Selimut Biru (Hiatus)

By PMHstone

414 60 14

Laut itu biru, semakin biru warnanya maka semakin pula kedalamannya. Jika biru langit diartikan sebagai kebah... More

1. Laporan Kerja
2. Guru Baru
3. Fight
4. Feel Lost
5. Made A Mess
6. Heart Attack
7. Hit You Like That
8. Are You?
9. Arsan
10. Competition
11. Remember You
12. Buku Dairy
13. Your Secret
14. Case
15. Can't Stop
16. Truth
18. Don't Tell Him
19. Your Tears is My Pain
20. Red Eye
21. You Lie You Die
22. The Truth Is Hurt
23. Crazy Mind
24. Picture Of Memories
25. Nothing You
26. Doll

17. I Love Your Laugh

6 0 0
By PMHstone

Hari berikutnya dan di hari yang membosankan lainnya, baru saja bel istirahat berbunyi. Mendengar suara bising dari Sifa dan kawan-kawan membuat kuping Kaira seakan hampir meledak. Mereka terus saja menggosip di depan orang yang mereka gosipi dengan suara lantang. Tidak terkecuali Kaira juga selalu menjadi sasaran mereka. Tidak tahan dengan suara bising itu, Kaira memutuskan untuk keluar dari kelasnya.

Sinar matahari begitu silau di mata saat Kaira baru saja melewati pintu kelas. Ada siswa dari kelas lain yang sedang olahraga jenis permainan besboll di tengah lapangan. karena terlihat menyenangkan, Kaira memilih duduk di tribun atau kursi penonton sambil menyaksikan permainan yang mereka lakukan.

Ketika sedang duduk dengan tenang, matanya seketika menyipit melihat siswa yang memegang tongkat baseball_Kaira memang tidak mengenal siswa itu_tapi itu membuat Kaira teringat akan suatu kejadian.

Saat itu Kaira sedang berjalan kaki sendirian menuju sekolah. Matanya tidak fokus karena dirinya menyumbat telinganya dengan earphone sambil menatap gaway-nya. Saat itu ia ingat jika seseorang menepuk bahunya yang membuat Kaira menoleh ke belakang. Tanpa diduga-duga dari belakang sebuah tongkat take off  begitu saja pada kepalanya. Kaira kesakitan sekaligus mengalami pusing yang hebat. Saaat itu Kaira hilang kesadaran dan terbangun disebuah gubuk.

Kaira lantas memegangi kepalanya karena teringat lagi akan bayang-bayang orang dengan pakaian serba hitam itu. Seperti hilang ingatan, Kaira memang tidak ingat banyak hal tentang kejadian saat itu.

Namun tidak jauh dari tribun yang Kaira duduki, ada Nazmi yang kebetulan sedang ada di tengah lapangan bermain baseball. Ia yang melihat Kaira memegangi kepalanya dengan raut wajah kesakitanpun merasa khawatir, pria itu berlari kecil mendekati Kaira. Ia pikir Kaira pusing karena terik matahari yang begitu menyengat. Sambil berlari, Nazmi mengambil almamater miliknya yang terselampir di kursi tidak jauh dari tribun dan merentangkan almamater itu di atas kepala Kaira.

Kaira menoleh sedikit ke atas. Namun kepalanya semakin pusing.

"Mba, Eh- maksudnya Kaira. Iya! Nama lo Kaira kan? Kaira lo kenapa?!" tanya Nazmi.

Nazmi lantas duduk di samping Kaira sambil menyelampirkan alamamater miliknya pada kedua bahu Kaira.

"Kepala gue sakit banget." balas Kaira.

"Lo sakit? Ke UKS aja ya?" tawar Nazmi.

Kaira pasrah dan Nazmi mengantarkannya menuju UKS. Sesampainya mereka di unit kesehatan sekolah, Kaira duduk di ranjang sedangkan Nazmi mengambil air untuk Kaira minum. Segelas air putih Nazmi berikan kepada Kaira, gadis itu mengucapkan terimakasih pada Nazmi karena sudah perhatian dan membawanya ke uks.

Tidak lama setelah itu, Kiyan muncul dari pintu masuk dengan raut wajah yang terlihat gegabah, Kiyan datang ke UKS karena tau Kaira ada di sana.

"Kaira! Lo kenapa?" tanya Kiyan panik.

"Gue gak papa, Ki." balas Kaira seraya memijat keningnya sendiri.

"Gak papa? Lo di UKS, Kai!" sambung Kiyan.

"Gue tadi nemuin dia di tribun. Katanya kepalanya pusing, makanya gue bawa ke sini." Nazmi menyela.

"Oh. Lo udah sarapan belum sih, Kai?" tanya Kiyan.

"Gue udah sarapan." balas Kaira.

"Terus yang bikin lo pusing apa?" Kiyan bertanya lagi.

"Gue inget sesuatu." balas Kaira.

"Inget apa?" Kiyan bertanya lagi.

"Orang yang mukul kepala gue waktu itu. Orang yang nyekap gue di gubuk buat mancing Navin." balas Kaira.

"Terus? Orang itu kek gimana?" tanya Kiyan.

Kaira menggeleng. Semakin diingat rasanya semakin sakit. Padahal Kaira ingat jika dirinya berkontak mata langsung dengan orang berhoodie hitam saat itu.

"Gue gak tau. Dia pukul gue pake tongkat baseball. Gue bener-bener gak inget apa-apa lagi, kepala gue rasanya mau meledak." kata Kaira mengecilkan nada bicaranya.

Nazmi yang mendengar akan cerita Kaira memasang raut wajah iba, ia mendekati Kaira dan duduk di sampingnya. Ketahuilah saat itu Kiyan yang berada di UKS langsung menatap Nazmi dengan tatapan sinis, ia terlihat tidak suka dengan Nazmi yang seakan-akan menjadi perhatian pada Kaira.

"Udah Kai. Lo gak usah mikirin itu lagi. Kalo lo masih gak tenang, coba lo ke kantor polisi buat nanyain perkembangan kasusnya. Gue cuma berharap dapet kabar baik." saran Nazmi.

"Iya, gue bakal kesana." balas Kaira seraya menganggukan kepalanya.

"Atau gini aja. Kalo lo masih kehilangan sosok Navin, lo bisa anggap gue sebagai Navin. Gue sama dia dulu deket. Navin pasti sering nyebut nama gue kan di depan lo? Gue udah tau watak tuh orang gimana," kata Nazmi mencoba menyemangati Kaira.

"Lo gak takut Fiya cemburu kalo lo jadi Navin buat Kaira?" tanya Kiyan yang saat ini sedang tersulut kata-kata Nazmi.

"What? Nggak tuh. Manusia kan dinamis. Gue bisa aja jadi dua orang yang berbeda. Navin, dan Nazmi." kata Nazmi. Ia mulai tersenyum jahil.

"Enggak! Gue yang kenal Kaira lebih dulu!" ketus Kiyan.

"Dih? Maksa lo? Terserah gue dong!" sahut Nazmi.

Antara Kiyan dan Nazmi saling adu mulut di tengah UKS yang terasa sunyi saat itu. Mereka adu mulut tentang dirinya yang layak menjadi pengganti Navin untuk Kaira, Kaira hanya menahan tawanya karena keributan sepele yang mereka permasalahkan.

Saking berisiknya suara adu mulut mereka membuat tirai dari ranjang di samping tiba-tiba terbuka dan menampakan seorang Raif yang melotot ke arah Kiyan dan Nazmi. Dari raut wajahnya, Kiyan dan Nazmi tau jika Raif akan mengomel.

"Wey!! Kalian berdua brisik banget sih! Ganggu orang lagi tidur aja tau, nggak!!!" sentak Raif.

"Kiyan mulai dulu." sahut Nazmi terdengar naif seraya menunjuk Kiyan.

"Eh? Kok gue? Lo yang mulai dulu, bangsat!" bela Kiyan.

Mereka berdua kembali adu mulut. Hal itu membuat Raif semakin emosi. Raif lantas turun dari ranjang dan mengambil sebuah buku yang ada di nakas. Ia menghampiri Nazmi dan Kiyan dan langsung memukul pantat mereka dengan buku yang dipenganggnya tadi.

"Pergi gak kalian! Pergi gak! Ish! Dasar kalian para bocil!" bual Raif yang masih memukul-mukul mereka berdua hingga keluar dari UKS.

Kaira yang melihat tingkah laku mereka bertiga pun tertawa kecil. Seakan pikiran berat yang tadi menghampirinya hilang sudah karena melihat mereka yang bertengkar seperti anak kecil. Raif satu kelas dengan Nazmi dan Kiyan, hanya saja saat itu Raif memakai seragam sekolah biasa dan bukan kaos olahraga. Raif biasa berpura-pura sakit agar tidak ikut pelajaran.

Masih pada hari yang sama, hanya saja selisih beberapa jam kemudian. Saat itu Gilda yang dari kantin buru-buru menuju ke bangku taman untuk menemui Sifa, Olivia, dan Fiya. Baru saja Gilda mendapat kabar jika tadi Kaira diantar Nazmi ke UKS, bersama Kiyan juga tentunya. Hanya karena hal itu membuat Gilda merasa jika itu berita yang besar, karena Fiya_yang berkedok sebagai temannya_yang masih mencintai Nazmi.

Apalagi dari penampilan Nazmi yang selalu rapi, kulit putih, tinggi, pemilik senyuman manis, dan siswa yang cerdas membuat siapapun pasti tertarik pada sosok Nazmi itu. Tentu saja mungkin Fiya tidak akan membiarkan Nazmi dekat dengan orang seperti Kaira.

Namun hal ini berbeda, belakangan ini sifat Fiya yang cenderung pendiam membuat siapa pun bingung. Ketika Gilda menyebut nama Nazmi, Fiya langsung bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan tempat. Semuanya bingung, terutama Sifa. Dia semakin hari semakin kesal dengan Fiya yang terlihat sok dingin sekarang. Bahkan tadi untuk mengajak Fiya bergabung untuk makan dan mengobrol di tempat itu perlu perjuangan berbasis paksaan.

Saat itu Sifa merasa kecewa karena tidak bisa lagi mengusik Kaira. Tidak ada Fiya yang dijadikan alibi, artinya tidak ada Kaira untuk dibully. Sifa kesal karena saat itu Kaira menghajar Sifa dan Fiya, sebagai balasan Sifa dan teman-temannya memilih membuly Kaira.

Fiya dibiarkan pergi begitu saja meninggalkan teman-temannya. Dan saat waktu jam istirahat hampir habis, Gilda berjalan sendirian memasuki kelas tanpa Sifa ataupun Olivia. Gilda melihat Fiya yang sedang melamun di bangku miliknya paling pojok dekat dengan jendela. Di lihatnya pemandangan langit yang nampak begitu menenangkan. Melihat Fiya, Gilda lantas berjalan mendekat dan duduk di bangku yang ada di depan, untuk mengobrol bareng Fiya, Gilda memutar pinggangnya ke belakang.

"Lo udah nyerah buat perjuangin Nazmi?" tanya Gilda.

Dengan tatapan kosong, Fiya mengangguk. Sedangkan Gilda hanya mendengus pelan. Gilda berpikir jika Fiya sangat terpuruk hatinya karena Nazmi. Padahal usia mereka masih terbilang muda untuk terlalu serius menghadapi permasalahan percintaan.

"Gue pengin berhenti, Gil. Gue udah lelah." lirihnya. Suaranya terdengar serak.

"Terserah lo mau ngomong apa. Kalo lo sakit mending ijin aja." saran Gilda.

Gilda lantas beranjak dari bangku meninggalkan Fiya yang masih termenung dan bersandar di jendela. Tidak lama kemudian Arka datang sebagai pangajar di kelas itu. Semua orang sudah hadir untuk mengikuti pelajaran dengan baik.  Pelajaran berlangsung selama dua jam. Namun bagi siswa maupun siswi terasa sangat sebentar. Mereka sangat menyukai kinerja Arka sebagai pengajar, karena cara mengajarnya sambil bercanda dan tidak kaku.

Siswa laki-laki menganggap Arka seperti teman sebaya karena mengasyikan, sedangkan siswi perempuan kebanyakan menyukai Arka karena ketampanannya. Satu kelas rasanya beruntung mendapatkan guru seperti Arka. Tidak seperti guru bernama Iqbal yang merupakan guru sebelum Arka, cara mengajarnya cenderung serius dan galak. Setiap hari selalu saja ada tugas yang diberikan dan wajib untuk dikerjakan.

Bel istirahat setelah pelajaran berbunyi, di toilet wanita ada beberapa siswi perempuan yang sedang mencuci tangan atau sekedar touch upp.

"Pelajarannya pak Hasan seru. Apalagi dia juga baik dan tampan."

"Kira-kira udah nikah belum ya?"

"Dia gak pake cincin. Kayaknya belum deh."

"Wah! Sabi tuh gue pepet!"

Itulah yang mereka obrolkan mengenai Arka si guru baru. Namun dibalik obrolan yang menyenangkan itu ada Fiya yang sedang duduk di coslet, ia melepas jaketnya dan kemudian memeluknya. Dirinya sedang menangis tanpa orang lain tau dan tangisan itu lama kelamaan semakin jadi. Sangat sulit bagi dirinya menangis tanpa suara, rasanya ingin pulang dan menangis sepuasnya di atas kasur miliknya. Ia bersedih sekaligus takut dengan keadaannya yang menimpanya.

"Gue nyesel!! Gue nyesel..." lirihnya.

Setelah ia puas menangis, Fiya membuka pintu kamar mandi. Ketika Fiya melihat sekitar, ada Kaira yang sedang menatap dirinya. Fiya agak kaget sebenarnya. Kaira juga dari tadi mendengar suara isakan dari dalam kamar mandi. Kaira mendekati Fiya dengan tisu yang ada di tangannya.

"Lo gak papa?" tanya Kaira.

Diam. Fiya menatap Kaira dingin tanpa memberi jawaban apapun. Fiya mengambil tisu dari Kaira dan pergi begitu saja meninggalkan Kaira di tempat itu sambil mengelap pipi yang basah lantaran usai menangis tadi. Kaira menatap Fiya dengan tatapan bingung tidak mengerti dengan gadis itu yang berubah menjadi pendiam.

Beralih ke Fiya lagi. Ia berjalan dengan langkah malas menuju rumah. Sungguh sendari tadi badannya terasa sangat lemas dan malas. Fiya selalu diam, semakin hari dirinya semakin dingin saja. Entah ada apa dengannya. Bahkan orang lain yang melihat perubahan Fiya yang semakin hari semakin dingin pun hanya memberikan tanda tanya pada gadis yang dulunya sangat energic.

Di kamar miliknya, Fiya berdiri di depan cermin sambil menatap wajahnya yang ayu nan lesu. Ia melepaskan ranselnya begitu saja dan membuangnya ke arah asal. Di lepasnya jaket yang selalu membalut tubuhnya kemudian. Satu persatu ia membuka kancing seragam sekolahnya dan melepasnya sekaligus dengan rok pendek yang dikenakannya. Ia hanya menyisahkan pakaian dalam saja yang melekat pada tubuhnya. Fiya menatap tubunya yang sudah tidak sama seperti dulu. Ia kini jarang makan dan terlihat begitu kurus, namun perutnya makin hari makin membuncit dan menonjol ke depan. Di usapnya kemudian sambil terisak.

Fiya duduk di ranjang sambil menangis. Ia berteriak sekeras-kerasnya. Fiya yang kini tengah berbadan dua. Ia merahasiakannya dari siapapun, tidak ingin ada orang yang mengetahuinya termasuk kedua orang tuanya. Namun meski demikian, dialah yang harus menanggung kesedihan ini sendirian.

"Gue benci sama lo... " lirih Fiya sambil menangis.

To be Continued....

Continue Reading

You'll Also Like

160K 7.1K 23
"berhentilah bersikap manja haechan,kau itu sudah besar dan kau bukan maknae!"ucap hyungdeul yang mana membuat haechan sakit hati. "aku hanya ingin m...
51.2K 7.9K 30
cerita suka-suka yang penting cerita wkwk
8K 685 22
TENTANG SEORANG MATA MATA YANG TERCIDUK DENGAN TARGETNYA SENDIRI APAKAH SANG MAFIA AKAN MENEMBAK SANG MATA MATA ATAU ADA OPSI LAINNYA??? WARNINGS🚨 ...
8.6K 756 15
Sebuah Geng motor yang berambisi untuk mengembalikan Hak mereka yang hilang karena oknum yang tidak bertanggung jawab Saksikan Kisah selanjutnya... ...