"kamu sadar gak kalo kelas 12 tinggal sebentar lagi?"
indira langsung ketawa kecil setelah aku ngomong kayak gitu, "emang kenapa?"
"yaa gapapa, sih," bales aku. "siapa tau kalo kamu udah gak sekolah nanti bakal kangen sama jailnya haikal?"
"ngapain juga??"
"atoga sama satria gituu, kan kalian satu frekuensi sama-sama diem," aku masih lanjut. "atau sama ni bocil dua?? kia sama edre??"
"kalo sama mereka berdua mungkin iya bakal kangen," lagi-lagi indira ketawa. "gimana aja kayak kamu nanti bakal kangen naren, mungkin?"
aku noleh, terus ikut ketawa, "ngaco!"
atau... iya, ya? apa aku bakal kangen sama naren?
kangen sama tingkahnya... atau jangan-jangan sama orangnya juga?
hari terakhir ujian sekolah bener-bener kerasa kayak perpisahan buat aku. aku sadar, setiap orang di kelasku bakal nempuh jalannya sendiri-sendiri setelah ini.
ujian sekolah praktik kami diadain setelah ujian tulis selesai, dan gak tau kenapa aku ngerasa ujian masak hari ini dibikin buat ngehibur semua anak kelas 12 yang mau lulus nantinya.
atmosfernya beda, serius.
padahal abis ujian ini juga kami semua masih ketemuan, kok, karena sekolah juga masih punya program, tapi tetep aja rasanya sedih setiap ngebayangin kalo kami harus pisah nanti. tiga tahun itu gak lama, tapi semua momennya berkesan banget!
praktik kali ini menurutku agak unik dari yang lain, karena kami semua harus masak dan nyediain buat guru-guru yang notabenenya dapet peran jadi "juri".
"tumben kalian gak sekelompok,"
"kalian siapa?"
"siapa lagi lah, kamu sama naren."
masih pagi, dan jailnya edre udah luar biasa. aku nggak ambil pusing, konteksnya juga edre pasti cuma bercanda.
lagian, semua orang udah tau kalo naren sekarang lagi bareng mia―si adek kelas itu.
"gak usah sedih,"
"emang aku keliatan menyedihkan, gitu?"
"takut jadi gamon," edre ketawa kecil. "dah, aku mau bersihin panci dulu."
udah biasa, dre.
sesuai apa yang aku bilang di awal, pengalaman cinta aku masih 0 dan dari semua orang yang aku suka selama aku hidup, ujungnya selalu sama aja.
suka, pisah, lupa―itu siklusnya.
"mulai dari mana dulu, kal?" satu suara sukses bikin perhatian aku pindah haluan.
alih-alih sama naren, rasanya sekarang aku agak lebih banyak interaksi sama satria. cowok kalem ini setiap sekelompok sama aku selalu nurutin apa yang aku bilang, sampe bikin aku takut kalo dia suatu hari nanti gampang kepengaruh orang.
abisnya, satria ini 'iya-iya-siap' aja anaknya.
kebetulan kelompok kami kebagian tema makanan dari meksiko, "kita bikin yang quesadilla dulu, sat," kata aku setelahnya.
"bawangnya potong-potong sekarang?"
"yaa, sekalian jamurnya juga," aku ngeliat ke sekitar, kelompok lain udah mulai sibuk sama masakan mereka. "aku aja nanti yang ngasih bumbunya."
satu jam, dua jam, dan akhirnya gak kerasa empat jam kami baru beres masak semua hidangan. aku, satria, indira, sama edre ketawa-ketawa selama masak tadi karena kami terlalu banyak tingkah.
di awal, kami bikin isian yang asin parah. kedua, aku salah campurin bahan buat coklat panas karena hasilnya malah berujung kentel banget. ketiga, satria gak sengaja robekin tortilla karena terlalu semangat ngebolak-balikinnya waktu dimasak.
kacau, tapi aku suka.
"enak?"
sekarang lagi waktu istirahat, dan semua anak-anak kelas lagi pada keluar kecuali satu makhluk ini.
ya, siapa lagi kalo bukan narendra.
"gak tau, aku belum nyoba versi jadinya," aku refleks ketawa setelah ngeliat piring saji kelompokku. "plating-nya jelek banget, ya?"
naren ikut ketawa setelah itu, "gapapa, yang penting rasanya enak,
"ada sisa yang buat kamunya gak?"
"ada nih," aku ngambil piring di meja yang ada di atasku karena kami posisinya lagi duduk di lantai.
"kamu mau nyobain yang aku gak?"
"hah?"
"mau nyoba?" naren ternyata dari tadi udah bawa-bawa piring. "spaghetti alfredo, kece namanya."
lagi-lagi aku dibuat ketawa.
"kok malah ketawa?? ngejek banget???" lanjut naren, julid. "cobain dulu, nih."
"kamu mau barter sama punya aku yaa??" aku nyadar sama niat 'busuk' naren.
"yaa aku ngiler liatnya kayak yang enak, kal... bagi-bagi dong..."
naren inisiatif nuker piring di tangan aku sama yang punyanya, "makasih ya,"
"aku gak bilang iya loh???"
"iyain aja pokoknyaa." naren ketawa lagi, yang bikin aku ikutan karena ketawanya beneran nular.
aku diem-diem senyum waktu ngeliat naren makan, keinget sewaktu kami berdua ada di kelompok yang sama waktu praktikum bikin es krim di pelajaran kimia. sewaktu kami sekelompok jadi batuk pilek semua, sewaktu yang namanya kalya itu lagi deket-deketnya banget sama si dia.
ah, kangen banget masa-masa itu.
"enak?" tanya aku karena naren makannya diem-diem aja.
"asin sih, tapi lumayan," naren ngacungin jempolnya. "good job! kalo spaghetti-nya gimana??"
"agak keras, mungkin karena dimasaknya dari tadii," aku noleh ke arah naren. "tapi bumbunya enak, kok."
naren tepuk tangan keras setelah aku bilang kayak gitu, "aku yang bikin bumbunya, kaall. keren kan, ya??"
senyuman lebar khasnya dia yang nular itu bikin aku ikutan senyum juga. pedenya masih aja gak berubah yaa, ren?