CATATAN PRESMA

By nawanday

7.5K 410 14

Waktu itu, Naela pikir keputusannya menerima tanggung jawab sebagai seorang Presiden Mahasiswa adalah suatu h... More

PRAKATA
PERKENALAN
1. Informasi Mengerikan
2. Janji Temu
3. Berbicara Tentang Keputusan
4. Memikirkan Keputusan
5. Sudut Paling Kanan, Ruang Penuh Ke-dilema-an
6. Musyawarah Kurang Sepakat
7. Sebuah Bantuan Dari Hisyam Danuraksa
8. Perihal Pelantikan
9. Diantara Faradina dan Abibayu
10. Sekelumit Pesan Dari Sang Koordinator
11. Naeka Adhyaksa Pangalila
12. Sinyal Rasa
14. Jeda
15. Dialog Koalisi
16. Konsolidasi (Daring)
17. Lampu Merah
18. Alter(n)atif
19. Persiapan Kongres
20. Pelantikan
21. Kongres
22. Resmi
23. Raker
24. Tiga Frekuensi Rasa
25. Menuju Konferensi Nasional
26. H-7

13. Rapat Besar Perdana

118 7 0
By nawanday

Naela merasa gugup saat satu per satu anggota mulai datang memenuhi ruang rapat. Mendadak dia merasa gelisah kalau-kalau tidak mampu memimpin forum dengan baik. Sedari tadi gadis itu berdiri di luar menyambut rekan-rekannya. Meski wajahnya tampak santai menunjukkan keramahan, kedua telapak tangannya lembab karena berkeringat.

"Syam, bawa tisu nggak?" Yang dipanggil mendekat.

"Kenapa Nae?"

"Bawa tisu, nggak?"

Hisyam menyadari tingkah Naela yang terlihat panik. Pemuda itu segera membuka tas untuk mencari barang yang dibutuhkannya. Tetapi belum ia menemukan, gerakannya tiba-tiba terhenti kala seseorang hadir menyodorkan sebungkus kecil tisu pada Naela tanpa permisi.

"Ini! Katanya butuh tisu?!" ujar Bayu. Jelas sekali Naela terkejut akan keberadaannya disana.

"Kamu dateng?" Naela masih terpaku. Yang gadis itu ingat Bayu tidak akan muncul hari ini sebab dua hari lalu pemuda itu mengatakan bahwa ia memiliki acara lain.

Cukup lama Bayu membiarkan tangannya terulur, akhirnya dia meraih tangan si gadis lantas memberi paksa tisu kepadanya.

Bagi Naela, entah kenapa waktu tiba-tiba terasa melambat. Seakan semesta menyuruhnya menghayati tiap adegan tak terduga itu. Membuat debaran gugup yang melanda kian menjadi-jadi. Ditambah sekelebat hembusan angin hadir turut mendramatisir keadaan. Tanpa sengaja keduanya saling berbagi senyum, menyebabkan seorang pria yang menyaksikan hal itu tak mampu menampik rasa cemburu.

"Aku masuk ke dalem dulu, Nae!" kata Hisyam begitu saja berlalu. Ranselnya masih terbuka. Tapi karena batinnya sudah digerogoti perasaan begah, dia memilih menenteng benda itu dengan langkah cepat.

Sementara Naela, gadis itu masih bertahan di posisinya. Hatinya tergelitik kala mengamati bungkus tisu dengan gambar bebek yang berada di genggamannya itu.

"Lucuuu!" ungkap gadis itu.

"Siapa?"

"Kamu." Setelah kata itu terucap, Naela praktis menutup mulutnya. Dia baru saja keceplosan. "E eh, bukan. Maksudnya gambar bungkus tisunya yang lucu," sanggahnya kala melihat Bayu melebarkan mata.

Tingkah Naela yang seperti itu justru membuat Bayu tergelak. Tanpa Naela dan Bayu ketahui, mereka menjadi tontonan orang-orang yang ada di dalam ruangan. Dari balik jendela beragam dugaan tercipta sebab interaksi keduanya. Mereka saling berbisik sembari geleng-geleng kepala sendiri.

"Syam, Naela bukannya pacaran sama kamu?" Celetuk seorang perempuan.

Ditanyai seperti itu, Hisyam makin kesal. Pemuda itu menoleh sekilas tanpa memberikan jawaban apapun.

"Aku takon mbok yo dijawab!" Ninda menggerutu sendiri karena pertanyaannya diabaikan. Padahal dia hanya penasaran mengenai rumor yang beredar tentang Hisyam dan Naela.

Menit berikutnya dua orang yang menjadi pusat perhatian masuk ke dalam ruangan. Menyebabkan banyak pasang mata tertuju pada mereka. Baik Naela atau Abibayu, keduanya sama-sama tokoh utama hari ini. Yang akan berada di depan, memimpin jalannya musyawarah hingga usai.

Naela menarik napas panjang sebelum memulai. Gadis itu menoleh hanya untuk mendapatkan anggukan pasti dari Bayu yang berada disampingnya. Naela menyisir bangku-bangku yang nyaris terisi semua. Hatinya lega, namun juga tak damai karena rasa cemas perlahan mendominasi dirinya.

Di luar tadi, berkali-kali Bayu memberi dukungan agar ia selalu percaya diri. Tapi segalanya seolah kembali ke setelan awal saat Naela benar-benar berdiri di hadapan banyak orang seperti sekarang. Susah payah ia menampakkan sebuah senyum, walau bibirnya bergetar karena gugup.

"Udah dateng semua kan ya?" Setelah bergelut dengan isi pikirannya sendiri, akhirnya kalimat itu yang berhasil dia keluarkan.

Naela memindai tiap ekspresi disana. Rekan-rekannya saling menyahut memberi jawaban atas pertanyaannya barusan. Senyum gadis itu mengembang, namun lekas memudar tatkala netranya bertemu dengan netra lelaki yang sejak tadi menatapnya dalam-dalam. Sorot mata itu tampak asing. Seperti bukan Hisyam yang ia kenal selama ini.

"Nae!" Gadis itu tersentak ketika lengannya disenggol Bayu. "Ayo mulai! Udah kumpul semua anak-anak."

Berusaha mengesampingkan kejadian barusan, Naela menegakkan tubuhnya. Sepatah dua kata ia lontarkan sebagai pembuka musyawarah, kemudian berlanjut ke inti pembahasan hasil dari diskusi di kedai tempo hari.

Gadis itu mulai menikmati jalannya rapat. Bayu sampai tak menemukan kesempatan untuk dirinya berdialog. Orang-orang disana seolah terhipnotis pada pembawaan Naela yang tampak fasih menyampaikan bahasan demi bahasan. Dimata mereka, gadis itu sungguh pandai bicara. Bahkan jika disandingkan dengan Faradina, mereka tidak akan jauh berbeda.

Dari samping, Bayu tak sedikitpun mengalihkan pandangan. Sembari memperhatikan, lelaki itu terus berpura-pura mencatat agar tak ada yang salah paham dengan sikapnya. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Hisyam. Pemuda itu konsisten mengawasi gerak-gerik pria yang bersanding dengan perempuan yang ia suka. Senyum tipis Bayu yang bertahan sejak awal musyawarah, cukup menjawab rasa penasaran Hisyam akan eksistensinya diantara dia dan Naela.

"Oke temen-temen, sampai disini ada yang mau ditanyakan? Atau ada yang ingin menyampaikan pendapat dan saran? Organisasi ini akan berjalan lebih baik apabila berbagai sisi turut berpartisipasi menyumbang ide dan masukan yang akan mendorong keefektifan organisasi."

Naela memberi kesempatan pada teman-temannya untuk berpikir sejenak. Tenggorakannya terasa kering sebab nyaris setengah jam dia berbicara tanpa jeda. Tepat setelah gadis itu meneguk air mineral yang diberi Bayu, seseorang mengangkat sebelah tangannya. Tidak hanya Naela, seluruh insan yang ada di ruangan itu praktis meminda atensi pada Hisyam.

"Iya, Syam? mau nanya atau memberi pendapat?" tanya Naela.

"Ngasih saran," sahut Hisyam datar. Sebelum bersuara lagi, pemuda itu menatap Bayu sebentar demi meyakinkan diri tentang keputusannya mengungkapkan pendapat yang mungkin akan merugikan dirinya juga.

"Biar organisasi ini aman dari niat terselubung yang akan merugikan banyak pihak, bukankah sebaiknya menerapkan aturan tidak tertulis yang melarang adanya cinta lokasi antar anggota?"

Diluar dugaan, semua orang justru tergelak setelah mendengarnya. Membuat Hisyam terpaksa menghentikan kalimatnya hingga mereka menyelesaikan tawanya.

"Mungkin bagi kalian ini terdengar receh atau sepele. Tapi mau nggak mau, hal kayak gini itu cukup mengganggu mekanisme jalannya organisasi. Misal beneran kejadian ada yang cinlok. Eh di tengah jalan putus dan jadi asing. Terus salah satu atau bahkan dua-duanya males mau hadir kegiatan karena bakal ketemu mantan gebetan atau mantan apalah itu. Yang rugi siapa? Yang kena imbasnya siapa? Jadi mending mencegah dulu daripada terusik di tengah-tengah proker nanti."

Kali ini suasana mendadak sunyi. Orang-orang yang ada disana saling melempar pandang seraya mengangguk-angguk setuju. Sedangkan Naela, gadis itu cukup terkejut menyaksikan Hisyam berucap panjang lebar dengan raut wajah serius. Saat ia menuntut jawaban melalui sorot mata, pemuda itu malah mengalihkan pandangan ke sembarang arah.

"Tapi kalau menurut saya ..." celetuk Bayu memecah keheningan. "Nggak ada salahnya kalau misal hal yang anda sebut 'cinta lokasi' itu kejadian. Sebab persoalan tersebut berhubungan dengan naluri hati manusia yang nggak bisa kita duga maupun cegah kehadirannya."

"Yang bilang harus mencegah perasaannya, siapa?" Hisyam dengan cepat menanggapi. "Jelas-jelas saya bilang terapkan aturan larangan cinta lokasi antar anggota BEM. Yang berarti perwujudan dari rasa itu yang dilarang, bukan perasaannya. Kalau perasaannya mah terserah masing-masing aja! Mau dipendam sampai akhir kepengurusan atau dikubur dalam-dalam juga terserah."

"Tetep aja nggak ada bedanya. Yang ada kita malah membatasi hak kebebasan tiap orang."

Mendengar itu, Hisyam melipat tangannya di depan dada. "Kekeh banget sih Pak Wapres?! udah ada yang diincer di BEM, kah?" katanya sembari menarik satu sudut bibirnya.

"Maksudnya?" Emosi Bayu hampir tersulut karenanya. Lelaki itu mengepalkan kedua tangan dan melayangkan tatapan tajam pada Hisyam.

"Nggak ada," jawab Hisyam mengedikkan bahu santai. "Jadi mengenai saran saya, apakah bisa dipertimbangkan, Bu Presma?" timpalnya beralih memandang Naela.

Gadis itu cukup kesulitan memikirkan tanggapan. Dia sadar--sejak dua lelaki itu beradu argumen, keadaan seketika menegang. Pendapat Hisyam tidak bisa ia tolak mentah-mentah, sebab pemuda itu menyelipkan alasan yang kuat. Namun, jawaban Bayu juga tidak bisa ia tepis begitu saja. Entah mengapa Naela tiba-tiba merasa seakan ada sesuatu yang tersembunyi diantara keduanya.

"Begini ..." ujar Naela. "Sebelumnya terimakasih saya sampaikan pada Hisyam karena telah memberi masukan untuk organisasi ini. Terkait solusi dari perbedaan opini yang baru saja kita dengarkan bersama, bagaimana jika kita melakukan voting untuk menentukan keputusan tentang diberlakukan atau tidaknya aturan tidak tertulis ini?"

"Setuju." Salah satu rekan merespon. "Biar Presma nggak terlalu mikir berat juga," timpal lelaki bernama Hengky itu.

Naela hanya menampilkan seulas senyum tipis sebagai balasan. "Oke. Yang setuju sama pendapatnya Hisyam, silahkan angkat tangan!"

Satu per satu orang yang ada di ruangan itu mulai mengangkat sebelah tangannya. Rahang Bayu mengeras tatkala menyaksikan banyak yang tidak sejalan dengannya. Lelaki itu makin-makin dibuat kesal saat Hisyam menaikkan satu alisnya.

"Baguslah. Ternyata masih banyak yang mau menjalankan organisasi ini dengan benar," seru Hisyam sengaja melirik ke arah Bayu.

Naela pun tak bisa mengelak lagi. Melihat hampir semua orang mengangkat tangannya, maka sudah dapat disimpulkan bahwa aturan tidak tertulis itu harus benar-benar diterapkan.

Setelah itu, sesi musyawarah berlanjut pada perundingan program kerja tiap segmen organisasi. Naela hanya mengawasi lantas sesekali menghampiri tiap kelompok demi memastikan diskusi berjalan semestinya. Gadis itu meninggalkan Bayu yang justru memilih bergelut dengan ponselnya sendiri.

Aktivitas kali ini cukup memakan waktu. Hingga setelah 75 menit lamanya, musyawarah perdana resmi ditutup. Semua orang mengemasi barang kemudian melenggang pergi setelah berpamitan pada Naela.

"Untuk badan pengurus inti, tolong jangan pulang dulu yaa! Ada hal penting yang perlu kita diskusikan soalnya. Nggak akan lama kok," seru Naela begitu menyadari hanya segelintir insan yang masih menetap di ruangan itu. Beruntung orang-orang yang ia maksud masih lengkap.

"Aku nggak bisa," sahut Bayu. Naela menoleh dan ia melihat pemuda itu berdiri jauh darinya.

"Kenapa?"

"Aku ada urusan penting," jawab Bayu datar.

"Sepenting apa sih?" Hisyam mendekat ke arah mereka. "Presma kan bilang sebentar doang. Kira-kira sampai setengah jam nggak, Nae?"

Yang ditanya kontan menggeleng. "Lima belas menit paling lama."

"Sorry ... aku tetep nggak bisa," kekeh Bayu. Pemuda itu menatap tiap wajah yang ada disana. "Aku pamit dulu!"

Tak ada yang menyanggah lagi. Mereka membiarkan Bayu pergi begitu saja. Walau tak mengutarakan, kentara sekali lelaki itu tengah kesal pada sesuatu. Hal itu membuat Naela memilih bungkam dan tidak mencegahnya. Dia hanya menghela napas lantas memandang Hisyam dengan mimik wajah memelas.

Hisyam memangkas jarak untuk sekadar menepuk pelan pundak Naela beberapa kali. "Yang kayak gitu nggak usah dipikirin! Fokus aja sama yang ada!" gumamnya seolah tahu apa yang mengganggu pikiran gadis disampingnya.

°°°°°°

Naela langsung merebahkan badannya di kasur begitu sampai di kamar. Gadis itu meregangkan tubuh seraya menatap langit-langit kamar yang berwarna abu-abu pastel kesukaannya.

Benak gadis itu seakan masih tertinggal di kampus walau raganya sudah melenggang jauh meninggalkannya. Bising suara yang tercipta dari kolaborasi palu, paku, kayu dan tangan Ayah yang berasal dari lantai bawah terdengar bagai iringan musik aliran metal yang turut meramaikan isi kepalanya. Belum lagi bunyi nyaring dari rumah tetangga yang tengah memasang keramik. Hari ini--baik dari dalam maupun luar, Naela seolah dikepung kegaduhan yang membuatnya tak berhenti berdecak sebal.

Bukan hanya persoalan Bayu yang tiba-tiba pulang tanpa alasan jelas, perubahan Hisyam padanya pun berhasil membuat gadis itu keheranan setengah mati. Selesai musyawarah internal tadi pemuda itu terang-terangan menghindari dirinya.

Jika biasanya Hisyam akan selalu menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, atau sekadar menemani Naela manakala gadis itu membawa motor sendiri, selepas rapat tadi berbeda. Hisyam malah mengajak perempuan bernama Desi untuk pulang bersamanya. Bahkan saat Naela terus-terusan menatap keduanya, Hisyam terlihat masa bodoh akan keberadaan dirinya.

Naela perlahan memijat pelipis. Karena masih mengenakan celana panjang, ia tak segan meregangkan kakinya lebar-lebar. Sesekali gadis itu menyugar rambutnya dan berakhir kedua tangannya ia jadikan tumpuan kepala.

Debar-debar gugup tak lagi mengganggu. Naela cukup puas dengan performanya hari ini. Benaknya kembali menampilkan cuplikan-cuplikan musyawarah yang berhasil membuat kedua sudut bibirnya terangkat sempurna. Tetapi dalam sekejap luntur sebab lagi-lagi tingkah aneh dua pemuda seolah menyerobot paksa meminta untuk dipikirkan.

Gadis itu menghembuskan napas kasar. Sebelah tangannya terulur hendak mengambil ponsel yang ia simpan di tas. Meski enggan, Naela akan mencoba menghubungi Hisyam lebih dulu. Dia tidak tahan jika harus menebak-nebak penyebab perubahan sikap pemuda itu.

Jari jemarinya mulai menggulir layar. Memeriksa deretan pesan sebelum dia memutuskan mengetik sepatah dua kata untuk menginterogasi Hisyam. Namun, alih-alih berhenti pada tujuan yang seharusnya, netra gadis itu terkunci pada sebuah nomor tak bernama. Naela berusaha mengingat kapan dirinya membuka pesan itu sembari membaca ulang tiap kata yang terangkai disana. Matanya praktis membelalak tatkala ucapan salah satu rekannya seakan terdengar nyaring di tengah keheningan kamar itu.

"Koordinator persatuan BEM PTS Surabaya berusaha membangun komunikasi dengan BEM kita. Katanya, sekitar semingguan yang lalu dia chat presma. Jadi gimana, bu pres? Aku dihubungi temenku  yang ada di kampus lain soalnya."

Seperti itu kira-kira Anggik memberitahu Naela saat musyawarah tadi.

Memang Naela mengiyakan ucapan temannya itu. Namun ia melakukannya semata-mata agar obrolannya terhenti sebab benaknya cukup dibuat kelabakan oleh perilaku Hisyam dan Bayu. Sehingga dia cukup terkejut menemukan pesan yang telah dibaca tetapi dirinya tak ingat kapan membukanya.

Meski telat, gadis itu berhasil mengetik tiga baris pesan sebagai balasan. Naela juga menyelipkan permintaan maaf disana. Karena penasaran, dia memeriksa profil seseorang yang mengaku bernama Naeka Adhyaksa Pangalila itu. Bibirnya menipis saat menyadari bahwa nama mereka memiliki kesamaan.

"Cakep juga," lirihnya senyam-senyum sendiri.

"Koyok wong gendeng ngguya-ngguyu dewe." Naela tersentak begitu mendengar suara seseorang menginterupsi keheningan. Gadis itu kian melebarkan kakinya hendak memeriksa siapa gerangan yang tanpa permisi masuk ke kamar dan mengganggu istirahatnya.

"Jangkrik!! Melbu kamar ndak ngetok lawang disek!" pekik Naela saat melihat sosok Zidan berdiri di tengah pintu sambil bertolak pinggang.

"Wedok-wedok sikile, ckckck." Bocah itu geleng-geleng kepala sendiri.

"Lapo se dan?"

"Wes mangan?"

"Males."

"Ayo mangan mie bareng!"

Naela kontan mengubah posisinya. Gadis itu duduk sembari menatap penuh selidik bocah yang tak mengalihkan pandangan darinya.

"Curiga aku."

"Opo?"

"Pasti aku diajak karena kamu males bikin mie. Ya, kan?"

Mendengar itu, Zidan merotasikan bola mata malas. "Sebagai manusia yang budiman, sudah selayaknya kita selalu berprasangka baik terhadap sesama." Dia menghentikan kalimatnya, kemudian berbalik meninggalkan Naela begitu saja.

"Mie ne wes mateng! Nek luwe tak enteni neng ngisor!" Seru Zidan saat sosoknya tak lagi terlihat oleh Naela.

Buru-buru gadis itu menyusul sebab kebetulan perutnya berbunyi setelah adiknya selesai bicara . Ponsel yang sedari tadi menemani, dia biarkan tergeletak diatas kasur. Baru tujuh menit Naela tinggalkan, layar ponselnya menyala. Menampilkan sebuah pesan balasan dari seseorang yang menyebut dirinya sebagai koordinator aliansi badan eksekutif mahasiswa PTS Surabaya.

......

Continue Reading

You'll Also Like

6.4K 857 22
"Jika bisa, saya ingin memberikan segalanya yang saya punya untuknya. Sekalipun itu nyawa." Hanya kisah picisan seorang lelaki yang bercita-cita meng...
319K 36.1K 39
[Part of Collaboration To Celebrate NCT Dream's Anniversary - HAECHAN as Albirru] Versi buku bisa dibeli di Shopee Lunarbooks.id "Tidak ada yang lain...
498K 37.1K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
2K 307 41
Azriel Jemian Pradipta namanya, kerap di panggil Jemian atau ian. Cowok misterius yang menjadi wakil ketua Dream Riders Gang atau biasa disingkat DRG...