The Heroes Bhayangkara

נכתב על ידי WinLo05

6.7K 1.1K 308

Nusantara dalam bahaya. Saatnya para pemburu berjuang untuk menyelamatkan dunia. Kekuatan mitologi adalah kun... עוד

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

18

112 26 8
נכתב על ידי WinLo05

Gerai lantai dasar Plaza Senayan di dominasi dengan berbagai pakaian yang Nawasena yakin, tidak akan pernah dijual di dunia Sudra.

Sebuah gerai menampilkan tunik segala ukuran dengan berbagai keunggulan sihir. Beberapa jubah bertudung dengan sihir  juga dijual dengan harga tinggi.

Namun, dari semua pakaian yang dijual. Rata-ratanya bahan berkombinasi emas adalah yang paling mahal. Desain yang ditampilkan juga lebih kompleks. Salah satunya sebuah jubah sepinggang berwarna hitam yang dapat menyembunyikan aura si pemilik.

Nawasena menatap jubah itu cukup lama, lalu tersadar saat melihat label harga yang tertera. Alis Nawasena pun bertaut bingung.  "10 kristal?"

"Apa?" celutuk Magma yang sebelumnya sedang menatap di tempat lain. Lalu mulai paham, saat Nawasena menunjuk label harga.

"10 kristal," jelas Nawasena. "Maksudnya, kita membayarnya dengan kristal?"

"Ya, selain uang gobok, kemaharajaan menggunakan kristal sebagai mata uang tertinggi."

Magma pun mengajak Nawasena ke gerai lain. Entah, apa yang sedang di cari si Bocah dan lagi-lagi. Pandangan Nawasena tertuju pada sebuah setelan jas di salah satu patung manekin di sudut toko. Menelisik dari  label harganya. Pakaian tersebut di hargai 2 kristal.

Tidak ada keterangan mengenai identitas sihir yang dimiliki si benda. Nyatanya, itu membuat Nawasena sangat penasaran.

"Kakak suka pakaian itu?" tanya Magma yang datang bersama satu staf wanita.

"Tertarik, iya," sahut Nawasena.

Magma pun mendekat, mencoba melihat keunggulan sihir pakaian tersebut. Seperti ekspresi Nawasena sebelumnya. Bocah itu tampak terkejut tidak menemukan identitas sihirnya.

"Ahh, pakaian itu." Seruan karyawan toko mengalihkan perhatian Nawasena dan Magma.

"Setelan tersebut sudah berada lama di sini. Bahannya dirancang khusus agar tidak mudah sobek dan kotor di berbagai situasi. Dijual 2 kristal karena benang yang digunakan dari benang kain tenun dari berbagai wilayah di Indonesia. Sebenarnya tidak ada yang spesial. Hanya saja, karena pengerjaanya yang lama. 2 kristal adalah harga yang ditawarkan."

"Dan satu kristal, berapa rupiah?" tanya Nawasena. Setelan tersebut, entah mengapa sangat menarik minatnya.

"Eh, itu." Si Karyawan tampak tergagap. Lalu segera menjawab. "1 kristal setara 50 juta. Namun, jika Tuan punya 100.000 koin gobok. Itu setara 1 kristal."

Mahal sekali, batin Nawasena. Tampaknya, dia tidak akan pernah bisa memiliki uang sebanyak itu seumur hidup.

"Kami beli setelan itu. Bagaimana kalau langsung dikenakan?"

Pernyataan Magma, sekonyong-konyong membuat mata Nawasena terbelalak.

"Hey! Jangan gila! Gue enggak punya uang sebanyak itu."

"Enggak usah khawatir. Magma yang akan bayar."

Dan benar saja, bocah itu mengeluarkan dua buah kristal berwarna biru berbentuk oval dari dalam ransel kuningnya. Lalu meminta si Karyawan melepas setelan tersebut dari patung manekin dan memberikannya pada Nawasena.

"Kakak silakan ganti baju. Magma tunggu di kasir."

Nawasena masih menganga. Dia berdiri mematung sambil menatap setelan yang berada di tangannya. Akan tetapi, kalau dipikir lebih seksama. Nawasena pikir, tidak baik menolak rezeki. Maka, ia pun berjalan menuju kamar pas dan berganti.

Dari depan kasir. Magma tersenyum lebar menatap Nawasena. Penampilan pemuda itu tampak jauh lebih berkarisma. Apalagi penutup mata kirinya dan rambut merah sebelah membuat Nawasena jauh lebih terlihat gagah.

"Benar-benar cocok." Magma memuji. "Tampaknya, kita tidak perlu melihat untuk membeli armor. Ayo, kita pergi melihat senjata lain."

Nawasena mengekor dari belakang. Dia tidak banyak komentar. Perubahan penampilannya, membuat berbagai mata selalu tertuju padanya. Entah mereka benar-benar mengangumi Nawasena atau justru sedang mencibir mengenai penampilannya.

Naik ke lantai dua. Seluruh gerai menawarkan beragam senjata dan area ini jauh lebih banyak di kunjungi pengunjung. Hampir setiap toko memiliki pembeli. Nawasena sendiri, merasa malas. Jika harus berdesak-desakan di dalamnya.

Tetapi, ia tetap mengikuti Magma sebagai pembawa jalan. Mereka pun berhenti di salah satu toko yang penuh dengan pengunjung wanita. Tidak, bahkan dari desain interior serba warna merah jambu itu. Membuat Nawasena punya alasan kuat untuk tidak masuk ke dalamnya.

"Gue tunggu di sini," ujar Nawasena tegas.

"Mengapa? Barang di toko ini bagus-bagus."

Nawasena mencibir. Tatapannya tertuju pada sepasang remaja perempuan yang sedang memegang armor berbentuk bra. Di lain sisi, beberapa di antaranya sedang memakai dan berdiri di depan cermin.

"Gue enggak mau masuk. Ini toko wanita."

"Siapa bilang? Ini juga ada barang untuk pria. Lihat!" Magma menunjuk ke arah lain. Sekelompok pria malah sedang dilayani karyawan perempuan berpakaian ala kucing manis.

"Tidak! Lo masuk aja."

Saat Nawasena berseru. Dia menangkap aroma permen karet yang sangat familiar. Wangi itu mengingatkannya akan wanita misterius di parlemen.

Tanpa sadar, Nawasena berjalan masuk ke dalam gerai. Ia mencari-cari, pengunjung wanita yang tadi berjalan melewatinya.

"Aha! Mau masuk juga akhirnya," sindir Magma dengan tersenyum miring.

Ia sendiri membiarkan Nawasena melihat-lihat. Pemuda itu berjalan dengan mengendus diam-diam. Lalu, langkahnya terhenti di area display sepatu yang penuh oleh pengunjung perempuan.

Nawasena menatap sekitar, berusaha mencari-cari orang yang wajahnya cukup familiar. Namun, karena keberadaanya cukup mencolok di sana. Alhasil, beberapa orang. Diam-diam memotretnya. Lalu mereka memekik, saat ponsel yang sedang dipegang mati dan mengeluarkan bau hangus.

"Ada apa?" Staf toko berlarian sambil membawa tabung pemadam kebakaran. Lalu menyemprot ke arah ponsel yang tergeletak di lantai.

Nawasena memanfaatkan momen tersebut untuk menahan tangan seorang gadis berkuncir kuda. Genggaman Nawasena menguat. Dia sangat yakin, aroma permen karet ini berasal darinya.

"Lo, apa lo masih ingat gue?"

Airin yang terbelalak melihat Nawasena, mencoba melepaskan tangannya. Sayang, kekuatannya tidak lebih kuat untuk melepaskan diri.

"Hey! Lo!" Sarina yang berdiri di dekat Airin pun mendadak mencubit pinggul Nawasena. "Lepasin sahabat gue!"

Refleks, Nawasena melepaskan cengkraman tangannya. Ia sedikit merintih akibat cubitan tersebut. Sekarang, ia semakin kebingungan. Kedua orang ini memiliki aroma parfum yang serupa.

"Lo kenal dia, Ai?" tanya Sarina tanpa memalingkan wajah dari Nawasena.

"Enggak," jawab Airin dengan gelengan kepala.

"Begitu? Ayo pergi."

Sarina pun membawa tangan Airin. Nawasena mencoba mengejar, namun Magma yang berdiri di sampingnya membuat Nawasena menghentikan aksinya.

"Kakak melakukan apa sih? Tebar pesona?" tebak Magma dengan tatapan mengejek.

Nawasena tidak menjawab. Pandangan Nawasena tertuju pada bungkusan yang dijinjing Magma.

"Ayo, Magma sudah mendapatkannya."

Entah apa yang telah dibeli Magma. Nawasena tidak tahu dan tidak ingin tahu. Pikirannya masih tertuju pada Airin dan Sarina. Setidaknya, Nawasena tahu, wanita yang ia pegang tangannya memiliki nama panggilan Ai. Dari keduanya, Nawasena harus menebak siapa yang menolongnya dari parlemen.

Sekembalinya mereka di lantai dasar. Patung Lembuswana yang Nawasena lihat sebelumnya masih berada di tempat yang sama.

Nawasena pun menatap punggung Magma yang mengenakan ransel berwajah Minion Kevin dan Stuart. Lalu, secara perlahan, berjalan menghampiri patung tersebut.

Nawasena tidak bisa menebak. Magma yang sedang mengerjainya atau dia yang sedang berhalusinasi.

Saat berdiri dengan tepat di depan patung tersebut. Nawasena mencoba menyentuh dan ia tersentak oleh lapisan yang rontok bagai retakan semen ke dalam udara.

Perlahan-lahan, sayap berwarna putihnya mengibas udara. Lalu sorot matanya yang biru menatap Nawasena dengan binar cerah.

Akhirnya, rasanya seluruh tubuh gue bisa remuk.

Nawasena mengerjab. Dia bisa mendengar suara seorang pria dari dalam kepalanya.

Gue udah tahu. Lo pasti bisa melihat gue. Lo tahu, gue udah ratusan tahun terkurung di tempat ini masih tanah kosong sampai bangunan yang mereka sebut Senayan Plaza ini di bangun.

Untung saja, selama tersegel. Gue mempelajari bahasa kalian. Jadi, lo ingin apa? Sebagai makhluk terhormat, gue bakal balas budi.

Tubuh Nawasena membeku. Mulutnya terbuka dan menutup tanpa mengeluarkan suara.

Halo? Hello? Are you okay mas bro? Gila. Lo ngerti bahasa gue enggak sih? Atau gue harus pakai bahasa kuno lainnya?

"L- Lo nyata?" tuduh Nawasena.

Ck, mata lo buta? Kan lo yang bebasin gue dari segel. Oh, ya.

Ngomong-ngomong, jangan panggil gue Lembuswana. Gue punya nama, Kafin. Panggil gue Kafin, not Kevin. Just Kafin, okay?

____///___/__/__/___
Tbc

המשך קריאה

You'll Also Like

127K 16K 23
Sang Tiran tampan dikhianati oleh Pujaan hatinya sendiri. Dia dibunuh oleh suami dari kekasihnya secara tak terduga. Sementara itu di sisi lain, dal...
3.6M 357K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
160K 9.7K 42
Aletta Cleodora Rannes, seorang putri Duke yang sangat di rendahkan di kediamannya. ia sering di jadikan bahan omongan oleh para pelayan di kediaman...
1.2M 103K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...