Gara-Gara Abang [SUDAH TERSED...

By Stephn_

20.6K 2.2K 201

"Abang gue bukan super hero, tapi super kepo!" ♠️♦️♣️ Valeri... More

Prolog
Dua; Teman Sebangku
Tiga; Payung Hitam
Empat; Si Sulung
Lima; Kali Kedua
Enam; Pesan Singkat
Tujuh; Garis Singgung
Delapan; Membuka Pintu
Sembilan; Kencan Pertama
Sepuluh: Ayah
Sebelas; Tipuan
Dua Belas; Mata-Mata
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA

Satu; Hari Pertama Sekolah

2.4K 344 29
By Stephn_


"Tidak semua ekspektasi berakhir indah.
Tidak semua hal-hal indah harus sesuai ekspektasi."

•••


SETELAH lima belas tahun tinggal di Bumi, Valeria akhirnya menyadari; semesta selalu lebih berpihak pada Abang dibandingkan dirinya. Tidak peduli seberapa keras usaha Valeria, tetap Abang pemenangnya. Hal ini berlaku dalam kondisi apa pun. Mungkin ini yang dinamakan kutukan si bungsu. Sebagai anak terakhir, garis takdirnya hanya memperoleh sisa-sisa dari saudara sekandung yang lebih dulu lahir ke dunia.

Salah satunya... jatah keberuntungan.

"Val, maaf bunda lupa ada janji sama klien di Surabaya. Sekarang bunda lagi perjalanan ke bandara, penerbangan pagi."

Suara Karina, bundanya, dari seberang telepon terdengar seperti sambaran petir. Cerah yang semula terlukis di wajah Valeria langsung sirna, tergantikan dengan kelam dan netra menyorot kosong. "Terus hari ini aku berangkat sekolah dianter siapa?"

"Sama Abang dulu, ya?"

Jawaban yang paling Valeria takutkan akhirnya keluar dari bibir Karina. Kedua kaki Valeria seketika kehilangan daya, memaksanya terduduk lemas di anak tangga terakhir. Mimpi buruk yang sejak jauh-jauh hari telah ia semogakan tidak terjadi, kini menjadi kenyataan. Lebih buruk, bahkan.

"Terserah kamu mau nebeng Damian, Jerry, Reza, atau Leo. Tapi saran bunda mendingan kamu bareng Reza, kalau nggak Leo. Soalnya jalan agak macet, lebih cepet berangkat naik motor," ucap Karina memecah hening yang sempat Valeria ciptakan.

Valeria ingin sekali membantah. Tetapi, sebelum melontarkan sepatah kata pun, Valeria mengurungkan niatnya. Selain sadar diri tidak memiliki kuasa untuk menentang Karina, Valeria tidak yakin pengaruhnya—yang tak seberapa itu—dapat mengubah keadaan.

Terpaksa Valeria mengandalkan strategi terakhir; mencari yang terbaik dari yang terburuk. Valeria mengalihkan pandangannya ke arah meja makan, dengan cepat memindai satu-persatu pemilik nama yang baru saja disebutkan oleh bundanya.

Dimulai dari Damian. Cowok berusia 28 tahun itu merupakan anak tertua di rumah ini. Selain memiliki angka usia terbesar, Damian dianugerahi tubuh paling tinggi dan berotot di antara adik-adiknya. Wajahnya berbentuk berlian dengan garis tulang rahang tegas. Rambutnya selalu di sisir ke belakang menggunakan gel, serasi dengan pakaiannya yang tidak pernah jauh-jauh dari setelan kemeja necis dan celana kain. Alis tebalnya membingkai sepasang mata sipit yang bentuknya menyerupai bulan sabit setiap kali tersenyum.

Namun, bulan tersebut jarang terlihat lantaran wajah Damian selalu menyorot serius. Apalagi setelah cowok itu resmi menjabat sebagai direktur di perusahaan Bunda, bibir tipisnya nyaris tidak pernah menyunggingkan seulas senyuman.

Perhatian Valeria beralih pada cowok yang duduk di samping Damian. Cowok itu adalah Jerry, usia 25 tahun, anak tertua kedua di rumah ini.

Berbeda dengan Damian, Jerry terlihat jauh lebih ramah karena bibirnya yang berbentuk hati sering tersenyum—Valeria sempat curiga Jerry melakukan itu hanya untuk memamerkan lesung di kedua pipinya. Rahangnya persegi dengan hidung mancung dan kelopak mata sedikit memanjang menyerupai kacang almond. Meskipun menjabat sebagai Legal Officer, penampilan Jerry tidak seformal Damian. Beberapa kali cowok itu ke kantor hanya mengenakan kaus dan blazer. Rambut pendeknya pun sering dibiarkan jatuh seadanya. Kadang tidak disisir sama sekali.

"Val, ngapain kamu duduk di situ?"

Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Reza, kakak ketiga Valeria, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 7. Penampilan Reza sangat nyentrik. Rambut jabriknya selalu dicat warna-warna berani seperti merah api, hijau neon, biru metalik, dan kuning lemon. Baru-baru ini Reza mengubah warna rambutnya menjadi putih seperti Jack Frost. Wajahnya berbentuk hati dengan tulang pipi tinggi dan dagu runcing. Seperti Damian, Reza juga tidak mempunyai lipatan di kelopak mata. Bedanya, milik Reza selalu menyorot licik. Sedang bibir tipisnya tidak pernah absen menyunggingkan senyuman sinis.

Selain nyentrik, Reza terlihat lebih rebel. Ditandai dengan tindikan di kedua telinganya dan tatto permanen bertuliskan The Lord Is My Shepherd di bahu belakangnya—yang pernah menggemparkan seisi rumah dan membuat Reza dihukum potong uang jajan selama enam bulan oleh Damian.

"Val, kamu kelihatan cantik banget pake seragam putih abu-abu," puji Leo, kakak terakhir Valeria. Mahasiswa Teknik Sipil semester 3.

Banyak orang menilai wajah Leo mirip dengan Vachirawit Chivaaree, aktor Thailand. Tetapi di mata Valeria, kakak keempatnya itu lebih mirip Bunda—versi cowok dan genit. Bentuk wajahnya oval dengan sepasang mata bulat berkilat jahil seperti anak kecil. Bibirnya tebal dan penuh, yang hanya menyunggingkan senyuman untuk dua kategori; cewek cantik dan orang tua. Postur tubuhnya tegap dan tinggi, nyaris menyusul Damian.

Di antara abang-abang yang lain, Leo paling mengikuti perkembangan fashion. Lemarinya penuh dengan baju-baju keren dan trendi. Koleksi sepatunya tidak kalah banyak dibandingkan dengan milik Valeria dan Bunda dijadikan satu. Leo juga sangat concern dengan aroma tubuh. Sehari pun tidak pernah Valeria mendapati Leo lupa memakai parfum.

Cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya Valeria menjatuhkan pilihannya. "Aku berangkat sama Bang Leo aja."

"Good choice," nada suara Karina dari seberang telepon berubah ceria. "Kemungkinan bunda pulang hari Rabu atau Kamis. Kamu baik-baik ya di rumah sama Abang."

Valeria hanya bergumam pelan menanggapi pesan terakhir Bunda sebelum memutus sambungan telepon. Sebab, Valeria tidak yakin dirinya bisa 'baik-baik' dengan keempat abangnya selama dua hari ke depan.

♠️♦️♣️

Perjalanan yang harus Valeria tempuh dari rumah ke SMA Pelita Impian sebenarnya tidak terlalu jauh. Hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit. Akan tetapi, karena hari ini jalan lumayan padat, Valeria harus menghabiskan waktu lebih lama daripada yang seharusnya.

Beruntung Valeria mendengarkan nasihat bundanya. Meskipun sempat terjebak macet di jalan, motor Leo dapat bergerak lincah menyalip kendaraan lain, dan berhasil sampai di sekolah tepat waktu. Bahkan, masih tersisa sepuluh menit terakhir sebelum bel berbunyi.

Tadinya, Valeria sempat khawatir waktu yang ia miliki tidak cukup. Karena menurutnya, akan sangat memalukan datang terlambat di hari pertama sekolah. Faktanya, ada hal lain yang lebih memalukan daripada itu. Hal yang membuat Valeria menyesal mengapa dirinya tidak terlambat saja hari ini.

"Bang Leo..." Valeria memaksakan seulas senyuman. "Aku boleh minta tolong?"

Leo melirik sekilas Valeria. "Minta tolong apa?"

"Bisa nggak ngelihatinnya biasa aja?"

"Ini biasa aja."

Valeria menghela napas frustrasi. "Biasa aja apanya? Melotot gitu!"

Demi seluruh malaikat maut dan antek-anteknya yang buruk rupa, Valeria ingin sekali mengubur dirinya hidup-hidup atau setidaknya kabur secepatnya dari tempat ini. Bagaimana tidak?

Sejak menepikan motor di parkiran sekolah, Leo langsung memelototi murid-murid lain—khususnya murid cowok—dengan tatapan tajam dan ekspresi garang. Parahnya, murid-murid malang itu sepertinya bukan dari angkatan Valeria, melainkan kakak kelas.

Kalau gini cara mainnya, gimana gue bisa punya pacar? Geram Valeria dalam hati.

"Masih kecil fokus sekolah, jangan mikirin pacar-pacaran." Celetukan Leo membuat seluruh tubuh Valeria seketika menegang.

Valeria sempat mengira Leo bisa mendengar isi hatinya. Ternyata, abang keempatnya itu sedang membicarakan sepasang remaja yang terlihat bermesraan di parkiran.

"Cinta monyet," Leo mendengus sinis. "Paling sebentar lagi putus."

"Belum tentu," tukas Valeria. Ikut memerhatikan sepasang remaja yang sedang Leo bicarakan. "Cinta nggak pandang usia. Walaupun masih muda, bukan berarti itu cinta monyet. Justru perasaannya masih murni, tulus, dan nggak banyak nuntut."

Segala sesuatu yang pertama memang lebih riskan untuk gagal. Pasalnya, belum ada pengalaman yang dapat menuntun agar seseorang tidak melakukan kesalahan. Seperti halnya cinta pertama.

Banyak orang mengaku cinta pertama sulit berhasil. Karena menyatukan dua isi kepala dengan ego yang belum stabil tidak lebih mudah daripada mencampurkan air dan minyak. Hanya segelintir pasangan yang dapat bertahan hingga ke pelaminan, sedang yang lainnya harus pupus di tengah jalan.

Akan tetapi, Valeria memiliki pandangan lain soal cinta pertama; the beautiful thing about young love is the truth in our hearts that it will last forever. Meskipun lebih banyak patah yang menyapa, cinta pertama tetap layak untuk dirayakan. Tidak peduli apakah cinta akan bertaut selamanya atau sebatas menjadi kenangan.

"Belajar dari mana kamu?"

Senyuman yang tanpa sadar terukir di bibir Valera seketika lenyap. Keringat dingin mulai membasahi kening Valeria, tenggorokannya tercekat mendapati Leo sedang menatapnya curiga. Saat itulah Valeria menyadari, dirinya baru saja melakukan kesalahan fatal. Mulutnya terlalu banyak bicara. Melupakan fakta Leo memiliki tingkat kecurigaan paling tinggi di antara abang-abangnya yang lain.

Valeria memutar otak, memikirkan alasan paling logis. Gawat jika abangnya itu sampai salah menyimpulkan. Bisa-bisa sepulang sekolah nanti, Valeria harus menjalani sidang panjang bersama keempat abangnya dengan tuduhan mulai memikirkan cinta-cintaan di usia yang masih belia.

"A-aku pernah baca kutipan itu di novel," dusta Valeria. Melihat Leo masih bergeming, ia buru-buru menambahkan, "Judulnya First Love."

Netra Leo menelisik. Seolah sedang mencari jejak-jejak kebohongan di raut wajah Valeria. "Siapa nama penulisnya?" tanyanya.

"Ehm..." Valeria gelagapan. "Nama penulisnya kalau nggak salah—"

"Val!"

Suara cempreng yang terdengar dari arah gerbang mencuri perhatian Valeria dan Leo. Keduanya sontak menoleh, pemandangan pertama yang menyambut mereka adalah wajah bulat Celine yang terlihat semakin chubby dengan poni depan dan Sissy yang sedang melambaikan tangan penuh semangat.

Saat ini, Celine dan Sissy terlihat seperti malaikat penolong di mata Valeria. Berkat mereka, Valeria jadi memiliki alasan untuk kabur secepatnya dari tempat ini. "Bang Leo, aku masuk kelas duluan ya sama temen-temen. Nanti aku kabarin jadinya pulang jam berapa."

Tanpa memberi kesempatan Leo berbicara, Valeria bergegas pergi, dengan langkah lebar menghampiri Celine dan Sissy.

"Jangan noleh ke belakang," pinta Valeria sembari menuntun Celine dan Sissy masuk ke dalam gedung sekolah. "Takutnya Bang Leo curiga gue sengaja kabur dari dia."

Kedua alis Celine terangkat naik. "Memangnya lo habis ngapain sampe Bang Leo curiga gitu?"

Valeria menceritakan secara singkat kejadian di parkiran beberapa waktu lalu. Tentang Leo yang memelototi semua murid cowok di parkiran, dan dirinya yang keceplosan berbicara panjang lebar soal cinta.

"Lo juga salah sendiri nebeng Bang Leo," Sissy berdecak. "Udah tahu abang lo yang satu itu cuma ramah sama cewek."

"Terus gue harus nebeng siapa?" Valeria menghela napas berat. "Bang Reza penampilannya terlalu mencolok. Bang Jerry kalau nyetir mobil lambat banget kayak siput, padahal jalan lagi macet-macetnya. Gue takut telat."

"Bang Damian?" saran Celine langsung mendapat lirikan tajam Valeria.

"Itu lebih gila lagi!" hela napas berat terdengar dari celah bibir Valeria. "Anak buahnya aja udah bikin gue pusing mampus. Apalagi pentolannya?"

Bukan tanpa alasan Valeria menyebut Damian sebagai pentolan. Selain menduduki jabatan anak pertama, Damian mendapat previlege membuat peraturan dan mengambil keputusan untuk adik-adiknya. Makanya, Valeria paling takut dengan Damian. Jangan sampai kakak tertuanya itu mengetahui bucket list-nya.

"Yaudah jangan cemberut gitu mukanya. Gue punya kabar gembira, nih." Sissy mengalihkan pembicaraan.

Valeria mengerutkan kening bingung. "Kabar gembira apaan?"

"Kita satu kelas!" seru Celine.

"Serius?"

Sissy mengangguk. "Kelas 10 IPA 1."

Untuk pertama kalinya hari ini, Valeria mendapat kabar yang benar-benar membuatnya bahagia. Valeria sempat khawatir harus berpisah kelas dengan Celine dan Sissy, sahabat baiknya sejak masih duduk di bangku SMP.

"Tapi sayang..."

Ucapan menggantung Celine membuat Valeria berubah waspada. Takut kebahagiaan yang baru saja menyambutnya pupus begitu saja. "Kenapa?"

"Kita nggak bisa duduk sebangku. Soalnya nomor duduknya diacak sama Pak Ramos," jelas Celine.

"Iya, nggak seru banget!" Sissy mencebikkan bibir. "Masa gue sebangku sama Bisma?"

Celine dan Valeria sontak saling bertukar pandang. Sedetik kemudian tawa keduanya pecah.

"Bisma yang celananya sobek waktu MOS kemarin?" tanya Valeria di sela tawanya.

"Udah gue bilangin dari kemarin, lo sama Bisma itu jodoh. Masih nggak percaya," goda Celine.

"Amit-amit jodoh!" Sissy bergidik. Cewek blasteran Indonesia—Belanda itu memang paling tidak suka dijodoh-jodohkan. Apalagi dengan cowok konyol seperti Bisma.

Valeria beralih pada Celine."Kalau lo sebangku sama siapa, Cel?"

"Yesaya," jawab Celine.

"Sama cowok juga?" Valeria menatap Celine dan Sissy bergantian. "Kombinasinya selalu gitu, ya?"

"Nggak selalu. Ada beberapa yang kebagian duduk sendirian kok," Sissy menatap iri Valeria. "Lo salah satunya."

Sekali lagi, Valeria menemukan alasan untuk bahagia hari ini. Walaupun semuanya berjalan di luar rencana, tak sesuai ekspektasi.

♠️♦️♣️

Next?

Kalau kamu jadi Valeria, lebih milih dianterin Damian, Jerry, Reza, atau Leo? 🤣

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar maupun bintang, ya! Biar aku semangat menamatkan lapak ini 🥺💓

Btw, ini cast temen Valeria:

Danielle as Sissy


Hanni as Celine

Continue Reading

You'll Also Like

2.2K 169 4
Dosa apa yang telah di perbuat Junghwa, sehingga Tuhan memberikannya seorang pemuda ya...Tuhan Imut sekali...tapi sayangnya orang itu polos melebihi...
289 110 30
Karya pertama berupa cerpen yang berkolaborasi dengan @Exazxiarte. TIDAK UNTUK DIPLAGIAT!!! KUmpulan CERpen
383 162 21
Masa SMA yang dijalani Dita berbeda. Gadis itu sempat lelah menjalani hari-hari di SMA Gunadarma yang begitu berat, tapi Dita bersyukur karena tidak...
838 167 14
[FYI; FOLLOW SEBELUM BACA¡] Angelina tahu persis akibatnya jika menyukai seorang Langit Alkana Radeya. Tapi, permainan hati tidak bisa ditebak, bukan...