi.
Dua tahun lalu telah terjadi pertengkaran hebat antara Arfa dan Eigar, yang membuat Arka berakhir meninggalkan rumah dan tidak mau mengikuti kemauan kakeknya untuk meneruskan perusahaan keluarga.
Sejujurnya Arka benar-benar tersiksa setiap kali ayah dan adiknya bertengkar dan saling menyakiti hati satu sama lain, jadi ia memutuskan untuk pergi dari rumah agar tidak lagi mendengar perdebatan mengerikan itu.
"Arka bener-bener nggak bermaksud untuk nyakitin hati siapapun. Arka cuma pengen adik-adik Arka aman. Arka harap ini pilihan terbaik untuk semuanya." ucap pria itu menatap rumah dihadapannya sebelum akhirnya memasuki mobil, lalu mulai meninggalkan pekarangan rumah Adijaya.
*****
Waktu menunjukkan pukul 06.35 WIB, namun Aira baru saja turun dari mobilnya. Padahal kurang dari lima menit lagi upacara bendera akan segera dimulai.
Upacara bendera berjalan dengan lancar seperti biasa. Setelah selesai upacara, Aira kembali ke kelasnya bersama Ziva dan juga Evellyn.
"Lo ngapain bawa baju olahraga? Kita kan nggak ada jam olahraga hari ini, Ra?" tanya Ziva sesaat setelah Aira mengeluarkan pakaian itu dari dalam tasnya.
Evellyn seketika menengok juga menatap Aira.
"Gue hari ini ada latihan bareng Arfa sama yang lainnya di lapangan. Babak berikutnya kan temanya olahraga." jelas Aira segera mencegah kedua gadis disampingnya itu berfikiran macam-macam.
"Ooohh... Gituuu..." balas Evellyn tersenyum jahil sembari saling beradu pandang dengan Ziva.
Sedangkan Ziva hanya terkekeh melihat Evellyn mulai menggoda sahabatnya.
"Apa?! Apa?! Nggak usah mikir macem-macem, gue cuma latihan." sergah Aira.
"Latihan kan kalau sekalian tebar pesona dikit gapapa kali Ra." goda Evellyn menyenggol pundak Aira dengan pundaknya.
"Iya Ra, sukur-sukur dapet perhatiannya Arfa, iya gak Vie." tambah Ziva ikut menggoda Aira.
"Bener-bener nggak waras ya, Lo berdua." ucap Aira menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Yaelah Ra, nggak usah munafik kali. Semua orang juga tau segimana admirable nya The Perfect Boys. So, there is no need to be ashamed to admit your own feelings." balas Evellyn.
"Nggak usah bilang nggak!" sergah Evellyn saat Aira hendak menjawab ucapannya. "Nggak mungkin Lo nggak ada rasa, kalian udah bareng-bareng selama beberapa minggu ini. Seenggaknya sedikit aja pasti Lo ada rasa sama salah satu dari mereka."
Aira terdiam. "Aah! Tau ah! Gue mau cepet ganti baju, abis gitu ke lapangan. Bye!" ucapnya lalu pergi meninggalkan keduanya di kelas.
Sejenak Aira berdiri di depan cermin toilet tanpa melakukan apapun saat ia sudah selesai mengganti bajunya.
Aira menarik nafas lalu menghembuskannya lesuh.
"Kalian bener, gue emang suka sama salah satu dari mereka. Tapi gue nggak tau apakah dihatinya ada orang lain atau enggak. Gue bingung, gue takut, gue nggak seberani itu untuk mengakui perasaan gue." ucapnya pada pantulan dirinya sendiri di cermin.
Bersambung....
*
*
*
*
*
NAH!! SAMPAI SINI GIMANA CERITANYA? SERU GAK?
MAAF BANGET KARENA UDAH LAMA NGGAK POST, SETELAH INI AUTHOR AKAN POST SETIAP SABTU SEPERTI BIASA KOK.
JANGAN LUPA FOLLOW AKUN AUTHOR SERTA KASIH VOTE NYA!!
OH IYA, AUTHOR MEMOHON MAAF APA BILA MASIH BANYAK KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA ATAU KESALAHAN KETIK!
🙏🙏🙏
SEE YOU GUYS!!! 👋👋
#ZHATARFA#
#NADHIERAZAHIRA#
#ZATARFACADFAELADIJAYA#
#ZUNAIRALINKAALIVIA#
#ROBBERTALBARAALEXANDER#
#DERRENREVALINODIRGANTARA#
#ZANDARDALDYYORAFFA#