See You After Midnight [PUBLI...

By dindaarula

52.5K 5.7K 271

[Cerita Terpilih untuk Reading List @RomansaIndonesia Kategori Cerita Bangku Kampus - Oktober 2023] Hanya but... More

dia, zefran
bagian satu // dia, ingat
bagian dua // dia, menetap
bagian tiga // dia, muncul
bagian empat // dia, dekat
bagian lima // dia, bersinar
bagian enam // dia, peka (1)
bagian tujuh // dia, peka (2)
bagian delapan // dia, hangat
bagian sembilan // dia, tak acuh
bagian sepuluh // dia, penolong
bagian sebelas // dia, memuji
bagian dua belas // dia, lelah
bagian tiga belas // dia, jujur
bagian empat belas // dia, hadir
bagian lima belas // dia, menolak
bagian enam belas // dia, ahli
bagian tujuh belas // dia, setara
bagian delapan belas // dia, pencuri hati
bagian sembilan belas // dia, berani
bagian dua puluh // dia, juga
bagian dua puluh satu // dia, setuju
bagian dua puluh dua // dia, nyata
bagian dua puluh tiga // dia, cemburu
bagian dua puluh lima // dia, khawatir
bagian dua puluh enam // dia, tak berhak
bagian dua puluh tujuh // dia, menunggu
bagian dua puluh delapan // dia, berbeda
bagian dua puluh sembilan // dia, akan pergi
bagian tiga puluh // dia, menanggung sendiri
bagian tiga puluh satu // dia, korban
bagian tiga puluh dua // dia, jahat
bagian tiga puluh tiga // dia, takut
bagian tiga puluh empat // dia, mengaku
bagian tiga puluh lima // dia, tak paham
bagian tiga puluh enam // dia, berharga
bagian tiga puluh tujuh // dia, kembali (end)
dia, linka
bagian ekstra 1
bagian ekstra 2
bagian ekstra 3
šŸ“£ PENGUMUMAN PENTING
šŸ“£ VOTE COVER
šŸ“£ OPEN PRE-ORDER

bagian dua puluh empat // dia, tangguh

970 124 1
By dindaarula

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam ketika Zefran memutuskan untuk istirahat sejenak usai kembali menyicil skripsi. Lelaki itu tadinya hendak langsung menuju lantai bawah sebab ingin nengusir rasa lapar yang sempat mengganggu fokusnya. Sejenak ia pun membalas beberapa chat yang ia terima sebelum kembali menaruh ponsel di atas tempat tidur dan berdiri.

Namun, belum sempat Zefran melangkah menuju pintu, penerangan di kamarnya mendadak lenyap hingga menyisakan gelap. Sesaat lelaki itu hanya terdiam, mencerna apa yang terjadi, sebelum ia raih lagi ponsel guna menyalakan flash. Sebelum keluar dari kamar, Zefran lebih dulu menyimpan dokumen skripsi dan mengaktifkan mode sleep pada laptop.

Tepat pada saat itu, penghuni di sebelah, Luki, juga baru meninggalkan kamar. Ketika melihat keberadaan Zefran ia langsung saja berujar, "Korsleting? Atau emang mati listrik semua?"

Zefran mendengkus pelan. "Mana gue tau, Ki, baru juga mau ngecek ke bawah."

Luki tak membalas. Mereka berdua segera saja menuju ke lantai bawah bersama. Tapi sebelum itu, Luki sempat menghampiri pintu kamar Erga sebab laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Ga? Tidur lo? Mati listrik, woy," ucap Luki seraya mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Namun, nihil. Tak ada sahutan dari dalam sana. Luki lantas mengulang apa yang ia lakukan tadi dengan suara yang agak ditinggikan. "Ga? Masih idup 'kan lo?"

Barulah saat itu terdengar Erga yang mengerang pelan seraya berkata, "Ya iyalah, gila." Lalu, seolah baru menyadari apa yang terjadi, kalimat-kalimat lain pun menyusul, "Eh, ini kenapa nih, kok gelap, sih? Gue nggak bisa liat njir, gelap banget, sialan. ANJIR, ANJIR, GUE NGGAK TIBA-TIBA BUTA, 'KAN?!"

Kedua mata Luki segera saja berputar malas, sementara Zefran hanya geleng-geleng kepala tak habis pikir.

Zefran kemudian lebih dulu turun ke lantai bawah di saat Luki masih sibuk mengurusi Erga. Sesampainya di sana, lelaki itu mendapati Maya dan Jihan yang tengah berjalan melewati pintu kos, hendak mengecek ke luar. Ia pun turut beranjak ke halaman depan kos sebab memang itulah tujuannya.

"Emang mati semua ternyata, bukan gangguan di kos sini doang," Maya langsung menyimpulkan setelah melihat situasi di luar. Rumah-rumah yang berada di sekitar kos memang tampak sama gelapnya. Begitu pula dengan lampu-lampu tinggi yang terdapat di beberapa sisi jalan.

Maya lalu beralih pada Jihan. "Eh, Han, lo tadi masak nasi buat ramean, 'kan?"

Jihan yang mendengar itu segera melotot panik. "Oh, iya! Haduh, udah sempet mateng belom, ya, Kak?"

"Pasti udah sih, kata gue. Udah lama juga kayaknya lo masak nasinya tadi."

"Semoga aja deh, Kak. Gue cek ke dapur dulu kalau gitu, ya."

Usai Jihan pergi menuju dapur, pandangan Maya pun berpindah pada Zefran. "Eh, Zef, waktu itu Bu Dina sempet ninggalin lampu emergency di kosan, 'kan? Seinget gue nggak dibawa pulang lagi waktu itu. Semoga deh, gawat juga kalau nggak. Bu Dina kan, lagi nggak ada di rumahnya sekarang."

"Hm, seinget gue disimpen Luki di kamarnya," sahut Zefran sekenanya.

"Oh, gitu? Gue samperin dulu deh, tuh anak."

Maya pun turut masuk ke dalam, tepatnya menghadang Luki yang baru saja menuruni tangga sebelum akhirnya ia dengan malas kembali ke kamarnya untuk mengambil dua buah lampu emergency.

Setelah meninggalkan teras, Zefran menghampiri Erga dan Jihan yang berada di dapur.

"Gimana, Han? Udah mateng?" tanya laki-laki itu pada Jihan.

Jihan menoleh, lalu mengangguk pelan. "Untungnya udah, Kak. Kak Zef mau makan sekarang?"

"Boleh, tapi mending bareng yang lain aja. Kita nggak tau juga mati listriknya sampe jam berapa."

"Kalau makan bareng sekarang, enaknya di atap nggak, sih? Biar lebih enak aja suasananya gitu," timpal Erga, menyumbang ide.

"Eh, boleh juga ide lo, Ga. Kayaknya udah lama juga kita nggak kumpul di atap."

"Udah lama kata lo? Tapi nggak bagi gue ya, Kak, karena gue kan masih terbilang penghuni baru kayak Kak Linka."

Mendengar nama Linka disebut, sekonyong-konyong Zefran pun baru tersadar bahwa ia memang belum melihat batang hidung gadis itu sejak ia tiba di lantai bawah--sebab fokusnya tengah berada pada hal lain. Dan, tentu saja ia bukan satu-satunya. Maya dan Jihan yang kamarnya berdekatan saja bahkan sampai melupakan satu penghuni perempuan lain di sana. Yah, Zefran pun yakin kalau mereka bukan sengaja melakukannya.

"Jihan, Linka masih di kamarnya?" tanya Zefran tanpa pikir panjang.

Benar saja dugaan Zefran. Ekspresi Jihan tak jauh berbeda saat ia baru ingat bahwa dirinya tengah menanak nasi. "Eh, astaga, gue beneran lupa sama Linka, Kak." Ada jeda sesaat. "Tapi, seinget gue Linka nggak ada keluar dari sebelum mati listrik. Apa mungkin tidur ya, Kak?"

Zefran tergeming sesaat. "Gue cek dulu," katanya. Lalu ia pun lekas saja beranjak menuju depan pintu kamar Linka.

Lelaki itu lantas mengetuk pintu dan memanggil seseorang yang berada, "Linka?" Ketika hanya hening didapat, ia pun kembali melakukan hal serupa. "Linka, kamu tidur?"

Tak lama setelah itu, suara Linka akhirnya terdengar. "Ng-nggak, Kak. Bentar ... aku lagi nyari HP aku yang tadi jatuh."

Tanpa sadar, Zefran kontan mengembuskan napas lega sebab Linka baik-baik saja. "HP kamu jatuh? Mau aku bantu cari, nggak? Kamu bakal susah nemunya kalau gelap begini."

Linka tak membalas.

"Linka?"

"Ah, nggak usah, Kak ... kayaknya tadi aku sempet megang."

"Tapi lebih baik kalau aku--"

"Udah ketemu!"

"... beneran? Syukur kalau gitu. Sekarang kamu keluar dulu, Linka."

Lagi-lagi Linka tak membalas. Alih-alih suara sang gadis, Zefran malah menangkap bunyi tempat tidur yang digeser. Lalu tak lama setelah itu, langkah kaki terdengar, dan pintu pun akhirnya terbuka setengah.

Sinar dari flash ponsel Zefran membuatnya dapat melihat wajah Linka dengan jelas. Ia tercenung sejenak ketika mendapati bagaimana wajah itu tampak agak pucat. Namun, Linka masih bisa menyunggingkan sebuah senyum kecil kala sepasang netranya beradu dengan milik Zefran. Laki-laki itu pun mengembuskan napas panjang, kemudian diraihnya tangan Linka yang terasa dingin dengan lembut. Ia lantas menariknya keluar dan menutup pintu kamar.

Saat kembali menuju dapur, keberadaan Erga dan Jihan sudah tak nampak lagi. Sepertinya mereka sudah membawa sebagian yang diperlukan untuk makan bersama ke atap kos, pikir Zefran. Kemungkinan Maya dan Luki telah diberitahu pula. Zefran pun segera mengganti tujuan saat itu juga.

"Mau ke mana, Kak?" Linka akhirnya bertanya saat Zefran membawanya menaiki tangga.

Namun, alih-alih menjawab, Zefran malah mengajukan pertanyaan lain.

"Linka, kamu takut gelap, ya?"

"Eh? Um, sedikit ...."

Zefran tersenyum masam. Sedikit apanya?

Gadis itu bahkan tak sadar telah meremas kuat kaus hitam yang Zefran kenakan sejak tadi.

-

Semua penghuni kos telah berkumpul di atap dengan duduk melingkar beralaskan tikar piknik. Di tengah-tengah tersedia nasi beserta lauk dan sayur yang merupakan hasil kreasi Nenek Linka. Dua buah lampu emergency ditempatkan pada sisi yang berlawanan, ditambah pula penerangan lain dari ponsel milik Luki dan Erga. Embusan angin malam berhasil dihalau oleh setelan hangat tiap-tiap raga. Kini mereka pun sudah siap untuk mengisi masing-masing perut.

Satu per satu mulai mengambil piring dan mengisinya secara bergantian, dengan jumlah porsi yang berbeda tentunya.

"Eh, kayak ada yang kurang nggak sih, guys?" Maya tiba-tiba menyeletuk di tengah-tengah kegiatan tersebut.

Luki kontan berdecak pelan. "Nggak bersyukur amat lo, May. Udah segini banyak apa lagi yang kurang?"

"Yeh, bukannya gue nggak bersyukur kali. Cuman, kalau menu makannya kayak di kondangan begini jadi kurang lengkap kalau nggak ada kerupuk udang!"

"Eh, setuju banget, Kak!" timpal Jihan antusias. "Tapi ribet amat harus goreng-goreng dulu. Mau beli kerupuk lain juga udah keburu laper."

"Ya udah, berarti itu tandanya lo pada harus nikmatin apa yang ada aja."

"Ki, mumpung ada sambel nih, mau sekalian gue sambelin mulut lo juga, nggak?"

"Astaga, nggak bisa apa kita makan dengan tenang di sini, kawan-kawan?" Erga menggerutu jengkel. "Dan kali aja pada lupa nih ya, lo semua ngomong kayak gitu di depan orang yang udah ngasih semua kenikmatan ini."

Kini semua mata pun langsung tertuju pada Linka yang tengah mengambil lauk ke piringnya. Gadis itu sempat berhenti sesaat hanya untuk memamerkan sebuah senyum canggung.

"Aduh, sori, Ka, gue nggak ada maksud. Justru gue berterima kasih banget sama lo," ungkap Maya dengan perasaan tak enak. "Harusnya kami yang nyiapin banyak makanan buat yang ultah, bukan sebaliknya."

"Eh? Nggak papa, Kak, santai aja," sahut Linka tenang. "Lagian, nenek aku kebetulan emang masak banyak, sayang juga kalau nggak kemakan nantinya."

"Ini beneran nenek lo yang masak semuanya, Ka?"

"Iya, Kak. Nenek emang hobi masak, jadi emang udah biasa bagi dia buat nyiapin lauk sebanyak ini."

"Wah, salut banget gue, Ka. Belum gue makan aja gue udah bisa nebak kalau rasanya pasti enak banget."

Linka hanya terkekeh pelan. Ia bersama yang lain mulai menyantap makan malam mereka.

"Ka, berarti nenek lo tuh tinggal sama lo, ya?" Kini pertanyaan lain datang dari Jihan, dan tentu saja Linka tetap menanggapinya dengan baik.

"Um, lebih tepatnya aku yang tinggal sama nenek sih, Han."

"Oh? Lo nggak tinggal sama ortu lo?"

"... nggak, Han."

"Emangnya ortu lo tinggal di mana, Ka?"

Pertanyaan tersebut sekonyong-konyong memperlembat gerak kunyahan Linka. Kedua matanya memandang Jihan yang tampak penasaran. Sebetulnya tidak sulit untuk menjawab hal tersebut. Hanya saja, tampaknya sudah begitu lama sejak terakhir kali Linka mendapatkan pertanyaan semacam itu.

Linka pun menarik napas pelan sebelum berkata, "Mereka ada di ... surga?"

Apa yang terlontar dari mulut Linka pun seketika saja mengubah suasana menjadi hening. Tatapan tak percaya Linka dapatkan, serta perasaan bersalah yang amat mendalam tampak di kedua manik Jihan. Linka pun langsung mengatupkan bibir rapat-rapat. Apakah terlalu jujur merupakan sebuah kesalahan?

"Linka."

Panggilan itu--tanpa disangka--datang dari Luki.

Ia kemudian menyodorkan telapak tangan ke arah Linka, seolah ingin ber-high five ria. Meski bingung, Linka tetap mempertemukan telapaknya dengan milik Luki.

Lantas Luki pun melanjutkan, "Gue nggak nyangka bisa ketemu temen sesama yatim piatu di sini."

Penghuni lain sontak terkesiap, untuk yang kedua kalinya. Tak jauh berbeda dari Linka, Luki juga mengatakannya dengan begitu tenang seolah hal itu bukanlah sesuatu yang menyakitkan untuk diingat.

"Gelap ... sumpah gelap banget," ujar Erga pelan seraya kembali lanjut makan dengan canggung.

"Linka, I'm so sorry," tutur Jihan dengan penuh sesal. "Nggak seharusnya gue sekepo itu dan bikin lo jadi harus inget hal itu lagi ...."

Linka tersenyum kecil. "Nggak papa, Jihan, santai aja."

"Lo kok santai-santai mulu sih, Ka?" tanya Maya tak mengerti. "Nggak papa banget kalau lo ngerasa sedih atau apa gitu, nggak ada yang ngelarang juga, kok."

"Ya ... aku bukannya nggak sedih juga, Kak. Aku justru bingung sama apa yang aku rasain sekarang. Karena aku kehilangan mereka ketika aku belum bisa sepenuhnya mengerti kalau aku udah kehilangan mereka selamanya."

Lagi-lagi jawaban dari Linka sungguh tak terduga.

"Lo pasti angkatan lama, ya?" tanya Luki ambigu, dan untungnya Linka dapat mengerti apa maksudnya.

"Waktu umurku sekitar empat tahun, Kak."

"Wah, lebih lama dari gue berarti." Sejenak Luki memberi jeda. "Tapi gue paham gimana posisi lo. Mungkin ada masanya lo belum bisa ngerti sama semuanya, terus ada masanya ketika lo mulai bisa ngerti tapi lo nggak ngerasa sedih sama sekali karena ortu lo udah pergi terlalu lama. Tapi pasti ada masanya juga lo ngerasa iri liat temen-temen lo yang punya orangtua lengkap, dan di situ lo ngerasa sedih karena lo mulai sadar kalau hidup lo jauh berbeda dari mereka. Lalu setelah lo beranjak dewasa dan pola pikir lo udah lebih matang, lo baru mulai bisa menerima semuanya dengan lebih ikhlas. Lo juga mulai paham kenapa lo nggak perlu ngerasa sedih lagi, yang mungkin salah satunya karena selama ini lo nggak pernah kekurangan kasih sayang, atau bisa hal lainnya. Kira-kira begitu 'kan, Linka?"

Itu dia, batin Linka. Luki betulan mampu mewakili penjelasan Linka perihal apa yang sesungguhnya ia rasakan sebab laki-laki itu memiliki nasib yang sama. Linka pun mengangguk pelan dengan lengkungan tipis di bibir seraya membalas, "Iya betul, Kak."

"Jujur, gue nggak bisa ngerti gimana struggle-nya karena gue belum ngerasain sendiri," aku Jihan.

"Lo mau secepatmya ngerasain, Han?" tanya Luki, tersenyum miring.

"Ya nggak gitu juga kali, Kak ...."

"Ya udah, lo nggak perlu sampe mikirin soal itu. Sekarang, selagi keduanya masih ada, yang penting lo manfaatin aja waktu dan kesempatan yang lo punya dengan sebaik mungkin daripada lo harus menyesal di akhir."

Percakapan itu kemudian terus berlanjut, tetapi sebelum lebih mendalam, Erga memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan agar suasana sendu tak hadir berlarut-larut. Obrolan pun berubah santai, yang tak jauh-jauh dari persoalan kegiatan perkuliahan.

Di tengah-tengah itu, ketika Linka tak banyak buka suara seperti sebelumnya, tiba-tiba saja ia merasakan hangat menyentuh tangannya, yang kemudian berakhir terperangkap dalam sebuah genggaman. Pelakunya tak lain dan tak bukan ialah Zefran yang duduk persis di sampingnya.

Sedari tadi Zefran memang belum mengeluarkan sepatah kata pun. Pikirannya mendadak terusik kala ia baru tahu satu fakta mengejutkan dari sang gadis pujaan. Lantas Zefran jadi terlalu sibuk memerhatikan raut wajah Linka dan coba menerka-nerka apa yang ia rasakan sesungguhnya. Namun, semuanya telah terjawab dari mulut Luki yang lebih paham dengan situasi Linka. Seketika Zefran merasa tidak berguna, dan yang bisa ia lakukan hanyalah menyalurkan segenap kekuatan melalui tangan mereka yang saling bertautan.

Oh, Tuhan. Apakah kelak ia bisa memberikan semua hal baik di dunia yang sangat pantas diterima oleh gadis setangguh ini?

* ੈ✩‧₊˚

bandung, 9 maret 2023

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 100K 46
āš ļø Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
56.6K 9.3K 49
Sequel Dunia Saga Read Dunia Saga before otherwise many things will confuse you. Thankyou for reading my work. Enjoy! And please dont copy my story
4M 123K 87
WARNING āš  (21+) šŸ”ž š‘©š’†š’“š’„š’†š’“š’Šš’•š’‚ š’•š’†š’š’•š’‚š’š’ˆ š’”š’†š’š’“š’‚š’š’ˆ š’˜š’‚š’š’Šš’•š’‚ š’šš’ˆ š’ƒš’†š’“š’‘š’Šš’š’…š’‚š’‰ š’Œš’† š’•š’–š’ƒš’–š’‰ š’š’“š’‚š’š’ˆ š’š’‚š’Šš’ š’…š’‚š’ ļæ½...
5.4M 284K 58
Serina, seorang gadis cantik yang sangat suka dengan pakaian seksi baru lulus sekolah dan akan menjadi aktris terkenal harus pupus karena meninggal o...