The Heroes Bhayangkara

By WinLo05

7.5K 1.3K 313

Nusantara dalam bahaya. Saatnya para pemburu berjuang untuk menyelamatkan dunia. Kekuatan mitologi adalah kun... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

15

151 31 3
By WinLo05

Hampir setengah jam Nawasena membasmi para Ahool. Saat Ahool terakhir tewas dengan luka di dada. Magma dalam sekejap berpindah tempat ke sisi Nawasena. Hanya dalam satu sentuhan tangan. Mereka langsung melakukan teleportasi.

Nawasena yang ingin memprotes. Sudah lebih dulu dicegat Magma dengan jari telunjuk mengarah ke depan. Tepatnya pada atap ruko yang sebelumnya mereka tempati.

"Lihat! Itu para kesatria."

Dari atap ruko yang berbeda. Nawasena dapat melihat, sekumpulan pria yang memegang Kaditula berbilah emas sedang menatap puluhan mayat Ahool yang telah ia bunuh.

"Pekerjaan bagus," puji Magma. "Tapi minimal, Kakak harus menghabisi 100 Ahool sebagai latihan."

Magma pun kembali menyentuh Nawasena dan mereka berteleportasi ke depan sebuah warung makan prasmanan yang sedang tertutup.
Melihat itu, Nawasena pun mengenyit. "Jangan bilang lo mau makan di saat seperti ini?"

"Enggak juga, tahu-tahu kepikiran tempat ini."

Nawasena tidak percaya dan ia hanya memutar bola mata malas. Sebelum keduanya beranjak pergi. Terdengar suara orang sedang bercakap-cakap dari dalam warung tersebut. Lalu, dari atas atap bangunan, muncul sebuah lubang hitam yang mengeluarkan puluhan Ahool ke arah langit.

"Apa itu?" seru Nawasena. Makhluk-makhluk itu keluar terus menerus. Seakan tidak pernah habis.

"Kebetulan yang menarik bukan?" ujar Magma dengan sebuah seringai.

Bocah itu lalu mengajak Nawasena mendekat dan mengintip ke dalamnya. Namun sialnya, mereka tiba-tiba terpental ke belakang oleh sihir pelindung yang melindungi. Keributan tersebut, tentu saja menarik perhatian orang di dalamnya.

Seorang pria bertopeng monyet muncul dari balik pintu. Magma kalah cepat untuk membawa Nawasena bersembunyi. Sebagai gantinya, ia membiarkan Nawasena yang terbatuk-batuk akibat punggungnya menghantam tiang listrik.

Nawasena berusaha bangkit. Belum juga ia berdiri dengan sempurna. Lawannya telah mencekik leher Nawasena. Hanya satu tangan, tetapi mampu mengangkat tubuh Nawasena ke udara.

Nawasena berusaha memberontak. Kedua kakinya terayun-ayun di udara. Di saat seperti ini, sebuah bola sepak mendadak ditendang dari arah belakang.

Magma tidak lagi bersembunyi dan untungnya, perhatian pria bertopeng itu teralihkan. Ia lantas membanting Nawasena secara kasar di atas aspal.

"Demi Dewa! Kenapa ada bocah di sini? Ini Abang lo?"

Magma tidak menjawab, dia kembali menggunakan telekinesis untuk menarik kembali bola sepaknya dan tanpa jeda. Dia kembali menendang. Sayangnya, bola tersebut meledak sebelum mengenai musuh mereka.

"Dengar bocah," ucapnya dengan nada mengancam. "Gue enggak ada waktu bermain dengan bocah seperti kalian? Jelas terlihat, kalian ini anak-anak Anomali. Kalau begitu, bagaimana kalau gue mengirim kalian ke alam baka? Gue rasa, itu taman bermain yang co—"

Kalimat itu terputus. Nawasena sedang mengarahkan ujung Kaditula untuk menusuk punggung si pria. Akan tetapi, medan sihir menahan bilah tersebut untuk melukainya.

"Hentikan permainan kalian!"

Tubuh Nawasena kembali terpental dan pukulan tidak kasat mata menghantam ulu hati Nawasena berulang kali. Tidak sampai di situ saja, kepala Nawasena di tendang dari berbagai sisi dan Magma rasa. Dia mendengar bunyi tulang patah.

Saat Nawasena tidak lagi bergerak. Perhatian pria bertopeng beralih ke arah Magma.

"Lo pengikut Sapta Syam!" seru Magma dengan nada menghakimi. "Kalian yang membuat portal-portal itu."

Pria bertopeng malah tertawa mendengar tuduhan Magma dan itu menjelaskan. Bagaimana Ahool yang tiap malam dibunuh, tidak pernah ada habisnya. Tubuh Magma pun mengambang ke udara. Dia tercekat pada sesuatu yang mencekik lehernya.

Nawasena sudah tidak lagi bergerak. Magma kehilangan harapan bahwa pria itu tewas begitu mudah. Malang, bocah itu kehilangan cara bernapas yang benar. Setelah kehilangan kemampuan mempertahankan diri. Magma pun dilempar ke atas aspal dengan bunyi yang berdentum keras.

Perlahan-lahan, genangan darah mulai membanjiri aspal. Kelopak mata Magma tertutup dan wajahnya pucat kebiruan. Nawasena yang masih sadar, menyaksikan hal tersebut dengan tatapan tidak percaya.

Dia terluka dan merasa sangat kecewa. Dia lemah karena tidak bisa melindungi orang-orang yang telah ia anggap sebagai teman. Emosi tersebut, menjadi pemicu sesuatu yang terpendam dalam diri Nawasena.

Penutup mata kirinya mendadak terlepas dan menampilkan netra yang bercahaya kemerahan. Bersamaan dengan itu, energi hitam dan ungu perlahan-lahan membungkus tubuh Nawasena. Luka-luka dan tulang-tulang yang patah. Mendadak disembuhkan dengan cepat.

"Sialan!" maki Nawasena yang berusaha berdiri. Kaditulanya memancarkan percikan listrik statis berwarna keunguan.

Kehadiran Nawasena yang masih hidup setelah dipukul babak belur, membuat mata dibalik topeng monyet terbelalak. Di tambah, ia semakin terkejut oleh warna mata kiri Nawasena dan aura yang mengelilinginya.

"Tucca?" ucapnya tak percaya. "Bagaimana bisa?"

Nawasena hanya menarik ujung bibirnya dan bergerak ke depan bersama embusan angin.

Trang

Bunyi dua bilah Kaditula berbentuk pedang saling membentur. Nawasena menekan energinya demi mendesak lawan ke belakang.

"Menyebalkan!" Sosok itu mengumpat. "Lo pikir, lo ini hebat? Lo itu hanya Tucca!"

Penghinaan tersebut, justru membakar ambisi dan tekad Nawasena untuk menjadi lebih kuat. Ia sengaja mundur ke belakang, lalu melompat ke atas dengan mata pedang yang siap menembus kepala musuh.

Akan tetapi, musuhnya punya pergerakan lebih cepat untuk menghindar. Kesal, Nawasena terus bergerak dan memberikan serangan tanpa jeda. Sorot matanya begitu dingin.

Lebih cepat, Nawasena membatin. Dia sangat ingin mengimbangi lawannya. Perasaan putus asa dan rasa kesal bercampur menjadi satu. Dia tidak sanggup melirik Magma yang terkapar. Pikiran buruk berusaha Nawasena tepis.

"Sialan!" Pria bertopeng mengumpat dan mundur sejauh mungkin dari Nawasena. Dia menatap Nawasena penuh selidik. Rasanya mustahil, seorang Tucca masih tetap hidup dan hal paling menyebalkan. Tucaa tersebut ingin membunuhnya.
"Siapa lo sebenarnya?"

"Sebentar lagi, lo akan mati. Untuk apa lo bertanya?"

Nawasena kembali maju dan menyerang. Dia sekarang mengarahkan Kaditula untuk melukai leher lawan. Begitu Kaditula Nawasena ditangkis, sebuah pukulan berhasil menghantam dagu si pemakai topeng monyet dari arah bawah.

Nawasena masih kurang puas menggeser rahang seseorang. Dia kembali bergerak, memaksa kejutan listrik yang mengalir dalam peredaran darah. Sekonyong-konyong. Ia melihat sesuatu dari mata kirinya. Darah terciprat ke wajah Nawasena saat ia berhasil memotong urat di pergelangan kaki si musuh. Bilah hitamnya pun segera menyerap darah tersebut.

Ada sensasi dingin yang Nawasena rasakan. Bilahnya terasa semakin ringan dan nafsu untuk membunuh lawan semakin membara di dalam dada.

Tidak mempedulikan erangan dari pria yang sedang merutuknya. Nawasena kembali mengincar pergelangan kakinya yang lain. Akan tetapi, gerakan itu mudah terbaca. Kaditula Nawasena ditepis dan hal yang mengejutkan justru datang dari sayatan yang sebelumnya. Dia menendang tungkai yang terluka dan mengarahkan kepalanya sendiri untuk menyeruduk si pria bertopeng. Pintu prasmanan di belakang mereka pun hancur berkeping-keping.

Nawasena yang tersungkur, berusaha mengangkat wajah. Warung itu kosong tanpa ada meja dan kursi. Hanya ruangan kosong dengan sebuah lemari kayu tua di pojok.

Dengan gerakan merangkak. Nawasena berusaha berdiri sekuat mungkin. Lawannya pun melakukan hal yang sama. Tidak peduli, bahwa kakinya sudah tidak dapat digerakkan.

"Gue enggak tahu, bagaimana kalian menemukan tempat ini." Pria ini mengatakannya dengan napas tersenggal-senggal. "Tapi, gue pastikan. Tidak ada yang keluar hidup-hidup. Gue, David Bintar. Akan menunjukkan betapa jauhnya level perbedaan kita."

Cahaya kemerahan mendadak muncul dari dasar lantai dan tumbuh menyelimuti David. Nawasena sama sekali tidak terkesan. Ia juga turut meniru cara David. Dipanggilnya sebuah kekuatan dalam dirinya sendiri.

Kekuatan tersebut berwarna keunguan terang. Hal yang sama juga terjadi. Tubuh Nawasena pun di selimuti cahaya tersebut. Namun, sesuatu yang berbeda terlihat dari pelupuk mata kiri Nawasena.

Tatapannya seolah membesar di beberapa titik tubuh David. Saat pria tersebut bergerak dengan pedang terayun. Nawasena bisa menebak ke arah mana ujung mata pisau itu terarah.

Prang

Nawasena mengangkat Kaditula ke arah atas. Lalu dia dengan sengaja menendang kaki kiri David yang terluka. Erangan kesakitan pun terdengar nyaring. Tulang kering David patah dalam satu kali hentakkan.

Tidak cukup sampai di sana. Nawasena mundur selangkah ke belakang. Lalu menggunakan kaki kirinya sebagai pijakan dan melompat untuk menyerang David dari atas.

Walau Nawasena mendapatkan dorongan kekuatan. Dia masih belum bisa mengimbangi ketangkasan David. Pemuda bertopeng itu lantas melemparkan sebuah serbuk berwarna kehijauan ke udara. Saat Nawasena sibuk menghindar. David menggunakan kesempatan itu untuk menusuk dada Nawasena dan ...

Prang!

Kaditula di genggaman David terlepas. Pergelangan tangannya digigit oleh gigi Nawasena yang mendadak runcing dan tajam. Ia terus menggerogoti daging dan otot tangan David begitu brutal. Nawasena tidak peduli oleh erangan dan pukulan bertubi-tubi yang datang menimpa kepalanya tanpa ampun.

Puas mengigit, Nawasena memanggil kembali Kaditula dari dalam udara. Kemudian menebas pergelangan tangan David dalam seperkian detik dan lanjut menusuk dada David dengan cepat.

Melihat musuhnya sudah tidak berdaya. Nawasena beranjak untuk membuka topeng monyet dari wajah tersebut. Namun, asap hitam tiba-tiba datang bersama angin yang berembus kencang. Saat semuanya reda, Nawasena hanya seorang diri di sana.

__///___/___//__//__
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

825K 75.2K 37
Lembayung Rinai Kayana. Wanita itu tidak menyangka bahwa hidupnya dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah mengetahui fakta menyakitkan tentang...
428K 47.4K 44
Karena kesamaan rupa antara gundik yang ditemuinya di rumah bordil dengan Parvis Loine sang tokoh utama wanita sekaligus gadis yang dicintai oleh Ize...
70.9K 7.4K 15
Bagaimana jika seorang gadis pekerja keras meninggal saat ia tertidur, hal itu terjadi karena kebakaran di rumahnya akibat kosleting listrik dan buka...
109K 3.4K 54
Bagaimana rasanya menikah dengan iblis? Kenyataan itu benar benar gila DEVIL Denial Villen adalah nama siluman yang menjadi pengantar dongeng anak-an...