PARADISE [END] | JAEDO

loEVEable tarafından

3.4K 476 14

Jaehyun sebenarnya hanya ingin berlibur. Tidak disangkanya dia akan menemukan hal yang berbeda dari harapanny... Daha Fazla

INTRO
DESTINATION 1
DESTINATION 3
DESTINATION 4
LAST DESTINATION

DESTINATION 2

498 87 3
loEVEable tarafından

PARADISE

DESTINATION 2

Jaedo Fanfiction

BXB

***

Keesokan harinya Jaehyun memandang skeptis ke benda yang ada di depannya sekarang. Dari atas ke bawah, depan ke belakang. Bahkan dia mengitarinya dua kali, sebelum bertanya.

"Kamu yakin benda ini masih bisa berjalan?"

"Tentu saja." Doyoung tampak begitu bangga menepuk kap mesin benda beroda empat itu.

Kali ini memiliki mesin tentunya.

Tapi Jaehyun masih meragukan keberfungsiannya.

Rasanya dia terakhir melihat benda sejenis ini di Museum Transportasi di bagian mobil tua dan nyaris punah.

"Pikirmu aku kemari naik apa?" Tambah Doyoung.

Jaehyun menggelengkan kepala, antara takjub dan tidak percaya, tak bisa membayangkan benda berwarna biru kelabu itu bisa berjalan.

Berbagai skenario buruk sudah singgah.

Bagaimana jika mobil ini mogok di tengah sawah dan tak ada orang yang membantu mereka?

Oh tidak. Bagaimana jika meledak di tengah jalan saat dirinya ada di dalamnya?

Kakinya sudah melangkah mundur.

"Ayo!" ajak Doyoung.

"Aku akan membawamu ke pantai hari ini."

"Pantai?" satu kata itu membuat tubuh Jaehyun seketika dialiri antusiasme.

"PANTAI?" Tanyanya lagi memastikan. Matanya sudah berbinar-binar.

Doyoung yang bersandar di sisi mobil mengangguk mantap.

Hanya sedetik yang dibutuhkan Jaehyun untuk berubah pikiran. Hanya butuh sepuluh detik tambahan dan dia sudah duduk tenang di kursi penumpang.

Doyoung di belakang kemudi tampak tersenyum puas.

"Tunggu apa lagi?" Jaehyun sangat bersemangat. Tak sabar dia melihat Doyoung yang tak segera menyalakan mesin. "Jalankan mobilnya!"

Doyoung mamindahkan sebelah tangan ke kunci mobil hendak memutarnya. Wajahnya masih memandang Jaehyun dengan senyum lebih lebar.

"Buka jendelanya!" Lalu mesin pun menyala.

Buka jendela?

Jaehyun masih tak paham.

Buat apa membuka jendela?

Tak perlu waktu lama untuk tahu alasannya. Yang diungkapkan Jaehyun dengan teriakan putus asa yang begitu menyayat hati.

"ARGGHH!!! MOBIL INI TIDAK ADA PENDINGIN UDARANYA?"

***

Jaehyun melempar dirinya dengan tubuh basah kuyup karena keringat keluar dari mobil begitu benda itu berhenti setelah bergerak lebih dari satu jam lamanya.

Dihirupnya udara banyak-banyak sambil mengipas kaos yang dikenakannya, berusaha membuat aliran udara di atas kulitnya yang lengket tak nyaman.

Dengan sengit diliriknya Doyoung yang melenggang dengan santai mengitari mobil.

Kenapa pemuda itu bisa nampak santai dan tak berkeringat sama sekali?

Daripada memikirkan masalah tak penting itu, Jaehyun mengedarkan pandangan ke sekitar, membaca huruf-huruf yang membentuk kata yang tak dikenalnya, mencoba mencari petunjuk dimana mereka sekarang berada.

Walau tak tahu sedang berada dimana, paling tidak kali ini Jaehyun yakin dia sudah berada di dekat pantai. Dia bisa merasakan dari panasnya udara dan pasir yang mengotori sandal santai yang dikenakannya.

Tapi sayang birunya laut belum nampak di depan mata.

"Dimana pantainya?" ia menuntut.

Doyoung memberi isyarat supaya Jaehyun mengikutinya, menyusur jalan yang cukup padat.

Sepuluh menit kemudian suara debur ombak mulai terlihat oleh Jaehyun. Berseru kegirangan dia berlari melewati Doyoung, siap menceburkan dirinya ke dalam air yang bergelombang.

Hanya untuk terhanti karena apa yang ada di depannya tak sesuai dengan harapan.

Ini bukan yang dicarinya.

Pantai di depannya berpasir gelap dengan air yang tak kalah gelapnya. Banyak manusia di sana, tapi tidak seperti hendak berwisata.

Dan yang lebih mengejutkan adalah banyaknya kapal-kapal berukuran sedang, berjajar sepanjang garis pantai.

Tanpa disadari oleh Jaehyun, Doyoung melangkah ke salah satu bangunan tunggal di tepi pantai, yang berfungsi sebagai loket dan kembali dengan dua tiket di tangan.

Ditepuknya pundak Jaehyun yang masih tak sanggup berkata dan membawa pemuda itu ke salah satu kapal tersebut.

Mereka duduk bersisian. Kelihatannya tak sedikitpun Doyoung berniat menjelaskan akan kemana mereka.

Pemuda yang hari ini hanya mengenakan t-shirt kebesaran itu malah menarik turun topi sehingga menutupi nyaris seluruh matanya. Tubuhnya mencari posisi yang nyaman.

Tanpa melihat ke arah Jaehyun dia bergumam. "Tidurlah! Perjalanannya panjang!"

Lalu setelahnya diam tak bersuara, serius dengan perkataannya sendiri dan tidur pulas.

***

Sampai sakarang Jaehyun tak bisa memahami apalagi menjelaskan bagaimana Doyoung bisa tidur sedemikian pulas. Sedangkan dirinya, jangankan bersandar, duduk saja terasa tak nyaman baginya.

Empat puluh lima menit kemudian terasa lebih menyiksa daripada apapun yang pernah dialami Jaehyun seumur hidup.

Kapal itu terantuk-antuk menghantam ombak, membuat penumpangnya terguncang-guncang dengan keras.

Seluruh tubuh Jaehyun merasakan sakit.

Pantatnya sakit. Punggungnya sakit.

Kaki dan tangannya sakit.

Suara dengkuran Doyoung yang begitu pulas makin membuat ketidaknyamannya terasa berlipat.

Apalagi ketika guncangan tak beraturan itu mulai menimbulkan rasa mual di perutnya.

Hal pertama yang dilakukan Jaehyun saat perahu sudah berhenti adalah memuntahkan seluruh sarapan mewah yang mengisi perutnya pagi tadi.

Doyoung yang dengan santai menguap sambil meregangkan badan bahkan sama sekali tak menanyakan keadaan, apalagi menunjukkan sedikit saja keinginan untuk membantu.

Pemuda kurus itu berjalan menyusuri jalan dengan Jaehyun yang terpaksa dan masih menahan mual mengikuti di belakangnya.

"Dimana kita?" Jaehyun yang sama sekali tak memiliki petunjuk bertanya.

"Nusa Penida."

Satu nama lagi yang tidak dikenali Jaehyun. "Dan kita mau apa di sini?" ia memastikan.

"Bukankah katamu ingin ke pantai?" Doyoung menoleh tiba-tiba sambil berbicara.

"Aku akan membawamu ke salah satu pantai terindah di dunia."

Lalu ia kembali melenggang dan menghampiri seorang pemuda lokal yang duduk di undakan batu yang memagari tepian pantai. Mereka berbincang-bincang. Jaehyun tak bisa memahami apa yang mereka bicarakan. Bukan karena jarak, tapi karena Doyoung menggunakan bahasa setempat.

Tak lama kemudian agaknya mereka mencapai sepakat. Dengan jarinya Doyoung memberi isyarat agar Jaehyun mendekat.

Penasaran akan apa yang tengah terjadi Jaehyun mengikuti.

Hanya untuk sekali lagi tak bisa berkata-kata.

***

"Kita akan naik ini?"

Kalau tadi pagi kadar keheranannya mencapai angka delapan dari sepuluh. Kini Jaehyun bisa menjamin dua belas dari sepuluh bukan nilai yang berlebihan.

Kendaraan yang satu ini kelihatan tak kalah tua.

Dan yang pasti tidak aman.

Doyoung tak menjawab, malahan melemparkan benda yang disimpulkan Jaehyun sebagai helm ke arahnya.

Dia yakin bulat bertali ini berfungsi sebagai alat pelindung kepala walau tak bisa memahami dimana letak perlindungannya jika tali pengikatnya saja tak bisa dikancingkan dengan sempurna.

"Apakah ini aman?" Jaehyun masih sangsi, memandang takut ke arah Doyoung yang sudah siap diatas sepeda bermotor itu.

Bahkan dia tidak menoleh sama sekali ke arah Jaehyun.

"Kamu mau ikut? Atau menunggu di sini?"

Jaehyun menatap ke sekelilingnya. Pelabuhan dengan beberapa kios di tepian. Bahkan pantainya terlihat biasa saja.

Tak ada apa-apa di sana.

Dan satu yang baru disadarinya. Dia berada di tempat asing dengan penduduk yang tak memahaminya.

Jaehyun mengumpati Doyoung yang sudah memberinya pilihan jauh dari adil.

***

Apakah tadi Jaehyun mengatakan empat puluh lima menitnya di atas kapal adalah neraka?

Tarik kata-katanya.

Tiga puluh menit di atas sepeda motor sudah memangkas setengah dari usia masa depannya.

Jalannya tak rata, berlubang di banyak tempat, nyaris tak beraspal di sepertiga perjalanan. Mereka melewati jalan sempit yang membelah perkampungan, dengan Doyoung berkendara kencang seakan benda ini tak memiliki pedal rem.

Anak kecil yang berlarian di tepi jalan, bersorak jika ada motor yang lewat. Ayam dan anjing yang nampak seakan menjadikan jalan umum sebagai lahan mencari makan.

Sampai sakit tenggorokan Jaehyun berteriak-teriak setiap kali Doyoung nyaris melindas seekor anak ayam atau salah satu anjing kampung yang tiba-tiba melompat ke tengah jalan.

Setelah rumah penduduk semakin jarang, mereka melintasi jalan berliku dengan pepohonan di sekeliling. Jaehyun mengumpat lagi dalam hati, tak bisa melawan ke tengah antah berantah mana lagi Doyoung membawanya.

Jantungnya sudah melewati empat fase kecepatan yang berbeda saat Doyoung memarkir kendaraan yang mereka lewati.

Dan Jaehyun masih tak melihat pantai yang konon terindah di dunia itu.

Doyoung tak mengomentari wajahnya yang nelangsa. Bahkan dia tak berkata apa-apa. Jaehyun hanya bisa membuntuti.

Menaikin undakan tanah yang terjal.

Ya Tuhan apa lagi ini? Jaehyun sudah kehabisan kata dan kemauan untuk memberontak saat dengan langkah terseok dia mengikuti Doyoung mendaki.

Dalam hati dia tak bisa memahami kenapa perjalanan wisatanya yang seharusnya menyenangkan berubah dalam sekejab mata menjadi pelatihan militer yang berat dan menyiksa.

Sudah habis nafas dan tenaganya. Sudah nyaris Jaehyun menyerah.

Satu Langkah yang membawanya ke puncak merubah segalanya.

Membuatnya terpaku.

Membuatnya terpukau.

Pemandangan yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Karang berbentuk unik yang ditumbuhi rumput hijau.

Menambah kontras perpaduan warnanya dengan pasir seputih mutiara dan laut biru cerah. Begitu bening hingga Jaehyun yakin dia bisa melihat dasarnya.

Dalam takjubnya Jaehyun hanya bisa menyebut nama Tuhan, bersyukur Sang Maha Besar sudah menciptakan tempat seindah ini.

"Sampai kapan kamu hendak berdiri di sana?" Doyoung benar-benar membuyarkan proses kekagumannya.

Dia berkacak pinggang nampak tak sabar. Jaehyun menatapnya tak paham, bertanya dengan gerakan mata.

"Ayo!" Ajak Doyoung. "Kita turun."

Turun?

Turun ke mana?

Baru kemudian Jaehyun melihatnya. Jalan setapak curam yang hanya dipagari pagar bambu ringkih menuju pantai berpuluh meter di bawahnya.

Kalau Jaehyun sudah sempat merasa ingin berterima kasih kepada Doyoung karena sudah membawanya kemari, rasa apresiasi itu menguap seketika bahkan sebelum sempat diungkapkan dengan kata.

***

Walau puluhan kali mengumpat karena nyaris tergelincir di jalan menurun yang bagi Jaehyun tak layak, ia tidak sempat bermuram durja lebih lama.

Pantai ini begitu indah. Kelingking Beach. Demikian namanya menurut Doyoung.

Pemandangan dari garis batas pantai tak kalah indah dengan dari atas.

Perkiraan Jaehyun tak salah. Pasirnya yang putih sangat lembut. Dia melepas sandalnya dan berlarian dengan bertelanjang kaki.

Ombaknya pun tak kalah menarik. Dari jarak dekat, airnya nampak nyaris kehijauan, begitu menggoda.

Tak meminta persetujuan siapapun, Jaehyun membuka kaos, melemparnya begitu saja, lalu melompat ke dalam air yang begitu menyegarkan.

Akhirnya dia mendapat apa yang diinginkannya.

Setelah merasa puas dan agak lelah berenang dan bermain air, Jaehyun kembali ke tepian. Dilihatnya Doyoung duduk bertopang dagu di garis batas ombak.

Jaehyun menuju ke tempat pemuda itu duduk, merebahkan dirinya begitu saja di atas pantai, tak memedulikan pasir yang menempel di punggung telanjang dan mengotori celana selututnya yang masih basah.

Ditutupnya mata menahan silau dengan sebelah tangan.

"Tidak berenang?" Tanyanya ke arah Doyoung, tak tahan berdiam diri.

"Tidak." Jawab pemuda itu singkat.

"Aku cukup sering kemari." Tambahnya saat teman perjalanannya itu menyangka dia tidak akan bercerita lebih panjang.

"Kamu sudah lama berada di sini?" tak bisa Jaehyun menahan penasarannya.

Hening sesaat, seolah Doyoung harus berhitung sebelum menjawab. Bahkan jawabannya tak terdengar pasti. "Cukup lama."

"Enak sekali hidupmu." Celetuk Jaehyun. "Bisa bersenang-senang terus."

Suara dengusan yang didengar Jaehyun sebagai jawaban atas ucapannya. Dia sedikit menggeser tangannya yang masih menutup mata untuk mengintip ke sisi.

Masih sempat dia melihat Doyoung menggeleng. Juga senyum sedih yang menghias wajahnya. Pandangannya lurus ke depan, seakan melihat sebuah obyek yang jauh.

"Tidak semua orang kemari untuk bersenang-senang." Suaranya lirih, seakan berbicara pada diri sendiri.

Yang mengakhiri perbincangan singkat mereka siang itu.


TBC



-eVe-

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

2.5K 167 13
Ranaya Adyatama Sakha, salah satu member JKT48 di gen 10. Bagaimanakah kehidupannya bersama senior senior di JKT48?
1.4M 81.6K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
249K 36.9K 68
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
1.9K 419 20
Note : Ini sequel dari cerita Rohis vs Gus Pesantren versi Ila dan Edwin. (Bisa dibaca terpisah). #seriescerita2 Dua insan yang saling mencintai, nam...