HAIKAL DAN SEMESTANYA [✔️]

By fluffywoo0

5.3K 355 227

"Ibu ayah abang, Haikal tidur dulu ya..." _________________________________________ More

Cast
Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
BORAKBORAK‼️
15
16
17
18
20

19

153 10 0
By fluffywoo0

"Selamat tinggal kenangan"

Thaqif terus menghempaskan dirinya ke katil empuk apartmentnya. Tempat itu menjadi singgahan Thaqif dalam beberapa tahun ini. Dia dan Mikaeel memang memutuskan untuk tidak membeli rumah. Thaqif menatap siling bilik berwarna kelabu, terbayang wajah Haikal yang sedang tersenyum, wajahnya saat baru pertama kali berjumpa. Rasanya semua seperti baru kemarin terjadi.

Setitis air mata menitis daripada mata boba Thaqif. Ia menangis setelah mencuba kuat di hadapan banyak orang seharian ini. Hari memang sudah malam, tapi hatinya tetap saja ingin merasakan lambatnya waktu. Kadang Thaqif juga berharap agar waktu boleh diputar. Dengan lemah ia mengambil sebuah kotak berisi jam tangan. Rasa menyesal menjalari hatinya, ia merutuki betapa bodohnya dirinya yang mengatakan bahawa jika jam ini berhenti berputar maka Haikal juga ikut... ya seperti itu. Bahkan sehingga sekarang jam itu berhenti berputar dan akan selamanya begitu. 

Ia melempar kuat jam itu kearah dinding membuat jam tersebut hancur berkecai.

Di dalam biliknya, tak henti henti ia mengeluarkan air mata. Topeng yang ia kenakan selama ini tertanggal begitu saja. Bilik Thaqif kini dipenuhi oleh jeritan frustasi dan tangisan lirih yang jika sesiapa saja yang mendengar pasti akan rasa betapa sakitnya yang ia rasakan melalui tangisan itu. Demi apapun, Thaqif juga seorang manusia yang rapuh. Thaqif juga boleh merasa tidak berguna. Ia merasa gagal menjadi seorang abang. Abang yang baik untuk adik adiknya.

Setelah pemakaman Haikal, Thaqif memang tidak terlihat menangis di area perkuburan. Dirinya hanya menunjukkan muka datar dengan tatapan yang kosong. Seolah mengatakan ia baik baik saja dan dalam masa yang sama seolah menolak kepergian seseorang yang selama ini keberadaannya ia cari.

"HAIIIKAAAALLLLL PULANGGGGGG!!!" tidak malu ia menjerit, kerana biliknya kedap suara. Ia meminta Haikal pulang? Memangnya Haikal pergi kemana?

"Abang"

"Ya yah?" jawab Thaqif kecil sembari memandang ayahnya.

Thaqif yang saat itu masih berusia 10 tahun, Mikaeel pula baru berusia 6 tahun bermain di halaman di temani sang ayah sementara Puan Hana yang sedang mengandungkan si bungsu, Haikal sedang berehat di dalam rumah.

"Ingat pesan ayah sampai bila bila ya." Thaqif yang mendengar suara ayahnya terdengar serius pon memfokuskan dirinya kepada ayahnya, menunggu apa yang akan ayahnya katakan kepadanya.

"Apa ayah?" tanya Thaqif sambil menatap ke arah ayahnya yang sedang menatapnya hangat sambil tersenyum lembut.

"Jadi anak sulung itu berat. Tidak semua orang mampu menggalas tanggungjawab sebagai anak sulung." ujar sang ayah sambil mengusap usap kepala sang anak sayang.

"Anak sulung boleh nangis,tetapi tidak boleh lemah di depan adik adikmu. Bahkan ketika pengebumian ayah dan ibu pun kamu tidak boleh menitiskan air mata di depan adik adikmu kerana saat itu mereka hanya ada kamu yang menjadi sumber kekuatan mereka."

"Anak sulung itu harus jadi tiang keluarga, harus jadi hutan di mana semua haiwan berlindung di dalamnya."

"Harus jadi rumah tempat untuk berpulang, harus jadi guru kepada adik adiknya." ujar Jefri kepada Thaqif.

"Kamu juga harus pandai, tidak boleh bodoh agar boleh diteladani oleh adik adikmu. Kamu juga harus pandai berdikari agar nanti mampu mengurus adik adikmu kelak jika ayah dan ibu sudah pulang ke rumah baru kami." sang anak hanya menatap tepat ke arah ayahnya yang tersenyum hangat.

"Ingat, seorang panglima tidak akan sesekali membuka perisainya di depan askarnya walaupun ia terluka, kerana di belakangnya masih ramai yang berharap dan berlindung kepadanya."

"Berat. Tapi anak sulung itu hebat. Kamu hebat. Ayah bangga denganmu..."

Kata kata sang ayah terngiang ngiang di telinganya. Thaqif semakin terisak apabila mengingat pesan pesan ayahnya kepadanya.

Jika saja saat itu dia berani melawan dan mengambil Haikal dari Johan pasti adiknya masih ada di sini, di sisinya.

Jika saja....

"Maaf ayah, panglimamu ini bahkan gagal menjaga salah satu harta berharga yang ayah dan ibu tinggalkan. Thaqif gagal ayah ibu... hiks" ucapnya sambil menekukkan mukanya di lutut.

"Apa kerana Thaqif hanya diam dan menangis membiarkan adik diculik dan dibawa pergi hingga membuatkan ayah dan ibu mengambil adik pulang bersama ke rumah baru?Kerana Thaqif tidak pandai menjaga adik?"

"Abang mohon. Jangan mengambil Mikaeel pergi seperti ayah dan ibu mengambil Haikal pergi bersama... hiks" katanya sambil terisak pelan.

"Hanya dia yang abang punya..." lirihnya sebelum jatuh tertidur.

Mikaeel menutup pintu biliknya dengan perlahan. Raut muka yang sedih ia tampakkan. Bagaimanapun, antara dia dengan Thaqif, dia lah yang paling rapat dengan Haikal mengingatkan ia yang menyamar menjadi pelajar sekolah dan menjadi sahabat adiknya.
Petang tadi Daniel juga datang ke pemakaman Haikal. Ia yang baru saja tiba dari China terus bergegas ke pemakaman Haikal. Anak itu pun sama saja dengan abangnya. Tatapan mereka yang  kosong, riak muka mereka yang datar. Namun ia tahu, Daniel juga sedang mencuba untuk kuat. Mereka bertiga sama, sama sama menghadapi perpisahan yang paling menyakitkan untuk kesekian kalinya.

Mikaeel mendudukkan diri di kerusi dan menatap cermin yang menampilkan dirinya sendiri. Dimeja itu terdapat kalendar dengan tarikh 6 yang sengaja ia bulati.

"Esok lusa rupanya, kenapa happy birthday kamu tahun ini harus jadi happy birthdid?" Mikaeel tersenyum palsu pada dirinya sendiri.

Dengan hati hati ia membuka laci meja tersebut. Menampakkan foto anak kecil dengan bingkai bercorak bunga matahari. Mikaeel mengusap foto itu lama, merasakan keheningan malam itu. Hanya ditemani suara cengkerik khas malam hari. Menambah mood dalam berlarut dalam di pusaran kesedihan. Air mata menitis dari mata seorang Ryan Mikaeel. Jujur saja ia cengeng, sedari tadi di perkuburan hanya dia saja yang menangis.

Tapi Mikaeel itu penganut pepatah 'menangis bukan bermaksud tak gentle'. Bahkan orang paling kuat di bumi sekalipun menangis. Kita sebagai manusia biasa tidak boleh munafik, diberi kadar air dalam bola mata harus dipergunakan dengan sebaik mungkin. Menangis juga sebagai bentuk bersyukur kepada Tuhan atas hadirnya perasaan sedih.

Mengusap kasar pipi yang telah basah dengan air mata, Mikaeel merebahkan diri di katil dengan tangan yang masih mengenggam foto tersebut. Dengan posisi menghadap kanan dan ia menjadikan gambar tersebut sebagai teman tidurnya. Mikaeel juga merasakan hadirnya malam ini. Hadir Haikal yang ingin mengucapkan selamat tinggal.

"Pulang dik, ayah dengan ibu tunggu Haikal."

Mikaeel berbicara dengan kekosongan di biliknya. Ia meletakkan foto tersebut di sisinya. Dan mengubah posisi tidurnya menjadi telentang. Walaulpun memejamkan mata, otaknya terus merekam ulang kejadian dimana Haikal meminta izin untuk tidur. Tapi hatinya juga menampilkan bagaimana senyum tulus tercetak di bibirnya.

Mikaeel melihat tangannya, itu adalah tangan yang dahulu sering Haikal genggam. Beruntung sekali tangan ini boleh mengenggam Haikal. Mikaeel tersenyum.

"Sebenarnya Haikal tu malaikat atau apa? Kenapa kedatangannya mbawa kebahagiaan dan kepergiaannya menimbulkan luka?"

Seorang laki tua itu sedang melamun di dalam kegelapan. Terkadang tersenyum sendiri, dan menangis tiba tiba. Sepulangnya Koh Win dari tempat perkuburan ia tidak terus pulang ke rumah. Ia lebih memilih untuk pulang ke kedai tua ini.

Berlarut dalan kesepian malan itu, jika dulu kesepiannya akan sirna jika Haikal hadir. Kini, kesepiannya hadir setelah Haikal sirna. Haikal adalag penawar sekaligus penyakit bagi Koh Win. Ia tidak akan melupakan pemuda yang umurnya genap 17 tahun itu.

Membayangkab bagaimana ia bercerita bahawa semasa hidupnya hanya mendapat cacian dari seorang ayah dab mamanya. Terkadang Koh Win tidak percaya dengan apa yang Haikal ceritakan, mana ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya?

Tapi setelah kejadian Thaqif datang ke kedainya dan mengungkap semuanya secara ringkas. Koh Win tanpa pikir panjang terus menaruh kepercayaan penuh pada Haikal.

Satu kilauan cahaha menuntun Koh Win meraih sekeping gambar yang sempat ia tunjukkan kepada Haikal. Ia tersenyum, waktu itu dia pernah berkata bahawa cucu bungsunya seperti Haikal. Namun takdir selalu bermain, ternyata Haikal memang cucunya.

"Andai dari awal Koh tau itu kamu. Koh tak akan sia siakan waktu!"

Senyuman hangat Haikal saat baru datang ke kedai Koh Win tiba tiba terbayang. Senyuman yang selalu ia rindukan, senyuman yang selalu membuatnya seperti deja vu.

Pertahanan Koh Win runtuh, ia tidak kuat lagi. Koh Win menangis pada malam itu. Kenapa harus Haikal pergi?

Kehilangan adalah sesuatu yang paling menyakitkan. Koh Win pernah berpesan bukan? Kematian adalah perpisahan yang paling menyakitkan. Ternyata buku buku tebal yang selama ini Haikal baca tak berujung sia sia.

Haikal hanya boleh melihat Thaqif dari kejauhan. Melihat bagaimana abangnya terlihat rapuh setelah kehilangannya, Haikal ikut sedih. Tapi takdir tidak boleh dilawan, Tuhan mengajaknya pulang. Tugasnya untuk menjadi manusia terbaik telah berakhir. Jalan cerita seorang Ryan Haikal telah tamat.

Haikal tersenyum menatap jam tangan yang telah hancur. Menurutnya Thaqif ialah abang dari segala abang terbaik di dunia.

"Abang jangan sedih, Haikal pergi dulu ya..." bisiknya di telinga Thaqif, Haikal juga yakin Thaqif tidak mendengar bisikkannya.

Haikal bergerak ke bilik abang keduanya, Mikael. Pemuda itu juga tertidur sambil memeluk sekeping gambar. Haikal tersenyum gambar, Mikael adalah sosok sahabat sekaligus abang yang selalu ia impikan. Tapi kenapa Tuhan mengirimkannya sekarang? Kenapa tidak dari dulu?

Haikal mengusap kening Mikaeel, "Mika, Haikal pulang dulu ya... "

Meninggalkan bilik Mikael, Haikal kini menuju ke kedai tua yang dulu sempat menjadi kesehariannya. Melihat Koh Win yang sedang tidur sambil duduk di kerusi kesayangannya, tangannya juga memegang sekeping gambar.

Haikal lagi lagi tersenyum dan menghela nafas pelan. "Koh, Haikal pergi dulu"

Jasadnya boleh mati, namun roh didalam tubuhnya belum wafat. Haikal kini menginjakkan kaki di rumah yang berumur puluhan tahun. Malam ini adalah malam terakhirnya di dunia. Ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Rumah ini mengandung banyak sekali kenangan, lebih tepatnya kenangan menyakitkan. Tapi tidak apa, sebuah kenangan itu mahal harganya. Kita harus menghargai baik atau buruk kenangan itu.

"Selamat tinggal kenangan"

Tak lupa ia mengunjungi seseorang yang masih ia anggap saudara. Siapa lagi kalau bukan Hayden? Berdiri di samping katil Hayden membuat Haikal merasa dejavu. Dia pesan ia akan mendermakan ginjalnya untuk Hayden kan? Semoga saka Thaqif atau Mikael mengabulkannya.

Dengan lemah lembut penuh perasaan ia elus kening Hayden. "Bang, maafkan Haikal ya? Kalau abang bangun Haikal dah tak ada. Abang kena sembuh. Haikal pulang dulu ya bang?"










VOTEMENT JANGAN DILUPA READERS SAYANGᰔᩚ

SELAMAT BERPUASA☕︎︎! KEMUNGKINAN CITE NI END BESOK!  LEPASTU KITA PROCEED CITE BARU...

SAMA ADA RAMADHAN WITH NCT ATAUPUN 7WP...

KALAU RWNCT RASANYA AKU AKAN UPDATE LIKE SEHARI SATU PART SO KEMUNGKINAN AKAN ADA 30+ PART SINCE KITA PUASA SEBULAN.
SO DALAM SEBULAN TU KORANG PUASA LA SEKALI DENGAN BUJANG BUJANG YEEE......

Continue Reading

You'll Also Like

7 Hari By Amalia

General Fiction

30.9K 2.6K 43
tentang waktu yang harus dimanfaatkan. tentang waktu yang tak dapat diulang. tentang waktu waktu terakhir bersama nya. Tentang waktu 7 Hari sebelum s...
110K 16.8K 47
don't be a silent reader ... please, appreciate the author's efforts ^^ "Dia Bisu. Karna itu dia di jauhin" "ha? Huang Renjun?" [Please Follow me bef...
38.8K 2.2K 17
Kisah 2 Keluarga Kim dan Jeon Yang Anak-anak Nya Bermusuhan Dan Salah satu Anaknya Bersaing Memperebutkan 1 Yeoja Yang Mereka Sukai Siapakah salah sa...
81.7K 5.9K 14
Dia yang selalu menemani, baik sedih maupun senang. Dia yang selalu menghibur, tanpa rasa lelah. Dia yang selalu ada disisi, tanpa rasa bosan. Dia...