Pintu di depanku terbuka sendiri. Rupanya Gil yang membukanya. Tangan kanan Kaisar itu tersenyum padaku. Aku tersenyum balik padanya dan seketika itu pula aku melihat banyak orang yang sedang berada di ruangan itu.
Aku kira hanya ada Kaisar dan Juan! Bagaimana ini?
Membelalakan mata, aku malu dengan diriku sendiri.
"Ups."
.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
"Hari ini cukup sampai di sini," ucap Kaisar. Semuanya keluar dan aku berjalan mendekati Juan dan Kaisar.
Aku memainkan tanganku merasa tidak nyaman, "Maaf."
"Hanya karena kau sudah memiliki kekuatan kau pikir bisa mengerjaiku?" tanya Juan sambil mencubit kedua pipiku sangat kencang.
Aku menahan rasa sakitnya dengan tidak berteriak.
"Jadi anak itu mengajarimu hal yang tidak-tidak ya?" tanya Juan.
Aku mengusap-usap pipi yang memanas. Tapi rupanya Juan tahu Alka datang?
"Anak itu?" tanya Kaisar.
" A-"
"Anak itu siapa, Kak? haha, kakak pasti sedang bercanda. Papa dan kak Juan sedang membicarakan apa?" tanyaku buru-buru.
Kaisar mengangkat kemudian memangkuku.
"Papa, apa benar kak Juan akan bertunangan?"
"Itu benar," Kaisar mengangguk.
"Kenapa mendadak?" tanyaku dan melihat Juan dengan kesal.
"Keputusan ini memang cukup mendadak. Kakakmu akan menemui tunangannya satu bulan lagi," ucap Kaisar.
"Satu bulan?"
Jika begitu, berarti Juan akan pergi ke Kaisaran Holimon. Apa aku bisa bertanya lebih jauh?
"Bagaimana dengan teman yang akan kau pilih belajar bersama?" tanya Kaisar. Aku sadar bahwa Kaisar mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin Akalina dan Leo," tidak ada yang bisa aku pikirkan lagi.
"Leo? anak yang menggigitmu waktu itu?" tanya Juan kesal.
"Menggigit? menggigit apa?" tanyaku polos. Saat itu aku masih bayi, mana mungkin aku bertingkah seperti ingat kejadian itu kan?
"Untuk pelajaran dasar.. dengan siapapun boleh asal kau senang, akan ku minta Gil untuk mengaturnya nanti. Lily akan memberitahumu untuk jadwal lengkapnya," ucap Kaisar.
"Jadi kenapa kak Juan bertuna-"
"Bicara soal Lily, mengapa Zinnia sendiri ke sini? Apa dia melalaikan tugasnya? Aku terlalu lunak padanya," ucap Juan.
Jangan bawa-bawa Lily. Juan sangat tahu kelemahanku. Ck.
"Lily tidak salah. Aku yang memintanya. Lily ada di sana. Lily pasti mengikutiku diam-diam," ucapku sambil menunjuk ke arah luar pintu. Lily jarang meninggalkanku kecuali aku benar-benar membuat Lily tidak menyadari kepergianku. Lily akan mengikutiku diam-diam jika aku bilang ingin pergi sendiri.
Sepertinya mereka tidak ingin aku bertanya soal pertunangan ini. Kalau begitu lebih baik aku bertanya pada Eric nanti. Aku akan bertanya soal Peri Uvro saja sekarang.
"Papa, bisakah Papa mengudang Peri ke sini?" tanyaku.
"Kenapa?"
"Aku ingin berteman dengannya,"
"Uvro tidak bisa meninggalkan Hutan Putih, jadi aku tidak bisa mengundangnya," ucap Kaisar.
Aku berpikir sejenak.
"Kalau begitu, bisakah aku pergi menemuinya?" tanyaku.
Kaisar terdiam.
"Bagaimana jika bertukar surat saja dengannya?" tanya Kaisar.
"Aku ingin menemuinya," ucapku.
"Tetapi perjalanan ke hutan putih cukup lama, sekalinya kau ke sana kau tidak akan bisa langsung pulang," ucap Kaisar.
Benar juga, padahal aku ingin mengunjungi Peri Uvro sering-sering. Aku merasa harus mendekati Peri. Tetapi perjalanan jauh melelahkan, dan akan terlihat aneh jika begitu. Apakah ada cara cepat untuk sampai ke Hutan Putih?
"Papa, apakah ada.. cara cepat untuk pergi ke Hutan Putih?" tanyaku.
"Sayangnya tidak,"
Apa tidak ada karpet terbang seperti aladin?
Hmm.. Karpet terbang ya..
Paman Robin, waktu itu ia terbang di langit.
.
"Terbang?" tanya Eric.
"Iya, aku melihat Paman Robin terbang di langit waktu itu. Bagaimana caranya?" ucapku.
"Aku tidak pernah melihat orang yang terbang di langit," ucap Eric.
"Lagi pula, mengapa kau ingin bertemu Peri Uvro?" tanya Eric.
Aku menatap matanya. Eric yang membaca pikiranku langsung mengerti.
Terlebih, kenapa Peri Uvro berkata bahwa tidak senang melihatku, Syina, dan Eric hancur di depannya?
Aku tahu bahwa ini mungkin berhubungan dengan kondisiku. Sama halnya dengan Syina yang bepindah masa. Tapi ada apa dengan Eric? Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada Syina dan Eric. Rasa penasaran menggerogotiku.
Ingatanku pudar tentang cerita ini. Aku hanya bisa mengingat detail-detail kecil. Aku bahkan tidak terlalu ingat apa yang akan terjadi setelah pertunangan kak Juan. Aku harus benar-benar bertemu Peri Uvro.
.
Dua hari berlalu, ini hari pertamaku belajar soal kekuatan. Juga merupakan hari pertamaku bertemu lagi dengan Akalina dan Leo.
"Salam bagi Putri Zinnia, saya Akalina Metri Vadin. Putri pertama keluarga Vadin," ucap Akalina. Dia menunduk hormat.
"Putri Zinnia, saya Leo Parahakan Berga. Putra kedua keluarga Berga," ucap Leo.
Hmm, Leo terlihat lebih tenang dari yang ku bayangkan. Dia terlihat cukup dewasa. Tetapi sikapnya sangat tegas dan seperti tidak memiliki rasa takut. Bicara soal warna rambutnya, apa dia bersaudara dengan Marad?
"Senang bertemu dengan kalian," ucapku.
"Putri, terima kasih sudah mengundang saya. Ibu membawa ini untuk Putri," ucap Akalina dengan malu-malu.
Pelayan yang ada di sebelahnya menyerahkan sebuah kotak kepada Lily.
"Terima kasih," ucapku tersenyum.
"Putri, apakah kita sudah bisa memulai pelajarannya? Apa yang harus saya bakar hari ini?" tanya Leo dengan tangannya yang memunculkan api.
"Membakar?" tanya Akalina terlihat takut.
Hah.. apa pilihanku salah menjadikan Leo teman belajar?
Sebenarnya ada beberapa orang yang bisa aku pilih sebagai teman belajar. Tapi, pertama, aku pernah bertemu mereka. Kedua, Akalina adalah anak dari Gil, tangan kanan Kaisar, orang yang membantu mengurus urusan kekaisaran. Sedangkan Leo berasal dari keluarga Berga. Keluarga Berga yang bertugas mengatur militer kekaisaran. Keluarga itu menghasilkan banyak kesatria hebat. Di samping itu, sifat Leo yang unik membuatku penasaran dengan apa yang akan dia lakukan.
"Kita tidak membakar apapun. Kita akan belajar soal dasar kekuatan dengan Tuan Andir," ucapku.
Tuan Andir, guru yang akan mengajariku. Aku hanya mendengar nama dan belum bertemu langsung dengannya. Tuan Andir sudah cukup tua, tetapi ia yang mengajari seluruh pangeran dan putri, termasuk Kaisar Edgar dulu.
"Selamat pagi, Putri Zinnia. Tuan Muda Berga, Nona Muda Vadin," ucap Tuan Andir.
"Selamat pagi, Guru," kami semua menunduk.
Pelajaran berlangsung hingga tiba kesempatan untukku bertanya.
"Guru, apakah manusia bisa terbang dengan kekuatan angin?"
"Hmm.. pertanyaan yang menarik. Aku pernah melihatnya sekali, dan itu dilakukan oleh keluarga kerajaan," ucapnya.
"Siapa itu, Guru?" tanyaku.
"Adik Kaisar Edgar. Pangeran Robin Holsar Zoren. Namanya berarti angin yang sangat besar. Ia memiliki kemampuan yang hebat," ucap Tuan Andir sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Berarti aku tidak salah melihat. Paman Robin benar-benar terbang.
"Guru, apakah saya harus memiliki kekuatan yang besar dulu untuk bisa terbang?" tanyaku.
Tuan Andir tersenyum. "Tentu saja Putri. Seseorang bahkan akan kesulitan mengangkat benda seperti buku. Angin punya sifat bebas. Memaksa angin berkumpul dan melakukan sesuai yang kita inginkan menentang sifatnya yang bebas. Karena itu untuk mengendalikannya cukup sulit,"
"Jika begitu, lalu bagaimana saya bisa mengendalikannya?" tanyaku lagi.
"Dengan mempelajari dasar kekuatannya. Sifat-sifat setiap elemen. Kelebihan dan kekurangannya. Berteman dengannya. Bahkan Putri bisa berteman dengan perwakilan wujud elemen itu," ucap Tuan Andir.
"Spirit. Ayah pernah menunjukkannya pada saya," ucap Leo.
Tuan Andir membenarkan.
"Baiklah, kalau begitu saya rasa Tuan Putri, Nona muda Vadin, dan Tuan muda Berga menjadi lebih bersemangat mempelajari kekuatan masing-masing sekarang?"
Kami bertiga mengangguk.
________________________________
Jika kamu suka ceritanya, jangan lupa klik ⭐ ya ^^
Makasih buat votenya ❤
[Diupload oleh Sisi Shalla 03-06-2023]