Tensura: Rimuru and the Paral...

By XRider5

14.7K 1K 303

Dunia Parallel, kira-kira apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata ini? Dunia lain? Kehidupan lain? Cermi... More

Info
Prolog
(A) 1. Pahlawan
(A) 2. Rimuru Teslarnd
(A) 3. Dia?
(A) 4. Mencoba mengerti
(A) 5. Benarkah?
(B) 6. Apa itu?
(B) 7. Ini benar?
(B) 8. Kalian!
(B) 9. Demon lord lain
(B) 10. Pertemuan: Part 1
(B) 11. Pertemuan: Part 2
[Info] Penjelasan penting
(C) 12. Monster
(C) 13. Sedikit istirahat
「𝚃𝚊𝚗𝚍𝚊 𝚋𝚊𝚌𝚊」
(C) 14. Ancaman
(C) 15. Mulai
(C) 16. Tidak diduga
(C) 18. Mirip bukan berarti sama
(C) 19. Sepotong-sepotong
(C) 20. Malaikat?
(C) 21. Ditunggu-tunggu
(C) 22. Lihat dirimu
(C) 23. Berpisah
(D) 24. Dua sisi
(D) 25. Tuan dan pelayan
(D) 26. Hubungan
(D) 27. Kunjungan

(C) 17. Mengherankan

285 28 27
By XRider5

✧𝑻𝒆𝒏𝒔𝒖𝒓𝒂: 𝑹𝒊𝒎𝒖𝒓𝒖 𝒂𝒏𝒅 𝒕𝒉𝒆 𝑷𝒂𝒓𝒂𝒍𝒍𝒆𝒍 𝒘𝒐𝒓𝒍𝒅✧
-----------------------------------------------------------

Apa-apaan ini!

Tiga puluh menit setelah menghubungi Milim terakhir kali, ia tetap saja masih belum bisa menyusul Tenial bersaudari karena dicegat oleh Diablo. Alhasil, kedua anak itu kewalahan melawan kedua monster sialan itu.

Dan sekarang masalah baru muncul lagi.

Sesosok gadis muda yang terlihat identik dengan Milim kini menyerang keempat-empatnya secara membabi buta tanpa terkecuali. Jujur, aku kaget, benar-benar kaget.

Pasalnya beberapa menit sebelum ia benar-benar mendarat tepat di area pertempuran itu, Mizari telah memberitahu yang datang adalah salah satu dari Disceptatio. Dan melihat dari pancaran energi dan kekuatan, tidak diragukan lagi itulah mereka.

Tetapi seakan tidak cukup hanya membuatku sakit kepala, kini situasi ini juga membuatku tergemap bukan kepalang. Bagaimana tidak? Aku sedang melihat ada dua Milim dalam satu waktu!

Orang normal mana yang berpikir ini tidaklah aneh. Salah satu layar memperlihatkan Milim yang barusan ku hubungi sedang melawan Diablo, sedangkan layar lainnya menunjukkan 'Milim' misterius yang sedang dihadapi oleh keempat orang itu.

Aku mengerti di zaman ini, hal-hal seperti ini bisa saja dianggap normal. Apalagi dengan diriku yang telah terbiasa berhadapan dengan kasus-kasus yang hampir serupa. membuat ini mungkin tidak terlalu menghebohkan. Tetapi aku juga tahu betul jika awalannya saja sudah serumit ini, apalagi alasan dibaliknya.

"Pak, para Beast telah berhasil dibersihkan, menunggu perintah selanjutnya." Mizari melaporkan.

Aku mengangguk ringan. Menanggapi laporan Mizari, aku kemudian angkat bicara.

"Bagus, perintahkan semua pasukan untuk kembali, pulihkan diri terlebih dahulu."

"Baik."

Aku kembali melihat layar sebelumnya.

Lima belas menit berlalu sejak aku mengamati keduanya. Aku bisa melihat, meski secara visual keduanya nyaris serupa tetapi aku yakin orang-orang akan cepat mengetahui bahwa mereka berdua adalah orang yang benar-benar berbeda--- apalagi mereka yang telah lama mengenal Milim.

Milim yang kutahu adalah pribadi yang cukup energik, walau juga tegas. Memiliki semangat bertarung yang tinggi, bahkan kerap kali memandang orang lain dari segi kekuatan fisik. Dan ada kalanya ketika ia lebih memilih cara kekerasan saat menyelesaikan masalah.

Meski sekilas terdengar seperti otak otot. tetapi, sejatinya Milim adalah orang yang cukup berhati-hati jika memang benar-benar ingin membina hubungan baik dengan orang lain.

Rimuru dan Ciel adalah teman pertama bagi Milim--- sekaligus orang pertama yang berhasil menarik perhatiannya. Sejak kedatangan mereka lima belas yang lalu, butuh waktu sekitar 12 tahun bagi Milim untuk secara terang-terangan mendekati keduanya. Ia sudah beberapa kali mengatakan bahwa ia tertarik kepada dua saudari itu sejak kedatangan mereka, tetapi rasa penasarannya masihlah kalah dari watak kikuknya.

Aku sebenarnya kesal padanya yang hanya bisa membendung besarnya rasa penasaran ketimbang melakukan solusi terbaik baginya. Bagaimana tidak? Dia kerap kali terlihat seperti penguntit amatiran saat diam-diam mengawasi Rimuru dan Ciel dari kejauhan. Tentu saja aku juga tetap mendorongnya untuk melakukan pendekatan yang lebih terbuka, tetapi ia selalu menolak. Sampai akhirnya sebuah pertempuran tiga tahun yang lalu mendekatkan mereka.

Dari pendekatannya yang sangat bertele-tele inilah juga membuktikan bahwa ia adalah seorang tsundere, yahh.. walau tidak terlalu kental sih.

Sedangkan Disceptatio? Mereka adalah seorang perusuh sejati.

Ada banyak kalimat yang dapat menggambarkan tindakan sembrono mereka, salah satunya adalah blak-blakan.

Sifat ini sangat berbanding terbalik dengan watak Milim yang barusan kukatakan. Dari awal kemunculan mereka sampai sekarang--- meski selalu menutupi identitas--- mereka tak pernah ragu untuk mengatakan sesuatu yang memang mereka ingin utarakan.

?!

Spontan mataku melebar saat melihat salah satu layar.

"Pak Guy ada dua!" Pekik Misora saat menunjuk layar.

Suara Misora tentu menarik perhatian banyak orang, mereka juga ikut melihat layar yang dimaksud. Dan benar saja, apa yang terputar di layar, mampu membuat sebagian besar diantara mereka terkesiap.

Seorang pria jangkung dengan surai merah panjang sedang berada ditengah-tengah Diablo dan Milim. Bukan soal seberapa kuat dia hingga dapat berada diantara dua monster itu, namun ini soal wajah yang ia miliki.

Ya, wajah itu sangat mirip denganku.

"Bagaimana bisa?"

"Apa yang sedang terjadi?"

"Semuanya tenang!" Teriakku menghentikan kerusuhan. "Kembali ke pekerjaan kalian!" perintahku membuat mereka segera fokus kembali.

Wajah pria yang kulihat di layar benar-benar serupa denganku, bahkan orang-orang mungkin akan menduganya adalah saudara kembarku. Tetapi salah jika ada yang mengatakan kami benar-benar identik; tanpa perbedaan.

Meski hanya dari layar proyektor, aku bisa melihat pria itu memiliki perawakan yang lebih tinggi dariku. Hei bukankah ikat kepala itu persis seperti milikku?

Diwaktu ini tujuan utama kami telah tercapai, pasukan besar pula telah dibawa mundur. Tidak ada alasan kami untuk terus mengulur-ulur waktu di sana.

"Mizari, hubungkan aku dengan kamp utama!" Perintahku kepada Mizari.

"Baik."

Layar kini berganti memperlihatkan para kapten di kamp utama. Aku tidak menduga mereka semua ada di sana, sedang bersantai dimasing-masing kursi pula. Tampaknya aku sudah menggangu sesi gosip mereka.

"Woi, kalian."

"Eh, Guy?!" Ramiris memekik kaget.

Bersamaan dengan teriakan spontan Ramiris, yang lain juga ikut mengalihkan pandangannya kearah ku.

"Guy? Bukankah ini sangatlah tiba-tiba."

"Jarang sekali, bung."

"Ara~ tidak seperti biasanya."

Tanggapan mereka saat melihatku. Yah.. kalau diingat-ingat lagi, aku memang jarang melakukan ini--- bahkan Milim juga mengatakannya.

Aku memang selalu meminta Mizari ataupun Rhein untuk melakukannya. Tetapi, entah kenapa kali ini aku merasa ingin melakukannya saja.

"Kesampingkan soal itu, apa ada dari kalian yang masih dapat bertarung?"

"Sia-sia kamu menanyakan hal itu, bung." Dino dengan suara lesu.

Ya.. kamu benar juga.

Dilirik sekilas pun kamu masih bisa melihat tubuh mereka yang rapi tanpa luka--- bahkan goresan saja tidak ada. Ini mengindikasikan mereka benar-benar sehat walafiat, dan tentu pertanyaanku malah terkesan sebaliknya.

"Memangnya ada apa kamu menanyakan itu?" Ramiris bertanya.

"Aku ingin salah satu diantara kalian membantu Milim dan Rimuru Tenial, mereka sedang dalam kesulitan."

"Kesulitan kau bilang? Memangnya siapa yang mereka hadapi?" Leon menyingkirkan wajah Ramiris yang menutupi layar.

"Diablo dan Dagruel."

Jawabanku membuat suasana hening sejenak, sebelum kehebohan Ramiris menghancurkannya.

"Diablo dan Dagruel?!--"

"Perjelas detailnya, Guy." Leon menutup mulut Ramiris yang hendak meracau.

"Aku tidak bisa mengatakan detailnya sekarang. Yang terpenting, siapa yang akan maju." tegas ku tidak ingin bertele-tele.

"Baiklah, aku akan maju."

Tanpa tunggu lama Dino mengajukan diri.

"Bagus, sekarang lihat lokasi yang 'ku kirimkan dan segeralah berangkat!" jawabku sebelum memutus komunikasi dan layar pun berubah kembali.

"Tolong ya, Mizari."

"Dimengerti."

Aku tidak bisa membiarkan sembarang orang menjadi bantuan untuk mereka. Ditambah lagi, jika mereka berdua benar-benar Disceptatio, maka itu akan malah menjadi pembantaian daripada perkelahian

Aku harap tidak ada pembakaran hari ini.

꧁✿🌺🔘🌺✿꧂


*Craash!..*

"Anda kesal, Milim-sama?"

"Cih."

Bentrokan senjata kami terus bergema di tengah-tengah udara. Tempat ini sudah sangat kacau-balau. Untungnya aku masih baik-baik saja.

Ini menyebalkan. Entah berapa lama waktu yang telah ku habiskan untuk melawannya. Bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kali Guy menghubungiku. Saat inipun Diablo masih terlihat tak bersungguh-sungguh dalam bertarung.

Aku merasa pertarungan ini tidak akan selesai dalam waktu dekat. Sungguh aku berharap Guy melakukan sesuatu untuk menolong Rimuru dan Ciel.

Cakar Diablo nyaris mengiris punggungku, tetapi beruntung aku dapat menghindarinya. Meski punggungku dilindungi armor, cakar Diablo dilapisi oleh magma panas. Aku tidak ingin armor logam ini menjadi oven raksasa yang perlahan memanggang 'ku.

*Crack..*

"Anda terlihat terburu-buru, Milim-sama."

Serius, mulutmu tidak lelah bicara terus apa?!

Dia semakin mendorong cakarnya yang tengah ditahan pedangku. Staminaku semakin menipis, aku lebih memilih menyimpannya untuk nanti daripada terpancing oleh kambing ini.

Eh?

Diablo melompat mundur, menciptakan yang jarak cukup besar. Entah apa yang membuat ia melakukan tindakan mendadak seperti itu, tapi yang pasti, firasatku berkata akan ada hal buruk yang akan terjadi.

*Gedebum!*

Dan benar saja, belum berselang dua menit setelah ia melompat, suatu cahaya merah tiba-tiba melesat dan menghantam tanah. Menghasilkan hempasan angin kuat yang tentunya mengangkat debu-debu ke udara.

"Bagaimana pertarungan 'mu Milim?"

Suara ini.. Guy?

Secara alami aku mengenali suara orang ini. Tetapi seakan bertubrukan, disisi lain aku juga ragu akan hal itu. Siluetnya sangat sesuai dengan perawakan Guy, tetapi aku akhirnya menemukan apa yang membuatku begitu meragukannya. Aura.

Meski aura Guy sangat berbeda dari iblis kebanyakan--- termasuk Diablo--- tetapi aura orang di depanku ini benar-benar berbeda dengan miliknya. Ini terasa lebih... mengintimidasi.

Tanpa sadar tangan kananku gemetar. Tangan kiriku lalu menahannya, aku tidak ingin mengekspos sisi lemah ku.

"Kenapa hanya diam saja?"

Pandanganku kembali melihat depan, betapa terkejutnya aku melihat wujud jelasnya disaat semua debu telah tersingkir.

"Siapa kamu!" Tanpa ragu aku memekik.

Mulutnya menyeringai; memperlihatkan gigi taringnya. Mata merahnya menatapku seakan merasa tertarik. Seperti yang 'ku yakini, dia bukanlah Guy. Tapi tidak bisa 'ku pungkiri, mereka benar-benar terlihat identik.

"Hei, hei, ayo santai saja.. lagipula masih ada Diablo di sini." matanya berpindah melirik Diablo.

"Saya benar-benar tidak menduga anda akan datang langsung kemari, tetapi--" mata Diablo menyipit. "--bukankah seharusnya anda menggunakan jubah?" Tampaknya Diablo juga menyadarinya.

Orang itu kemudian tertawa lepas. "Dugaanku tidak salah, kau bahkan berani mengatakan itu disaat dirimu sendiri sudah terpojok seperti ini."

Aku bingung, mereka saling mengenal?

Diablo telah lebih dari enam tahun menjadi guru bela diriku, dan aku kurang lebih tahu dia itu orang seperti apa. Aku bahkan tidak heran jika dia memang mengenal orang ini, toh mereka juga sama-sama aneh. Meski dalam rentang waktu satu tahun ini mereka bisa saja saling mengenal, tetapi apakah mereka bisa terlihat sangat akrab seperti ini?

Aku tidak bisa mengatakan mereka benar-benar terlihat akrab, dia lebih seperti... sok akrab? Diablo lebih terlihat risih; bertolak belakang dengan mimik senyum 'ramah'nya.

"Saya sangat merasa tersanjung." aku bisa melihat urat wajahnya mulai menonjol.

"Bagus kalau begitu."

!

Dengan kecepatan tinggi dia melesat; mengincar wajahku. Tapi beruntungnya respon tanganku tidak kalah dengan kecepatannya; pedangku berhasil memblokirnya.

"Hou.. kau lumayan juga ya."

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

Tangannya yang lain ikut melancarkan serangan, dan tentu aku menangkisnya. Kami terus bertukar serangan. Bahkan aku hampir melupakan Diablo saat fokus meladeni serangannya.

Diujung mataku, aku melihat si ceker ayam itu mencoba memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur. Bukan hanya aku yang menyadarinya, tetapi orang di depanku ini juga demikian.

Dengan cepat ia memanfaatkan celah serangan 'ku untuk menerjang kearah Diablo yang hendak kabur. Tentu Diablo tidak ingin menerima serangannya itu mentah-mentah; ia memblokir serangan itu dengan cakarnya yang telah diselimuti listrik.

Jujur, aku kagum melihat fisik orang ini. Kulihat kakinya benar-benar tidak dilindungi oleh armor maupun embel-embel lain kecuali kain. Namun ia mampu menahan serangan listrik Diablo dengan mudahnya. Aku penasaran, apa itu juga berlaku kepada elemen lain?

Mereka kembali melompat mundur.

"Sayangnya, aku tidak bisa membiarkanmu kabur begitu saja, Diablo."

"Anda seharusnya lebih mempertimbangkan untuk melatih Milim-sama sementara waktu."

"Bukankah kamu sedang melihat aku melakukannya? 'ku latih gurunya dahulu, lalu akan 'ku latih muridnya."

Wow.. Tampaknya dia sangat ahli memancing emosi orang. Bahkan Diablo yang kutahu orang yang paling aneh saja bisa ia buat risih. Senyum buaya Diablo kini luntur, digantikan dengan muka masam yang selama ini sangat ingin kulihat berasal darinya.

Mereka terus bertukar serangan tanpa henti. Aku bahkan merasa seperti seekor semut kecil disini.

Aku terus menonton mereka sampai aku menyadari sebuah drone berada tidak jauh dari sini. Sedari awal aku tahu Guy akan mengawasi seluruh sudut lokasi dengan drone-drone ini. Tapi yang aneh ialah terdapat dua drone di sini. Salah satu di timur dan satu lagi di barat. Apakah tidak cukup baginya mengawasi dengan satu drone saja? Tidak, pasti ada jawaban lain.

Seakan menjawab pertanyaan yang baru saja terlewat, aku merasakan seseorang sedang mendekat.

Pertama yang kulihat dari kejauhan adalah postur tubuhnya, armornya, hingga sampai rambut dan kantung matanya. Ya, dia Dino.

Drone kedua sepertinya dikirim untuk memudahkan Dino menemukan tempat ini. Kulihat dari kejauhan, tangannya telah bersiap di gagang pedangnya; dia siap bertarung. Aku segera menghampirinya.

"Dino, kamu dikirim Guy?"

"Kamu mendapatkan jawabannya--" kalimatnya seakan terpotong saat matanya telah sampai kepada 'Guy' dan Diablo. "--Siapa dia?!"

Dia juga tidak tahu?

"Awalnya aku ingin bertanya hal yang sama kepadamu."

"Kamu juga tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dariku" dia melepaskan tangannya dari gagang pedang. "Jangan membuang waktu, ayo kembali."

Serius? Orang itu mengirim kapten setinggi Dino hanya untuk menjemput 'ku pulang?

"Kalau aku tidak mau kembali.. bagaimana?"

"Ayolah jangan bercanda, tidak ada lagi urusan kita di sini, kamu mau jadi kadal panggang di sini?"

"Aku bukan kadal!" Enak saja dia memanggilku kadal!

"Makanya ayo kembali."

Selama lima menit ia terus mendesak 'ku untuk kembali. Sampai akhirnya percakapan kami dipotong oleh tubuh diablo yang terlempar; melerai kami.

Untungnya kami tidak bertabrakan; tubuh diablo dengan keras menghantam tanah. Sebelum menengok pun, aku sudah tahu siapa pelakunya. Tindakan yang cukup amoral, tapi itu tidak masalah jika terjadi pada Diablo.

Aku melihat tubuh orang itu yang samasekali tidak memiliki luka--- goresan pun tak ada. Padahal Diablo adalah mantan anggota terkuat M.T.A., tetapi orang ini bisa menghajarnya tanpa kesulitan. Ditambah dirinya yang bahkan tidak menggunakan armor maupun senjata. Membuatku jadi ingin sekali menantangnya bertarung.

"Kau juga ingin kabur, Milim-sama?" Dengan nada sarkas ia melihatku.

"Haha, mulutmu cukup aktif ya, seperti dia." tanganku menunjuk Diablo.

"Jangan samakan aku dengannya."

Meski aku tahu selisih jarak diantara kami cukup jauh. Tetapi aku rasa, seakan dia bisa saja menyerang ku dalam waktu kurang dari dua detik.

Tangannya masih terkepal, diikuti jatuhnya tetesan darah Diablo diantaranya. Dino tidak tinggal diam, dia segera maju dengan maksud melindungi ku.

"Aku tidak tahu siapa kau, tapi kami tidak punya waktu untuk berlama-lama di sini." Dino kembali menempatkan telapak tangannya pada gagang pedang.

Orang itu hanya bergeming sebelum tertawa. "Kapten ya? Tapi kamu sungguh membuatku teringat dengan seseorang." dia menyeringai.

"Aku tidak peduli siapa yang kau bicarakan." kini tangan Dino telah menarik pedang dari sarungnya.

Bilah pedang itu bercahaya ungu pucat sebelum memunculkan tiupan angin besar yang menerbangkan debu-debu tanah. Dino menarik lenganku, lalu memanfaatkan debu-debu pengganggu pandangan ini untuk kabur.

Dengan kecepatan tinggi ia berlari, saking kencangnya bahkan membuat tubuhku terbawa terbang dibuatnya. Aku tidak suka posisi ini, tapi mau bagaimana lagi, aku tidak ingin kakiku patah hanya karena salah langkah.

Belum genap lima menit Dino berhasil menjauh. Tanpa diduga, 'Guy' telah berada tepat didepan kami. Tentu membuat kami sontak terkejut. Dino dikenal sebagai salah satu yang tercepat di M.T.A. . Meski hanya berselang beberapa menit saja, tetapi ini masihlah terhitung cukup jauh dari titik awal kami. Ditambah orang itu yang bahkan sebelumnya berada beberapa meter lebih jauh dari kami, mampu menyalip tanpa terdeteksi. Di Satu sisi aku kagum, disisi lain aku juga jengkel. Waktunya sangat tidak tepat.

Tangannya yang terkepal memancarkan cahaya merah dengan posisi ancang-ancang menyerang. Menghindarinya, Dino sigap memunculkan sayapnya dan menerbangkan kami berdua ke langit.

"Dia tidak akan bisa ke sini." Dino bergumam.

Tapi sebelum dapat menghela napas lega, cahaya merah dengan cepat mendekat dari tanah. Mengabaikan keterkejutannya, Dino dengan segera menaikkan ketinggiannya.

Tetapi belum sempat Dino melakukannya, tangan orang itu telah berhasil mencengkeram salah satu kaki Dino.

Aku yang tentu hampir sejajar dengannya mencoba untuk melawannya, tetapi Dino tidak ingin aku melakukannya. Dino melepas tangannya dari tanganku. Kalau bukan karena aku memiliki sayap, bisa-bisa tubuhku hancur jika itu bukan kematian karena jatuh dari ketinggian.

Dari kejauhan, aku masih dapat melihat perkelahian mereka. Pertama-tama yang dilakukan Dino tentu saja adalah mencoba untuk melepas cengkraman orang itu dari kakinya. Tapi sayangnya itu tidaklah mudah. Pria itu terus menangkis pedang Dino dengan tangan satunya.

Aku tidak bisa membiarkan ini. Aku mengambil ancang-ancang untuk melesat kearah Dino.

"Hei." Seseorang menepuk pundak ku.

Aku tersentak kaget sebelum menjauh dan menodongkan pedang kearahnya. Dan saat kulihat rupanya... Kaparat!

"Iblis sialan! Jangan mengagetkanku!"

Dia tertawa. "Kamu fokus sekali ya."

"Apa kamu datang kesini cuma untuk menertawai ku, Guy?" Urat di wajahku terasa mulai menonjol.

Rambut merah gondrongnya tergoyang mengikuti arah angin. dengan sepasang sayap hitam kelelawar di punggungnya, ia melayang di udara.

"Jangan marah dulu." Guy menempatkan tangan kanannya pada bahuku. "lebih baik kamu mundur saja, biar aku yang menangani ini."

Aku segera menepis tangan kanannya. "Apa kamu pikir aku tidak bisa menangani ini?"

"Mengapa pikiranmu selalu menganggap negatif setiap niatku?Jangan mengada-ada," kata Guy. "Aku hanya tidak ingin Tenial bersaudari khawatir, lagipula--" dia lalu menatap tajam orang itu. "--Aku tidak akan membiarkan peniru itu berkeliaran begitu saja." lanjutnya.

Tunggu! Mereka berdua baik-baik saja kan?!

"Dimana mereka sekarang?"

"Maksudmu Tenial bersaudari? Mereka sedang menghadapi seseorang."

"Seseorang, Siapa?!"

"Kamu akan mengetahuinya setelah melihatnya langsung." mulutnya menyeringai.

Aku tidak suka dengan kebiasaannya yang tidak pernah gamblang dalam menyampaikan sesuatu. Tapi aku masih memakluminya. Tapi di titik ini, aku mulai risih dengan kebiasaannya ini.

Beritahu langsung saja apa susahnya sih?!

"Bisakah kamu--"

"Sstt! sudah, cepat pergi sana."

Dia memotong ucapanku lalu melempar 'ku jauh tanpa aba-aba.

Aku sempat menggerutu kesal dengan tindakannya. Tapi aku dengan cepat menyadari, aku tidak bisa berlama-lama lagi. Dengan itupun, aku berangkat menuju lokasi yang telah dikirimkan Guy beberapa menit lalu. Apa sih yang dia maksud..


꧁✿🌸🔵🌸✿꧂


"Huff..huff..."

"Wahahaha! Ayo bangun!" Seorang gadis muda yang identik dengan Milim-senpai memekik riang.

"Sialan!!" Carrera dengan marah melesat kembali menuju gadis itu.

Namun hal yang dilakukannya tetaplah sia-sia; memberikan sedikit goresan pun tidak. Tetapi aku tetap terkesan dengan tekad gigihnya yang menolak kalah meski telah babak belur dimana-mana.

Gadis merah muda ini sungguh tangguh. Entah telah berapa lama aku melihatnya bertarung--- bahkan juga ikut melawannya--- tetapi tidak ada satupun keringat yang menetes dari dahinya. Seakan pertarungan ini hanya sepotong kue untuknya.

Jujur aku tidak terlalu terkejut dengan Carrera yang kalah dengan gadis ini. Malah aku lebih kaget setelah mengetahui kristal Dagruel-san yang bisa patah dan bahkan hancur saat dihadapkan dengan kulit gadis ini.

Lantas bukankah aku memiliki tentakel bersifat korosif? Kenapa aku tidak menggunakannya? Sudah!! Aku telah mencoba menggunakan tentakel ini untuk menyerangnya, tetapi percuma, dia terlalu cepat.

Meski sekilas gerakannya terlihat kacau-balau, tetapi aku seperti merasa ia memiliki tempo tersendiri yang sulit dipahami. Kalau aku ingat-ingat lagi, bukankah ini semakin 'mendekatkannya' dengan Milim-senpai? Akh.. lupakan.

Kakiku yang sudah lemas terasa hampir patah, kondisi Ciel yang hampir kehabisan energi total, ditambah kondisi Carrera dan Dagruel-san yang nyaris terlihat memprihatinkan.

Luka Dagruel-san memang tidak separah Carrera, tetapi tidak akan bisa pula digolongkan sebagai luka ringan. Kepala, tangan, dan bagian depan tubuhnya berdarah. Tangan yang sempat ia gunakan untuk memukulku juga menjadi sumber mengalirnya darah segar. Satu-satunya yang terlihat tak separah yang lain adalah bagian kakinya, walau tidak bisa dikatakan tidak terluka juga.

Suara dentuman keras terdengar tepat di belakangku. Suara keras tabrakan antara tubuh Carrera dengan batu besar yang kini hancur berserakan. Sekarang, sudah tak ada lagi yang 'bermain' dengannya.

"Tidak ada yang mau maju lagi -noda?." Matanya berkeliling.

Kalau bukan karena kakiku yang terluka, aku pasti sudah maju!

Merasa pertanyaannya secara tidak langsung dijawab 'ya' oleh situasi, iapun menyeringai. "Kalau begitu, aku saja yang kesana."

Hei jangan! Sudah, diam saja di sana!

Tanpa aba-aba, perlahan kakinya mulai melangkah ke suatu tempat. Dan tempat itu adalah aku. Ya.. dia menuju ke arahku.

Mungkin karena sedari tadi hanya aku yang kurang memberikannya 'permainan' yang menarik, iapun memutuskan untuk menagihnya sendiri ke sini.

Sudah setengah jalan kakinya melangkah, tetapi seperti merasakan sesuatu, ia kemudian menengadahkan pandangan.

"Hehe, kamu sudah tiba ya."

*Blarr!*

Semacam benda tak diketahui lalu menabrak tanah, menerbangkan debu-debu tanah pengganggu pandangan. Bukan, itu bukanlah benda, tetapi seseorang!

Siluet orang jelas terlihat diantara debu-debu pengganggu ini.

"Siapa kamu!" Ucapnya pertamakali dengan pekikan sejak ia menabrak tanah.

Ini tidak salah lagi... Milim-senpai!

Benar saja. Saat seluruh debu telah tersingkir, wujud jelas senpai terbaikku ini terlihat sigap dalam posisi kuda-kuda.

"Wahahaha! Perkenalkan, aku adalah satu-satunya Dragonoid di dunia, Milim Nava -noda!"

Hah?! Otakku tidak mampu mencernanya dengan baik... Dragonoid?

"Jangan mengada-ada! Akulah Milim!" Aura Milim-senpai melonjak keluar.

Tanpa diumumkan pun, aku tahu senpai sedang marah. Disisi lain, gadis itu malah menyeringai gembira. Seakan tidak ingin kalah, gadis itu juga menampakkan auranya.

Hei, hei, mustahil mengatakan ini kebetulan lagi.

Mungkin-mungkin saja jika ada orang yang memiliki kesamaan wajah, perawakan, baju, atau bahkan cara bertarung dengan orang lain--- atau bahkan mungkin sengaja menirunya--- tetapi apakah dapat dikatakan hanya 'mirip' jika sudah sejauh ini?

Energi para Monster adalah salah satu ciri khas yang dimiliki setiap Monster. Menyebutnya sebagai 'pembeda' juga tidak salah, karena memang itu salah satu fungsinya. Setiap energi Monster satu pasti akan selalu memiliki perbedaan dengan energi Monster yan lain, meski hanya sebesar sebuah kerikil kecil di pinggir jalan. Dan itulah yang dapat menjadi salah satu 'identitas' yang melekat di setiap Monster.

Sedangkan aura lebih kearah sekumpulan energi yang sengaja maupun tak sengaja dikeluarkan dengan fungsi untuk mengintimidasi lawan. Karena aura sendiri memanglah sekumpulan energi yang tidak diproses terlebih dahulu seperti halnya sebagai bahan bakar untuk suatu serangan maupun pertahanan yang kita miliki, membuat aura akan menjadi salah satu sarana termudah untuk membedakan monster satu dengan monster yang lain. Sedangkan mereka berdua? Sama persis!

Aku memang tidak menyangkal aura yang dimiliki gadis itu berkali-kali lipa lebih besar dari Milim-senpai. Tetapi itu bukanlah salah satu faktor yang dapat menyangkal bahwa mereka memiliki kesamaan.

Merasa telah cukup saling memamerkan aura, mereka pun akhirnya bentrok. Suara dentuman kuat kemudian bergema ditengah suasana malam.

"Wahahaha! Hanya ini kemampuanmu?"

"Diamlah!" Urat-urat senpai mulai menonjol.

Wow, apakah itu bisa dikatakan sebagai sifat yang berbanding terbalik? Tidak, Milim-senpai hanya sedang serius saat ini.

"Kakak." tiba-tiba suara lirih Ciel terdengar olehku.

"Eh, sejak kapan kamu di sini?"

"Tiga detik yang lalu." senang mendengarnya.

Ciel adalah orang yang memiliki pemikiran analitis dan kritis yang mengagumkan, mungkinkah dia tahu tentang ini?

"Ne, Ciel, kamu tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi sekarang?"

"Ya, aku dan kakak sedang duduk diatas tanah kering keras yang--"

"Bukan itu, tapi itu!" Telunjukku mengarah ke Milim-senpai dan gadis yang dilawannya.

Matanya mengikuti telunjukku, dan tentu dia menemukan apa yang ku maksud. Bentrokan antara dua gadis Twintail identik yang terdengar menarik. Setidaknya sampai semua ini telah berakhir.

Saat mata Ciel semakin menyipit, aku tahu dia sedang mengaktifkan mode analitis nya. Dengan wajah monotonnya ia kembali menatapku.

"Mereka terlihat tak memiliki perbedaan. Seakan-akan mereka adalah orang yang sama, tetapi tentu ini terdengar tidak masuk akal." ia menyentuh dagunya.

"Apakah mereka saudara yang terpisah--"

"Ini bukan sinetron, kakak." sangkal Ciel saat menutup mulutku.

Ya.. Itu kan cuma celetukan ku saja.

"Yang pasti, jika dibiarkan terus begini bisa-bisa Milim-senpai kalah melawannya."

Ciel benar. Terlebih kondisi Milim-senpai yang tampak baru pulang dari sebuah pertarungan sengit, aku tidak ingin lebih banyak merepotkannya lagi.

"Kak."

Saat aku sedang asyik merenungkan situasi, tiba-tiba tangan Ciel menyentuh pundakku. Dan saat aku melihat ke depan...

*Bam..!*

Milim-senpai telah dipojokkan hingga menabrak batu besar yang menghasilkan suara keras. aku jadi ngilu melihatnya.

Tanpa tunggu lama, aku segera maju dengan maksud menolong Milim-senpai--- begitupun juga Ciel.

"Rimuru, Ciel! Jangan kemari!" Pekik Milim-senpai memperingatkan, tetapi tentu aku tidak mengindahkannya.

Dengan Milim-senpai yang memekik kencang kearah kami diikuti kepalanya yang menoleh, tentu mengundang perhatian gadis itu untuk melirik kesini. Senpai... minimal jangan menoleh ke sini lah, kan ketahuan jadinya.

"Ohh! Kalian mau ikut main juga?" Nada sumringahnya membuatku merinding. Maksudku, setahuku dia bahkan terlihat lebih bersemangat dari Milim-senpai--- dan sekarang jadi terdengar sedikit mengerikan.

"Itu akan menjadi suatu kehormatan bagi kami" ya! Inilah saatnya.

Dengan posisinya yang tak berubah sejengkal pun. Tentakel ku jadi dapat menyerangnya. Namun apa yang kudapatkan?

Tepat sepersekian detik sebelum tentakel ku menyentuh kulitnya, sebuah armor ungu muncul pada lengan yang hendak ku lilit.

Eh? Tidak meleleh?!

Bahkan armor terkuat milik Footman saja meleleh dengan tentakel ini, tapi apa yang kudapatkan sekarang? Armor Nya masih baik-baik saja, seakan tentakel korosif ini hanya jeli mainan semata--- untuknya.

"Hm.. Jika dilihat-lihat tentakel ini mirip dengan miliknya, apakah benda ini juga sekuat itu?"

Dengan mudahnya ia mencengkram dan menarik kuat tentakel ku. Sialnya aku tidak bisa menahan tarikannya dan malah terseret.

"Rimuru!" Milim-senpai bangkit lalu menarik diriku yang hampir sampai ke tempat gadis itu.

Disamping kekuatan dari Milim-senpai yang besar, gadis itu ternyata juga memiliki tarikan yang luar biasa. Mereka terus saling tarik-menarik dengan tentakelku sebagai perantaranya. Begini Kah nasib tentakelku? Hanya menjadi tali tambang di lomba dadakan ini?

"Rimuru, kamu masih mampu bergerak?" Suara senpai terdengar jelas tepat disebelah telingaku.

Aku lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau begitu pergilah duluan, cari bantuan." apa yang anda bicarakan?!

"Lalu membiarkan senpai melawannya sendirian? Saya tidak bisa membiarkannya!"

"Rimuru, pahamilah situasinya, kamu dan Ciel harus cepat mencari bantuan."

Sungguh berat mengakuinya, tetapi apa yang senpai katakan memang benar adanya. Kalau dipikir-pikir lagi, kami hanya jadi beban di sini. Gadis ini memang kuat, tapi Milim-senpai bukanlah petarung abal-abal yang kekuatannya bukanlah isapan jempol belaka.

"Wahahaha!" Dia semakin memperkuat tarikannya.

Bahkan bukan hanya aku, tapi kami berdua terseret kembali oleh tarikannya.

"Gawat, Rimuru, lepaskan tentakelnya!" Mengikuti arahan Milim-senpai, aku segera melepaskan tentakelku begitu saja.

Dengan begitu, penghubung kami terputus dan yang ditariknya hanyalah tentakel kosong yang segera menjadi abu.

Ya, itu adalah salah satu kelemahan tentakelku. Saat tentakelku telah sepenuhnya terputus dari bagian tubuhku, maka mereka akan kehilangan kekuatan dan kemampuannya lalu menghilang seperti debu.

Disaat perhatiannya masih teralihkan, Ciel lalu datang dan menebasnya dari belakang. Tapi tanpa diduga, bahkan pedang yang telah dilapisi api hitam pun masih belum mampu membuatnya terluka.

Dia hanya sekedar menangkisnya dengan tangan lalu memukul Ciel hingga terhempas jauh.

"Ciel!"

"Ayolah yang semangat -noda! ini bahkan belum setengah jam sejak pemanasan dimulai -noda!" pekik gadis itu dengan riangnya.

Ayolah! Jangan bercanda! Dititik ini aku sudah mulai berharap ada suatu keajaiban datang tiba-tiba.

"Woi Milim, berhenti."

Eh?

⫷𝙴𝙽𝙳 𝚃𝙷𝙴 𝙲𝙷𝙰𝙿⫸

Rilis: 22/03/23

Hai semuanya..

saya penulis cerita ini

cerita ini hanya hasil karangan saya yg saya dapatkan setelah membaca Tensura.

Dan kalau ada yg ingin dikoreksi untuk tulisan saya bisa kalian kasih tau di kolom komen.

[⚠️Note: ini adalah cerita hasil karangan saya, tensura tetap milik fuse- sense.

Dan jika ada gambar yg saya tambahkan di cerita ini, itu adalah gambar yg saya dapatkan dari internet jadi, jika itu berkaitan dengan sebuah karakter fiksi lain mohon maafkan saya, karena saya hanya mencari gambar yg paling sesuai untuk menggambarkan sesuatu yang ada di khayalan saya.⚠️]

Terimakasih sudah membaca..

Continue Reading

You'll Also Like

93.6K 14.3K 19
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
99K 9.7K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
134K 10.4K 88
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
250K 36.9K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...