That's Love

By maydha_gemini

207K 9.3K 581

disaat aku berdiri di sampingmu, kamu mengacuhkanku, seolah aku adalah cewek yang nggak kamu kenal. ... More

Prolog
meet him
boy friend? really??!!
maaf
patah hati #1
rencena
my new life
perjuangan
saatnya beraksi
beraksi || 2
beraksi ||3 -mulai ada rasa???
Nando Sialan!!!!
WEIRD
maju satu langkah?
Aneh.
It's Ok That's Love- My Best Friend's Secret
Fakta Mengejutkan
Benarkah?
Kenyataan Pahit
Bertemu Lagi
I love you too
TL | End
gay

si Jelek, Item, Gendut, Botak dan nggak punya muka

15.3K 537 20
By maydha_gemini

Untuk pertama kalinya suasana di meja makan seperti ini, nggak ada canda tawa, nggak ada ledekan-ledekan dari mulut papa untukku. dan seakan tau apa yang terjadi, adik serta kakakku diam, mereka khusyuk dengan makanan sendiri.

Mataku terus menatap nasi di depanku, mengacak-acaknya sebelum memasukkan kedalam mulut.

Drrt drrt drrt drrt

Getaran di ponsel membuat kefokusanku teralih dan mengambil benda mungil yang pintar, menempelkan ketelinga, menunggu seseorang di sebrang menyapa duluan.

"Hallo Za."

"Ya Tas?"

"Kita jadikan berangkat bareng hari ini?"

Bodoh! kenapa aku bisa lupa kalau aku berangkat sama Tasha?? setelah ia cuti ber hari-hari sebelumnya. aku khawatir sama dia, apa dia akan lulus mengingat dia yang sering sekali mengambil cuti?.

"Jadi kok. gua kesana sekarang."kataku menutup telpon sepihak dan berdiri dari kursi mencangklongkan tas rancel ke pundak kanan berlalu dari meja makan tanpa perlu berpamitan.

Tanganku merogoh saku baju sekolah mengambil kunci mobil dan menggenggamnya erat, mataku tertutup menahan rasa perih di hatiku dan kembali terbuka setelah menghela nafas panjang.

.

Mobil yang ku kenderai melaju membelah jalan raya, tangan kanan bertumpu pada jendela mobil untuk menopang kepalaku, tangan kiriku memegang stang kemudi. tatapanku kosong menatap jalanan di depan, aku nggak perduli jika nantinya aku akan di tabrak atau menabrak? itu yang aku inginkan sekarang, aku ingin amnesia, menghilangkan memory semalam, memory yang mengecewakan.

Brruuukkk

Aku terpekik mendengar benda jatuh dengan keras, sepontan kaki kiriku menginjak pedal rem dalam membuat tubuhku sedikit terpental kedepan.

Tanganku melepas seatbelt yang melilit ditubuh berjalan tergesa ke arah depan.

Mulutku menganga gak percaya melihat siapa yang aku tabrak. haruskah aku minta maaf karena sudah menabrak? atau aku bersyukur karena sudah menabrak-nya?.

"Yaampun yayang Aza!! hati-hati donk kalo bawa mobil. liat nih? aa' Rico jadi tergores tangannya,"racau orang yang aku tabrak menunjuk kedua sikunya yang sedikit lecet.

Aku menatap ngeri pria di depan yang memanggilku yayang. heyy. sejak kapan nama depan ku ada yayang-yayangnya segala? ish cowok jelek ini!!.

"Gua udah ati-ati, loe-nya yang ngak ati-ati, kalo loe ati-ati loe nggak akan nungseb di mobil gua."

Semua mata yang tadinya menatap dia prihatin kini bergantian menatapku sinis. emangnya aku fikirin kalian mau natap aku kayak apa?.

"Dih yayang. masak bicaranya kejem banget sih sama aa' nggak perhatian sama pacarnya sendiri"

Hueeek

Aku ingin muntah mendengar nada bicaranya yang di buat imut, apalagi mukanya? duh ya allah. ampuni hamba.

"Rico. nggak usah ngaco deh kalo ngomong jadi orang. gua lagi bad mood, nggak usah di tambahin, tuh motor loe bawa aja ke bengkel, nanti setruknya biar gua yang bayar, terus yang terluka cuman sikut loe ajakan? nggak parah kok cuman lecet."kataku sebal, berbalik menuju pintu mobil, membukanya dan masuk kedalam.

Tanganku memegang rem tangan menariknya mundur membuat mobilku berjalan mundur.

Setelah agak jauh dari tempat terkutuk itu tanganku menekan klakson satu kali sebelum berlalu dari hadapan si jelek, item. gendut dan nggak punya muka. nggak punya muka dalam hal lain, bukan nggak punya muka bener-bener nggak punya muka, kalo bener-bener nggak punya muka dia setan donk??.

Sebenernya sih, semua yang aku omongin itu salah, yang terjadi sebenernya itu kebalikannya, dia itu itu prince charming sekolah, padahal baru beberapa hari ia masuk sekolah.

.

Mobilku berhenti tepat di depan Tasha, nggak perlu membuka kaca mobil biar dia tau kalau ini aku, karena kita udah sering pergi bersama memakai mobil ini.

"Sory ya lama. tadi ada kejadian yang nggak banget."kataku saat melihat Tasha sudah duduk nyaman.

Tasha terkekeh dan mengangguk. "nggak pa-pa kok Za, gua aja baru nyampe di sana karena ulah nyebellin Vino."

Aku tersenyum tipis mendengar perkataan Tasha, andai saja dr. Verdi itu sama seperti kak Vino, aku pasti bahagia banget, di cintai sebegitu dalamnya, nggak perlu memanggil para normal untuk mengetahui seberapa dalam kak Vino mencintai Tasha, cukup melihat kedua manik mata itu dan kalian akan tau sendiri.

Dulu aku selalu berangan-angan di cintai seseorang yang begitu dalam, sama halnya seperti kak Vino mencintai Tasha. kapan ada orang yang membawa cintanya padaku, bukan hanya membawa, tapi juga buktikan.

Mataku mengerjap beberapa kali mencoba fokus sama jalanan, aku nggak mau kejadian beberapa menit yang lalu terulang lagi.

"Loe lagi ada masalah Za?"

Kepalaku menoleh kearah Tasha menatap wanita di sampingku sekilas dan menggeleng.

"Jangan bohong Naza."

Aku terdiam mendengar perkataan Tasha, wanita ini bisa menjadi wanita yang peka jika dia ingin, dan dia juga bisa menjadi wanita yang nggak peka jika ia ingin, wanita di sampingku sangat unik. aku masih ingat saat pertama kali masuk SMA, aku selalu melihatnya yang selalu di ganggu sama kakak OSIS lelaki, dia terlihat seperti anak kuliahan yang kesasar ke SMA.

Bodynya yang bisa di bilang seksi meski baju SMP-nya agak kebesaran waktu itu, tapi tubuh meloknya masih bisa terlihat, wajah yang selalu menyungginggkan senyum menawan, kulit kuning langsatnya semakin membuat dia sangat menarik.

Terkadang aku tersenyum sendiri mengingat Tasha yang nggak pernah peka sama kode keras dari kakak OSIS, dulu aku kira dia orang yang nggak peka sama sekelilingnya tapi lambat laun aku bisa tau sifat aslinya karena entah bagaimana ceritanya aku selalu satu bangku sama dia, meski awalnya dia satu bangku sama orang lain tapi akhirnya kita akan kembali satu bangku.

"Naza jangan meleng."

Aku kembali tersadar dari dunia ghoibku, dan terkekeh melihat wajah Tasha yang mengembung sebal.

"Gua nggak mau balik sama loe nanti, nyawa gua bisa-bisa melayang kalo loe terus-terusan ngelamun saat mengemudi."

Aku mencibir perkataan Tasha. "Halah! bilang aja mau ayang-ayangan sama Aa' Vino. iya kan? pake acara bawa cara ngemudi gua lagi."

Tasha mendelik sebal mendengar perkataanku, sedangkan aku terkekeh melihat wajah meronanya, sangat nggak singkron sama matanya yang bulat menatapku tajam, ehm salah, mencoba tajam. yaampuun!!

"Ngemudi aja yang bener."

Dan aku semakin tertawa mendengar perkataan judes Tasha. Tasha-Tasha, dia masih aja sama, kalau nggak nyaman dengan pembicaraan dia akan dengan cepat mengalihkannya.

Tawaku hilang di gantikan kening yang mengkerut melihat Tasha menatapku aneh dari kaca spion.

"Ada apa sih Sha?"

Kepalanya menggeleng dan tersenyum mistrius "No think."

Keningku semakin mengkerut mendengar perkataan Tasha. ah sudahlah, mungkin anak itu lagi kangen sama aa' Vinonya.

.

Mobil nissan juke-ku berhenti di parkiran dengan manis, tanganku melepaskan seatbelt dan membuka pintu mobil bersamaan sama Tasha.

Kakiku sudah melangkah menjauh dari mobil, kepalaku menoleh kekiri memastikan Tasha ada di sebelahku, tapi yang kulihat malah orang lain.

Kepalaku melengok kebelakang melihat Tasha yang berdiri di tempat tadi ia berdiri saat membuka pintu mobil, mataku mengikuti pandangan matanya sampai berhenti ke satu titik.

Satu titik yang aku kagumi, selain dia tampan dia juga pintar, orang seperti itulah yang aku kagumi bukan artis-artis yang bisanya membuat sensasi di televisi.

Sepertinya pak Rinaldi nggak mengetahui keberadaan Tasha yang terus menatapnya.

Langkahku berjalan mendekati Tasha, menepuk pundak wanita di depanku, membuat kepalanya menoleh kearahku dan tersenyum manis, tangannya melingkar di lenganku, mengajakku berjalan menjauhi area parkir.

Kok aku berasa ada yang lupa ya? kurabah pundak kananku merasakan gak ada beban di sana, mataku melirik kearah sana. astagaaa!! rancelku ketinggalan di mobil.

Langkahku kontan berhenti membuat langkah Tasha juga ikutan berhenti, matanya menatapku bingung.

"Rancel gua ketinggalan."

Mata Tasha membulat gak percaya. gak lama kepalanya menggeleng geli, sedangkan aku tersenyum malu.

"Pelupa loe makin akut Za, cepet-cepet ke dokter deh."

Tanganku terjulur menoyor kepala Tasha sebal. sembarangan kalo ngomong. gak memperdulikan ejekan Tasha aku berjalan santai ke arah mobil membuka pintu belakang menarik tas rancel menaruhnya di pundak.

Kepalaku menoleh kekiri, di mana suara brisik mengusik ketenangan-ku yang mengambil tas rancel.

Kedua tanganku bertumpu ke pinggang, menatap pemandangan menjijikan di depan. Rico cuman tergores saja mereka segitu khawatirnya. oh astaga!! pake pelet apa sih dia? sampe semua siswi yang kebetulan ada di parkiran sebegitu protective-nya?. ckckckc. dasar playboy ulung. dari zaman orok sampe sekarang masih aja sama, nggak ada beda-bedanya.

Oh ya aku lupa ngasih tau ya sama kalian? si jelek itu sahabat aku dari kecil, persahabatan kita putus pas saat hubungan -pacaran- kita putus.

Jika ada orang bilang, 'persahabatan cewek dan cowok akan langgeng tanpa ada perasan melebihi batas' aku sangat nggak percaya sama itu, nyatanya? lihat? aku sudah membuktikannya sendiri kalo itu OMDO, orang yang bicara seperti itu pasti sedang tidur.

"Ciee, Rico habis ketabrak, Cieee."teriakku melengkungkan jari-jariku kearah bibir.

Rico dan semua cewek yang ada di sana menatapku dengan pandangan berbeda-beda.

"Duh Ric, cuman tergores aja manja amat jadi cowok. sini gua tambahin. sini sini sini."kataku menaik turunkan tangan terlihat seperti memanggil seseorang untuk lebih mendekat.

"Naza. eloe ya yang bikin prince charming kita jadi seperti ini?"tanya Natlie menatapku sinis sembari menarik tangan prince charmingnya menunjukan siku yang lecet.

Aku tersenyum manis menanggapi perkataan Natlie. "Bilang aja Nat, mau megang tangan Rico, pake acara bawa-bawa nama gua segala. jaim banget sih."

Mendengar perkataanku Natlie malah bersemu, amarah yang tadi begitu terlihat di matanya kini berubah menjadi malu-malu anjing.

Semua mata yang ada di sana menatap Natlie geram, apalagi tangan Natlie yang tak kunjung melepaskan tangan Rico.

Kepalaku menggeleng geli dan terbahak. tanganku terulur keatas melambai "Dada semua. gua kekelas duluan yah. bye, Rico sayang. mmuah. cepet sembuh."kataku iseng sembari kiss jauh dan berlari kencang sebelum fans fanatik Rico membunuh rambut indahku.

.

Aku masih terkekeh sampai di kelas, semua anak menatapku aneh, apalagi Tasha dan Niken.

"Loe kenapa deh?"

Aku masih asik terkekeh dan menggeleng geli, tanganku memukul-mukul meja gemes. ya ampun. kalian tau gimana wajah Rico? shock, antara shock dan geli yang terpampang nyata di wajahnya, dan wajah semua siswi di sana menatapku membunuh.

Wow! hiburan yang menarik, aku akan coba lain kali jika aku sedang galau berat seperti sekarang. huh. Za, kamu ngapain sih mikirin orang itu? lupain dia Za, lupain.

"Dih loe aneh deh Za. tadi terkekeh sampe kayak orang gila sambil mukul-mukul meja segala, sekarang? Muka loe kayak orang yang di tinggal kawin tau gak?"

Mataku menatap sinis Niken yang duduk di depanku, sedangkan Tasha mengangguk setuju. aku menghela nafas lelah. "Masih mending di tinggal kawin, rasanya cuman satu kali. nah gua? berkali-kali."gumamku lirih.

Mataku melirik keluar jendela, kepalaku menyender ke rancel di atas meja.

"Loe kenapa Za?"tanya Niken mengelus rambutku lembut.

Kepalaku menggeleng masih menyenderkan kepala ke rancel.

Aku tersentak saat Niken menarik tanganku menyuruhku untuk mengikuti langkahnya, kepalaku menatap Tasha, minta bantuan, yang di jawab gelengan kepala. siapapun tolong akuuuu...... aku nggak mau di introgasi sama calon pengacara.

Niken terus menarik tanganku membawaku entah kemana, aku hanya mampu mendesah pasrah, aku sudah siap di introgasi sama ibu pengacara sekolahan yang sadisnya melebihi emak tirinya cinderalla.

"Duduk."

Aku mengikuti perintah Niken dan duduk di kursi taman yang sepi, taman yang menyaksikan awal pertemenan kita -aku dan Niken-, sepertinya aku akan menyesal karena mau temenan sama Niken.

Niken duduk di hadapanku, matanya menatapku tajam, tangannya terlipat di meja kayu yang sengaja di buat oleh pihak sekolah. mataku menyusuri setiap jengkal taman, menghindari tatapan tajam milik Niken.

"Siapa yang bikin loe patah hati?"

Mataku menatap Niken nggak percaya. kenapa dia tanya itu? kenapa nggak nanya 'apa yang terjadi? atau yang lainnya, kenapa pertanyaan sensitive itu?.

"Bukan siapa-siapa."

"Aza. gua tau gimana loe. kalo loe nggak lagi patah hati loe nggak mungkin seperti ini. gua tau persahabatan kita baru seumur jagung tapi gua tau semua sifat loe Za. kalo loe nggak lagi patah hati, loe nggak mungkin cari seseorang buat loe isengin."

Aku terdiam mendengar perkataan Niken. dia benar, aku nggak mungkin ngisengin orang kalau aku nggak lagi patah hati, ngisengi orang itu salah satu hal yang mujarab agar kita kembali tertawa tanpa di paksakan.

"Niken,"panggilku lirih, mataku menatap jari-jari tangan yang saling bertautan. "kalo loe jadi gua, apa yang akan loe lakuin?"tanyaku mendongak menatap Niken yang mengangkat satu alisnya.

"Kalo cowok yang loe taksir cinta sama orang lain, apa yang harus loe lakuin?"

Niken terdiam sesaat mendengar kata-kataku, perlahan bibirnya tertarik keatas "Kalo gua jadi loe, mungkin gua akan move on. tapi sayang, move on nggak segampang kita ngucapinnya, kan? move on itu butuh proses yang panjang, dan proses yang panjang itu belum ada jawaban yang pasti, entah kita bisa ngelupain dia, atau malah semakin mencintai dia. kalo gua jadi loe, gua lebih milih opsi yang kedua,"

Alisku terangkat mendengar perkataan Niken. menunggu kata selanjutnya dari bibir gadis di depanku.

"Opsi yang kedua yaitu... Memastikan, apa cinta yang gua rasain lebih besar ketimbang cinta si cewek yang di taksir, kalo cinta gua lebih besar gua akan pertahanin dia, tapiii... kalo cinta si cewek itu yang lebih besar, gua akan mundur teratur tanpa di perintah."katanya tersenyum lembut. tangannya mengelus punggung tanganku memberikan ketenangan.

"Terserah loe mau ngikutin pemikiran gua atau loe punya pemikiran sendiri, yang penting... loe nggak boleh jadi duri di antara daging, kecil tapi menyakitkan jika menyangkut di tenggorokan."

Aku terdiam mendengar perkataan Niken, apa yang dia katakan itu benar, aku nggak boleh jadi duri di antara daging, tapi...

"Apa Tasha tau soal ini? gua liat kalian semakin akrab saat Ismi mulai bertingkah menyebalkan."

Aku terdiam mendengar perkataan Niken, bingung harus menjawab apa.

"Seenggaknya kasih tau dia, gua yakin Tasha ada sangkut pautnya sama ini kan?"

Kepalaku mendongak menatap Niken ngeri. dia kalau sudah sok tau selalu tepat sasaran. semoga saja dia nggak tau kalau siapa yang membuatku galau 7 turunan.

"Loe nggak usah mandang gua kayak gitu, bukan pertama kalinya buat loe denger celetukan gua yang selalu tepat sasaran."katanya menyombongkan diri. aku memutar mataku malas menanggapi kenarsisan seorang Niken Fahreza.

"Seterah loe deh. gua mau kekelas dulu, bentar lagi bel."kataku acuh berdiri dari kursi berbentuk kayu yang di tebang.

"Zaza, tungguin wooy!"teriaknya heboh.

Astagaaa. kenapa makin lama sifat anarkisnya semakin menjadi? tingal nyusul aja kok repot, lagian jaraknya kan nggak sejauh antara indonesia, Chanada, nggak usah teriak juga aku denger. untung di sini nggak ada orang, kalo ada pasti jadi bahan tontonan lagi.

.

Mataku terus memperhatikan gerak tangan pak Rinaldi yang masih menjelaskan rumus-rumus, entah rumus apa. kepalaku bertumpu pada tangan yang menekuk di meja.

"Masih cinta sama kak Inal, hemm??"

Mataku beralih menatap Tasha yang masih mencatat tanpa melihatku, tapi aku yakin kalau tadi dia  bicara sama aku.

"Emangnya, gua pernah bilang, kalau gua cinta sama pak Rinaldi ya?"tanyaku lirih dan kembali menatap papan tulis tanpa minat.

"Bukannya dulu loe bilang kalo loe suka sama kak Inal?"

Mataku kembali menatap Tasha yang sedang menatapku dengan kening mengkerut.

"Gua emang bilang kalo gua suka sama pak Rinaldi, tapi nggak cinta. suka sama cinta kan beda Tas"kataku malas dan kembali menatap papan tulis.

Pak Rinaldi menatap mejaku dengan pandangan rindu, aku tau pandangan itu untuk siapa, sudah pasti sudah ia kalau yang di pandang itu Tasha.

"Jad..."

"Ok Class... sampai jumpa minggu depan. selamat siang."kata pak Rinaldi memotong perkataan Tasha dan berlalu dari kelas. kelas yang tadinya hening, kini berubah menjadi pasar ikan.

Mataku yang tadi menatap Tasha kembali menatap depan saat pak Rinaldi memotong perkataan Tasha dan kembali menatap wanita di sampingku. sepertinya dia enggan melanjutkan kata-katanya barusan.

Buku-buku yang berserakan di meja kami satu persatu masuk kedalam tas Tasha, yang tersisa hanya buku tulisku dan novel yang sama sekali gak ku sentuh. sejak tadi pagi hingga siang, aku sama sekali gak menyatat apapun, aku hanya menatap papan tulis, dan beruntung sekali aku punya kualitas otak yang gak bisa rendahkan dalam pelajaran.

Tasha masih sibuk memasukkan buku-buku kedalam tas dan menatanya rapi. kutegakkan dudukku menarik buku pelajaran dan memasukkan kedalam tas.

"Gua duluan ya Ndut. sampai ketemu besok."pamit Niken menarik pipi chabiku.

Aku bergumam malas menatapnya datar, sedangkan dia tertawa setan sebelum bangkit berdiri dari singgah sananya.

Kepalaku menoleh kearah Tasha menatap wanita di samping sekilas.

"Kak Vino udah jemput Sha?"tanyaku sembari memasukkan buku novel kedalam tas.

"Katanya sih udah di jalan."jawabnya masih melakukan aktifitasnya sejak tadi.

"Gua masih nggak nyangka kalau loe bakalan pergi dari sekolah ini."Kataku menutup tas rancel dan duduk di bangku, mengingat pembacaraan kemaren via telephone. "dan gua beneran masih belum nyangka kalau di sana ada Tasha J."sambungku menatap perut datarnya.

Di tariknya tas selempang yang ada di meja dan ikut duduk di sebelahku.

"Gua juga masih belum nyangka kalau ini semua terjadi sama gua Za, dari A sampai Z, bahkan gua pernah berfikir kalau gua sedang koma dan memimpikan hal yang aneh-aneh."

Aku tertawa mendengar khayalannya yang aneh. anak ini benar-benar unik

"Loe beneran mau sign out dari sekolah ini?"tanyaku menatapnya masih gak percaya dengan jalan fikiranya

Dia menghembukan nafas lelah dan tersenyum masam "Mau gimana lagi?"

"Setelah loe pergi dari sekolah ini, nanti pasti kita jarang bertemu."kataku memandang kursi yang ku injak dan kembali menatap Tasha menggoda.

"Jadilah istri yang baik buat prince charming loe ya Sha."godaku sembari terkekeh.

"Prince charming? loe kira ini novel? pake prince charming segala."sahutnya sebal yang makin membuat ku tertawa.

Aku tertawa mendengar sungutannya, emang apanya yang salah? kak Vino kan emang Charming banget mukanya, tapi nggak se charming dokter Verdi sih, dokter Verdi kan paling Charming di antara cowok Charming di muka bumi ini. stop Naza, stop. jangan mikirkan dia, kamu harus bisa melupakannya Za, Harus melupannya.

Memikirkan dokter Verdi aku jadi ingat dengan kejadian semalem dan itu berdampak pada tawaanku, semakin lama aku tertawa semakin hambar di dengar. kepalaku menunduk menatap kursi yang ku pijak. kuhembuskan nafas panjang, dadaku berdetak lambat seolah menikmati rasa sakit di dalam hatiku.

"Za?"panggilnya lirih.

Aku masih menundukkan kepala, bahuku bergetar menahan tangis. ini menyesakkan, sungguh.

"Za? loe ken...."

"I hate my live,"Gumamku purau memotong perkataan Tasha. "I dont know what mistakes I did in the past, to the point that I have to like it."

kepalaku mendongak menatap Tasha dengan mata yang memerah, cairan bening sudah keluar dari mataku.

Aku menangis. menangis untuk kesekian kali, menangisi hal yang sama, menangisi perasaanku sendiri, menangisi hidupku yang di penuhi oleh orang-orang munafik, oleh orang-orang yang tega membohongiku.

Kuhela nafas panjang mencoba memberhentikan tangisku.

"Kemaren gua keperusahaan bokap untuk ngerayain ulang tahun beliau sebagai kejutan, tapi nyatanya malah gua yang di kasih kejutan. coba aja gua nurutin perkataan mama untuk nggak ke perusahaan papa, tapi emang gua keras kepala, nggak bisa di kasih tau,"

Kurasakan elusan lembut di punggungku membuatku sedikit rilex untuk kembali melanjutkan. mataku tertutup menahan gejolak di dadaku.

"Gua liat... gua liat... gua liat hiks,.. gua liat bokap gua sedang... di... dia sedang main sama dr. Verdi."

Tangan yang tadi mengelus punggungku berhenti bergerak. sepertinya dia shock dengan apa yang ku katakan. apa Tasha nggak tau kalau dr. Verdi itu gay?, aku nggak mau ambil pusing, aku kembali melanjutkan ucapanku tanpa memandangnya. tatapanku tertuju ke dinding penghalang ruangan.

"Gua jijik sama bokap gua sendiri, dia udah ngancurin hati gua Sha. loe tau kan kalau gua cinta sama dokter Verdi? loe taukan Sha? dan bokap gua juga tau, dia tau, karena dia udah liat foto dokter Verdi... hiks... hiks.... hiks"

Tanganku menangkup wajah, menyembunyikan di kedua telapak tangan.

Untuk beberapa saat yang terjadi hening, tangan yang tadi menutupi wajah kini sudah berganti mengelap sisa-sisa air mata di pipiku.

Kuhirup dalam-dalam udara di sekitar. aku nggak boleh cengeng, aku nggak boleh nangis hanya karena ini, aku gadis yang kuat, aku nggak mau terlihat bodoh di depan mereka karena perasaan konyol ini.

"Udah yuk mendingan kita pulang, gua yakin prince charming loe udah dateng."kataku mencoba tersenyum manis meski masih sesenggukan dan turun dari meja.


Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 289 29
[TAMAT] Bagaimana rasanya ketika orang di masa lalumu datang dan menampakkan diri di hadapanmu dengan alasan yang membuatmu merasa memiliki harapan k...
17.1K 819 41
Kisah ini adalah terjemahan dari buku berbahasa Belanda yang berjudul Borneo van Zuid naar Noord karya M.T. Hubert Perelaer, berkisah tentang empat s...
349K 34.9K 135
Peringatan Keras: Konten Tua Khusus usia 100++ Membaca ini dapat menyebabkan Anda mual, muntah, stres, bahkan gila. [versi re-publish dari Efarkey si...
Married to a Gay By rora

General Fiction

1.2M 29.5K 7
[DIHAPUS - Bisa dibaca lengkap di aplikasi Dreame/Innovel] Apa jadinya jika kamu diminta untuk menikahi seorang pria dengan orientasi seks yang menyi...