Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

15K 2.4K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°34°

294 45 8
By slayernominee

.
.
.
.
.

Hana tak terlalu terkejut saat mengetahui Kisami ditolak mentah-mentah bahkan diusir dari istana oleh putra mahkota. Dia sudah tahu itu kemungkinan besar akan terjadi. Dia hanya menggunakan Kisami untuk memastikan sebuah hal, dan melihat apa yang terjadi, itu membuat jawaban akan pertanyaannya jelas.

Bakugou memang memiliki perasaan dengan Midoriya, jadi dia tak menginginkan adanya calon pengantin yang lain.

"Kudengar Yang Mulia pergi dari istana pagi ini." Pikir Hana. Dia bisa menebak apa tujuan Bakugou pergi meski pria itu baru tiba di istana kemarin.

Keinginan untuk memisahkan mereka masih membara dalam hatinya. Bahkan jika Bakugou tak menerima Midoriya lagi istana, pastinya pria itu tetap tak akan menghukum mati gadis itu. Itu saja tidak akan cukup bagi Hana.

Mata Hana menatap tajam keluar jendela kamarnya. "Aku akan menemukan gadis itu sebelum Yang Mulia bisa."

.
.
.

Beberapa hari kemudian, kediaman Todoroki mendengar jika Bakugou bergerak untuk mencari keberadaan Midoriya meski telah mengutus pasukan pencari.

Menemui Bakugou secara resmi akan terlalu berisiko. Todoroki pun meminta Iida untuk mencaritahu dimana Bakugou sedang melakukan pencarian agar dia bisa bertemu diam-diam.

Malamnya, Iida mendapat informasi jika Bakugou ada di daerah yang belum terlalu jauh. Di sekitar pinggiran kota. Todoroki pun bergegas pergi ke tempat itu.

Mereka tiba di sebuah penginapan. Iida datang mengetuk ruang menginap Bakugou.

Pintu terbuka. Putra mahkota itu sedikit terkejut melihat kehadirannya.

"Dari mana kau tahu aku di sini?"

Iida menunduk. "Maafkan saya Yang Mulia, saya mencari Anda atas perintah Todoroki-sama."

"Todoroki?"

"Ya, dia menunggu Anda di luar penginapan." Iida melihat sekitar, sebelum berbisik. "Kami punya sesuatu untuk dibicarakan. Mengenai Midoriya."

Tidak perlu ajakan lebih jauh begitu Bakugou mendengar nama itu. Dia memanggil Kirishima yang ada di kamar lain untuk ikut mendengar pembicaraan mereka.

Diantar menuju bar kecil yang sepi pengunjung, Iida duduk di kursi meja di mana Todoroki sudah menunggu dengan segelas bir. Bakugou dan Kirishima ikut duduk dengan tenang.

Todoroki tersenyum kecil. "Akan kupesankan untuk kalian, untuk menemani pembicaraan kita."

"Tidak perlu." Ujar Bakugou. "Aku tidak dalam kondisi yang nyaman untuk menikmati minuman."

Kirishima juga mengangguk setuju. Akhirnya Todoroki hanya memesankan satu gelas bir lagi untuk Iida.

"Jadi?" Tanya Bakugou setelah mereka sempat diam sejenak.

"Terima kasih sudah mau menerima panggilan saya, Yang Mulia." Ujar Todoroki pelan. "Saya pastikan hal yang akan saya bicarakan akan sangat berguna untuk membantu Anda."

Bakugou diam menatap, menunggu lanjutannya.

Manik dwi warna Todoroki berpendar samar. "Midoriya, dia datang ke kediaman saya saat menghilang dari penjara istana."

Bakugou dan Kirishima mengernyit. "Apa?"

Todoroki pun menceritakan apa yang terjadi. Mulai dari malam saat tiba-tiba Midoriya menyelinap ke kediamannya bersama dengan Sumire dan Giro. Bagainana kemudian mereka menceritakan segalanya yang terjadi istana, kenapa dia ditangkap, alasannya berbohong, kenapa Sumire dan Giro bisa bersamanya, dan kenapa mereka memutuskan untuk kabur, kemudian tiba di tempatnya.

Bakugou dan Kirishima mendengar alasan di balik Midoriya menipu seisi istana. Mengetahui itu, mereka terdiam.

"Selain masalah soal Midoriya, Anda dengar saya membahas soal alasan Giro diserang dan dipenjara. Ada sebuah niat pemberontakan di istana. Apa akan baik-baik saja Anda pergi dari istana saat ini?" Tanya Todoroki.

"Tidak masalah." Ucap Bakugou. "Koshi ada di istana, segera setelah aku mengabarinya dia akan mengatasi hal itu selama aku pergi."

Todoroki dan Iida melihat Bakugou begitu percaya diri dengan kemampuannya. Dia yakin pemberontakan itu tidak akan pernah terjadi. Yah, memang masuk akal. Melawan Bakugou dengan pasukan hebat dan kekuasaannya, Todoroki yakin tidak banyak prajurit istana yang setuju bergabung dengan kelompok pemberontak. Sebenarnya bodoh untuk berpikir ingin melengserkan calon kaisar sekuat dia.

Daripada soal istana, Bakugou lebih memikirkan hal lain saat ini. Dia terdiam merenungkan segela informasi yang baru dia peroleh.

"Lalu," Kirishima bicara. "Apa Midoriya baik-baik saja di tempatmu?"

Ah, benar. Todoroki belum selesai bercerita. Pada hal yang paling penting.

"Midoriya..." Todoroki menatap gelas birnya yang separuh kosong. "...dia pergi beberapa hari lalu. Sehari sebelum Yang Mulia tiba di istana."

Bakugou menatap terkejut. "Jadi dia tidak ada bersamamu?"

"Ya... maafkan saya."

"Sumire dan Giro juga bersamanya?"

Todoroki menggeleng. "Midoriya pergi sendirian. Malam itu, tidak ada yang tahu bagaimana dia bisa pergi tanpa ada yang menyadarinya. Esoknya ruangannya sudah kosong, dan dia meninggalkan surat yang memintaku untuk menjaga Sumire dan Giro. Dia bilang istana sudah mencurigai kediamanku, tapi dia tak mengatakan jelasnya. Dia bilang dia baik-baik saja."

Bakugou mengernyit berpikir. Tapi dia tak menemukan dugaan soal kenapa Midoriya pergi dan bagaimana.

"Apa kau tahu sesuatu soal ke mana dia ingin pergi?"

Todoroki kembali menggeleng. "Dia bahkan tak pernah mau memberitahukan di mana rumahnya, dia tak ingin melibatkan siapapun jika masalah sampai di rumahnya."

Bakugou menggertakkan giginya kesal. "Dia... dasar bodoh."

Kirishima mengernyit cemas. Masalah sudah jadi lebih mengkhawatirkan. Andai mereka tiba di istana sehari lebih awal, Midoriya masih ada di kediaman Todoroki.

Namun masalah tak berhenti di sana.

"Sebenarnya, ada satu hal lagi."

"Katakan." Bakugou tengah mencoba menahan diri untuk tak menghancurkan meja di depan mereka.

Kali ini Todoroki terdiam sejenak. Rautnya dan juga Iida berubah jadi lebih cemas dan gelisah. Hal itu mengirimkan firasat yang lebih buruk pada Bakugou dan Kirishima.

"Beberapa hari lalu..." Todoroki akhirnya bicara. "Midoriya tiba-tiba batuk darah dan pingsan." Dua orang tamunya beraut terkejut, tapi dia lanjut bicara. "Saat datang dia memang bilang kalau dirinya tengah sakit, tapi dia bilang itu hanya sakit biasa. Saya panik saya itu terjadi, namun untungnya Midoriya siuman esok harinya."

"Di istana dia memang sering sakit, tapi kami belum pernah melihat dia sampai batuk darah." Ujar Kirishima. Semakin bertambah hal lain yang terjadi saat mereka pergi dari istana.

"Saya pun meminta tabib pribadi saya untuk memeriksanya. Saya pikir itu hanya penyakitnya saja yang bertambah parah, tapi tabib bilang ada sesuatu yang aneh. Dia pun melakukan penelitian selama beberapa hari. Sekitar dua hari setelah Midoriya pergi, tabib itu datang pada saya dengan terburu-buru."

Manik dwi warna Todoroki menatap mereka dengan semburat yang menandakan sebuah hal buruk.

"Dia bilang ada racun yang sangat berbahaya dalam tubuh Midoriya."

Bakugou dan Kirishima terdiam sepenuhnya. Mereka membeku.

Racun.

Jadi Midoriya bukan sakit karena kondisi tubuhnya sendiri?

Bakugou dengan kaku membuka mulutnya. "Apa maksudmu...?" Dia berusaha keras untuk bicara. "Racun apa? Kami selalu melakukan pemeriksaan padanya, tidak pernah mereka mengatakan ada racun dalam tubuhnya."

"Karena itu tabib mengatakan itu sangat bahaya." Kali ini Iida yang menjawab. "Dia bilang itu jenis racun yang sulit sekali untuk dideteksi jika sampai masuk ke tubuh seseorang."

"Jenis racun macam apa itu?"

"Tabib bilang itu adalah sebuah racun yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Namun mereka pernah mendengar rumor soal adanya racun yang hampir mustahil terdeteksi, banyak yang menganggapnya hanya bualan belaka karena tidak jelas juga darimana dan bagaimana racun itu bisa terbentuk.

"Dikatakan karena racun itu hampir seperti menyamar sepenuhnya, penderita yang menelan racun itu akan dianggap menderita sakit yang muncul karena alasan biasa. Untuk dosis kecil tak akan masalah, seiring waktu nantinya penderita akan sembuh. Namun jika terus terpapar, kondisi tubuhnya akan terus memburuk, membuat bingung orang-orang karena tak menemukan alasan dari memburuknya kondisi penderita. Seiring berjalannya waktu... penderita akan tewas tanpa diketahui jika dia sebenarnya menderita karena racun di dalam tubuh."

Kirishima menatap dengan raut horor. "Dia baru mulai sakit saat ada di istana... jadi dia..." jenderal itu gemetar. "...seseorang di istana meracuninya."

Tangan Bakugou mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras, darah dalam arterinya mendidih.

Kirishima menelan ludah melihat manik merah Bakugou yang menunjukkan amarah membara dalam dirinya.

"Gawat," pikirnya.

Saat dulu dia melihat Bakugou sebegitu marahnya, putra mahkota itu menghancurkan seisi ruangan.

Dia harus segera membawa Bakugou keluar jika dia tidak ingin bar kecil itu hancur. Namun, baru saja dia membuka mulut, dia terkejut saat Bakugou tiba-tiba bangkit dari kursinya.

"Baiklah." Ucap Bakugou. Matanya masih memancarkan kemarahan, tapi dia berhasil menahan diri untuk tetap tenang. "Terima kasih untuk segala informasimu, Todoroki. Aku akan membalas budimu nanti, saat ini aku ada urusan yang lebih penting untuk dilakukan." Setelah itu, dia berjalan keluar dari bar.

Kirishima menatak kepergiannya, menghela napas lega. "Aku juga harus pergi, terima kasih, Todoroki, Iida. Aku akan mengabari kalian nanti." Dia berdiri dari kursinya.

"Apa..." Todoroki bersuara. "Jika kalian sudah menemukan Midoriya, atas penipuannya, apa Bakugou-sama akan menghukumnya...?"

Kirishima beraut sedih. "Aku tidak tahu. Sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi. Tapi aku berharap tidak akan ada hal buruk nantinya." Jenderal itu tersenyum kecil dan menepuk pundak kedua temannya itu. "Sampai jumpa."

Todoroki dan Iida mengangguk. Dia menatap ke gelas birnya setelah dua tamunya pergi.

"Apa kau tidak berpikiran untuk ikut mencari Midoriya dengan Yang Mulia?" Tanya Iida, menenggak birnya.

"Entahlah..." manik dwi warna Todoroki merfleksikan cahaya yang bir kilaukan dari lampu bar. "Aku ingin membantu, tapi... entah kenapa aku merasa tak bisa ikut campur dalam hal itu."

Iida menghela napas pelan. Menepuk punggung Todoroki pelan. Mereka berdua pun tetap duduk dalam bar selagi menghabiskan bir mereka dengan sunyi.

Di luar, Kirishima bergegas menyusul Bakugou yang sudah pergi dari bar agak jauh. Langkahnya Bakugou begitu cepat saat dia marah.

Setelah berhasil tiba di samping Bakugou, jenderal itu bertanya. "Apa yang Anda kini ingin lakukan, Bakugou-sama?"

Manik crimson Bakugou menatap tajam ke depan. "Aku akan mengirimkan surat ke istana, Koshi akan menyelidiki segala hal saat kita pergi.

Kirishima mengangguk. Benar. Apa yang mereka dengar soal istana memang merupakan masalah besar, tapi mereka tidak punya waktu untuk itu. Koshi akan mengatasi masalah istana. Sementara, Bakugou dan Kirishima melanjutkan perjalanan untuk mencari Midoriya. Jika yang dikatakan Todoroki soal kondisi gadis itu benar, maka mereka tak akan punya banyak waktu.

Mereka harus bergegas.

.
.
.
.
.

Midoriya turun dari kapal. Setelah beberapa hari mengarungi lautan, dia akhirnya turun dari kendaraan air besar itu bersama ratusan penumpang lain.

Malam itu, saat dia keluar dari kediaman Todoroki bersama sosok yang mengenalkan dirinya sebagai Nobu. Pria itu seharusnya dikirim untuk mencari dan membunuhnya, tapi karena merasa berhutang budi, dia pun melepaskan Midoriya dan membantunya pergi dari rumah Todoroki.

Berhasil pergi diam-diam, Nobu kemudian membawanya ke sebuah tempat yang cukup sepi dan aman.

"Terima kasih." Midoriya menstabilkan napasnya, mereka buru-buru tadi.

Nobu mengangguk. "Ke mana kau akan pergi?"

Meski Nobu seorang pembunuh bayaran, Midoriya yakin tak akan masalah untuk memberitahu tujuannya. Karena Nobu sendiri sudah menyelamatkannya, dia yakin pria itu tak akan berbuat buruk padanya.

"Tempat asalku," jawab Midoriya. "Di seberang pulau."

Nobu mengernyit. "Kau akan menyebrangi pulau? Apa kau bahkan punya uang untuk membayar kapal penyebrangan?"

Midoriya menggaruk pipinya. "Aku punya sedikit." Meski dia berkata begitu, sebenarnya uangnya tak akan cukup untuk membayar kapal. Kalau dia mau, dia bisa membawa uang atau beberapa barang berharga dari kediaman Todoroki, tapi dia tak mau mencuri meski Todoroki tak akan mempermasalahkan itu.

Tak masalah, Midoriya bisa mencari uang dengan bekerja paruh waktu selama beberapa hari, dan kemudian pergi menyebrangi pulau.

Namun Nobu tahu gadis itu berbohong. "Ikut aku."

Midoriya mengerjap. "Ke mana?"

Nobu tak menjawab dan hanya berjalan pergi. Midoriya mau tak mau pun mengikutinya dengan bingung.

Beberapa saat kemudian Midoriya tiba di depan sebuah rumah kecil.

"Ini bukan rumahku, tapi jangan khawatir. Kau bisa bermalam di sini sampai besok." Ujar Nobu.

"Eh?" Midoriya terkejut. "Bermalam? Tapi kau bilang tadi tak akan peduli kemana aku pergi."

"Situasi tidak mendukung untuk kau mencari uang demi menyebrang pulau." Ujar Nobu, Midoriya tersipu tipis karena niatnya ketahuan. "Kau harus segera pergi, aku akan membantumu menaiki kapal besok."

"Kau repot-repot membantuku..."

"Ini juga sebagai balas budiku."

Midoriya berpikir mungkin seharusnya dia tadi diam saja, jadi Nobu tak perlu membantunya lebih jauh. Namun dia memang tak bisa menampik fakta jika tak aman baginya jika tak segera pergi.

"Baiklah, terima kasih banyak."

"Aku akan datang besok pagi. Di dalam hanya ada sedikit barang, tapi kau masih bisa menggunakannya untuk tidur."

"Ya, tidak masalah. Itu sudah sangat cukup."

Nobu pun pergi. Midoriya masuk ke rumah kecil itu. Di dalam memang tidak banyak barang seperti kata pria itu. Hanya ada dapur kecil, kamar mandi sederhana, dan ruang kosong yang bisa digunakan untuk apa saja.

Midoriya membuka lemari pendek dan menemukan satu set futon bersih. Kalau ini bukan rumah Nobu, pasti itu adalah sejenis markas. Mungkin sesekali pria itu tidur di sini, karena rumah kecil itu nampak bersih meski tak berpenghuni.

Menggelar futon, Midoriya berbaring dan menyelimuti dirinya. Tempat itu sangat sunyi senyap karena hanya ada di seorang. Dia menatap ke langit-langit yang sedikit bersarang laba-laba.

Segalanya terasa terjadi begitu cepat. Midoriya berbaring menyamping dan menutup matanya. Jatuh tidur.

.
.

Esok harinya Midoriya menemukan beberapa benda tergeletak di samping futonnya. Mengusap matanya yang masih mengantuk, dia melihat ke barang-barang itu.

Sebuah pakaian polos untuk perempuan, jubah coklat, dan kantung yang berisikan sejumlah uang. Midoriya melihat ke arah pintu yang tertutup. Dia tidak tahu kapan Nobu datang, tapi pria itu pasti terburu-buru. Dia tak boleh dicurigai membantu seorang penipu melarikan diri.

Midoriya benar-benar telah banyak dibantu. Dia sedih karena tak bisa membalas budi. Namun teringat sesuatu saat berkeliling sejenak di rumah itu kemarin, dia pun beranjak berdiri.

Beberapa saat kemudian Midoriya sudah mengenakan pakaian polos dan jubah yang Nobu berikan. Itu akan membantunya menyamar, jubah akan menutupi rambutnya dari kemungkinan dikenali seseorang.

Dia menyimpan kantung uang baik-baik dan pergi setelah memastikan di luar tak ada siapapun yang akan melihatnya. Midoriya pergi menuju pelabuhan terdekat.

Siang hari, Nobu kembali ke rumah kecil itu untuk memeriksa. Barang-barang yang dia tinggalkan sudah diambil. Namun ada satu yang ditempatkan di atas lipatan futon. Midoriya meninggalkan beberapa onigiri sederhana yang dia buat di dapur pagi buta tadi.

Nobu mengerjap. Di dapur itu dia rasa tak ada banyak bahan makanan, tapi gadis itu bisa membuat sesuatu. Dia mendekat, onigiri itu jelas sudah dingin. Midoriya tahu Nobu tak akan kembali dalam waktu dekat, jadi dia membuat sesuatu yang masih bisa dimakan setidaknya dalam satu hari. Itu balas budi kecilnya. Nobu pun duduk dan menyantap onigiri itu.

"Enak." Gumamnya pelan.

.
.

Midoriya melihat ke pelabuhan seberang tempat dia berada sekarang. Dalam hati dia berterima kasih pada Nobu yang telah membuatnya mampu menyebrangi pulau dengan kapal.

Dia melihat ke pemandangan pulau yang sudah lama tidak dia jejaki itu.

"Sudah setahun lebih." Pikirnya.

Akhirnya dia ada di pulau asalnya. Meski dia datang dengan masalah, dia memiliki tujuan. Midoriya memperbaiki jubahnya yang tertiup angin dan melangkah pergi.

.
.
.
.
.

"Bakugou-sama." Panggil Kirishima setelah dia keluar dari penginapan pagi tadi.

"Ada apa?"

"Saya tahu di mana Midoriya mungkin berada."

Putra mahkota itu mengernyit. "Bagaimana bisa?"

"Anda ingat cerita dewan pengadilan soal Kisami yang mengatakan sesuatu tentang panti asuhan pada Midoriya di penjara?"

"Ya."

"Dari sana saya terpikir untuk mencaritahu apa Kisami dan Midoriya ada hubungan tertentu. Setelahnya saya menemukan jika dalam kekuasaan tanah yang keluarga Kisami miliki, ada sebuah panti asuhan yang berdiri di daerahnya. Todoroki bilang Midoriya pergi untuk melindungi orang-orang yang dia kenal dari ancaman Kisami. Jadi kemungkinan besar..."

"Dia ada di sana." Bakugou menatap tak percaya. "Di mana panti asuhan itu?"

"Di daerah seberang pulau."

Putra mahkota itu menyeringai. "Kerja bagus. Segera bersiap, kita akan pergi hari ini juga."

Kirishima tersenyum, mengangguk. "Baik."

.
.
.
.
.

Midoriya mengintip ke sebuah tempat dari balik pohon di tepi pagar. Terdengar suara riang anak-anak yang bermain-main di pekarangan rumah yang cukup besar.

Senyuman terbentuk di wajahnya. Sudah lama dia tak melihat pemandangan itu, dia rindu.

Saat itu, seorang anak menyadari kehadirannya di balik pohon.

"Ah! Midoriya nee-chan!" Pekiknya girang.

Midoriya terkejut, tapi segera anak-anak lain juga menyadarinya dan berlari mendatanginya.

Mendengar keributan aneh anak-anak di luar, para penjaga panti keluar melihat keadaan. Mereka melihat sosok yang tak asing tengah memeluk dan dikerubungi oleh anak-anak.

Mereka menatap tak percaya. "Midoriya!" Seru Uraraka, Mina, dan Kaminari. Mereka pun juga mendatangi gadis itu.

Mereka bertiga menyambutnya dengan meriah dan hangat. Midoriya tersenyum lebar dan tertawa. Dia sungguh telah kembali ke rumahnya, tempat kebahagiaan awalnya berada.

Namun dia tahu dirinya tak akan bisa menikmati kebahagiaan itu seperti sedia kala. Bahaya akan datang, dan dia akan melindungi mereka. Apapun yang terjadi.

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

849 51 5
ini drabble translate dari ao3 karya nona Lavulin98
1M 86.9K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
507K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
26.3K 3.8K 29
Dabi adalah berandalan SMA yang paling tidak bisa ditebak di antara anak berandal lain. Dia bertindak semaunya dan sering membuat masalah. Namun, Dab...