Obsesi Asmara

By ainiay12

1.7M 117K 52.5K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
38. BENAR-BENAR BERAKHIR
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

41. PENYESALAN

15K 952 300
By ainiay12

Follow terlebih dahulu akun di bawah ini;
Instagram: wattpad.aii
Tiktok: wattpad.ai & wattpad.ay

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

Jangan lupa komen di setiap paragraf!

Ramaikan cerita ini ke teman-teman kalian dan sosmed kalian dengan memakai hastag #obsesiasmarawattpad #bianastara #aloraaleandra

Plak

Plak

Bugh

Pria itu menatap nyalang putranya dengan napas memburu. Rasanya pukulan saja tak cukup untuk menyalurkan kekecewaannya. Baru saja dia akan mengangkat tangan lagi tapi sudah di tahan oleh istrinya.

"Pa, udah… Reynald bisa mati kalau kamu pukul terus." Merlin mencekal tangan Chandra.

"Biarin aja dia mati! Hidupnya hanya membuat malu!" sentak Chandra menghempaskan tangan istrinya. "Ini hasil dari didikan kamu. Dia jadi seenaknya dan nggak tau diri."

Chandra menatap tajam Merlin. "Kamu terlalu memanjakan Reynald sampai dia bisa seperti sekarang. Kalau aja kamu menuruti aku dan membiarkan Reynald di Amerika dia pasti nggak akan senakal ini."

"Kenapa kamu jadi nyalahin aku? Reynald pulang atas kemauan Papa kamu. Aku hanya mendukung putraku," bela Merlin merasa tak salah.

"Dan ini hasilnya? Kamu mendukung putramu berbuat kriminal!?" sentak Chandra masih tidak bisa mengontrol emosinya.

"Reynald seperti itu karena kamu memindahkannya ke Amerika tanpa persetujuan dia. Kalau kamu membiarkan dia di sini bersama kita aku bisa memantau Reynald dan kejadiannya nggak akan seperti sekarang." Merlin tak habis pikir bagaimana jalan pikiran suaminya itu.

Pasangan suami-istri itu masih sibuk berdebat tanpa menghiraukan Dimas dan kedua bodyguard yang bersamanya. Inilah rencana Dimas, memberitahu kedua orang tua Reynald.

Dimas baru mengetahui kalau ternyata Reynald anak dari Chandrawana, kenalan bisnis Jovan meskipun mereka tidak terlalu dekat, tapi mereka saling tahu sebagaimana sesama pengusaha.

Reynald yang tergeletak di lantai dengan babak belur menatap Chandra dan Merlin, entah kenapa hatinya sakit melihat perdebatan kedua orangtuanya. Selama ini mereka selalu akur tapi sekarang karenanya mereka jadi bersitegang.

"Cepat tentukan keputusan kalian atau saya akan membawa Reynald ke kantor polisi." Suara Dimas menyadarkan mereka.

Sekali lagi Chandra menatap anak pertamanya yang sudah berdarah-darah akibatnya. Chandra kecewa, dia sangat kecewa karena Reynald yang akan menjadi penerus perusahaannya malah berbuat hal nekat seperti ini.

Susah payah dia mendidik Reynald menjadi pribadi yang tangguh dan kuat namun sepertinya itu disalahgunakan oleh putranya. Reynald tumbuh menjadi pribadi yang egois dan semaunya.

Apakah harapannya menjadikan Reynald sebagai penerus Chandrawana Group akan sirna?

"Waktu saya tidak banyak," ucap Dimas lagi membuyarkan lamunan pria dua anak itu.

"Saya akan mengirim Reynald ke Amerika, dan saya pastikan dia tidak akan mengganggu Alora lagi. Saya sendiri yang akan mengantarnya ke sana," putus Chandra setelah cukup lama berpikir.

"Papa! Mama gak setuju. Mama gak mau jauh lagi dari Reynald." Chandra menatap Merlin jengah. "Kamu mau dia jadi narapidana? Iya!? Lebih baik anak itu dikembalikan ke sana! Kalau bisa selamanya!"

Chandra berbalik pergi setelah mengatakan keputusannya.

Sedangkan Dimas dan dua orang bodyguard itu juga pergi usai keputusan yang dibuat Chandra.

Merlin, wanita itu langsung menghampiri putranya yang di ambang kesadaran. Mengangkat kepala Reynald dan berkata sendu. "Kenapa kamu jadi seperti ini, Rey. Kenapa kamu lagi-lagi mengecewakan kita semua."

Sebelum benar-benar tak sadar Reynald masih bisa mendengar suara Merlin yang membuatnya sesak. Karena obsesi sesaat itu sekarang ia harus jauh lagi dari kedua orang tuanya, dan adik kesayangannya.

Reynald menyesal. Sungguh.

•••

"Tumben muka lo cerah gitu?"

"Abis ketiban janda lo?"

Bian langsung mendelik. "Najis! Gue gak suka janda."

Gaska menampakkan deretan giginya. "Eh iya lupa, lo kan sukanya perawan ting ting."

"Gue yakin lo udah baikan sama Alora," tebak Darren tepat.

Bian mendudukkan diri setelah membawa beberapa minuman untuk para sahabatnya itu. Berhubung ini hari Minggu Bian meminta mereka berdua untuk datang. Rumahnya sepi sekali. Aslan dan Lia sedang ke luar kota dan Ergi? Entahlah Bian tidak perduli.

"Kok lo bisa tau?" tanya Bian.

"Tau lah secara muka lo udah gak kusut lagi," goda Darren sembari menenggak kaleng soda.

"Sialan lo," kesal Bian. Namun setelahnya tatapan cowok itu menajam saat mengingat perbuatan sepupunya.

"Reynald yang culik Alora dan hampir ngelecehin dia. Tapi untungnya gue Nevan sama Haikal dateng sebelum si bajingan itu berhasil apa-apain Alora," papar Bian kesal mengingat perilaku menjijikkan Reynald.

Penuturan Bian yang tiba-tiba membuat kedua cowok itu mematung saking terkejutnya. Apalagi Gaska, matanya melotot dengan alis saling tertaut.

"Emang sakit tuh cowok," cemooh Gaska bergidik ngeri.

"Gue gak nyangka Reynald senekat itu," imbuh Darren juga shock.

"Reynald terobsesi sama Alora. Sejak awal gue udah tau arti tatapan dia saat liat Alora. Gue gak becus jagain Alora sampe dia diculik dan disiksa sama cowok bejat itu." Bian mengucapkan kalimat itu dengan beribu-ribu sesal di hatinya.

Gadisnya pasti trauma karena kejadian itu. Alora pasti ketakutan saat itu sendirian tanpa ada yang menolongnya.

"Jangan salahin diri sendiri, Bi, setidaknya lo dateng tepat waktu sebelum semuanya terlambat," ujar Darren saling menatap dengan Gaska.

"Iya, Alora pasti berterimakasih karena lo udah selamatin dia," ucap Gaska.

"Terus sekarang Reynald di mana?" tanya Darren mendapat gelengan dari Bian.

"Brengsek si Reynald! dia harus di hukum setimpal. Kalo perlu kasih hukuman mati," celetuk Gaska marah.

Puk

Dareen menabok kepala Gaska. "Gak sampe segitunya anjing."

"Ya tapi kan dia udah bikin bebeb Alora trauma. Coba aja kalo gue ikut nyelamatin Alora waktu itu udah pasti gue gibeng tuh anak." Gaska mencak-mencak tanpa melihat tatapan Bian.

"Belum aja gue sleding palanya," ancam Bian datar.

"Tau nih Gaska, berani banget ada pawang nya juga." Dareen semakin mengompori.

Melihat tatapan tajam Bian membuat Gaska kembali duduk. "Eh bukan gitu mas bro. Maksud gue, gue sebagai pecinta cewek-cewek cantik gak terima Alora di gituin."

"Alora punya gue. Jangan berani macem-macem," peringat Bian sengit.

"Iyadeh mas bucin." Gaska mengalah. Dareen tertawa puas melihat wajah Gaska yang tertekuk.

•••

Alora hanya satu hari di rawat di rumah sakit. Alora menolak keras di rawat karena ia sangat benci bau obat-obatan. Jovan juga tak bisa memaksa yang penting putrinya sudah baik-baik saja.

Sekarang Alora berada di apartemennya. Tadi pagi Nevan, Haikal, dan Shena yang menemani dirinya tapi mereka semua pulang siang tadi karena permintaan Nevan yang mengharuskan Alora beristirahat.

Satu jam setelah kepergian mereka, Bian datang seorang diri dengan wajah tertekuk lesu. Tanpa mempersilahkan cowok itu masuk Bian sudah lebih dulu melenggang ke dalam dan duduk si sofa ruang tamu.

Alora hanya menatapnya datar, Bian bahkan tidak menyapanya sedikitpun. Lalu untuk apa dia ke sini?

Setelah berbincang-bincang dengan sahabatnya tadi, Bian memutuskan ke apartemen Alora. Selepas kejadian itu ia tidak ingin jauh-jauh dari gadisnya.

"Ra, sini…," pinta Bian melihat Alora yang masih berdiri di sana.

Alora menurut dan mendekati Bian, tanpa aba-aba cowok itu menarik Alora hingga terduduk di pangkuannya. Alora tentu kaget tapi tak berlangsung lama.

Manik mata milik Bian menatap dalam wajah cantik gadis di hadapannya. Tanpa berbicara apapun tangannya terangkat untuk membelai pipi hangat Alora. Mengelus bekas tamparan itu yang perlahan mulai memudar.

Alora yang diperlakukan seperti itu hanya bisa diam, hembusan nafas cowok itu mengenai wajahnya, ia menyukai wangi Bian yang berbau mint segar.

"Kenapa?" tanya Alora heran.

Cup

Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi kanan Alora membuat gadis itu tersipu malu.

"Maaf gue gagal jagain lo," ucap Bian lirih setelah memberikan kecupan di pipi gadis itu.

Bian menunduk bersalah. "Ini semua gara-gara gue. Kalau aja kita gak berantem lo gak mungkin pergi sendiri dan berakhir diculik sama bajingan itu."

"Maafin gue, Ra. Gue akan berusaha menjaga lo lebih keras lagi. Gue gak akan biarin siapapun nyakitin lo. Itu janji gue, Ra," kata Bian penuh keyakinan.

"Liat gue," pinta Alora menangkup pipi cowok itu agar menatapnya. "Gue gak pernah nyalahin lo. Malah gue berterimakasih karena lo udah dateng nyelamatin gue. Semua ini takdir, Bi, dengan kejadian ini kita bisa baikan dan sama-sama lagi."

Bian menggeleng dan kembali tertunduk. "Gue gak becus, Ra. Kalau gue telat sedetik aja gue gak bisa bayangin apa yang terjadi."

"Gue gak suka lo lemah kek gini," ucap Alora. Bian seketika mengangkat wajahnya. "Maaf, Ra."

Alora rasanya ingin tertawa saat itu juga melihat raut wajah Bian yang lucu. Kemana hilangnya Bian yang sok cool dan cuek itu?

Tanpa berkata lagi Alora merengkuh bahu cowok itu dan menepuk-nepuknya. "Sekarang gue udah baik-baik aja, kan. Gak ada yang perlu lo sesali."

Bian mengangguk dengan tangannya yang berada di pinggang Alora. Posisi keduanya masih seperti tadi, Alora berada di pangkuan cowok itu.

"Jangan tinggalin gue, Ra," katanya memelan.

"Jangan kecewain, gue lagi, Bi." Alora menjawab lirih.

"Mau seburuk apapun kedepannya, tolong percaya sama gue. Gue tulus sayang sama lo." Suara Bian memberat, dia menghirup aroma lavender dari ceruk gadis itu. Alora mengangguk percaya.

Bian melerai dekapannya ketika mengingat sesuatu. "Lo jadi simpanan om-om?" tanyanya to the point.

"Ngaco! Lo kira gue cewek apaan," sentak Alora langsung berdiri. "Papi gue sugar Daddy jadi ngapain gue sama om-om. Najis!" umpatnya emosi.

Bian ikut berdiri mensejajarkan tubuhnya. "Terus yang di hotel itu siapa? Gaska liat lo di hotel Primland sama om-om kaya."

Gadis itu nampak mengingat-ingat. Dia menatap Bian yang menanti jawabannya. "Ck, itu Papi gue! Waktu itu gue ada urusan sama Papi."

"Di hotel?" Bian masih curiga.

"Mau berantem lagi? Kita baru baikan kemaren lho, Bi." Alora bersendekap dada seperti menantang.

Bian tertawa kecil melihat kekesalan Alora. Dia maju dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. "Gue percaya sayang. Lagian mana ada om-om yang mau sama lo, bar-bar dan cerewet."

Dug

"Aku gak cerewet, ya!" bantah Alora memukul dada cowok itu.

Bian diam dengan senyum terpatri di bibirnya. Ia memeluk gadis itu dan menyandarkan dagunya di pucuk kepala Alora. Sepertinya membuat Alora kesal akan menjadi hobinya ke depannya.

Memeluk Alora membuat Bian menemukan kenyamanan seperti saat dahulu Neta memeluknya.

•••

"Dari mana kamu? Keluyuran terus baru inget pulang?" Aslan menyela saat melihat putranya di ambang pintu.

"Aku gak keluyuran," ucap Bian tak terima.

"Terus kemana?"

"Sejak kapan Papa jadi kepo begini?" tanya Bian.

"Anak kurang ajar," emosi Aslan.

"Jangan marah-marah terus nanti Papa ubanan." Bian justru tertawa mendengar kalimatnya sendiri.

"Mau Papa cabut semua fasilitas kamu?" Ancam Aslan. Raut wajah Bian langsung berubah kesal.

"Aku abis jenguk pacar yang lagi sakit. Puas?" Cowok itu berjalan mendekati Papanya.

"Siapa? Citra?" Aslan berdecih. "Masih aja sama dia."

"Idih najis. Bian punya pacar baru yang lebih cantik dari dia, lebih kaya, lebih segalanya dari si lonte itu," jelas Bian menggebu-gebu.

"Baguslah, Papa gak setuju kamu sama Citra. Oh iya, kapan-kapan bawa pacar kamu ke sini biar Papa seleksi," ujar Aslan serius.

"Seleksi? Udah kek pemilihan RT."

"Iyalah, nggak sembarangan orang bisa jadi menantu Papa," ucap Aslan sombong mendapat cibiran dari Bian.

"Ada apa ini, seru banget. Kedengeran sampe dapur." Lia berjalan dengan nampan di tangannya. Secangkir teh dan camilan untuk suaminya.

"Aku ke atas ya, Pa, mau mandi capek," kata Bian kemudian melangkah pergi tanpa menoleh ke arah Lia.

"Sabar, Lia. Bian masih membutuhkan waktu." Aslan mengusap bahu istrinya begitu dia duduk di sampingnya. Lia hanya mengangguk pelan.

Hubungan Bian dan Aslan bisa dikatakan sudah membaik bahkan keduanya juga sering melontarkan candaan, contohnya seperti tadi. Namun itu tidak berlaku bagi Lia. Bian masih belum menerimanya. Walupun Bian sudah tidak berkata kasar lagi tapi sekarang dia mendiamkan Lia dan menganggap Lia tidak ada.

Sampai di kamar Bian tidak langsung ke kamar mandi. Dia duduk di sofa single yang berada di kamarnya, tangannya memegang sebuah foto.

"Ian kangen mama. Ian mau di peluk mama lagi."

"Dulu aku bisa liat mama pas lagi sama Citra, tapi sekarang dia khianati kepercayaan aku. Citra gak jauh beda sama papa yang dulu selingkuh."

Bian tertawa miris mengingat kebersamaannya dulu dengan Citra. Ia masih ingat betul saat pertama kali mereka bertemu. Bian yang melihat sosok Neta di diri Citra pun tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Tanpa pikir panjang dia mendekati Citra dan menjadikan Citra pacaranya, dengan begitu Bian selalu bisa dekat dengan Neta.

"Sekarang aku udah punya Alora. Ian bahagia sama dia. Tapi… Ian lebih bahagia lagi kalo mama di sini."

Menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan kepala menengadah ke atas, ingatan Bian meluncur bebas pada hari kelam itu. Hari di mana semesta merenggut Ibunya.

"Ian kamu di mana sayang? Mama mau ketemu Ian." Suara Neta bergetar menahan tangis. 

"Ian masih lama, Ma, nanti aja pas Ian pulang ya."

"Kamu hampir seharian di luar, apa kamu gak bisa pulang dulu?"

"Iya, Ma nanti Ian pulang. Emang kenapa?" tanya Bian penasaran. Tak biasanya Neta menghubunginya saat ia sedang di luar.

"Ian bisa anterin Mama ke Vila? Ada sesuatu yang harus Mama ambil di sana." Neta berbohong. Nyatanya dia ingin ke Vila itu karena sedang bertengkar dengan suaminya. Neta mengetahui perselingkuhan Aslan dengan wanita lain.

"Ian gak bisa, Ma, acaranya belum selesai." Bian saat ini sedang menghadiri pesta ulang tahun temannya.

Sekuat tenaga Neta menutup mulutnya agar isakan itu tidak keluar. Ia sangat-sangat ingin bertemu putranya saat ini. Entah kenapa Neta ingin sekali memeluk Bian.

"Ian," panggil Neta lirih. "Ian harus bahagia terus, ya. Maafin Mama… selama ini Mama belum bisa bahagiain Ian. Jadi anak baik, ya Ian. Mama sayang Ian."

Bian merasa aneh mendengar kalimat Neta. "Mama kenapa? Ada sesuatu yang terjadi? Kenapa ngomong gitu?"

Neta menggeleng walau Bian tak bisa melihatnya. "Ian udah dulu ya, Mama mau ke Vila."

Setengah jam setelah Neta menelponnya. Ponsel Bian kembali berdering dan tertera nama Aslan.

"Ha—"

"Bian… Mama kecelakaan… Di-dia tewas di tempat."

Duar!!!!

Seolah petir menyambar tubuh Bian. Saat itu dunia seorang Bian Astara benar-benar runtuh dalam sekejap. Belum lama ini ia baru berbicara dengan Neta tapi secepat kilat semuanya terjadi begitu saja.

Cowok itu langsung berlari seperti orang kesetanan. Mengendari motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan dia tak perduli bahwa sedang hujan sekalipun.

Tubuhnya yang basah kuyup berlari tergesa-gesa sampai dia tiba di depan ruangan yang bertuliskan ruang jenazah.

"Mama!!!!" Pekik Bian dengan mata memerah.

"Bangun, Ma, Ian di sini katanya tadi minta Ian pulang." Bian mengguncang tubuh wanita yang berstatus sebagai ibunya itu. Tubuh yang sudah kaku dengan beberapa luka-luka di sekujur badannya.

Aslan di belakangnya menangis tanpa suara melihat tubuh istrinya yang terbujur kaku.

"Mama bangun… Ian mohon… Mama gak bisa ninggalin Ian… Ma, bangun…."

"Ini maksud Mama tadi? Ini maksud Mama Ian harus bahagia tanpa Mama?" Nafas Bian tercekat lidahnya kelu melihat wajah cantik itu sudah tertidur dengan tenang.

"Mana bisa Ian bahagia tanpa Mama. Kenapa Mama tega ninggalin Ian sendiri… harusnya Mama juga bawa Ian." Tubuh remaja itu meluruh ke lantai dengan tangis yang masih terdengar.

Aslan mendekat dan memeluk putranya. "Masih ada Papa, Bian. Jangan seperti ini, Mama gak suka liat Bian sedih."

"Ian mau ikut Mama, Pa. Ian gak bisa hidup tanpa Mama," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Selama ini tidak ada satu hari pun yang Bian lewati tanpa Neta dalam hidupnya. Tapi hari ini semesta mengambil kebahagiaan. Semesta mengambil separuh jiwanya.

Bian menyesal tidak pulang dan mengantar Neta ke Vila. Bian menyesal seharian pergi ke luar tanpa mengingat Neta.

Setelah hari ini tidak akan ada Bian yang ceria seperti dulu. Setelah kematian seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya menjadikan Bian sosok laki-laki dingin tak tersentuh dan menutup diri serapat mungkin.

Bian kembali tersadar dari ingatan pahit itu. Entah sejak kapan air matanya sudah berjatuhan membasahi pipinya.

"Ian nyesel, Ma. Harusnya Ian gak pergi kemana-mana hari itu. Harusnya Ian gak pergi ninggalin Mama… Maafin, Ian."

Bian terus menggumamkan kata maaf sampai matanya menutup tanpa sadar dengan foto Neta di dekapannya.

Laki-laki itu merindukan ibunya. Laki-laki itu menyesal ingin mengulang waktu dan memperbaiki semuanya.

NEXT?? GIMANA PART INI?

SORRY LAMA UP NYA, MOMI SIBUK BERKERJA GENGS☺️😐

TARGET VOTE & KOMEN HARUS 1K

TIDAK AKAN UP SEBELUM TARGET TERPENUHI.

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM UP DI SINI👉

MAU BILANG APA KE ALORA👉

MAU BILANG APA KE BIAN👉

MAU BILANG APA KE NEVAN👉

SPAM 🤍 BUAT MOMI☺️👉

MAU BILANG APA KE MOMI?

🌼

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN RP CERITA INI;

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
772K 93.4K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
3.4M 275K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
438K 47.5K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...