JAYDEN, 18:23

By youraraa_

1.8K 271 68

[Jung Jaehyun ㅡ End] "Sosoknya terasa begitu nyata, meskipun aku tak dapat menyentuhnya. Dialah satu-satunya... More

Chapter 1: Pindah Rumah
Chapter 2: Sekolah Baru
Chapter 3: Mimpi Indah
Chapter 4: Sentuhan
Chapter 5: Sosok Menyeramkan
Chapter 7: Pembersihan
Chapter 8: Pelukan
Special: Hint & Casts
Chapter 9: 1823
Chapter 10: Kabut Hitam
Chapter 11: Boneka Abdi
Chapter 12: Santet
Chapter 13: Kekasih Masa Lalu
Chapter 14: Kisah Sebenarnya
Chapter 15: In de Gloria
Chapter 16: Misi Berdarah
Chapter 17: Rindu
Chapter 18: Keajaiban
Chapter 19: Akhir yang Bahagia

Chapter 6: Jeff

88 13 2
By youraraa_

"Aku suka nama baru yang kamu berikan untukku. Apapun yang terucap dari bibirmu, aku suka."

🍂

"Ugh! Segar sekali." Anna merentangkan kedua tangannya sambil bermonolog dengan pelan, tidurnya semalam benar-benar sangat nyenyak hingga ia merasa segar begitu ia membuka kedua matanya.

Senyumnya terkembang, begitu ia teringat akan mimpinya semalam yang terasa sangat indah baginya. Untuk pertama kalinya ia memberikan sebuah nama yang penuh makna pada seseorangㅡah, lebih tepatnya sosok tak kasat mata yang kini menjadi penjaganya.

Jeff. Nama itu tiba-tiba saja muncul dalam benaknya ketika ia bertatapan dengan Jayden dalam mimpinya semalam. Nama Jeff yang terucap begitu saja dari mulut Anna itu terlihat sangat cocok untuk Jayden, karena memiliki arti seseorang yang baik hati dan penolong, seperti Jayden yang sudah begitu baik kepadanya dan bahkan selalu menolong dirinya beberapa hari ini.

"Jeffㅡ Jeff." Anna terus saja tersenyum seorang diri sembari menggumamkan nama Jeff, dan hal tersebut tak luput dari pandangan Jayden yang juga tengah berada di kamar Anna.

Iya, Anna-ku. Gumam Jayden sambil terus menyunggingkan senyum lebarnya. Ia kelewat bahagia hanya karena gadisnya itu memberikan nama baru untuknya.

"Lo baru bangun? Dari tadi lo dipanggil mama emangnya gak denger?" Suara Juan tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Anna terhenyak kaget dan salah tingkah karena Juan pasti melihat dirinya yang tengah tersenyum seorang diri seperti orang yang tengah kasmaran.

"Oh? Eh? Dipanggil mama? Duh, aku baru bangun, kak. Duh, bakal telat ke sekolah lagi pasti. Bilang ke mama kalau aku mandi dulu ya, kak." Sahut Anna tanpa memandang ke arah Juan yang hanya berdiri seperti mengintip di depan pintu kamarnya.

Tanpa menunggu lama, Anna bergegas mandi dengan kilat dan langsung bersiap memakai seragam sekolahnya, baru beberapa menit kemudian ia turun ke bawah untuk menemui ibunya yang terlihat sudah memasang wajah masam.

"Baru beberapa hari pindah ke sini kamu mama lihat sering malas-malasan di kamar dan terlalu banyak tidur. Apa kamu gak lihat kalau mama kesusahan membersihkan rumah sebesar ini seorang diri?! Mama belum menemukan asisten rumah tangga, jadi mama harap kamu yang bertugas membersihkan rumah kalau mama dan papa masih bekerja. Paham!?"

Anna hanya mengangguk sambil menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena ia memang tidak pernah membantu mamanya beberes rumah. Sepertinya ia terlalu terlena sesaat dengan kehadiran sosok yang tak bisa dilihatnya itu.

"Satu lagi, apa kamu tahu kenapa wajah kakakmu bisa lebam seperti itu?" Ucap ibunya sambil menunjuk ke arah Juan yang tengah berdiri mematung di dekat meja makan. Juan bahkan tak berani menatap ke arah adiknya, seperti ada rasa takut luar biasa meskipun ia tak ingat hal apa yang menimpa dirinya kemarin.

Anna dengan ragu-ragu menggelengkan kepalanya, ia sengaja menutupi perbuatan Jayden yang sebenarnya ia ingat dengan jelas. Apalagi pagi ini Juan seperti menjaga jarak dengannya, jadi ia asumsikan bahwa Juan memang tidak mengingat kejadian yang menimpanya kemarin.

"Kemarin Anna langsung masuk kamar setelah pulang sekolah, mah. Jadi Anna gak tahu kenapa wajah kak Juan bisa lebam seperti itu."

Anna, aku tidak menyangka kamu sampai berbohong seperti itu pada ibumu. Maaf kalau aku berbuat jahat pada kakakmu.

Anna hanya duduk termenung di bangkunya sambil memainkan ujung pena yang tengah digenggamnya. Rasa bosan yang luar biasa tengah menjalar dalam dirinya saat ini.

Jam pertama, jam kosong. Guru piket hanya memberikan tugas individu yang harus segera dikerjakan dan dikumpulkan ketika jam pelajaran kedua selesai, namun Anna sejak tadi hanya melamun. Tak berniat mengerjakan tugas tersebut.

Beberapa menit melamun sambil terus memainkan ujung penanya, membuat teman yang duduk di seberangnya menjadi risih. Siapa lagi kalau bukan Tio.

Tio berdecak sambil mengeluarkan dehaman pelan, namun Anna tak kunjung sadar dari lamunannya.

"Heh! Bukannya ngerjain tugas malah ngalamun! Ati-ati ntar kesurupan." Sindir Tio dengan wajah sinisnya.

Lamunan Anna buyar begitu suara Tio memenuhi gendang telinganya. Anna pun langsung tersenyum tipis pada Tio, karena pada akhirnya ada salah satu teman sekelasnya yang mau mengajaknya berbicara, meskipun dengan nada kesal.

Semburat kemerahan pun tercetak jelas di wajah Tio begitu ia melihat senyuman Anna, namun Anna tak menyadarinya.

"Iya, makasih udah ngingetin. Mau ngerjain bareng, gak? Soalnya aku kurang paham pelajaran fisika." Pinta Anna dengan nada memohon.

"Ogah, kerjain sendiri!" Tukas Tio sambil melayangkan pandangan ke arah lain. Wajahnya seperti tengah tersipu malu, tapi hanya Jayden yang menyadari hal tersebut.

Gawat, Anna-ku yang sangat cantik ini tidak boleh ditaksir oleh siapapun kecuali aku! Tidakㅡbukan begitu maksudku. Aku tahu aku bukan manusia, hanya saja aku belum siap. Biarkan aku egois dan meminta waktu lebih untuk menghabiskan waktu berdua dengan Anna. Setidaknya sampai ia mengingat siapa aku.

Jayden merasa tidak tenang karena ia takut jika Anna akan melupakannya ketika Anna sudah mulai jatuh cinta pada lelaki lain selain dirinya. Setidaknya untuk saat ini Anna tidak boleh jatuh cinta dengan siapapun.

"Ehm, sorry mengganggu waktunya sebentar." Suara seseorang tiba-tiba saja membuat semua mata yang ada di kelas Anna itu tertuju ke depan.

Mata semua wanita yang ada di kelas Anna terlihat berbinar, bahkan beberapa ada yang berteriak histeris begitu mengetahui siapa yang masuk ke kelas mereka.

Dimas. Seorang pianis berbakat yang sangat terkenal di seantero sekolahnya itu tengah berdiri di tengah kelas sembari tersenyum.

"Maaf, mumpung kelas ini kosong, saya mau memberi sedikit pengumuman. Kebetulan untuk perpisahan kelas tiga nanti, saya berniat untuk tampil memainkan piano di acara perpisahan. Untuk itu, saya membuka semacam audisi dalam satu minggu ke depan untuk mencari satu orang yang tepat untuk mengisi bagian vokalis. Jadi, saya sudah meminta izin kepada guru seni musik untuk turut ikut masuk ke kelas ketika jam pelajaran beliau. Mudahnya, saya dan guru seni musik bekerjasama untuk mencari bakat terpendam adek-adek semua."

Semua teman-teman Anna terlihat antusias, bahkan beberapa sudah ada yang mengecek suara masing-masing dengan mencoba nada do re mi fa sol la si do dengan lantang. Siapa juga yang tidak mau satu panggung dengan Dimas? Yang tidak bisa bernyanyi pun bahkan berharap bisa tampil bersama Dimas.

Dimas hanya bisa tertawa melihat kelucuan tingkah adik kelasnya itu, hingga pandangannya tak sengaja mengarah ke arah Anna yang juga tengah menatapnya.

"Akhirnya! Ketemu juga! Ternyata kamu ada di kelas ini, Anna."

Anna hanya mengerjapkan matanya begitu Dimas berjalan mendekat ke arahnya, sontak membuat teman sekelasnya menjadi iri, termasuk Jayden.

"Pelajaran seni musik kelas ini kapan? Aku gak sabar pengen denger suara kamu."

Anna yang diajak bicara itu menjadi panas dingin karena semua mata tertuju padanya. Dengan gemetaran ia mengecek jadwal yang sudah ia tulis di buku, lalu ia menunjuk salah satu hari pada Dimas.

"Besok? Pas sekali. Oh iya, kita belum sempat berkenalan. Perkenalkan, namaku Dimas." Sambil tersenyum, Dimas mengulurkan tangannya di depan Anna, namun tangannya itu tiba-tiba saja tertarik ke belakang secara mendadak, membuat Dimas merintih kesakitan.

Tak hanya itu, pintu kelas mendadak terbuka dan tertutup sendiri secara berulangkali meskipun tidak ada angin, membuat seluruh isi kelas berhamburan berlari keluar karena ketakutan. Hingga meninggalkan Anna, Dimas dan Tio yang masih berada di kelas.

"Jeff!" Anna berteriak sambil menggebrak meja, gadis itu memasang muka marah karena Jayden hampir mencelakai Dimas dan bahkan menakuti teman-temannya.

Perlahan-lahan, muncul sosok Jayden tepat di samping Anna, yang sayangnya hanya bisa dilihat oleh Anna. Sosok itu muncul dengan wajah yang biasa dilihat Anna dalam mimpinya beberapa hari ini. Terlihat benar-benar tampan seperti seorang pangeran.

"Maaf, Anna. Aku tidak tahan melihatmu didekati lelaki lain. Maaf. Setelah ini aku akan menghapus semua ingatan mereka. Tolong, jangan marah padaku." Jayden memasang wajah lesu dan menyesal, hingga Anna menjadi tak tega melihatnya.

"Kita bicarakan ini di rumah. Sekarang aku minta kembalikan keadaan kelas seperti semula, seolah tidak terjadi apa-apa."

Dimas dan Tio saling bertukar pandang karena bingung melihat Anna berbicara seorang diri, namun sedetik kemudian keadaan telah kembali seperti semula.

Lebih tepatnya sampai ketika Dimas mengulurkan tangannya pada Anna dan mengundang pandangan iri semua teman-teman di kelasnya.

Dengan berani, Anna membalas uluran tangan Dimas di depan Jayden sambil menyebutkan namanya. "Aku Anna."

🍂

Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 186 25
Gladiola atau lebih dikenal dengan nama Glady, Ialah wanita yang suka memangsa Pria-pria bodoh dan mencampakkannya seperti barang sekali pakai. Itu s...
77.9K 8.7K 67
"Niel tidur sebentar dulu, ya?" Kapan pun dan di mana pun, entah karena penyakitnya atau pun hal lainnya, kematian selalu mengincar mangsa yang lemah...
36.4K 2.6K 16
Hal tak masuk akal di alami oleh Lenora, gadis itu menabrak cogan dan berakhir terjatuh ke danau dan tiba- tiba di terkam buaya. Ketika membuka mata...
19.3K 4.9K 37
Kisah di mana Jeno berusaha lari dari kejaran polisi dan gangster sejauh mungkin dengan membawa seorang gadis bersamanya. © copyright 2019 by piyoowo