Obsesi Asmara

By ainiay12

1.8M 120K 52.6K

[PRIVAT ACAK - FOLLOW SEBELUM BACA] - OBSESI, HUBUNGAN TERLARANG, PERSAINGAN BISNIS, PERSAHABATAN, TOXIC RELA... More

| PROLOG |
1. PERTEMUAN SINGKAT
2. BALAPAN
3. KETERTARIKAN
4. IDENTITAS
5. PERINGATAN KECIL
6. PULANG BARENG
7. MENGALAHKAN EGO
8. OFFICIAL?
9. SENTUHAN
10. TERUNGKAPNYA FAKTA & KEHILANGAN
11. DUBAI
12. UNDANGAN
13. BERTEMU KEMBALI
14. PEREMPUAN LICIK
15. MISI & LAKI-LAKI LAIN?
16. EKSEKUSI
17. HOTEL PRIMLAND
18. SISI YANG BERBEDA
19. PERTEMUAN KEDUA
20. PEMBATALAN INVESTASI
21. CUCU PEMILIK SEKOLAH
22. PESTA
23. CINTA SATU MALAM
24. REKAMAN
25. LOVE OR OBSESSION?
26. SATU ATAP BERSAMA
27. APARTEMEN
28. MENGAKHIRI & AWAL YANG BARU
29. HILANG DAN KECURIGAAN
30. PENGAKUAN & PENOLAKAN
31. TANDA-TANDA MULAI BUCIN?
32. MEMENDAM ATAU MENGUNGKAPKAN?
33. MY GIRLFRIEND
34. VICTORIA GROVE CLUB
35. HANYA PELAMPIASAN?
36. PUTUS HUBUNGAN?
37. SIMPANAN OM-OM?
39. PENCULIKAN
40. BALIKAN
41. PENYESALAN
42. RASA YANG TAK TERBALAS
43. TERBONGKAR

38. BENAR-BENAR BERAKHIR

16.8K 1.3K 1K
By ainiay12

Follow terlebih dahulu akun di bawah ini;
Instagram: wattpad.aii
Tiktok: wattpad.ai & wattpad.ay

Diwajibkan untuk vote dan komen sebelum membaca cerita ini!

Jangan lupa komen di setiap paragraf!

Ramaikan cerita ini ke teman-teman kalian dan sosmed kalian dengan memakai hastag #obsesiasmarawattpad #bianastara #aloraaleandra

Hari ini tepat seperti perkataan Alora yang katanya dia akan ke kantor Arkatama Corp untuk mengetahui sendiri bagaimana kondisi di perusahaannya.

Pukul tujuh pagi Alora sudah siap dengan setelan jas hitam yang semakin membuat dirinya terlihat berwibawa.

Jovan hari ini tidak ke kantor karena dia ingin menjaga istrinya yang kurang sehat, lagi pula dia percaya kalau Alora bisa mengatasi situasi kacau yang terjadi di perusahaan.

Alora ke luar pintu utama kediaman keluarga Arkatama dengan membawa tas di tangannya dan sebuah tablet yang berisi data-data perusahaan untuk memantau keadaan Arkatama Corp.

Alora benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda. Aura kepemimpinan itu terlihat jelas dalam diri gadis itu. Angkuh dan percaya diri.

Gadis itu masuk ke dalam mobil dan di antarkan oleh supir pribadinya, untuk beberapa hari ke depan ia malas untuk membawa kendaraan sendiri.

Mobil hitam itu berlalu pergi setelah pintu gerbang dibuka oleh kedua penjaga di rumah Alora, baru saja mobil hendak berbelok tiba-tiba sang supir mengerem mendadak karena di hadang motor yang berhenti di depannya.

"Kenapa, Pak?" tanya Alora kaget.

"Ada motor yang tiba-tiba berhenti di depan, Non."

"Tolong cepat ya, Pak, saya buru-buru," kata Alora.

Pak Odi selaku supir keluar mobil dan menghampiri pengendara motor itu. Supir keluarga Arkatama memang tidak hanya satu.

Bian yang melihat kesempatan itu langsung meloncat turun dan berlari menghampiri Alora yang berada di dalam mobil.

"Alora buka!! Dengerin dulu penjelasan gue!! Ra buka!!" teriak Bian meminta Alora membuka kaca mobil.

"Hei!! Siapa kamu!!" Pak Odi langsung mencegat Bian.

"Lepasin saya, saya mau ketemu Alora! Lepasin!" Bian meronta-ronta agar dilepaskan.

"Siapa kamu! Kenapa kamu gedor-gedor kaca mobil!"

"Lepasin saya! Alora buka, Ra!!" suara Bian yang nyaring membuat beberapa penjaga di rumah Alora keluar dan seketika mengerumuni Bian.

"Apa-apaan nih! Siapa kalian!" tanya Bian heran kenapa orang-orang berpakaian hitam itu mengelilinginya.

"Anda siapa? Jangan membuat keributan di kediaman Arkatama," kata salah satu penjaga itu.

"Saya mau ketemu Alora! Bukan sama kalian! Awas minggir!" Bian hendak mendekati mobil tapi mereka langsung menahannya.

"Lepasin bangsat!!" bentak Bian emosi.

Melihat keadaan yang sudah tidak kondusif, Alora membuka pintu mobil dan keluar membuat mereka semua termasuk Bian berhenti bertengkar.

Para penjaga yang semuanya berpakaian hitam itu langsung menundukkan kepalanya dengan hormat ketika melihat Alora.

"Maaf, Nona, saya akan mengurus orang ini," ucap salah satu dari penjaga itu.

Alora mengangkat tangan kanannya. "Tidak perlu, lepasin dia, dan lanjutkan pekerjaan kalian."

"Tapi Nona, orang ini membuat keributan…."

"Kamu berani membantah?" tanya Alora dingin.

Mereka semua pergi setelah Alora berkata seperti itu. Perintah dari atasan memang tidak bisa dibantah, apalagi keluarga Arkatama yang memiliki kekuasaan.

"Ra, akhirnya gue bisa ketemu lo, gue kangen banget sama lo," ucap Bian sangat-sangat bersemangat.

"Pak, tunggu di mobil ya, saya mau bicara sebentar," ujar Alora singkat. Pak Odi mengangguk lalu menunggu di dalam mobil.

"Ada apa? Gue gak bisa lama-lama," kata Alora sembari bersender pada badan mobil.

"Ra, yang ada di rekaman itu gak bener, gue gak pernah jadiin lo pelampiasan. Gue bener bener cinta sama lo, Ra. Gak ada yang palsu dari semua tindakan dan perhatian gue selama ini."

Bian maju beberapa langkah, menatap lebih dekat gadis di hadapannya itu. "Kasih gue kesempatan sekali lagi, Ra. Kalo lo gak percaya, lo bisa tanya Darren atau Gaska. Mereka saksi kalo gue beneran sayang sama lo."

"Lo tau, kan, Citra emang berusaha merusak hubungan kita, makanya dia nunjukin rekaman itu sama lo."

Alora hanya menatap datar cowok itu yang terus menerus menjelaskan. Ia sama sekali tidak tertarik untuk menjawabnya. Arkatama Corp lebih penting daripada urusan ini.

"Ra, please percaya sama gue, ya?" pinta Bian memohon. Wajahnya menampakkan keseriusan saat menatap Alora yang seperti tak perduli.

Kali pertama. Ini adalah kali pertama baginya memohon kepada seorang perempuan. Ini yang pertama baginya berbicara panjang lebar pada seorang perempuan yang kini berhasil membuatnya seperti ini. Alora berhasil membuatnya takut kehilangan.

"Udah?" tanya Alora ketus. "Udah ngomongnya? Masih ada lagi, gak? Buruan gue sibuk," kata Alora membuat Bian tak percaya. Bukan jawaban itu yang ingin dia dengar.

"Ra, lo maafin gue, kan?"

"Bener, kan?" tanya gadis itu.

"Bener apa?" tanya Bian.

"Yang ada di rekaman itu emang lo sama temen temen lo, kan?"

"Ra, kenyataannya gak gitu, gue…."

"Gue tanya itu bener apa nggak?"

Bian mengangguk bersalah. "Bener, tapi lo belum denger semuanya, Ra…."

"Stop," cegah Alora saat Bian akan mendekat.

Mereka saling bertatapan dengan perasaan mendalam. Netra keduanya bertemu, menatap dengan ego masing-masing.

"Makasih banyak, Bian. Terimakasih banyak, karena lo gue tau rasanya patah hati yang belum pernah gue rasain selama ini," kata Alora kecewa.

"Asal lo tau, gue tulus bahkan sangat-sangat tulus menjalani hubungan ini sama lo. Gue bahagia karena gue pikir lo udah bales cinta gue. Gue bahagia karena akhirnya perjuangan gue menemukan titik kebahagiannya." Alora menjeda sesaat, maju untuk lebih dekat dengan Bian yang sekarang mengepalkan tangannya saat tatapan kecewa itu nampak jelas.

"Kata orang, jangan terlalu bahagia kalo gak mau sakit nantinya, dan ternyata itu bener. Gue terlalu memaksakan apa yang gak seharusnya terjadi."

"Ra, harus berapa kali gue ngomong, itu semua gak bener, rekaman itu gak merekam semua pembicaraan gue sampai selesai. Gue beneran sayang sama lo. Gue…."

"Jangan cari gue lagi, Bi. Sekarang gue pergi sesuai permintaan lo. Sekali lagi makasih banyak untuk bahagia sesaatnya dan patah hati ini yang untuk selamanya."

Tanpa mendengarkan jawaban Bian, Alora memasuki mobil dan meminta supirnya untuk pergi dari sana. Mungkin ini yang terbaik baginya dan Bian. Alora akan mengakhiri semuanya.

Bian terdiam seribu bahasa, tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Matanya menyiratkan kekosongan di sana. Ia gagal lagi menjaga orang yang disayanginya.

Mengapa semuanya jadi berakhir seperti ini? Bian sangat-sangat tidak mau kehilangan Alora. Ia sadar bahwa selama ini dia sudah jatuh cinta pada Alora. Ia juga sadar bahwa Alora sudah menjadi bagian dari hidupnya yang hampa selama bertahun-tahun.

Haruskah ia membiarkan cahaya itu hilang dan lenyap dari kehidupannya yang gelap?

•••

Setelah hampir seharian Alora berada di Arkatama Corp meninjau keadaan perusahaan, kini gadis itu sedang berada di ruangannya. Ia berada di ruangan Wakil Direktur yang terletak di lantai 15.

Arkatama Corp memang sebuah perusahaan yang sangat maju dan memilki banyak karyawan, dengan kantor perusahaan yang sangat-sangat besar. Karena itu, tak jarang para musuh Arkatama Corp berusaha untuk menjatuhkan perusahaan yang bergerak di bidang property itu.

Gadis itu hanya duduk sembari melamun, memikirkan kejadian pagi tadi saat bertemu Bian. Apa cowok itu benar-benar mau ia pergi? Mengapa dia tidak berusaha mengejarnya?

Ya, Alora memang sengaja menyibukkan diri agar tidak terus menerus memikirkan Bian, tapi tampaknya itu sia-sia. Ia masih tidak bisa menghapus Bian dari ingatannya.

"Permisi, Nona," ucap Dimas membuka ruangan Alora.

"Nona memanggil saya?" tanyanya sopan.

Alora mengangguk. "Pesankan tiket ke Dubai untuk malam ini. Cari penerbangan yang paling malam."

"Tiba-tiba sekali, Nona? Memang ada urusan mendadak? Karena Pak Jovan tidak memberi tahu saya," sanggah Dimas bingung.

Alora kemudian menatap laki-laki itu tanpa berbicara. Beberapa detik setelahnya Dimas mengangguk ragu. "Baik, Nona, akan saya pesan secepatnya."

"Tidak boleh ada yang tahu, apalagi Papi sekalipun," perintah Alora.

"Baik, Nona. Saya permisi." Dimas menutup pintu ruangan kemudian menelepon seseorang.

"Halo, Pak, Nona Alora ingin memesan tiket untuk ke Dubai malam ini."

"Biarkan saja, itu urusan saya," kata Jovan lalu mematikan handphone nya.

Jovan menatap istrinya yang sedang berbaring di kamar. "Kamu tau Alora punya pacar?" tanya Jovan tiba-tiba.

"Pacar? Sejak kapan? Mami gak tau."

"Emang Alora punya pacar, Pi?" tanya Mira karena Jovan tak menjawabnya.

"Mungkin, sedang Papi cari tau," jawab Jovan.

"Papi akan melarang Alora berpacaran?"

"Tergantung Alora menjalin hubungan dengan lelaki seperti apa. Aku tidak akan membiarkan putriku jatuh di tangan laki-laki yang salah," tutur Jovan.

Mira mengangguk. Ia sangat tahu Jovan menyayangi Alora lebih dari apapun. Alora putri satu-satunya. Alora yang sudah lama dinanti kehadirannya. Wajar kalau Jovan bersikap posesif seperti ini.

•••

Byurr!!

Bian menyiramkan air dingin yang dia bawa pada wanita itu. Dia langsung bangun setelah di guyur secara mendadak.

Wanita itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Kepalanya pusing sekali dan penglihatannya masih samar.

"Puas karena rencana lo berhasil?" tanya seorang laki-laki yang berdiri di depannya.

"Bi-bian? Ini di mana? Kamu apain aku, Bian?" Citra panik saat melihat sekelilingnya. Sama seperti kejadian terakhir kali saat Bian menyiksanya.

"Kenapa lo jahat banget Citra? Kenapa lo gak bisa berhenti gangguin hubungan gue dan Alora?"

"Aku gak mau liat Alora bahagia! Aku mau dia menderita seperti aku!" kata Citra berteriak marah saat Bian menyebut nama Alora.

Plak

Bian menampar wanita yang terikat di kursi itu dengan keras. "Lo emang gak ada takut-takutnya, ya."

"Aku gak takut! Aku akan lakuin apapun asalkan kalian putus dan Alora menderita!" ucap Citra terdengar berani, namun di dalam hatinya dia ketakutan sekali.

Bian tak menggubris, dia berjalan menjauh dari pandangan Citra.

Setelah tidak ada Bian, Citra langsung menundukkan kepalanya merasa lemah. Entah sudah berapa hari ia di sini, rasanya lapar sekali. Citra tidak ingat jelas kenapa ia bisa berakhir di tempat ini.

"Kepala gue pusing banget, gue laper," gumam wanita itu mulai merasa lemas.

Citra menyipitkan matanya saat melihat siluet seseorang yang berjalan semakin dekat ke arahnya.

"Lo gak takut, kan? Oke gue akan kirim lo sekarang ke neraka. Ke tempat peristirahatan terakhir lo," ucap Bian berdiri tegak dengan memegang pistol di tangannya.

"Nggak, kamu gak bakal berani. Kamu bukan penjahat, Bian," ujar Citra tidak mau terkecoh. Ia yakin Bian tidak akan melakukan hal nekat seperti itu.

"Gimana, kamu udah putus sama Alora? Kamu mau balikan sama aku lagi, kan? Aku yakin kamu masih cinta sama aku, Bian, aku yakin."

"Alora itu licik, dia bisa lakuin segala cara untuk merebut kamu dari aku. Aku yakin kamu cuma main-main, kan, sama dia? Kamu gak beneran suka, kan?"

"Alora itu bukan tipe kamu, Bian. Kamu gak mungkin suka sama dia, cewek tomboi, urakan, mainnya sama cowok, iya, kan?"

Citra sengaja berbicara panjang lebar agar pikiran Bian teralihkan dari pistol di tangannya itu, tapi justru semua ucapan Citra membuat Bian mendidih dan ingin menghabisi wanita itu secepat mungkin.

"Kamu…."

"Diam!!! Berisik! Sekali lagi lo bicara, gue pastiin peluru ini bersarang di kepala lo."

"Kamu gak akan berani Bian, aku tau kamu bukan orang jahat," jawab Citra setenang mungkin.

"Alora gak sebaik yang kamu kira, Bian…."

Dor

Satu peluru dilepaskan dan mengenai lengan kiri Citra membuat tubuhnya langsung lemas tak bertenaga. Bian benar-benar menembaknya tanpa ragu.

"Bi… kamu…," Citra tak sanggup berkata-kata lagi. Tubuhnya benar-benar lemas sekali setelah peluru itu bersarang di tubuhnya. Ia seperti mati rasa. Otot-otot nya seketika tidak berfungsi dengan baik.

"Lo tau gue gimana, Cit, tapi kenapa lo masih berani main-main sama gue?" tanya Bian datar setelah melepaskan tembakan pada wanita itu.

Dengan semua amarah dan rasa dendam yang teramat besar, Bian kembali mengangkat pistolnya sebelum Citra sempat menjawab.

"Nggak… jangan, Bi…," kata Citra lemah.

"Ja—,"

Dor

Bunyi tembakan kedua itu menggema di seluruh ruangan. Citra yang sudah benar-benar shock dan terluka jatuh tidak sadarkan diri. Peluru kedua itu tidak mengenai tubuh Citra tetapi mengenai tembok di belakang wanita itu, hanya saja telinga kirinya sedikit tergores oleh peluru yang melesat tidak jauh di dekatnya.

Melihat Citra yang pingsan dengan darah bercucuran lari lengan kirinya, Bian berbalik dan keluar meninggalkan wanita itu.

"Urus dia," perintahnya pada beberapa orang yang sejak tadi berjaga di depan pintu.

Bian bisa saja membunuh Citra, namun ia tidak bisa karena wajah Neta-ibunya selalu muncul saat ia melihat Citra.

Mereka menurut dan masuk ke dalam kemudian membawa tubuh Citra dengan menggunakan mobil hitam yang entah tujuannya kemana.

Apakah Citra akan dibuang begitu saja? Atau Bian masih ingin menyiksanya? Atau justru Bian akan melakukan hal-hal yang tidak bisa kalian bayangkan sebelumnya?

•••

"Woi bro!! Apa kabar nih." Gaska langsung menyapa Bian ketika cowok itu terlihat memasuki kafe tempat mereka berjanjian.

"Ngapain lo ngajak gue ke sini? Awas aja kalo gak penting, gue gibeng lo sampe mampus," cecar Bian saat mendudukkan diri di depan mereka berdua.

"Tenang, Bi, gue yakin lo bakalan shock berat saat tau berita dari gue," ucap Gaska.

Darren juga tak kalah penasaran. Pasalnya Gaska sudah heboh sejak semalam ingin mereka berkumpul karena ada sesuatu yang mendesak katanya.

"Buruan, Ka, gue gak bisa lama-lama, habis ini gue mau nyari Alora lagi," ucap Bian.

"Gak perlu, gue tau dimana Alora sekarang," kata Gaska, Bian langsung menatapnya bertanya.

"Alora di hotel Primland sama om-om kaya," ucapnya membuat Bian naik pitam.

"Jangan asal ngomong bangsat. Lo mau gue bogem sekarang, hah?!" teriaknya tak terima.

"Tau lo, Ka, jangan sembarang lo," imbuh Darren.

"Gue tau reaksi kalian pasti kaya gini, makanya gue udah siapin bukti konkret."

Gaska membuka ponsel dan dan melihat foto yang kemarin sudah di ambilnya.

"Nih, ini buktinya. Asli no edit edit club," ujar Gaska meletakkan ponselnya di meja, menampakkan foto seorang perempuan yang sedang bermesraan bersama seorang pria matang.

Bian terperangah melihat foto itu. Jelas sekali kalau itu Alora meskipun hanya nampak dari samping. Tapi sedang apa dia bersama laki-laki itu? Apa yang mereka lakukan di hotel?

Apa Alora sengaja mencari masalah dengannya agar dia bisa bersama om-om itu? Alora sengaja mengakhiri sepihak hubungannya karena om-om kaya itu?

Tangan Bian terkepal erat. Namun ia percaya Alora bukan perempuan seperti itu, terlebih lagi Alora berasal dari keluarga berada, untuk apa dia bersama Om-om. Alora tidak kekurangan apapun.

•••

Operasi Citra berjalan dengan lancar. Peluru di lengan wanita itu juga sudah dikeluarkan oleh Dokter. Sekarang Citra sudah dipindahkan ke ruang inap tetapi masih belum sadarkan diri.

Bagas dan Celine memasuki ruang inap putrinya dan melihat Citra yang masih tertidur akibat obat bius setelah operasi. Dokter mengatakan Citra akan sadar beberapa jam lagi.

"Nyusahin aja. Lagian kenapa dia bisa sampe kayak gini," gumam Celine kesal.

"Celine sudahlah Citra tetap anakmu, jangan berkata seperti itu," tegur Bagas.

Setelah melihat kondisi Citra Bagas merasa bersalah karena telah melampiaskan kemarahannya pada putrinya.

"Gimana kita bisa bayar biaya rumah sakit," tanya Celine menatap suaminya.

"Tabungan ku masih ada, kamu tidak usah khawatir."

Bagaimana Celine tidak khawatir. Semakin hari keuangan keluarganya semakin merosot sejak kejadian pembatalan investasi dengan Arkatama Corp. Sampai sekarang belum ada perusahaan besar yang mau berinvestasi pada perusahaan Bagas.

Bagas juga terpaksa mengurangi karyawan di kantornya karena tidak bisa membayar gaji mereka.

Pria itu menatap istrinya. Ia tahu bahwa Celine khawatir takut perusahannya jatuh bangkrut. Bagas juga tahu bahwa sejak kecil Celine tidak pernah hidup susah. Dengan cara apapun Bagas harus bisa bangkit demi keluarganya.

TARGET VOTE & KOMEN HARUS DI ATAS 1K

TIDAK AKAN UP SEBELUM TARGET TERPENUHI.

NEXT PART KALIAN AKAN TERKAMCHAGIYA☺️

SPAM NEXT DI SINI👉

SPAM UP DI SINI👉

SPAM ALORA👉

SPAM BIAN👉

SPAM NEVAN👉

SPAM 🤍 BUAT MOMI☺️👉

🌼

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN RP CERITA INI;

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 88.2K 56
BOOK 1 > Remake. 𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬⚠️ ⚠️𝘥𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘰𝘮𝘰𝘱𝘩𝘰𝘣𝘪𝘤 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵...
997K 31.3K 43
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
656K 19.2K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...
2.1M 97.5K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...