The Heroes Bhayangkara

By WinLo05

6.7K 1.1K 308

Nusantara dalam bahaya. Saatnya para pemburu berjuang untuk menyelamatkan dunia. Kekuatan mitologi adalah kun... More

1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

6

204 39 8
By WinLo05

"Apa?" tanya Nawasena kebingungan. "Gue Nawasena, warga negara Indonesia."

"Bukan itu," bantah Agha. "Kaditula yang lo miliki adalah benda terkutuk. Apa lo punya sisilah keluarga yang kena karma?"

Wajah Nawasena memerah. Dia tersinggung. "Gue saja enggak tahu apa itu Sudra atau Kaditula sebelumnya. Gue yatim piatu. Apa itu yang lo maksud?"

Agha tidak bermaksud menyinggung privasi Nawasena. Sekarang, dia merasa bersalah dan turut berduka atas informasi yang terdengar barusan.

"Maaf untuk yang sebelumnya. Gue hanya terkejut melihat Kaditula hitam tersebut. Biasanya benda seperti ini diwariskan dari generasi ke generasi. Tapi, melihat lo terluka sebelumnya ... gue juga merasa heran. Mengapa lo tidak menggunakan benda itu untuk menghalau para Ahool?"

Saat itu, Nawasena terlalu lemah untuk mengayunkan Kaditula tersebut. Menanti jawaban yang tidak kunjung keluar dari bibir Nawasena. Agha pun akhirnya memutuskan untuk segera berlatih. "Serang gue dengan benda itu."

Mata hitam Nawasena terbelalak. "Hah? Lo serius?"

"Serang!" titah Agha. Tidak mempedulikan pertanyaan Nawasena.

Tangan Nawasena menggenggam erat Kaditula tersebut. Dia mengayun dan memutarnya. Lalu, dengan sekuat tenaga. Nawasena berlari dan menyerang Agha.

Serangan Nawasena sangat mudah untuk dibaca. Agha tidak menghindar. Namun tangannya dengan sigap memegang Kaditula. Ada sensasi panas, saat Agha memegang benda tersebut. Telapak tangannya tergores dan darah yang keluar, justru terserap ke dalam Kaditula. Buru-buru, pria tersebut menarik tangannya.

"Master!" seru Arya dari pinggir arena. Namun, Agha hanya memberikan isyarat untuk tetap diam di tempat. "Cukup. Istirahatlah. Selepas sore, kita akan berburu. Lo butuh banyak energi untuk bertarung. Di tambah, jamu yang tadi lo minum cuma sesaat menahan kutukan. Rasa nyeri itu akan kembali muncul. Saat itu terjadi, pikirkan sesuatu untuk meredam dan melawannya."

Nawasena rasa, ini tidak seperti yang ia bayangkan. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Agha. Tetapi pria itu sudah memasang isyarat dan Nawasena tidak bisa memaksa.

Sepeninggal Agha. Nawasena menghampiri Arya. "Apa yang terjadi?" tanya Nawasena

"Lo mau tahu soal yang mana?" tanya balik Arya.

"Karma tentang keluarga gue."

Arya menghela napas panjang. "Lo pernah belajar sejarah mengenai Ken Arok dan Ken Dedes?"

Nawasena mengganguk.

"Lo ingat soal keris yang digunakan Arok membunuh Tunggul Ametung? Di mana benda itu juga yang dipakai Anusapati pada ayah tirinya."

Nawasena kembali mengganguk.

"Kaditula lo seperti itu." Arya menjelaskan pendek. "Seharusnya baik-baik saja jika dipakai menyerang atau membunuh."

Sorot mata Nawasena berubah saat mendengar kata membunuh dari bibir Arya. "Gue enggak ada niat membunuh siapa pun."

"Gue paham soal itu," sahut Arya. "Di kalangan kesatria bhayangkara. Itu benda pembawa kesialan. Tidak ada seorang pun yang mau mendekati penggunanya. Master juga berpikir seperti itu. Tapi, jangan khawatir. Sebagai pemilik benda itu. Lo bisa memutuskan takdir yang ada di dalamnya."

"Benda ini menyerap darah Agha." Nawasena mengingatkan.

Arya bergidik. Dia menelan saliva susah payah. "Itulah kekuatan Kaditula lo. Mereka akan menyerap setiap darah yang mereka tebas sebagai penambah kekuatan. Sekarang kita istirahat. Lo butuh itu."

...

Siaga malam mulai diberlakukan. Para personel militer berkeliling kota dengan mobil beratap terbuka. Kejadian malam tahun baru membawa anomali alam yang tidak bisa dibayangkan. Sejak semburat jingga lenyap dari cakrawala. Para Ahool sudah menyebar ke seluruh kota.

Orang-orang mulai bersembunyi di rumah masing-masing. Beberapa yang terlambat menyadari ancaman kembali menjadi mangsa.

Sirine dan tembakan berbunyi di mana-mana. Tetapi percuma saja, tidak ada satu senjata yang bisa melumpuhkan para Ahool.

Makhluk-makhluk itu semakin liar dan beringas. Dari satu orang ke orang lain, semuanya tewas oleh gigitan dan cakaran fatal Ahool. Sisa pasukan yang ada, terpaksa melarikan diri.

Di antara orang- orang yang bersembunyi. Hadir sekumpulan pria dan wanita yang berlari dan menebas para Ahool tanpa ampun. Gerakan mereka terorganisir baik. Ada yang menyerang dengan Kaditula, sisanya melindungi dan menjaga dari sisi lain.

Kaditula yang mereka bawa bersinar keemasan, tatkala bilah tersebut ditimpa cahaya lampu- lampu jalan. Gayatri pun muncul dari belakang mereka dengan mata tombak bermandikan darah.

"Cari orang-orang yang terkena kutukan dan hancurkan bagian terinfeksi."

Semua orang mengganguk takzim. Mereka mulai menyebar saat tidak ada Ahool. Dari satu tubuh yang terkapar, mereka memeriksa tanda-tanda kutukan Ahool.

Salah satu dari orang suruhan Gayatri berhasil melukai pergelangan tangan seorang prajurit. Mereka tidak punya pilihan, karena jika dibiarkan. Orang tersebut akan mati secara perlahan-lahan.

"Nyai!" seru salah seorang pemuda. "Area di sekitar sini sudah bersih. Kami sudah memberikan ramuan pengalih ingatan."

"Bagus. Ayo pindah ke tempat lain. Ahool itu pasti bersembunyi di suatu tempat. Mustahil mereka kembali ke gunung. Ayo berpencar!"

Sementara Gayatri dan anggotanya berpencar. Nawasena yang bersama Agha diserang rombongan Ahool.

Ahool-Ahool ini jauh lebih brutal dari kemarin. Beberapa memiliki proporsi tubuh yang sedikit lebih besar. Agha tidak memiliki Kaditula. Namun, pukulannya menghasilkan bunyi angin yang mencekam. Lalu berhasil meremukkan tulang tengkorak Ahool dalam sekali hantaman.

Arya dengan anak panahnya, menembak Ahool - Ahool yang bermaksud menyerang Agha dari titik buta pria tersebut. Nawasena merasa seperti pecundang, dia hanya mampu melukai Ahool yang berukuran sedang dan setiap ia mengayunkan Kaditula. Rasa nyeri di matanya mulai berdenyut-denyut.

"Sial!" Nawasena mengumpat. Dia berhenti untuk menyerang. Rasa sakitnya semakin kuat.

Agha dan Arya menyadari kondisi Nawasena. Tetapi mereka tidak bisa mendekat.

"Lawan rasa sakit itu!" teriak Agha dari arah depan. "Lo harus berkonsentrasi penuh!"

Bagi Nawasena, mudah diucapkan dan susah dilakukan. Sejak tadi, ia sudah mencobanya. Tubuhnya seperti terbakar dan ia merasa sangat kegerahan.

Salah satu Ahool mulai menjadikan Nawasena sebagai target. Ia menyerang menggunakan cakar dari atas. Walau sedikit terlambat, Nawasena berhasil menebas kaki makhluk mitologi tersebut.

Ahooolll

Makhluk itu memekik keras. Kesal karena tubuhnya ditebas. Ia semakin  brutal menyerang Nawasena. Kali ini, serangannya berganti dengan kepakan sayap. Nawasena tidak berhasil menghindar. Pergelangan tangannya kembali diserang, menyebabkan Kaditula terlepas dari genggaman.

Ahool tersebut lalu memamerkan gigi-giginya yang tajam.  Tampak sangat senang membalas perbuatan Nawasena padanya.

Saat pemuda tersebut ingin memungut Kaditula kembali. Ahool, bergerak lebih cepat mencakar  pergelangan tangan Nawasena. Serangan tersebut, membuat luka-luka Nawasena kembali terbuka.

"Hey, bocah!" seru Agha yang mendengar jeritan Nawasena. "Mundur! Arya, bantu Nawasena!"

Arya dengan segera menarik busur dan membidik makhluk tersebut. Tetapi sayang, panah Arya berhasil dihindari.

Mendadak, Nawasena mulai mengeram dengan suara yang bergetar. Darah mencucur dari mata kirinya. Aura keberadaanya berubah mencekam. Para Ahool mulai berhenti menyerang.

Ada kata-kata asing yang diucapkan Nawasena tanpa sadar. Sekonyong-sekonyong, tubuh bagian kirinya memunculkan urat-urat nadi yang berwarna kehitaman. Rambut Nawasena pun sebagian berubah dari hitam menjadi kemerahan. Namun, perubahan itu hanya terjadi sebagian.

Alis Agha bertaut bingung. Ia dan Arya saling memandang. Keduanya sama-sama terkejut dengan perubahan tersebut.

"Arghhh!!!" Nawasena berteriak dengan suara yang sangat keras. Bahkan hampir memecah gendang telinga.

Kaditula terayun ke depan. Dia menggunakan ujung kakinya berpijak lalu melompat ke udara. Dalam satu kali tebasan. Ahool yang menyerangnya terbagi dua.

"Grrr!!!"

Pandangan Nawasena lalu terarah pada teman-temannya. Sedetik kemudian, dia sudah berdiri mengayunkan pedang di depan Arya.

___///____///____
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

459K 30.4K 25
Bagaimana jika kamu sedang tidur dengan nyaman, tiba tiba terbangun menjadi kembaran tidak identik antagonis?? Ngerinya adalah para tokoh malah tero...
859K 75.3K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
169K 10.1K 42
Aletta Cleodora Rannes, seorang putri Duke yang sangat di rendahkan di kediamannya. ia sering di jadikan bahan omongan oleh para pelayan di kediaman...
223K 312 17
Kumpulan cerita dewasa part 2 Anak kecil dilarang baca