7 SAUDARA TIRI

By lyciva

42.8K 2.8K 141

{FOLLOW SEBELUM MEMBACA} ° DILARANG KERAS PLAGIAT❕° Menceritakan kisah anak perempuan tunggal dari keluarga t... More

VISUAL & BIODATA KARAKTER
PROLOG✧*。
Bab 1: Kamala Humaira Senja Arsyana
Bab 2: angry and memory
Bab 3: Father and Nada's wedding preparations
Bab 4: agree!
Bab 5: wedding day
Bab 6: new student?
Bab 7: Keandra
Bab 8: Spirit (curious) Annura
Bab 9: Batara's backyard
Bab 10: problem
Bab 11: Kamala vs Skyara
Bab 12: defense?
Bab 13: Abiyasa and his friends (creatures)
Bab 14: youth in 2018
Bab 15: Laut Tenggara
Bab 16: The first meeting "Laut & Kamala"
Bab 17: Dangerous Alkantara's?
Bab 18: I am sorry
Bab 19: second meeting "Laut & Kamala"
Bab 20: Psychopath Kamala?
Bab 21: revenge
Bab 22: third meeting "Laut & Kamala"
Bab 23: blood donors
Bab 24: wedding party?
Bab 25: The sea becomes
Bab 26: Laut it's really different,
conversation of Laut and Kamala:1
conversation of Laut and Kamala:2
Bab 27: Sheva Lavanya!
Bab 28: happy stories "Arzan dan Skayara"
Bab 29: not double date
Bab 30: Make an effort to care
Bab 31: Kamala Tsundere
Bab 32: left
Bab 33: back fine
Bab 34: AL!
conversation of Alkantara
Bab 35: uncovered
Bab 36: wounded
Bab 37: surprised !
Bab 38: the world is getting bleaker
Bab 39: who's the mastermind?
Bab 40: conflict
Bab 41: to be happy again?
Bab 42: go...
Bab 43: happy birthday to Kamala
Bab 44: spare time
Bab 45: still alive?
Bab 46: Kamala with her memories
Bab 48: all day together
Bab 49: messy wound
Bab 50: Jakarta today
Bab 51: socialize
Bab 52: Batara Raden Bintang Akhtar side of the family
Bab 53: Akhtar family tree
Bab 54: what else, God?
Bab 55: give up?
Bab 57: FINISHED
all characters
Bab 56: shattered in pieces
all characters ||
love couple A7💟

Bab 47: looking for happiness

296 30 1
By lyciva

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatu.

Harga penulis hanya dengan serta comment.
Cerita ini mengandung unsur kekerasan yang tidak patut untuk ditiru, dan tidak patut untuk diplagiat kan.

So, happy reading guysss.

Vote dan comen. Awas kalau nggak!

Follow sebelum membaca.

Pukul 2 pagi Kamala tak kunjung tidur dengan tenang. Laut sudah mengikuti apa kata Kamala yaitu dengan menemani Kamala tidur di kamar almarhum ayah dan almarhumah ibunya. Sudah melakukan segala cara namun Kamala gelisah dalam tidurnya. Ada apa dengan manisnya ini? Heran Laut.

Luka Kamala yang sudah diobati lalu di perban ia perhatikan kemudian dicium sekilas. Tak hanya luka batin tetapi luka fisik pun Kamala mempunyainya. Hidupnya memang menyedihkan namun tak sebanding dengan hidup Kamala yang lebih menyedihkan. Manisnya hidup dengan sesuatu yang tak mungkin 'Bertahan Lama'.

"Hiks..." Isakkan kembali terdengar dari sekian menit lamanya tak terdengar.

Ia mempuk-puk Lembut lengan Kamala. Sedari tadi ia mendengar isakkan kepedihan keluar dari mulut manisnya. Terdengar kembali dan membuat hatinya perih. Sesakit itu batin Kamala. Sehampa itu hidup Kamala.

Bisikan lembut ia berikan kepada Kamala. "Sssttt tidur yang nyenyak ya manis..."

Kamala menyembunyikan wajahnya di dada bidang Laut. Sebenarnya yang dilakukan Kamala membuat Laut tak nyaman karena mereka berdua belum sah tetapi keadaan Kamala membuat Laut menyerahkan diri untuk memeluk dan di peluk.

"Maafin saya kalau janji saya teringkari Kamala, maafin saya..." Katanya yang hampir tak mengeluarkan suara.

Selasa, 05.59 wib.

Dengan tubuh lunglai Abiyasa menuruni anak tangga menuju ke dapur. Sejak tadi malam ia lapar namun menolak untuk ke dapur karena ia tahu saat-saat tengah malam banyak arwah gentayangan sedang membuat kekacauan di dapur, contohnya sedang memainkan sendok, memecahkan piring, memainkan kran air, membuka tutup kulkas dan lainnya apalagi di dapur banyak kacang hijau, tuyul pun ikut berkumpul di dapur itu. Mengapa Abiyasa menyimpulkan seperti itu? Hanya dengar-dengar dari mang Udin ketika mang Udin ingin membuat kopi disitulah arwah gentayangan beraksi.

Abiyasa membuka lemari lalu memilih mie goreng instan untuk ia masak. Beberapa menit mie goreng instan sudah siap dihidangkan dan langsung saja Abiyasa memakannya bak orang kelaparan.

"Bagi dong~~"

"Diem!"

"Bagi dong bos~~ kayaknya enak tuh~~"

"Bisa diem gak!" Pinta Abiyasa butuh ketenangan.

"Bos~~~"

BRAK!

Abiyasa memukul meja makan dengan keras. Abiyasa jarang emosi kecuali diganggu dengan yang sudah mati seperti sekarang. Dirinya kesal, ia butuh ketenangan saat makan, tak ingin di ganggu tetapi mereka malah mengganggunya dengan meminta makanannya. Enak saja!

"Pergi sebelum gue bacain ayat kursi!" Ancam Abiyasa melirik makhluk tak kasat mata itu.

"Kita juga laper bos~~" Adu pocong.

"Lo makan aja bangke temen Lo, sana! Jangan ganggu gue." Usir Abiyasa melanjutkan makannya.

"Kalau makan bangkai temen sendiri itu namanya nggak setia kawan Bos..." Jelas kuntilanak.

"Emang gue pikirin? Udah sana,"

Pocong dan tuyul duduk disebelah Abiyasa. Abiyasa semakin dibuat kesal.

"Gue hitung sampe lima Lo semua gak pergi, gak segan-segan gue ngusir Lo pake ayat kursi!" Ancamnya lagi.

"Satu..."

Si pocong dan tuyul masih tak bangkit dari tempat duduknya.

"Dua,"

"Tiga,"

Dua kuntilanak pergi meninggalkan dapur.

"Empat..."

Makhluk lain mulai pergi dengan sangat lambat.

"LIMA! PERGI GAK LO PADA!"

Suara keras dari Abiyasa membuat makhluk tak kasat mata itu pergi berhamburan. Mereka takut dengan Abiyasa jika cowok itu sudah mengeluarkan suara yang sangat keras, gendang telinga mereka akan rusak walaupun mereka sudah mati tetap masih bisa merasakan sakit terlebih lagi jika Abiyasa membacakan surah ayat kursi, mereka akan pergi dengan telinga yang kepanasan.

"Ganggu aja!" Gerutunya kesal.

Hampir tak nafsu makan lagi jika mie goreng itu tak ia lirik dengan perut yang keroncong. Dengan hati yang tidak ingin mubazir, ia pun memakan mie goreng yang ia buat tadi.

Kursi makan di depannya di tarik oleh seseorang. Ia melihatnya sekilas lalu melihat makanannya lagi.

"Berisik amat," Protes orang itu.

Plak.

Abiyasa memukul tangan orang itu ketika orang itu ingin mengambil mie gorengnya. "Gatel banget tangannya." Ucap Abiyasa. "Noh masak sendiri sana jangan ganggu gue."

"Pelit banget deh, Adek sendiri loh." Protesnya lagi.

"Sa, Punya tangan kan? Punya kaki juga kan? Sana jalan ke depan kompor, ambil mie terus masak. Gak susah tapi Lo males ngelakuinnya."

Iya, Akhasa pengganggunya. Tiba-tiba datang protes lalu mencuil mie goreng Abiyasa dengan sigap Abiyasa memukul tangannya pelan.

"Lagian Bi Sri mana ya, biasanya udah ada di dapur."

"Kasian Bi Sri kerjaan terus dari pagi sampe malem, jadi biarin dia istirahat."

Akhasa menghela napas berat. Biasanya jika ia lapar akan ada Alkantara yang siap menawarkan diri untuk menjadi seorang chef dadakan di dapur. Alkantara akan memasakkan menu kesukaan semua penghuni rumah dan tentu masakan itu sangat lezat. Akhasa jadi kangen dengan masa dulu.

"Masak kok gak ngajak-ngajak," Ujar Agavin baru tiba di dapur bersama dengan Arzan dan Agra.

Abiyasa mengerutkan keningnya. Lama kelamaan semakin banyak yang datang ke dapur untuk ikut makan dengannya. Mengapa menjadi setiba-tiba ini? Mengganggu saja.

"Bi, masih ada stok mienya?" Tanya Arzan.

"Masih." Jawabnya datar.

"Loh kok pada bangun semua?" Tanya Akhasa ikut heran.

"Laper plus pekak kuping gue denger orang marah-marah dari dapur. Kerjaan Lo kan, Bi?" Kata Agavin.

Abiyasa mengangguk. Memang ulahnya saudara-saudaranya semuanya ikut terbangun. Jika tidak ada arwah gentayangan sudah Abiyasa pastikan tidak ada keributan dari dapur, namun arwah itu selalu mengikutinya ke manapun kadang saat ia salat pun mereka masih saja mengganggu tak heran lagi kalau Abiyasa mengatakan dirinya akan menjadi gila.

"Bi Sri belum bangun?" Tanya Agra sambil memotongi cabai dan bawang untuk dicampurkan ke dalam mie goreng nanti.

"Kalau kalian laper apalagi tengah malam, masak sendiri jangan apa-apa minta ke Bi Sri. Bi Sri butuh istirahat, lagian kalian semua bisa masak, kan? Nanti Abang tambahin peraturan di grup keluarga." Ujar Arzan.

Mata mereka membelalakkan kaget. Abiyasa bahkan sampai tersedak oleh ucapan Abang pertamanya. Semakin banyak peraturan yang membuat mereka tak bebas pastinya.

"Kan Bi Sri kerja di sini dibayar, Bang. Masa apa-apa jadi kita ngelakuin sendiri-sendiri, kalau gitu rumah ini ngga butuh Bi Sri lagi dong." Keluh Agavin. Agavin merasa keberatan. Kalau apa-apa mereka sendiri yang melakukannya tanpa ada Bi Sri ya percuma saja Bi Sri di kerjakan sebagai asisten rumah tangga dirumah mereka, lebih bagus di pecat kan?

"Vin, belajar mandiri." Ujar Arzan.

"Gak asik Lo bang. Gue mana bisa ngelakuin sendiri terus, kalo gue laper tiba-tiba terus Bi Sri belum masak gue harus masak sendiri gitu? Mending Bi Sri di pecat kalo gitu."

"Bi Sri nggak akan Abang pecat. Dia akan tetap bekerja di rumah ini sebagai asisten rumah tangga untuk Kamala."

"Terus pekerjaan rumah?" Tanya Abiyasa.

"Kalau bisa, Abang mau kalian yang kerjain."

"WHAT?!" Pekik mereka bersamaan.

"Gak, gue gak mau. Mending kalo gitu gue tinggal di kosan aja. Kecil tempatnya gak banyak yang harus dibersihkan lagi," Ucap Agavin.

"Ya udah silahkan, Abang juga nggak keberatan. Memang seharusnya kalian semua mandiri. Jangan tunggu orang lain yang melakukannya."

Mereka terdiam. Sungguh keberatan.

"Nih makan." Arzan menyodorkan piring besar yang sudah diisi dengan mie goreng yang tampak menggoda.

Mereka pun mengambil dengan takaran yang pas untuk diri sendiri.

"Sisain gue," Ujar Agavin.

"Masih banyak, jangan takut kehabisan." Kata Arzan santai sambil memerhatikan adik-adiknya memakan mie goreng buatannya dengan lahap.

Sibuk makan untuk mengisi perut keroncongan milik masing-masing tanpa sadar ada Annura sedang memerhatikan mereka semua dari kejauhan.

Annura tersenyum kecut. Masih sama. Benar-benar masih sama, tak ada yang berubah. Keluarga baru Kamala masih dalam kehampaan hati karena ditinggalkan. Bagaimana mereka akan membahagiakan putrinya? Sedangkan Abiyasa pernah berjanji kepadanya akan membuat putrinya bahagia bersama mereka.

Entah apa yang dikatakan Akhasa membuat saudara-saudaranya tertawa saat makan. Arzan sungguh merindukan suasana mereka yang seperti sekarang namun dalam keadaan lengkap.

"Lo semua nggak ke mana-mana hari ini?" Arzan bersuara sambil mengunyah makanannya.

"Gue gak," Ujar Agavin.

"Always stay at home," Timpal Agra karena dirinya memang akan dirumah saja. Kuliah juga tidak bahkan tidak ada kelas hari ini.

"Sama," Sahut Abiyasa setelah menyuci piringnya.

"Enggak ke mana-mana," Balas Akhasa.

Arzan mengangguk. Sepertinya mereka bisa diajak ke supermarket berbelanja kebutuhan rumah yang mulai menipis. Bi Sri tak sempat berbelanja karena mengurusi Kamala.

"Oke, selesai makan Lo semua ikut Abang ke supermarket. Belanja kebutuhan rumah, sayuran dan lain sebagainya karena udah pada menipis."

"Ya udah, lagian gue nganggur." Ujar Agra.

"Ikut aja sih, bosen juga di rumah." Timpal Akhasa.

"Gue juga ikut aja," Kata Agavin serentak dengan Abiyasa.

Arzan tersenyum. Setidaknya adik-adiknya akan tahu dunia rumah tangga yang sebenarnya, yang selalu dikerjakan oleh wanita paruh baya yaitu Bi Sri, pembantu di rumah milik Kamala.

🐨🐨🐨


"Maaf,"

Laut terkekeh pelan. Entah maaf yang keberapa kali manisnya ucapkan. Masalah tangannya yang ditiduri manisnya hingga keram membuat manisnya tak berhenti meminta maaf.

Sambil memijat pelan tangan itu, Laut tidak berhenti meringis pelan. Memang sesakit itu jika keram terjadi secara tiba-tiba. Hal itu membuat Kamala merasa bersalah.

Terdengar helaan napas berat dihembuskan oleh Kamala membuat Laut mengerutkan keningnya bingung. Memiringkan kepalanya untuk menatap wajah indah milik Kamala, sedikit senyuman manis dibuat Laut.

"Manis kenapa? Are you okay?"

Hanya sekadar pernyataan sederhana membuat hati Kamala teriris kembali.

"Lo merasa gak, kalo Lo ada di Deket gue, Lo selalu kena musibah."

"Musibah? Saya nggak merasa kena musibah manis,"

"Banyak Ut, dari hari ke tiga kita ketemu gue udah bikin Lo kena musibah. Kedua telapak tangan juga Lo luka karena menyelamatkan gue yang hampir tertusuk pisau Sheva dan sampai sekarang belum sembuh. Sekarang gue nambahin sakit di Lo lagi, maaf..."

Laut meletakkan tangan kanannya yang masih sedikit keram di atas kepala Kamala. Kepala Kamala terdongakkan menatap wajah Laut yang sedikit tinggi darinya.

"Cukup bilang maaf. Kamu nggak salah, paham?"

Bibir Kamala merengut tipis ingin sekali Laut gigit Bibir milik manisnya.

"Jadi... Kapan pengumuman wisuda kelulusan kamu?"

"Kenapa?"

"Saya mau datang. Ingin rasanya menyaksikan calon istri saya lulus ditemani oleh saya."

"Nanti hari kelulusan SMA kamu, ayah dan ibu akan datang." Ucap Batara kepada Kamala kecil.

"Kelulusan SMA?"

"Iya sayang..." Jawab Annura.

"Masih lama ayah ibu... Kamala aja baru masuk kelas 1 SMP."

"Nggak apa-apa. Ancang-ancang dulu sayang..." Ujar Batara.

Kamala kecil tertawa.

"Ayah bisa aja."

Kamala menggeleng-gelengkan kepalanya membuang ingatan-ingatan yang mampir kembali walaupun sekedar mengingatkannya dengan salah satu janji ayah dan ibunya yang sampai saat ini tak mungkin ditepati. Ayah dan ibunya telah meninggal. Ibu tirinya pun sudah pergi selama-lamanya. Takkan ada yang bisa membuatnya merasa tertepati janji-janji tersebut.

"Gak perlu, gue gak datang ke wisuda itu."

"Kenapa manis?"

Kamala menatap Laut tanpa ekspresi.

"Percuma, gue gak akan pernah merasa bahagia."

"Manis, wisuda itu hari di mana kamu dan teman-temanmu berjumpa untuk terakhir kalinya di masa sekolah. Kalau manis ngga datang, manis akan rugi."

"Teman? Siapa? Gue gak punya teman, ngerepotin."

"Manis yang enggak mau bersosialisasi makanya jadi gak punya teman."

"Dah lah jangan di bahas males gue."

Laut mengangguk paham. Ia pun akan berhenti berbicara tentang apa yang tidak disukai oleh manisnya, itu akan mengganggu perasaannya kan? Dan Kamala pasti akan badmood. Maka ia akan diam saja.

Laut meletakkan piring di nampan yang ada di meja sebelah tempat tidur almarhum Batara. Lalu menggenggam tangan Kamala dan membawa cewek itu turun untuk melihat suasan diluar pagi ini. Sepertinya sejuk.

Sesampainya di teras rumah. Laut dan Kamala menghirup udara segar di pagi hari ini. Matahari bersinar membuat wajah Kamala terkena sinarnya dan itu menambahkan keindahan bagi Laut.

Laut tersenyum. "Mau pergi hari ini? Untuk Mengobati luka kamu, mau?"

Kamala melirik Laut sekilas lalu memejamkan matanya sebentar. Angin pagi menerpa wajah dan rambutnya. Rambutnya tidak diikat terbang terkena angin sedang itu.

Kamala membuka matanya, melihat Laut. "Ke mana?"

"Pantai, mungkin?"

Kamala menimang-nimangnya. "Oke," Usulnya setuju.

Laut mengangguk. Tangannya merangkul pundak Kamala kemudian menarik tubuh kecil itu ke dalam dekapannya. Menciumi kening Kamala lembut. Melakukan segalanya lembut asalkan Manisnya nyaman.

"Akhir-akhir ini saya jadi suka meluk kamu ya?"

"Lumayan," jawab Kamala pelan di dalam pelukan Laut.

"Saya rindu Bunda, sangat rindu." Tuturnya melemah. "Kemarin ulangtahun saya, saya bermimpi bunda dan ayah datang membawakan sebuah hadiah yang didalamnya adalah sebuah surat."

"Ulangtahun, kapan?"

"Tiga puluh Maret, manis,"

"Kenapa nggak ngasih tau gue?"

"Nggak apa-apa. Saya nggak suka perayaan."

"Aneh, biasanya Lo paling suka kehebohan."

"Hanya menutupi luka manis,"

Kamala mengangguk. Dirinya diam. Mendengarkan penuturan Laut membuatnya jadi bersalah. Kemarin saat ia ulangtahun, Laut paling heboh untuk menyiapkan segala-galanya apalagi saat naik ke atas panggung. Kini saat cowok itu yang berulangtahun malah menjadi kebalikan yang menyedihkan.

🐨🐨🐨


Setelah membayar mereka semua memasukkan belanjaan tersebut ke dalam dua bagasi mobil yang di bawa. Dua mobil itu satu milik Arzan dan satu lagi milik Agra.

Arzan menepuk-nepuk kaos beserta tangannya yang kotor setelah memasukkan seluruh belanjaan ke dalam bagasi mobil. "Udah semua masuk ke dalam bagasi?" Tanyanya menghampiri mobil Agra.

Melihat Agra dan Akhasa baru ingin menutup pintu bagasi mobil. "Udah." Balas Agra datar.

"Kita langsung pulang, kan?" Tanya Akhasa.

Arzan menggeleng. "Kita ke restauran paling enak dulu,"

"Restauran mana?" Tanya Agavin bersemangat, karena Agavin suka makan apalagi memakan makanan yang enak.

"Punya Kamala."

"Kenapa di sana?" Tanya Abiyasa.

"Restauran itu udah lama nggak diurus sama Kamala, pelayan restauran nyariin dia. Gue bilang aja Kamala lagi nggak enak badan, biar gue yang akan gantikan Kamala sementara."

"Ya udah ayok kalo mau ke sana." Desak Agavin.

"Kenapa jadi buru-buru bang Vin?" Tanya Abiyasa yang ditarik Agavin masuk ke dalam mobil Arzan.

"Gue udah laper." Samar-samar mereka bertiga mendengar jawaban Agavin yang sudah masuk ke dalam mobil Arzan. Arzan terkekeh pelan.

Begitu dengan Agra dan Akhasa, mereka berdua juga masuk ke dalam mobil. Arzan tersenyum manis. Hatinya jadi sakit mengingat bagaimana kedua adik bungsunya yaitu Alastar dan Alkantara meminta-minta kepadanya untuk makan di restauran yang menjual sate Padang. Namun mereka takkan bisa bersatu lagi walaupun tak saling membenci.

Arzan mengambil napas panjang kemudian ia hembuskan. Sudah cukup! Semakin diingat ia akan semakin sakit hati.

"BANG ARZAN! BURUAN NAIK GUE UDAH LAPER!" Teriak Agavin dari dalam mobil.

Arzan menolehkan kepalanya menatap kepala Agavin di luar kaca mobil. Adik pertamanya ini kalau sudah berurusan makan pasti cepat.

"Iya bentar." Sahutnya sambil berjalan menuju pintu mobil utama. Ia yang akan menyetir.

20 menit akhirnya sampai juga. Dari supermarket menuju ke restauran Starsmoonsenja sedikit jauh. Jadi mereka akan menghabiskan sedikit waktu.

Agavin yang turun lebih awal langsung berlari mengambil tempat duduk. Perutnya sudah sangat sakit. Benar-benar lapar. Abiyasa pun menyusul, berlari kocar-kacir masuk ke dalam restauran itu. Sedangkan Agra dan Akhasa langsung ke dapur restauran. Memesan langsung dari sana agar tak menunggu lama, mereka juga akan memesankan beberapa makanan untuk dibawa pulang. Untuk orang-orang di rumah.

Setelah memesan makanan Agra dan Akhasa menghampiri tempat duduk yang sudah diduduki oleh ketiga saudaranya.

Arzan melirik Agra. "Udah di pesen?"

"Udah bang." Balas Agra.

"Bang Ar," Panggil Abiyasa.

"Iya, Bi?"

"Mental Kamala semakin rusak." Entah apa yang membawanya hingga melontarkan peristiwa di mana mental Kamala sudah rusak.

"Bisa nggak ya kita semua bikin dia bahagia, sedangkan dia nggak bahagia karena salah satu dari kita." Lanjutnya.

"Alastar maksud Lo?"

"Iya bang."

"Kenapa ngomong gitu? Ada yang mendorong Lo untuk bilang gitu?"

Abiyasa mengangguk. "Ada, ibunya Kamala. Udah sedari lama dia nanya ke gue apa bisa kita semua bikin putrinya bahagia karna hanya bahagia yang dibutuhkan putrinya, sedangkan gue berjanji kita semua bisa membuat putrinya bahagia. Tapi kita sendiri yang bikin Kamala nggak bahagia,"

"Sejak ibu meninggal dan pernikahan Lo dibatalkan, Lo jadi berubah bang. Perubahan sifat Lo buat Kamala semakin rusak. Dia takut bang. Gue selalu perhatikan dia." Timpal Akhasa. Akhasa ikut berbicara karena dirinya pun merasakan hal yang sama seperti Abiyasa, abangnya.

"Maaf, semuanya jadi sensitif di gue." Pinta maaf Arzan.

"Bahkan tadi malam ku kira Abang bakal mukul Kamala," Kata Akhasa meningkat bagaimana emosinya Arzan ketika Kamala tak membuka pintu dari pagi hingga malam.

Arzan ingat bagaimana dirinya tadi malam. Dirinya yang hampir mengeluarkan sisi buruk yang tak pernah di keluarkan kepada siapapun apalagi saat marah. Ia ingat bahwa dirinya adalah orang yang apa-apa selalu dengan kepala dingin. Mengapa dirinya? Kehilangan ibu dari hidupnya membuat hidupnya berantakan. Hampir saja perannya sebagai ayah, ibu dan anak pertama hilang.

"Gue buruk banget ya tadi malam?" Arzan bertanya untuk menyadarkan dirinya sendiri atas tanggapan dari adiknya, Akhasa.

Akhasa mengangguk pelan. "Abang terlalu terburu-buru."

"Kalo ada apa-apa ceritain ke kita bang. Gunanya Lo punya adik ya untuk berbagi cerita siapa tau kita bisa ngasih solusi dan emosi Lo meredam." Ujar Agavin. Agavin anak kedua yang kadang perannya tak terlihat karena sering bersembunyi di dalam kamar hingga semuanya yang mengurus adalah abangnya, Arzan.

"Takut ngerepotin,"

"Jadi selama ini Lo diem aja ke kita karna takut ngerepotin? Alah bang bang, kita semua lebih ngerepotin Lo. Beban Lo yang awalnya hanya tiga puluh persen jadi tujuh puluh persen. Capek kan?"

Arzan mengangguk. "Kapan-kapan aja kalau gue bener-bener butuh saran dari adik-adik gue."

Agavin menghela napas. Abangnya memang sangat sulit bercerita kepada siapa saja padahal mereka adalah saudaranya sendiri tapi malah ada alasan takut merepotkan mereka. Kadang Arzan di kasih hak yang ringan malah menolaknya.

Tak lama setelah pembicaraan mereka berhenti. 3 pelayan restauran Starsmoonsenja datang membawakan nampan berisi makanan dan minuman yang Agra dan Akhasa pesan langsung ke dapur. Ketiga pelayan itu meletakkan pesenan mereka di atas meja.

Akhasa tersenyum sebagai ucapan terimakasih kepada ketiga pelayan tersebut. Lalu ketiga pelayan itu pergi ke dapur. Mereka pun mulai memakan makanannya.

🐨🐨🐨

"Gimana luka batinnya masih sakit?"

"Lumayan,"

"Gapapa manis kalau mau nangis ya nangis aja jangan malu."

"Apasih mata gue perih kelilipan."

"Sini saya tiup." Kamala mendekatkan wajahnya pada Laut. "Fuhh.... Fuhh.. Fuhh... Masih perih?"

Kamala menggeleng. Laut mengeluarkan tisu yang sudah siap sedia di saku Hoodienya karena tahu pasti manisnya akan sedih saat di pantai nanti. Ia ambil selembar tisu lalu mengelapkan tisu itu pada mata Kamala yang mengeluarkan air karena kelilipan terkena pasir pantai.

"Udah nggak sakit?"

"Enggak."

"Jangan di sentuh, sini saya lap lagi." Tawar Laut ketika melihat Kamala ingin mengucek matanya. Laut perlahan-lahan mengelapkan sisa air mata Kamala yang keluar. Mata manisnya sedikit memerah, sepertinya memang kelilipan.

"kenapa selalu jadiin diri Lo sendiri sebagai rehabilitasi gue, padahal Lo sendiri punya luka."
Katanya sambil menatap pantai dengan pandangan penuh luka.

Laut hapal betul arah bicara Kamala. Pasti ujung-ujungnya Kamala akan menyuruhnya untuk memerhatikan dirinya sendiri dan jangan memperdulikan orang lain Sebelum dirinya di pedulikan.

"Jangan dibahas ya manis, kita ke sini kan mau meringankan luka,"

"Emangnya gak bisa Lo cerita ke gue? Terus gunanya gue balas perasaan Lo apa? Buat apa kita saling cinta kalo saling cerita aja susah?"

Deg.

Mental Laut terguncang dibuat oleh ucapan Kamala. Kamala benar, percuma saja jika dari kedua pihak sudah memiliki perasaan yang sama. Dan percuma saja jika sudah saling mencintai tetapi masih susah untuk saling bercerita satu sama lain. Laut hanya tidak ingin merepotkan orang dan membuat orang semakin terbebani apalagi Kamala yang beban dihidupnya hampir lengkap.

"Jawab Ut," Desak Kamala.

"Mental saya hancur karena meninggalnya ayah, bunda dan sahabat dekat saya."

"Lo sakit, kan?"

Laut diam. Apa Kamala akan membahas penyakitnya? Ia mohon jangan....

"Jawab," Desak Kamala lagi.

"Iya, saya sakit."

"Kanker karsinoma nasofaring?"

Laut menatap Kamala tak percaya. Bagaimana Kamala bisa tahu? Padahal ia dan sahabatnya yaitu Haikal, sudah merahasiakan penyakitnya dari semua orang termasuk kedua sahabatnya lagi, Zeze dan Jana. Tetapi dengan gampangnya Kamala menebak penyakitnya.

"Lo diem berarti iya." Simpul Kamala.

"Manis..."

"Kenapa Lo bohong? Lo tau kan gue benci pembohong terus kenapa semuanya dirahasiakan? Jangan Lo kira gue Gatau karna Lo gak ngasih tau Ut,"


Kamala menunjukkan isi percakapannya dan dokter Irwan, si dokter kepercayaan almarhum ayahnya kepada Laut. Laut semakin terkejut. Kamala senekat itu mencari tahu jawaban dari penyakitnya dan tentunya jawaban dokter tersebut sangat jelas.

"Kamu cari tau?"

"Udah lama sejak Lo mulai mimisan terus menerus di depan gue,"

"Manis kamu jangan salah paham dulu,"

"Oke, gue gak bakal salah paham tapi sekarang jelasin semuanya ke gue."

"Iya manis, dari kecil saya sudah mengindap kanker karsinoma nasofaring. Karena kemungkinan hidup saya nggak akan lama, jadi saya memutuskan untuk melanjutkan operasi saat pergi tanding menembak di Australia kemarin itu makanya saya lama pulang ke Indonesia."

"Udah sembuh?"

Laut mengangguk cepat. "Udah, udah sembuh kok manis."

"Maaf saya bohong." Lanjutnya dalam hati.

Kamala menatap Laut tak percaya, tak percaya atas pengakuan Laut yang mengatakan bahwa penyakitnya sudah sembuh.

"Manis percaya kan?"

Kamala mengangguk pelan dan berdehem.

Laut tersenyum. Ia memeluk tubuh Kamala. "Jangan dibahas lagi ya? Sekarang saatnya kita mencari kebahagiaan, kamu mau nggak habis ini kita jalan-jalan ke tempat lain?"

Kamala mengangguk tanpa menjawab pertanyaan Laut.

....

Follow akun Instagram aku @lycivaaaa_
Thanks

Mau bilang apa ke Laut?

Mau bilang apa ke Kamala?

Mau bilang apa ke Abiyasa, Arzan, Agavin, Agra Akhasa, Alastar dan Alkantara? Komen aja.

Oh ya! Kalo ada typo tandai

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 94.9K 58
⚠️SEBAGIAN PART TELAH DI PRIVAT, FOLLOW TERLEBIH DAHULU UNTUK MEMBUKANYA⚠️ [Sedang dalam masa pengembangan cerita dan Revisi] "Heh kuman!" panggil se...
14.7K 1.8K 13
Aviella Rubby J Seorang gadis yang memiliki dua kepribadian yang istimewa, dimana mereka bisa saling berkomunikasi satu sama lain. V dengan sifat ram...
S E L E C T E D By mongmong09

Mystery / Thriller

318K 16.7K 31
Tentang obsesi seorang pria misterius terhadap seorang gadis yang menolongnya. ---------------------------------------------------- Raina Karlova, se...
1.1K 232 7
"Kita putus, maaf gue pacarin lo cuman karna taruhan" kata seorang pria berbadan tegap, dengan seragan sekolah bername tag Angkasa Gilang D. "Oh, ya...