PARADISE [END] | JAEDO

By loEVEable

3.4K 476 14

Jaehyun sebenarnya hanya ingin berlibur. Tidak disangkanya dia akan menemukan hal yang berbeda dari harapanny... More

INTRO
DESTINATION 1
DESTINATION 2
DESTINATION 3
LAST DESTINATION

DESTINATION 4

402 70 1
By loEVEable

PARADISE

DESTINATION 4

Jaedo Fanfiction

BXB


***

"Bisakah berikutnya kita ke tempat yang lebih ramai?" Jaehyun menyilangkan tangan di depan dada. Walau perasaannya sempat terusik dan tersentuh, Ia masih tak mau mengakui apalagi mengalah, masih ingin mendapatkan liburan yang diinginkannya.

Doyoung yang kembali duduk di balik kemudi selepas mereka meninggalkan wilayah Uluwatu melihat ke jam tangan sederhana yang melingkar di pergelangannya. Jam di dashboard mobilnya tidak berfungsi sebagaimana asesoris lainnya di kendaraan tua tersebut.

Dia terlihat menimbang sesaat, lalu bergumam.

"Tempat yang ramai, ya?"

"Hmm..."

"Baiklah!"

Jaehyun yang terkejut sama sekali tak menyangka keinginannya akan dipenuhi.

Setelah beberapa detik terpana, selanjutnya dia bersorak kegirangan.

***

Tiga puluh menit kemudian Jaehyun terperangah dan terpaksa harus mengelus dada.

Kalau tadi dia sempat menaikkan nama Doyoung dari daftar orang yang tidak disukainya menjadi 'cukup menyenangkan', sekarang dia meralat keputusan itu kembali.

Mata sipitnya mengerjap cepat.

"Kita di mana?"

Irisnya masih mencoba memahami apa yang ada di hadapannya.

Apakah tempat seperti ini pernah dilihatnya sebelumnya?

Seumur hidup Jaehyun yakin dia belum pernah berada di tempat seperti ini.

Kerumunan orang berkumpul.

Warna-warni berbaur dalam beragam bahan dan bentuk.

Suara-suara dengung tawar menawar dan orang menjajakan barang.

"Tempat apa ini?" ulangnya lebih sinis dari sebelumnya.

"Keramaian yang kamu cari." Doyoung menjawab santai.

Tak menunggu Jaehyun menanggapi, ia melangkah, seperti sebelum-sebelumnya.

Dan bagai kebiasaan, atau karena tidak memiliki pilihan lain, Jaehyun bisa apa selain mengikuti.

Mereka menerobos keramaian, berjalan diantara kios-kios yang berjajar dan barang dagangan yang meluber memakan jalan. Menabrak manusia lain tidak bisa dihindarkan mengingat kepadatan dan aktivitas yang ada di sana.

Jaehyun harus melangkah sambil memiring-miringkan badan, agar tak terlalu banyak bersentuhan, sedikit jijik harus bersinggungan dengan peluh dan debu.

"I... ini... pasar?"

Tanya Jaehyun dengan ekspresi masih tak percaya, tak bisa menahan kepala mengamati sekeliling.

Berbagai barang dijual di sana, mulai pakaian, asesoris, hingga lukisan dan karya seni.

"Pasar seni." Jawaban santai Doyoung menegaskan. Tidak seperti Jaehyun yang nampak salah tempat dan tidak nyaman, Ia tetap santai. Sesekali dia berhenti untuk melihat lebih jelas jika ada yang menarik perhatiannya.

"Pasar Sukawati." Jelasnya, bagai pemandu wisata professional. "Pasar seni tertua di Bali."

"Di sini kamu bisa menemukan apapun."

Jaehyun bersungut sambil mendengarkan penjelasannya. Hendak dia mengajukan keberatan bahwa bukan ini yang dimintanya, saat dia merasakan tangannya ditarik.

Ia menoleh terkejut karena mendapati lengannya ditarik oleh seorang anak tak dikenal, berbicara cepat dalam Bahasa Inggris yang cukup lancar, menawarkan dagangannya.

Susah payah Jaehyun menolak. Mana tertarik dia pada kain warna-warni yang terlihat murahan seperti itu.

Sayang si pedagang muda sangatlah gigih, membuat Jaehyun membutuhkan waktu lebih dari dugaannya untuk melepaskan diri.

Saat dengan lega dia merasakan kebebasan, hal pertama yang disadari Jaehyun adalah dirinya kini sendiri.

Bukan sendiri dalam artian tidak ada orang lain.

Pasar itu masih ramai.

Orang-orang masih berseliweran.

Bahkan Jaehyun bisa merasakan ujung bajunya ditarik-tarik, menandakan ada penjaja lain yang tengah berusaha menarik atensinya.

Tapi Doyoung tak ada di sana.

Tidak di depannya.

Tidak di sampingnya.

Tidak ada sejauh mata Jaehyun mampu menatap.

Dia sudah memutar pandangannya tiga ratus enam puluh derajat.

Nihil.

Tak nampak Doyoung dimana pun.

Dan Jaehyun merasakannya.

Di tengah segala hiruk pikuk itu dia merasa sendiri.

Suara-suara kabur, seakan dia berada dalam film bisu.

Warna-warna kabur, bagai lensa kamera yang tidak diatur fokusnya.

Detak jantungan berdebar kencang.

Nafasnya memburu.

Bingungan.

Panik.

Takut.

Instingnya menyuruh mencari Doyoung.

Kakinya melangkah cepat diantara lorong antara, tak mempedulikan orang yang ditabraknya.

Hanya satu yang dicarinya.

Wajah yang dikenalnya.

Doyoung.

Tiba-tiba saja individu yang sempat dibencinya itu menjadi begitu dibutuhkan.

Entah berapa menit berlalu. Detik demi detik sebelum dia menemukan keberadaan Doyoung seakan bagaikan jam.

Panjang.

Menyiksanya.

Membuat dadanya makin sesak dan terhimpit.

Saat Jaehyun melihatnya. Berjongkok di depan sebuah kios, nampak sedang memilih sesuatu, tak ada kata yang bisa menggambarkan kelegaannya.

Semua perasaan tak nyaman yang menggayuti jantungnya tiba-tiba terangkat.

Lepas.

Lega.

"DOYOUNG!"

Jaehyun tak sadar betapa keras panggilannya, membuat pemuda yang lebih kurus itu menoleh keheranan.

Masih dengan wajah tak bersalah dia bangkit berdiri, menatap Jaehyun seolah bertanya kenapa memanggilnya.

Wajah herannya berganti menjadi keheranan yang lebih saat tak diduga tubuhnya ditabrak ...

... lalu dipeluk erat.


***

"Hari ini aku akan membawamu ke manapun yang kamu inginkan."

Lambat Jaehyun menoleh, tidak segera memahami atau merespon tawaran Doyoung. Justru ia menatap pemuda itu seolah Doyoung tengah berbicara dalam Bahasa Alien yang tidak dipahaminya.

Doyoung yang merasa pernyataanya tak mendapat respon sesuai dugaan melirik. Fokus utamanya masih di jalan di depan.

"Kenapa?" Tanyanya dengan senyum miring melihat wajah jelas kebingungan Jaehyun.

"Ini hari terakhirmu bukan? Jadi aku putuskan akan mengabulkan keinginanmu."

Jaehyun mengangguk tak bertenaga. Bagai boneka tali yang rusak, hanya mengikuti gravitasi.

Heran dirinya tak bersemangat ketika disodori hal yang sudah berhari-hari dipintanya.

Hari itu mereka habiskan ke tempat-tempat yang berada dalam daftar tujuan wisata sejati Jaehyun.

Pantai Kuta.

Bar di sepanjang Legian.

Tempat-tempat hits idaman.

Aneh.

Sungguh aneh.

Jaehyun sendiri pun merasakan dan mengakui aneh.

Minatnya seakan menguap seketika.

Pantai Kuta terlihat biasa.

Bukan karena kehilangan pesonanya. Pantai itu masih seindah yang diingat Jaehyun.

Tapi kenapa sesuatu yang sepi jauh lebih disukanya?

Legian dan segala hiburannya terasa biasa.

Justru Jaehyun ingin segera pergi dan menyepi, mencari ketenangan untuk hati dan jiwanya.

Sore itu mereka menuju Jimbaran untuk makan.

Bahkan warna jingga matahari terbenam yang menghiasi langit tak bisa mengalihkan atensinya.

Dia lebih tertarik mengenal teman perjalanannya empat hari terakhir.

Kini mereka sedang duduk di tepi pantai, di meja salah satu restoran terbuka di bilangan Jimbaran yang terkenal.

Kelip lilin di meja menjadi sumber cahaya, saat sinar mentari yang makin condong sudah tak mampu menerangi.

Makan malam mereka sudah tandas. Ikan bakar yang lezat hanya menyisakan tulang dan duri di atas piring.

Mereka sudah memutar kursi menghadap ke arah laut, menikmati sisa sunset, sambil ditemani segelas bir berbuih di gelas kaca.

"Sejak kapan tepatnya kamu tinggal di sini?" Tanya Jaehyun memecah keheningan.

Dikira Jaehyun Doyoung tidak mendengarkan. Ternyata dia hanya berpikir.

"Lima tahun."

Dahi Jaehyun berkerut, menghitung dalam hati.

"Kamu tidak berkuliah?"

Tak menoleh, masih memandang laut dan langit, Doyoung menggeleng.

"Sempat. Tapi tak selesai."

Jawaban singkat dan tak jelas. Dengan ekor matanya Jaehyun melirik, semakin penasaran. Ia memutuskan untuk meneruskan penyelidikan.

"Bagaimana bisa kamu tinggal di sini? Bagaimana awalnya?"

Doyoung diam. Sebenarnya dia pribadi yang cukup tertutup. Senyum yang senantiasa menghias wajahnya karena biasa.

Dia tipe yang mendengarkan, bukan yang bercerita.

Apalagi pemuda sombong yang baru saja bertanya ini bukan tipe yang biasa dia pilih menjadi kawan.

Ketika tiga hari yang lalu kakak sepupunya menelpon dengan marah-marah dan memintanya untuk membawa seseorang berwisata, lengkap dengan sejuta keluhan tentang kemanjaan putra atasannya itu, rasa tidak suka sudah mulai timbul di pikiran Doyoung.

Apalagi saat si arogan ini menolak jabatan tangannya. Keinginannya kuat untuk membalas dendam. Lucu sekali melihat frustasi di mata Jaehyun dan teriakan kesengsaraannya. Sering kali Doyoung nyaris tak sanggup menahan terbahaknya.

Tapi kecintaannya pada pulau Bali tetap membawanya ke tempat-tempat yang memang menjadi favorite-nya, bukan semata dengan tujuan mengerjai Jaehyun.

Dia memang menyukai tempat-tempat yang lebih eksotis dan di luar selera orang kebanyakan.

Berbeda. Susah di capai. Tapi begitu layak sesampainya di sana.

Entah sejak kapan rasa sebal dihatinya berkurang.

Walau awal menyebalkan, Jaehyun tidak banyak berkeluh kesah.

Reaksinya yang murni dari hati membuatnya terpesona, dan polosnya membuat Doyoung tersentuh.

Entah sejak kapan senyumnya tak lagi untuk menghina, tapi bentuk apresiasi yang tulus.

Dan entah kenapa tiba-tiba timbul keinginan untuk menceritakan kisah hidup yang tak pernah dibagi ke orang lain sebelumnya.

Matanya masih menerawang. Bibirnya tersenyum walau ada sedikit sendu di matanya.

"Awal aku kemari sebagai liburan terakhir sebelum hendak mengakhiri hidupku."

Jawaban tersebut sama sekali tak disangka oleh Jaehyun. Dia menoleh dengan cepat, nyaris terjatuh dari kursinya.

Doyoung melirik tingkah kikuknya, tersenyum namun tak terpengaruh, nampak sudah bulat untuk berkisah.

Ia sedikit memutar duduk, sehingga kini mereka berhadapan.

"Tidak semua orang hidup dalam gelimang harta sepertimu. Hidupku dulu tidak.

Ada masa di mana aku merasa tidak punya masa depan. Tak punya uang. Hutang keluarga. Kejaran juru tagih.

Aku sudah tidak tahan."

Matanya nampak mengenang masa lalu.

"Dengan tabungan terakhirku aku membeli tiket kemari."

Doyoung tertawa. "Aku bahkan tidak memiliki uang untuk membeli tiket pulang."

"Pikirku saat itu, paling tidak di saat terakhir aku ingin melihat surga. Mungkin jika aku mengakhiri hidup di surga ini, perjalananku ke atas sana akan lebih dekat."

"Aku tidak pernah menyangka justru surga ini yang membuatku bertahan.

Keindahannya.
Keramahan penduduknya.

Bukan hanya pengalaman badaninya.

Bagiku Bali memberikan pengalaman spiritual.

Ketenangan pikiran.

Keteduhan jiwa.

Bagiku tempat inilah surgaku."

Setelahnya Doyoung menceritakan seluruh kisah hidup dan pengalamannya.

Kerja kerasnya untuk bertahan hidup, hingga akhirnya minat dan bakat membuatnya menekuni profesi sebagai pemandu wisata, terutama untuk turis dari Korea. Tak terasa sudah lima tahun lamanya ia menetap di Pulau Dewata itu.

Sepanjang tuturnya Jaehyun terpukau, begitu larut dalam cerita.

Dunia yang jauh dari dunianya.

Masalah-masalah yang belum pernah dihadapinya.

Sama sekali Jaehyun tak menyangka tiba-tiba Doyoung akan membalikkan keadaan sebagai pihak yang ditanya.

"Bagaimana denganmu?" Tanya pemuda itu.

"Eh, apa?" Jaehyun belum sepenuhnya terlepas dari kaget.

"Kamu." Tanya Doyoung. Dagunya bertopang di atas tangan, menatap Jaehyun lurus.

"Apa surgamu?"





TBC




-eVe-

Continue Reading

You'll Also Like

155K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
495K 5.3K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
5.7K 1.1K 6
bagaimana jadinya jika takdir percintaanmu ditentukan dengan sebuah tato? bagi Hangyul itu adalah petaka. bagi Sihun itu adalah anugrah. atau... te...
42.9K 2.8K 17
"Arel ga bisa terus kaya gini" ........ "Mulai sekarang kau tinggal di sini" ........ "Arel takut gelap Eza..." ........ "Kehidupan baru kita di mula...