Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
43. TERBONGKAR

42. RASA YANG TAK TERBALAS

14.1K 648 143
By ainiay12

Follow terlebih dahulu akun di bawah ini;
Instagram: wattpad.aii
Tiktok: wattpad.ai & wattpad.ay

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

Jangan lupa komen di setiap paragraf!

Ramaikan cerita ini ke teman-teman kalian dan sosmed kalian dengan memakai hastag #obsesiasmarawattpad #bianastara #aloraaleandra

Sudah satu Minggu berlalu sejak insiden penculikan Alora terjadi. Gadis itu sudah beraktivitas seperti biasa menganggap kejadian itu hanyalah mimpi buruk yang harus dilupakan.

Selama satu Minggu ini pula Alora dan Bian selalu bersama dan hal itu membuat Nevan kembali mempertimbangkan untuk menyatakan perasaannya.

UTS tinggal beberapa hari lagi dan Alora tidak bisa terus-terusan membolos. Mulai saat ini Alora akan belajar dengan giat dan naik kelas dengan nilai terbaik. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri. Tidak ada Alora yang bermalas-malasan. Tidak ada Alora yang selalu membuat masalah seperti dulu.

Di sini lah kedua manusia berbeda jenis kelamin itu berada. Taman belakang sekolah yang sejuk dengan adanya pepohonan mengelilingi.

Sejak tadi hanya ada keheningan yang melanda keduanya. Baik Alora maupun Nevan sama-sama bungkam seolah membiarkan keduanya larut dalam diam.

Nevan dengan pikirannya yang ragu-ragu mengajak Alora ke tempat ini. Ia ingin mengatakan sesuatu pada gadis itu. Tapi hatinya kembali dirundung rasa ragu. Bagaimana kalau setelah ini Alora malah menjauh darinya?

Tapi Nevan juga tidak bisa memendam perasaan ini seumur hidupnya. Ia tidak bisa menanggungnya sendirian.

"Ada apa, Van? Tumben lo ngajak gue ke sini." Alora menyerong dan menatap cowok itu yang nampak serius.

Nevan menatap dalam netra coklat milik Alora. Wajah Alora selalu bisa membuat jantungnya berdebar kencang.

"Lo sayang gue, Ra?" tanya Nevan tiba-tiba.

Alora terdiam kemudian menjawab. "Sayang. Gue udah nganggap lo seperti Abang gue sendiri."

Mendengar itu Nevan terkekeh miris. "Abang?" ulangnya tak percaya. "Lo cuma nganggap gue sebagai Abang lo? Gak lebih?"

Gadis itu mengangguk pelan. "Kenapa? Ada yang salah?"

"Apa perhatian gue selama ini ke lo belum cukup buat lo ngerti tentang perasaan gue? Gue rela ngelakuin apapun demi lo, Ra. Apa lo gak bisa liat hal itu?" Nevan masih memusatkan tatapannya pada Alora.

Alora sedikit keheranan melihat tingkah Nevan saat ini. "Gue tau lo perhatian sama gue, dan gue bersyukur atas itu. Tapi apa gue salah nganggap lo sebagai Abang?"

Cowok itu memberanikan diri menggenggam tangan Alora, membawa tangan mungil itu ke dadanya, membiarkan Alora mendengar detak jantung Nevan yang berpacu cepat saat di dekatnya.

"Gue sayang sama lo. Bukan sebagai Abang dan adeknya, tapi sebagai laki-laki dan perempuan biasa. Jantung gue selalu berdebar setiap kali gue di deket lo. Gue selalu mau lebih, Ra, lebih dari sekedar sahabat. Gue mau jadi alasan lo bahagia," ungkap Nevan bersungguh-sungguh menyatakan perasaannya.

Mendengar penuturan Nevan membuat Alora terdiam seribu bahasa, otaknya masih berusaha mencerna baik-baik apa yang dikatakan cowok itu.

Apa ini artinya Nevan menyukainya?

Apa Alora salah mengartikan perhatian Nevan selama ini?

Dengan cepat Alora menarik tangannya yang berada di dada Nevan. "Nggak. Lo pasti bercanda, kan? Hahaha gak lucu, Van." Alora tertawa canggung.

"Gue tau ini salah, Ra. Gak seharusnya gue punya perasaan sama lo. Tapi semuanya tiba-tiba. Lo selalu bisa bikin gue tenang. Bagi gue lo segalanya setelah nyokap gue."

Ya, Nevan tahu ini salah. Karena dulu mereka berjanji untuk bersahabat selamanya tanpa melibatkan perasaan. Mereka berempat sudah sepakat untuk saling membantu, melengkapi, dan selalu ada, tapi dalam status sahabat tidak lebih.

"Lo tau sekarang gue pacaran sama Bian, Van," kata Alora berusaha tenang dari keterkejutannya.

"Gue tau, Ra, dan gue cuma mau lo tau perasaan gue walaupun semuanya udah terlambat," balas Nevan mulai berkaca-kaca.

Tatapan mereka bertemu. Alora bisa melihat jelas ada keseriusan di mata laki-laki yang dia anggap Abang itu. Ada tatapan memohon dan memuja di sana.

"Van… gue… gue punya Bian, Van…," kata Alora lirih. Ia tidak ingin menyakiti perasaan Nevan. Tapi apa boleh buat Alora sudah mencintai Bian.

"Kalau seandainya Bian gak ada, ada semuanya bisa berubah, Ra? Apa kita bisa bersama?" tanya Nevan menerka-nerka.

Gadis itu menggeleng. "Ada ataupun gak ada Bian, perasaan gue ke lo gak akan berubah. Dari awal gue sayang sama lo sebagai kakak. Lo baik, Van, lo selalu ada saat gue butuh, lo siaga di manapun gue minta tolong, dan lo selalu bisa melindungi gue."

Air mata Nevan berjatuhan mengenai celana abu-abu yang dipakainya. Nevan melepaskan tangan Alora dan menatap ke depan dengan mata yang berkabut.

Ia hanyalah seorang kakak bagi Alora. Tidak lebih.

Nevan menertawakan dirinya sendiri. Dia tidak tahu rasanya akan semenyakitkan ini saat Alora menolaknya.

"Van…" Alora menyentuh pundak Nevan. "Kita bisa terus sahabatan, gue selalu di sini saat lo butuh gue. Kita gak perlu status untuk bisa sama-sama."

Nevan menggeleng sembari menyeka air matanya. Cengeng sekali ia menangis di depan Alora.

"Rasanya akan tetap beda, Ra. Dari segi waktu, perhatian, kesempatan, dan masih banyak hal lainnya. Sampai kapanpun gue gak akan pernah bisa milikin lo," ucap Nevan bergetar.

Nevan menatap Alora sekali lagi, entah kapan lagi dia bisa berbicara dengan Alora sedekat ini. "Jangan jadiin perasaan gue beban buat lo. Hari ini gue lega karena akhirnya lo tau gimana perasaan gue yang sebenernya."

Alora tidak tahu harus berkata apa. Baginya ini terlalu mendadak dan tiba-tiba. Apa setelah kejadian ini Nevan akan menjauh darinya?

"Ra… lo harus bahagia terus, meskipun kebahagiaan itu bukan gue yang kasih," kata Nevan berusaha tegar.

Alora mengangguk. "Lo juga harus bahagia," jawab Alora lantas memeluk Nevan. "Jangan cuma gue yang harus bahagia, Van, lo juga harus. Cari kebahagiaan lo di luar sana. Temuin cewek yang bener bener tulus sama lo," ujar Alora juga menangis.

Nevan membalas pelukan gadis itu. Kedepannya ia belum tentu bisa memeluk Alora lagi seperti ini.

"Gue pasti bahagia selagi lo bahagia, Ra." Nyatanya itu hanyalah kalimat penenang bagi Nevan. Semuanya bohong, ia tak akan pernah bisa bahagia setelah ini. 

Mendengar isakan dari Alora Nevan terkekeh. "Jangan nangis nanti hidung lo merah. Gue bakalan cari cewek yang lebih cantik dari lo," kata Nevan mengejek.

"Kenalin ke gue nanti ya… gue harus tau cewek yang lo pilih baik apa nggak," balas Alora sembari mengelap ingusnya membuat Nevan tertawa.

Nevan tak pernah tahu kedepannya akan seperti apa. Apakah dia bisa melupakan Alora atau tidak. Tapi Nevan akan berusaha, ia tidak mau selamanya menjadi bayang-bayang dalam hubungan mereka.

Seperti kata Alora, Nevan harus mencari kebahagiaannya. Ia harus bahagia walaupun tak bersama Alora.

Bian mengehentikan langkahnya saat melihat Alora sedang berpelukan di sana. Niatnya ke sini membawakan roti dan air mineral untuk Alora karena dia tidak ke kantin saat jam istirahat.

Namun langkahnya terpaksa terhenti melihat itu. Jujur saja Bian tidak suka melihat Alora berpelukan dengan cowok selain dirinya. Walaupun Bian tahu Nevan adalah sahabat Alora rasanya tetap ia tak suka.

Apa Bian akan sering melihat pemandangan seperti ini ke depannya? Entah akan sampai mana nanti kesabarannya membiarkan Alora di dekat cowok lain.

"Gue kirain lo kemana, Ra, taunya di sini. Gue gak mau ganggu waktu kalian," monolog Bian mencengkram air mineral di tangannya lalu membuang roti dan air itu ke tempat sampah lantas berbalik pergi.

•••

Seperti keputusan Chandra sewaktu itu, dia benar-benar mengembalikan putra pertamanya kembali ke Amerika karena ulah yang sudah dibuatnya.

Chandra sendiri yang mengantar Reynald ke Amerika untuk memastikan bahwa dia tidak akan kabur kemana-mana.

Terhitung sudah lima hari Reynald tak berada di kediaman megah Chandrawana.

Renata selalu menanyakan keberadaan Reynald kepada Chandra ataupun Merlin tetapi mereka berdua bungkam membuat gadis itu dilanda kebingungan. Renata bahkan sudah berkali-kali menelepon Reynald tapi nomornya tidak aktif.

Terakhir ia bertemu Reynald beberapa hari lalu saat ia akan berangkat ke sekolah. Dia benar-benar bingung saat kakaknya menghilang begitu saja.

Sedikit banyaknya Renata sadar ada yang tidak beres saat ia tak berada di rumah kemaren karena menginap di rumah temannya. Apa kakaknya sudah melakukan kesalahan hingga membuat Chandra marah?

Gadis itu turun dari mobil setelah sibuk melamun memikirkan di mana keberadaan Reynald.

Renata membuka pintu rumah megah itu dan mendapati Merlin yang termenung menatap jendela ke samping halaman.

"Mama," panggilnya sembari berjalan mendekat.

"Abang kemana?" tanya Renata untuk kesekian kalinya. "Mama kenapa sedih gitu? Apa yang terjadi, Ma?"

Merlin menggeleng lalu menangkup pipi gadis itu. "Tugas kamu hanya belajar, Re, jangan pikirin apapun. Abang baik-baik aja dia lagi belajar bisnis makanya nggak di sini."

Renata berharap apa yang dikatakan Merlin adalah benar. Ia berharap di mana pun kakaknya berada dia akan baik-baik saja.

"Udah, sekarang kamu mandi bersih-bersih, Mama  siapin makan untuk kamu," ucap Merlin kemudian melenggang pergi. Renata juga pergi ke kamarnya seperti perkataan Merlin.

•••

Setelah jam pelajaran selesai semua murid SMA DARMAWANGSA berbondong-bondong keluar kelas dan pulang ke rumah masing-masing, begitu juga dengan Alora dan kawan-kawan.

Mereka berempat berjalan ke luar kelas dengan sesekali mengobrol, tepatnya melihat perdebatan Shena dan Haikal.

Tepat di ujung koridor Bian dan dan kedua temannya menghampiri Alora, membuat keempat insan itu berhenti tertawa.

"Kamu pulang sama aku, kan?" tanya Bian pada Alora. Suasana mendadak hening seperti semuanya menunggu jawaban Alora.

Alora menoleh pada Nevan seolah tak enak hati atas kejadian di taman belakang tadi."Gue…."

"Sesekali biarin Alora ngumpul sama kita. Dia bukan cuma pacar lo aja, dia juga sahabat kita," sela Haikal sebelum Alora menuntaskan kalimatnya.

Puk

Shena menepuk kepala belakang cowok itu. "Jangan nyela anjir! Terserah Alora mau pulang sama siapa."

"Bisa diem dulu nggak?" marahnya pada Shena. "Gue serius. Semenjak Alora pacaran sama Bian dia jadi jarang kumpul, jarang ada waktu buat kita. Mau gimana pun kita sahabat Alora, kita yang lebih dulu kenal Alora, masak gara-gara dia punya pacar dia jadi lupa sama kita?" tutur Haikal panjang lebar mengeluarkan unek-uneknya selama ini.

Alora terdiam mendengar itu. Haikal benar. Ia jadi lupa waktu saat bersama Bian. Alora sampai mengabaikan para sahabatnya hanya karena Bian.

Bian mengangkat alisnya tak suka. "Alora pacar gue, apa salahnya gue mau ngabisin waktu sama dia?"

"Yoi bro! Lo juga punya pacar kan, lo pasti tau rasanya jadi Bian." Gaska membela Bian dengan memberikan pendapatnya.

Ini kali pertama bagi Shena melihat raut wajah Haikal tegang dan serius seperti sekarang, biasanya cowok itu selalu bercanda dimana-mana pun tempatnya.

Nevan tak berniat ikut campur, ia lebih memilih diam. Begitu juga dengan Darren yang saat ini bersandar pada tembok bersedekap dada.

"Gue punya pacar bahkan banyak. Tapi gue masih bisa bagi waktu antara pacar gue dan sahabat gue. Sedangkan lo? Selama seminggu ini lo selalu memonopoli Alora! Di mana ada Alora di situ pasti ada lo! Nyadar gak?!" Haikal berteriak di akhir kalimatnya. Dia benar-benar kesal pada Bian yang selalu mengintili Alora sampai-sampai Alora tidak punya waktu untuk sahabatnya.

"Ka, udah… gue tau gue salah, harusnya lo marah ke gue bukan ke Bian." Alora akhirnya angkat bicara.

Haikal menarik napas dalam-dalam mencoba menetralisir emosi yang meletup-letup dalam dirinya. Dia menatap Alora dan Bian bergantian. "Gue gak ngelarang kalian pacaran, silahkan itu hak kalian, tapi setidaknya tau waktu dan bisa bagi waktu. Lo punya sahabat jangan sampai kalian kehilangan sahabat hanya karena terlalu bucin," tandas cowok itu lantas pergi dari sana.

"Weh kenapa sih, namanya orang pacaran ya bucin lah," sungut Gaska kesal melihat respon Haikal.

"Playboy diem aja deh berisik," sanggah Darren.

"Lebay banget si Haikal kek gak pernah pacaran aja. Dia kan playboy masak iya gak ngerti kalo orang bucin gimana," cibir Gaska memandang kepergian Haikal.

"Playboy kok teriak playboy, gak malu sama yang udah insyaf," cetus Darren membuat Gaska berdecak kesal.

Shena menatap Alora sesaat lalu pergi juga dari sana. Alora bisa melihat Shena kecewa padanya, sama seperti tatapan Haikal tadi.

Alora menyesal. Dia tidak sadar bahwa para sahabatnya selama ini merasa kehilangan dirinya. Alora terlalu menikmati waktunya dengan Bian setiap harinya sampai-sampai ia tak sadar bahwa hidupnya tak hanya berpusat pada Bian.

Ada mereka yang selama ini selalu di sisinya. Mereka yang sudah melalui suka duka bersamanya. Alora tak boleh lupa akan hal itu hanya karena kedatangan Bian.

Bian terdiam sejenak. Apa benar ia sudah keterlaluan dengan selalu berada di samping Alora? Pahadal niatnya baik karena tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi.

"Ra," panggil Nevan menepuk pelan pundak Alora yang termenung. "Jangan di masukin hati, Haikal cuma lagi emosional aja tadi. Senyaman nya lo aja gak perlu dengerin pendapat orang lain."

Alora menatap Nevan lalu berganti menatap Bian yang juga menatapnya. "Bi, maaf ya, hari ini gue mau kumpul dulu sama temen-temen. Gue mau jelasin ke mereka supaya masalah ini gak berlarut-larut. Gapapa, kan, Bi?"

"Gue gak maksa lo, Ra… hubungin gue pas lo udah gak sibuk aja," jawab Bian berusaha paham.

"Gue pulang duluan ya. Van jagain cewek gue," katanya menatap Nevan sekilas kemudian pergi dari sana dengan berat hati.

"Ayo anjing! lo mau jadi pajangan di situ," kesal Dareen lalu berjalan menyusul Bian.

"Dadahhhh Alora!!!" teriak Gaska berlari menyusul kedua sahabatnya.

"Gak usah di pikirin, nanti Haikal juga baik sendiri. Ayo pulang udah sore ini," ajak Nevan lantas menggandeng tangan Alora ke parkiran.

•••

Kediaman Astara

Aslan, Lia, Bian dan Ergi memakan makan mereka dengan tenang tanpa percakapan. Biasanya kedua cowok itu akan bertengkar jika sudah satu meja seperti ini tapi kali ini Bian hanya diam dan mengaduk-aduk makanannya.

"Bian," tegur Aslan tak suka. Bian menoleh pelan.

"Buruan makan, jangan diaduk-aduk seperti itu," katanya melanjutkan.

"Bian, apa kamu gak enak badan?" tanya Lia khawatir namun ia tak mendapat jawaban dari remaja itu.

"Biarin aja, Ma, dia udah gede," serobot Ergi.

"Kalian bertengkar lagi?" tebak Lia melihat aura permusuhan yang terpancar dari keduanya.

Lagi-lagi wanita itu tak mendapat jawaban dari mereka berdua yang memilih diam.

"Papa senang kamu sudah mutusin wanita itu. Citra nggak baik buat kamu, Bian," ucap Aslan membuat Bian menatap ayahnya itu.

"Dia selingkuh. Ngeseks sama cowok lain. Langsung aku putusin karena aku gak suka pengkhianat," jawab Bian terang-terangan dan menekan kata pengkhianat di akhir.

Uhuk

Uhuk

Ergi tersedak dan terbatuk-batuk mendengar ucapan Bian yang seperti menyindirnya.

"Pelan-pelan sayang," kata Lia lalu menyerahkan segelas air pada putranya.

Ucapan Bian membuat Aslan terkejut. "Syukurlah, pintar-pintarlah mencari perempuan yang baik."

"Oh iya, Bian, Papa dengar Reynald kembali ke Amerika, apa kamu tau? Kenapa tiba-tiba sekali." Chandra memang memberitahu Aslan tapi dia tidak mengatakan alasannya.

Bian menggeleng sembari mendorong kursi yang didudukinya. "Aku gak tau. Aku keluar dulu mau ketemu Darren sama Gaska."

Bian sengaja tidak memberitahu tentang kejadian kemarin kepada siapapun. Ia hanya tak ingin Alora terus mengingat itu jika ia menceritakannya pada banyak orang.

"Ma, aku ke atas dulu, ya." Ergi juga bangkit dan meniggalkan mereka.

"Reynald siapa, Mas?" tanya Lia.

"Sepupu Bian," jawab Aslan singkat.

Lia tak bertanya lagi setelahnya. Sikap Aslan yang berubah-ubah membuat Lia bingung. Terkadang Aslan bisa begitu perhatian padanya tapi terkadang dia juga besikap cuek seperti sekarang.

Saat akan menjalankan mobilnya, Bian urungkan karena ponselnya bergetar, ada notifikasi masuk.

"Ian, rindu aku? Aku rindu Ian…."

Pesan itu lagi. Bian menghela napas panjang. Sebenarnya siapa yang mengirim pesan ini. Tidak mungkin ini orang iseng. Cowok itu memilih untuk tidak membalasnya, pikirannya kalut sekarang.

Alora. Bian tidak bisa jauh dari Alora. Ia ingin menemui Alora malam ini, menghabiskan waktu bersama sampai matahari terbit dan berangkat sekolah bersama seperti biasa. Namun apakah mungkin mengingat perdebatan tadi dengan sahabat Alora?

Cowok itu menginjak pedal gas dan segera berlalu dari kediaman Astara, tidak tahu tujuannya kemana yang jelas Bian tidak tenang berjauhan seperti ini dengan gadisnya.

Apa sebaiknya Bian menikahi Alora? Supaya gadis itu selalu bersamanya? Tapi dengan apa ia menafkahi Alora? Sedangkan ia saja tak punya penghasilan.

Tidak ada pilihan lain, Bian harus mengikuti perintah Aslan dan meneruskan Astara Group.

Mobil hitam milik Bian berhenti di lampu merah, sembari menunggu lampu berganti hijau cowok itu menoleh ke kanan dan ke kiri namun matanya tak sengaja menangkap seseorang di balik kaca mobil di sebelah mobilnya.

Seorang gadis yang tengah tertawa di balik kaca mobil hitam itu menarik perhatian Bian, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas.

Sedangkan di dalam mobil gadis itu tersenyum-senyum sendiri

"Ada apa sayang?" tanya wanita yang berstatus sebagai ibunya tersebut.

"Uh… gapapa kok, Ma, aku cuma lagi seneng aja," katanya sembari terus menatap ponselnya. Pesan yang ia kirim sudah dibaca oleh cowok itu.

Tit

Tit

Mobil gadis itu melaju cepat dan berbelok ke kanan tidak jauh di depan sana, sementara mobil milik Bian melaju lurus ke sebuah bar mewah di tengah kota. Bian memutuskan untuk ke club milik sahabatnya.

"Enggak-enggak, kayaknya gue salah liat," monolog Bian mengusir pikiran itu. Lagipula ia sudah lama tak mendengar tentang kabar gadis itu.

NEXT?? GIMANA PART INI?

INSYAALLAH MOMI USAHAKAN UPDATE TERUS.

SORRY LAMA UP NYA, MOMI SIBUK BERKERJA.

VOTE & KOMEN RAMEIN

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM UP DI SINI👉

MAU BILANG APA KE ALORA👉

MAU BILANG APA KE BIAN👉

MAU BILANG APA KE NEVAN👉

SPAM 🤍 BUAT MOMI☺️👉

MAU BILANG APA KE MOMI?

🌼

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN RP CERITA INI;


Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
661K 8.8K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
445K 47.1K 20
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...
3.4M 275K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...