GANJIL GENAP

By ceritapucai

49.9K 4.6K 611

"Saran gue sih kalau lo mau hidup tenang di SMA lo jauh-jauh deh dari angkatan 18." "Dari kak Gerhana lebih t... More

Prolog
CAST & TRAILER
1. H-1
2. Namanya Venila
3. Kesialan
4 - Dibalik Layar
5 - Kesan Pertama
6 (A) - Cerminan Diri
6 (B) - Cerminan Diri
7 - Imbas
8 - Pertemuan Kedua
9 - Pahlawan Sembilan Belas
10 - Konsekuensi
11 - Sejarah baru
12 - Gerhana dan Sagara
13 - Di sisimu
14 - Peranku dalam Duniamu
15 (A) - Sasaran Baru
15 (B) - Sasaran Baru
16 - Ila vs Angkatan 18
17 - Galak Pertanda Suka
18 - Permainan Hati
19 - Bongkaran Rahasia
20 - Memihak
21 - Perasaan Tak Terarah
22 - Melepas
23 - Dirampas
24 - Semu
25 - Berubah
26 - Roda Berputar
27 - Melawan Hukum Alam
28 - Sedarah Daging
29 - Pelangi yang Ku Mau
30 - Pudar
31 - Cinta dan Rahasia
32 - Melawan Gengsi
33 - Komitmen dan Perasaan
34 - Pengasingan
35 - Buta
36 - Kunci Jawaban
37 - Sang Pelaku
38 - Terungkap
40 - Sisi Gelap
41 - bayangan
42 - Bahagia
43 - Mengandalkan
44 - Penolakan
45 - Berpura-pura
46 - Jauh Lebih Sakit
47 - Kata Percaya
48 - Pilihanmu
49 - Perang Saudara
50 - Pergi tanpa Pamit
BILA HILANG X GANJIL GENAP

39 - Selama Ini

597 57 13
By ceritapucai

ABSEN DULU AHHH ~~

Kalian baca part ini hari apa?

Tanggal berapa?

Jam berapa?

SPAAMM COMMENT DISINI KEDEPANNYA KALIAN PENGEN LIATT SCENE SIAPA SAMA SIAPAA

HIHI MAKASII BUAT RESPONNYA

Selamat membaca ol <3

–––

"Bukan dia yang berubah terlalu cepat, tapi kamunya aja yang gak sadar kalau dia memang telah berubah selama ini."

–––

Bel pulang sekolah kali ini tidak terdengar menyenangkan seperti biasanya. Ila tidak menyangka ia akan kehilangan keduanya secepat ini. Harapannya runtuh kala Ara tampak enggan untuk mendengarkan penjelasannya.

Kini sudah tidak ada lagi kegiatan yang menyenangkan selepas pulang sekolah. Biasanya momen ini lah yang selalu ia tunggu-tunggu sebab ia bisa menghabiskan waktunya dengan canda dan tawa bersama kedua temannya.

Namun tampaknya, momen itu sudah tidak akan terulang lagi. Ila telah kehilangan semuanya.

Gadis itu segera bangkit dari bangkunya dengan sisa tenaganya dan melangkah pergi keluar dari ruang kelasnya menyusuri lorong di sekolahnya untuk pulang.

"La gue–"

Ila otomatis menghentikan langkahnya kala ia mendengar suara yang terdengar tidak asing di telinganya. terlebih namanya sempat terpanggil menggunakan suara itu.

"Maaf ya La–"

"Ila lo apa kabar–"

Keningnya langsung tertaut ketika suara yang sempat ia kira hanya sebuah halusinasi justru malah terdengar kembali dengan lebih jelas. 

Kali ini Ila merasa sudah tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Secara tidak disadari, gadis itu pun mulai menggerakkan kakinya secara perlahan mengikuti suara itu.

Hingga akhirnya langkah kakinya pun tak sengaja membawanya bertemu dengan seorang gadis yang ada di sudut lorong menghadap ke arah tembok.

Ila otomatis menghentikan langkahnya mengamati punggung gadis itu yang tampak tidak asing pada pandangannya. Gerakan bahunya yang tak mau diam itu mengingatkan Ila pada seseorang. Seseorang yang Ila kira telah memutuskan untuk menjauh dari hidupnya.

"La maafin gue ya selama ini udah ngira yang ngga-ngga, gue beneran ga enak sama lo gu–"

Bertepatan saat Ara membalikkan tubuhnya, kedua matanya langsung membulat dengan sempurna kala ia menyadari bahwa selama ini ada seseorang dibelakangnya yang tengah mengamatinya sejak tadi.

"EH ASTAGA KAGET BANGET GUE!!" Teriak Ara secara spontanitas mengelus dadanya disaat tatapannya tak sengaja bertemu dengan sepasang mata Ila. Kedua bahunya naik turun dengan cepat. Gadis itu terlihat sangat terkejut dengan kehadirannya.

Ila tertawa kikuk, "Emang muka gue senyeremin itu ya?"

"DUH MALU BANGET ANJRIT," Ara meringis. 

Kehadiran Ila yang tak diduga itu benar-benar membuat dirinya malu setengah mati. Hancur sudah rencananya. Ila pasti sudah tahu kalau ia telah berniat untuk meminta maaf padanya.

Di sisi lain setelah melihat reaksi Ara yang seperti ini, Ila justru kebingungan untuk menanggapinya. Hubungannya dengan Ara sama sekali belum pulih. Ia takut reaksinya justru malah memperparah persahabatan mereka yang sudah terlanjur retak itu.

"YAUDAH LAH LANGSUNG AJA TANGGUNG MALU SEKALIAN," pasrah Ara yang dicampuri oleh rasa frustasinya.

Ila terkekeh pelan, "Iya gapapa Ra."

"Dari awal gue udah maafin kok," lanjut Ila menenangkan.

Mendengar respon Ila yang diluar dari dugaannya tentu merangsang matanya semakin terbelalak. "DIH KOK LO JADI ORANG BAIK BANGET SIH?!"

"MINTA TRAKTIR ATAU APA KEK SEBAGAI PERMINTAAN MAAF!!" Lanjut Ara tidak terima.

"INI KESEMPATAN LO TAU GA BOLEH DI SIA-SIAIN."

Ila menautkan keningnya kebingungan, "Lah ini kenapa jadi lo yang ga mau gue maafin anjir."

"Abisnya lo cepet banget maafin orang," celetuk Ara.

Ila kembali terkekeh, "Gue ga tahan sumpah Ra masalahnya musuhan sama orang lama-lama."

"Gue beneran ga punya siapa-siapa lagi selain lo sama Luna."

"HUAAA MAAFIN GUE YA LAA PASTI LO KESUSAHAN BANGET YA SELAMA INI?" Tebak Ara memajukan bibirnya sesenti.

Ketika Ila hendak merespon, Ara sudah lebih dulu mengkoreksi kalimat sebelumnya. "Eh harusnya ga kesusahan deng, backingan lo kurang apa coba?"

"Dua jagoan SMA Nusa Bangsa, Kak Gerhana sama Kak Sagara. Gak kaleng-kaleng emang," tambah Ara sembari mengacungkan jempolnya.

Ila menghela napasnya, "Tapi tetep aja Raa gue butuhnya kalian."

"AAA ILAA GUE TERHARU," teriak Ara sembari menutup wajahnya yang sudah memerah seperti tomat.

"Eh by the way kenapa deh? Kok tiba-tiba minta maaf gini?" Tanya Ila penasaran.

"Barusan Junar kasih kabar kalo kak Gerhana udah nemuin pelakunya yang udah nyebarin hubungan gue sama Junar."

"Seriusan?"

"Iya, lo tau ga orangnya siapa?" Tanya Ara memastikan.

Ila balik bertanya, "Siapa?"

"Luna," Jawab Ara singkat, padat, dan jelas. Bahkan saking jelasnya, jawaban itu berhasil membuat Ila membisu selama beberapa menit.

Dari sekian banyaknya siswa SMA Nusa Bangsa mengapa harus Luna? Mengapa harus sahabatnya sendiri yang menyebabkan perpecahan sebesar ini dalam pertemanannya?

"Sumpah ga nyangka banget gue," celetuk Ara kembali memecah keheningan.

"Dia kenapa ya La kaya gitu? Apa dia kecewa gitu gara-gara gue gak cerita sama dia?"

"Hah seriusan luna?" Tanya Ila yang masih memastikan bahwa ia tidak salah dengar barusan.

Ila kembali bertanya, "Kok kak Gerhana ga cerita ya sama gue?" 

"Belum aja kali dia cerita soalnya kayanya emang baru-baru ini deh ketauannya," tukas Ara menebak-nebak.

"Oiya lo juga harus tau La," celetuk Ara seakan ia hendak membuka topik obrolan baru dengannya terkait Luna.

"Tau apaan?" Tanya Ila yang tampak tidak sabar dengan apa yang akan disampaikan oleh Ara setelah ini.

Ara pun mulai menjawab, "Katanya Kak gerhana tuh ngasih waktu 3 hari gitu buat Luna biar dia minta maaf sama kita trus ngejelasin semuanya."

"Tapi dia dari awal udah nolak banget gitu."

"Trus akhirnya Kak Gerhana ngancem dia, kalo dia ga mau minta maaf Kak Gerhana bakal nyebarin kalo selama ini Luna buka joki tugas sama ngejual kunci jawaban ujian-ujian gitu."

Ila terdiam tak berkutik sama sekali. Jujur saja Ila sama sekali tidak mengira Gerhana selama ini  sangat berusaha untuk membantunya menyelesaikan masalahnya dengan Ara. 

Ternyata ini semua hanya sebatas kesalahpahaman saja. Gerhana selama ini berdiri dibelakang memihaknya. Ternyata diam-diam cowok itu menaruh seluruh kepercayaannya padanya. 

Sungguh, Ila menyesal karena selama ini ia salah menilai kekasihnya sendiri.

Kembali ke topik utama, Ila tentu tidak setuju dengan keputusan Gerhana. Ia sependapat kalau apa yang dilakukan oleh Luna sama sekali tidak benar. Namun Ila merasa tak seharusnya juga Luna mendapatkan ancaman sebesar itu karena tindakannya kemarin.

Masalahnya, Ila tidak mau persahabatannya justru malah berakhir karena permasalahan ini. Ila ingin dirinya bisa kembali bertiga bersahabatan seperti sebelumnya.

Ila kembali membuka suaranya, "Sumpah bilangin ke junar Raa suruh sampein lagi ke Kak Gerhana jangan sampe dispill ke publik gitu."

"Lagian aku udah maafin dia kok."

"Tapi La–"

"Tolong banget sampein Ra," potong Ila.

"Selama ini kondisi ekonomi Luna ga baik, dia pasti ga punya cara lain selain dari jokian buat dapetin penghasilan tambahan," lanjut Ila berusaha untuk menerangkan semuanya pada Ara.

"Jangan sampe gara-gara kasus ini beasiswa dia jadi dicabut."

"Atau yang lebih parah lagi jangan sampe karena ini dia malah jadi di DO."

"Please ya Ra? Gue mohon banget sama lo," pinta Ila dengan nada memohon.

Ara terdiam tak berkutik. Jujur saja ia setuju dengan pendapat Ila. Sama sepertinya, Ara juga masih ingin memperbaiki persahabatannya. Setelah melalui apa yang telah Luna lakukan padanya, Ara masih 

"Atau ga biar gue aja deh sekarang yang langsung sampein ke kak Gerhana."

"Semangat ya La."

Ara kembali melanjutkan perkataannya, "Gue mau ngasih tau aja sih takutnya lo kaget nanti. Kayanya keputusan kak Gerhana udah bulet deh jadi lo bakal agak kesusahan buat bikin dia berubah pikiran."

"Oke, makasi ya Ra."

Ila segera mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan beberapa pesan pada cowok yang sempat ia sebut namanya. Ya, untuk Gerhana Adnan Putra.

Ila : Dimana?

Tak sampai semenit, cowok itu sudah membalas pesannya. Nampaknya ia memang sedang aktif sejak tadi.

Gerhana : Parkiran baru mau cabut

Ila : Tungguin bentar boleh?

Ila : Ada yang mau aku omongin sama aku

Gerhana : Ok kamu tunggu aja depan gerbang tar aku kesana

Gerhana : Biar sekalian aku anter pulang

Ila : Yaudah aku ke depan gerbang sekolah sekarang

Ila tak mengelak. Setelah berpamitan dengan Ara, gadis itu segera pergi menuju titik kumpul sesuai perintah Gerhana.

Tepat saat ia sampai di sana, mobil Gerhana baru saja muncul keluar dari parkiran sekolahnya. Ila dengan gesitnya langsung masuk ke dalam sana sebelum murid lain menyadari sang pengemudi yang saat ini ada di sebelahnya.

"Kak jangan disebarin ya?" Pinta Ila kala ia baru saja masuk dengan kedua pundaknya yang masih naik turun menandakan pernapasannya belum kembali stabil setelah berjalan cepat menuju depan gerbang sekolah.

"Please?" Lirih Ila.

"Sebarin apa?" Tanya Gerhana pura-pura tidak mengerti. Ila merasa cowok itu sebenarnya tau arah pembicaraannya tanpa harus ia jawab pertanyaannya.

"Yang Luna itu," jawab Ila terang-terangan.

Sebelum Gerhana kembali bertanya, gadis itu sudah lebih dulu memperjelas perkataan sebelumnya. "Yang dia buka joki sama jual-jualin kunjaw ujian."

"Jangan ya kak? Aku udah maafin dia kok dari awal."

Gerhana tersenyum simpul. "Sorry La kalo soal ini aku gabisa ngikutin kemauan kamu."

"Keputusan aku udah bulet dari awal," lanjutnya seakan apa yang menjadi keinginannya sudah tidak bisa lagi diganggu gugat.

Ila menghela napasnya, "Han, kali ini aja tolong dengerin aku."

"Kalo kamu kaya gini hubungan aku sama Luna bisa ancur," lanjut Ila.

Gerhana langsung merespon. Kali ini dengan nada bicaranya yang terdengar jauh lebih tegas dan keras. "Udah ga layak juga la kalau kamu mau pertahanin juga."

Ila terdiam. Jujur saja ia terkejut dengan reaksi Gerhana barusan. Ia tahu Gerhana itu tipikal orang yang sangat mementingkan persahabatannya. Ia tahu ada sisi solidaritas dalam dirinya. Maka dari itu, Ila benar-benar terkejut disaat Gerhana dengan mudahnya menghakimi hubungan pertemanannya yang sudah berjalan selama beberapa tahun.

"Kamu berhak ngecut off orang-orang yang toxic dari hidup kamu malah kamu perlu ngelakuin itu," lanjut Gerhana.

"Kali ini aja La, tolong kamu yang dengerin pendapat aku. Ini buat keselamatan kamu juga buat kedepannya."

"Dia minta maaf ke kamu aja gak mau La gimana ngelakuin hal-hal yang lain demi kamu? Lagian temen tuh ga cuma dia doang kok La," terang Gerhana secara blak-blakan. 

Gerhana tahu perkataannya mungkin dapat menyakiti perasaan gadis yang ia sayangi. Namun kali ini cowok itu memilih untuk mengesampingkan hal itu untuk kebaikan Ila sendiri.

"Duh gimana ya ngomongnya," Ila menggaruk-garuk puncak kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal sama sekali.

"Aku tau persis gimana kondisi keuangan dia, kasian Luna kak sumpah."

"Dia bela-belain buka joki sama jual-jualin kunci jawaban juga pasti karena ga ada pilihan lain juga buat bertahan hidup."

"Coba liat dulu dari sudut pandang lain kak, jangan sampe gara-gara ini dia malah jadi dicabut beasiwanya."

"Apalagi kalo sampe di DO. Aku gak mau," Ila menggeleng-gelengkan kepalanya. 

Gadis itu terlihat sangat ketakutan seakan ia memang pernah berada di posisi Luna. Rasa cemas dan khawatirnya benar-benar ia tunjukan dari raut wajahnya. 

Gerhana terdiam tidak merespon apapun. Pandangannya tetap lurus ke depan. Raut wajahnya terlihat sangat serius menunjukkan seakan-akan ia tidak akan merasa iba terpengaruh oleh tutur kata ataupun ekspresi yang sedang Ila tunjukkan saat ini.

"Kak?" Panggil Ila kembali memecah keheningan.

Gerhana lagi-lagi menghela napasnya. Ia sudah mulai merasa lelah mengikuti perdebatan ini yang tak kunjung ada habisnya. "Kamu mau mohon-mohon sampe kaya gimana juga keputusan aku bakal tetep sama."

"Kalo besok dia tetep ga minta maaf ke kamu, aku bakal langsung beberin lewat base sekolah di twitter," lanjut Gerhana.

Ila meneguk ludahnya. Ternyata benar apa kata Ara. Keputusan Gerhana memang sudah bulat. Sudah tidak bisa lagi diganggu gugat.

Kali ini Ila paham mengapa Ara tampak sangat tidak yakin dengan rencananya untuk meminta Gerhana mengakhiri ancamannya itu. Pada kenyataannya gadis itu pun gagal untuk membuat Gerhana berubah pikiran. 

Pada akhirnya, Ila tak pernah berhasil melawan sifat keras kepalanya.

–––

Tiga hari berlalu begitu cepat tetapi Luna masih belum saja meminta maaf pada Ara dan Ila. Jangankan untuk minta maaf, ia bahkan tetap merasa tidak bersalah. Ia juga tidak memberikan penjelasan apapun pada temannya mengapa ia membenarkan sikapnya itu.

Gerhana tentu merasa semakin tertantang karena gadis itu. Mungkin Luna mengira ia tidak akan bertindak sejauh itu. Gadis itu mungkin tidak percaya kalau Gerhana akan benar-benar melaporkannya.

Padahal pada kenyataannya Gerhana bisa bertindak lebih dari itu.

Gerhana sempat mendengar rumor bahwa sore ini akan diadakan kumpul dadakan bersama Pak Gunawan–kepala sekolah SMA Nusa Bangsa–di aula sekolah. Entah bagaimana ceritanya momentum ini bisa terjadi sangat pas seakan-akan takdir merestui rencananya kali ini.

Mungkin ini sudah saatnya semua orang tahu tentang sisi busuknya Luna yang selama ini gadis itu sembunyikan. Seperti apa yang dikatakan oleh pepatah, sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga.

Cowok itu memeriksa sekilas keadaan di dalam aula dari luar pintu. Dari kejauhan Gerhana mencoba untuk membaca situasi di dalam sana.

Yang ia perlukan saat ini adalah seorang pengurus OSIS yang bertanggung jawab pada bagian logistiknya. Gerhana sudah mempersiapkan flaskdisk berisi bukti-bukti atas kelakuan Luna selama ini untuk ditayangkan di proyektor nanti.

Gerhana kemudian mengedarkan pandangannya, memeriksa sekilas apakah masih ada orang yang berkeliaran di luar aula atau tidak.

Ketika ia merasa sudah cukup aman barulah Gerhana memberanikan diri untuk memanggil sang petugas itu yang sudah ia perhatikan sejak tadi.

Baru saja Gerhana hendak mengangkat tangannya. Seseorang dari belakangnya mencekal lengannya dengan erat. Ia membuat Gerhana terpaksa mengurungkan niatannya untuk sesaat.

Gerhana mengalihkan pandangannya menghadap sosok yang ada di belakangnya itu. Raut wajahnya yang sudah menekuk kini kembali normal seperti semula ketika ia mendapati seorang Ila dengan ekspresinya yang sulit untuk dipahami.

Padahal barusan Gerhana sudah siap untuk memaki orang yang menahannya saat ini. Niatnya itu langsung hilang saat ia tahu Ila yang melakukannya.

Ila menggeleng pelan melarangnya. "Please jangan kak."

"Jangan apa?" Tanya Gerhana pura-pura tidak mengerti.

"Kak aku tau yah isi flashdisk itu apa, udah ketebak banget."

"La–"

Ila langsung memotongnya, "Jangan ya kak? Aku masih mau berusaha buat baikan sama dia."

"Luna udah gak punya siapa-siapa lagi kak, dia cuma punya aku sama Ara doang."

"Tolong liat dulu dari sudut pandang lain kak," pinta Ila dengan nada memelas, mencoba untuk mendapatkan belas kasihan dari Gerhana.

"Kalau kak Gerhana mau aku ngejauh dari dia okay aku bakal lakuin, tapi aku bakal lakuin itu setelah aku nuntasin masalah aku sama dia."

Jujur aja Ila sendiri tidak tahu apa masalahnya sebenarnya. Ini semua terjadi begitu saja dalam waktu yang sangat cepat.

Mungkin Ila tidak akan bingung seperti ini kalau saja dari awal ia sudah tahu tentang semua hal yang selama ini Luna sembunyikan darinya.

"Sebarin aja kak."

Suara itu tentu langsung mengundang perhatian mereka berdua. Rupanya selama ini Luna telah menyimak obrolan mereka berdua secara diam-diam. Gadis itu tidak berada di dalam aula seperti teman-teman yang lainnya.

"Sebarin aja," Luna memperjelas dengan mengulang perkataan sebelumnya.

"Gue ogah ditolongin sama dia."

Ila sedikit tertohok dengan kalimat terakhir yang Luna ucapkan. Ia tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut seorang Luna–sahabatnya di SMA–dengan mudahnya.

Ila berusaha untuk tetap tegar. Ia yakin pasti ada kesalahpahaman diantara dia dan Luna. Pasti ada hal yang membuat Luna sebenci itu padanya.

"Lun..."

Ketika Ila hendak meluruskan, Luna langsung pergi saat itu juga. Gadis itu menunjukan secara terang-terangan kalau ia enggan untuk mendengar penjelasan apapun dari Ila.

Tanpa berpikir panjang, Ila langsung mengejarnya. Gadis itu tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Sebab ia tahu sekalinya ia biarkan Luna pergi, ia akan kehilangan untuk selamanya.

Ila akan melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan pertemanannya yang sudah ia bangun dari hari pertama ia menjadi siswa SMA Nusa Bangsa.

Gerhana mengacak rambutnya frustasi. Keadaan ini tentu membuatnya bimbang seketika. Rencananya yang sudah matang itu nampaknya terpaksa harus dibatalkan.

Hati kecilnya mengatakan untuk menyebarkannya. Namun sayangnya apa yang menjadi keinginannya itu justru bagian dari apa yang Luna juga.

Egonya kini mulai mendominasi dalam dirinya. Ia tidak mungkin mengabulkan keinginan seseorang yang membuatnya emosi akhir-akhir ini. Gerhana tidak mau membuat Ila sedih karena keinginannya yang lebih tidak didengarkan.

Jangan sampai ia membuat Ila merasa seperti itu. Tidak akan!

Pintu aula itu telah tertutup menandakan acara penyampaian wejangan dari kepala sekolah akan segera di mulai. Gerhana membuang napasnya dengan gusar. Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk memberikan flaskdisk itu pada seorang pengurus OSIS.

Hancur sudah semua rencananya.

Di sisi lain, saat ini Ila masih berusaha untuk mengejar Luna. Gadis itu berlari dengan cepat berusaha untuk mengejar sahabatnya yang sebetulnya melangkah lebih santai darinya.

"Luna!" Panggil Ila dari kejauhan dengan napasnya yang tersenggal-senggal.

"Lun!!"

Akhirnya langkah gadis itu terhenti sebab Ila berhasil mencekal tangannya. Detik itu Luna langsung menangkisnya dengan kasar.

Sungguh, gadis di hadapannya itu tidak seperti Luna yang ia kenal selama ini.

"Lo gak usah sok baik gitu deh di depan Kak Gerhana, gue jijik liatnya!" Ucap Luna nyaris berteriak.

"Gue tau kok lo sebenernya mau ngelaporin gue," lanjutnya.

Ila terdiam sejenak. Entah sejak kapan salah satu sahabatnya menjadi seperti ini. Perasan baru kemarin mereka tertawa dan bahagia bersama, tapi kenapa sekarang malah berbanding terbalik seperti ini?

"Lo sebenci itu sama gue? Selama ini gue ada salah apa emang sama lo?" Suara Ila sudah terdengar bergetar hebat. Saat ini Luna terlihat sangat menyeramkan melebihi Gerhana–yang dinobatkan sebagai anak 18 paling mengerikan–sekalipun.

"Kita tuh temenan loh Lun dari awal, sahabatan malah."

"Lo masih nanya ada salah apa? Lo beneran polos apa tolol sih La?"

Ila terdiam. Bibirnya mengatup dengan rapat. Ia tidak berhasil memahami maksud dari perkataan Luna barusan.

Kalau boleh jujur Ila sedikit sakit hati dengan tutur katanya. Hanya dalam beberapa hari gadis itu telah berubah sepenuhnya menjadi sosok yang tidak ia kenal tanpa sebab yang ia ketahui.

Selang beberapa detik, Luna kembali bersuara. "Gue udah tau semuanya La selama ini, gue tau kak gerhana naksir sama lo."

"Tapi lo malah bales perasaan dia padahal lo udah tau kalo gue suka sama dia, temen macam apa lo, hah?!" Lanjutnya.

Ila masih terdiam. Mencoba untuk mencerna semuanya secara perlahan sebelum ia mulai meresponnya.

"Gue bisa jelasin soal itu Lun, jujur aja gue udah ngerasa ada yang beda sebelum lo bilang sama gue."

"Terus kenapa lo ga bilang dari awal sama gue?!" Teriak Luna.

"Ya karena gue gamau nyakitin lo!!" Balas Ila dengan suara yang lebih keras.

Luna terdiam beberapa saat. Air matanya tiba-tiba saja lolos membasahi kedua pipinya. Sebetulnya ia sudah menahannya sejak awal. Ia juga tidak berencana akan menangis di hadapan Ila seperti ini karena prinsip yang ia pegang teguh selama ini.

Prinsip bahwa air mata itu pertanda kelemahan seseorang. Luna tentu tidak mau menunjukkan kelemahannya di depan seseorang yang telah berhasil merebut apa yang selama ini ia inginkan.

"Tapi ujung-ujungnya lo tetep aja nyakitin gue La, liat aja sekarang gimana," tukasnya dengan suara yang lebih rendah tapi justru malah membuat Ila yang mendengarkannya semakin sakit.

Gadis itu segera pergi meninggalkannya. Ia sudah tidak mau mendengar balasan apapun dari Ila. Secara tidak langsung Luna juga ingin mengakhiri perdebatannya sesegera mungkin.

Ila terdiam. Gadis itu memejamkan matanya perlahan membiarkan air matanya mengalir bebas di pipinya.

Seketika semua memorinya bersama Luna mulai bermunculan dalam benaknya. Momen-momen bahagia yang telah ia lewati itu justru membuat hatinya terasa semakin sakit. Masa-masa indah itu membuat tangisnya semakin terisak karena semua itu kini hanya berbentuk kenangan.

Sore ini, persahabatannya dengan salah satu teman pertamanya di SMA telah hancur. Semuanya sudah berakhir dan suka tidak suka Ila harus bisa menerimanya.

Menerima apa yang sudah menjadi keputusan sosok itu untuk pergi dari hidupnya.

–––

SPAM COMMENT SEBANYAKNYAA DISINI BIAR MAKIN CEPET UPNYAA!!

Vote dan Comment buat next part!

LINK AU GANJIL GENAP

https://twitter.com/ceritapucai/status/1594576586711658496

Continue Reading

You'll Also Like

10.3K 3.9K 65
WARNING!! PART LENGKAP DAN SIAP-SIAP PATAH HATI! 𝓙𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓶𝓮𝓷𝓰𝓰𝓪𝓷𝓽𝓾𝓷𝓰𝓴𝓪𝓷 𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹𝓪𝓹𝓾𝓷 𝓴𝓪𝓻𝓮𝓷𝓪 𝓼𝓲𝓪𝓹...
13.9K 1.6K 44
SUDAH DITERBITKAN OLEH NOVELINDO PUBLISHING Seperti arti dari sebuah nama. Tingginya 175 cm, bersinar karena prestasinya dalam bidang basket, suka ma...
9.8K 1.8K 36
Story by: @saskiafadillaaa . . Naura adalah gadis yang bisa melihat waktu kematian di tubuh seseorang. Mengerikan, dia seolah selalu melihat waktu hi...
2.4M 129K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...