Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

15.1K 2.4K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°30°

278 46 10
By slayernominee

.
.
.
.
.

Sumire dengan sepenuh tenaga mencoba mengejar dan menghentikan penjaga yang menyeret pergi Midoriya dari kediaman timur.

"Lepaskan Nona Midoriya!" Pintanya terus menerus sejak tadi. Namun tenaganya jelas tak ada apa-apanya dibandingkan para penjaga.

"Apa kalian bahkan punya bukti?! Jika kalian seenaknya membawa calon permaisuri, kalian akan mendapat hukuman berat!"

Para prajurit tak mendengarkan ancamannya sama sekali. Mereka mendorong jatuh Sumire dan terus berjalan pergi membawa Midoriya.

"Nona!" Sumire berseru dengan putus asa. Dia menangis, tak tahu mengapa tuduhan penipuan tiba-tiba datang pada Midoriya.

Saat itu seseorang lewat di sampingnya. Sumire melihat pada Ren yang melewatinya begitu saja, menyusul rombongan prajurit yang membawa Midoriya.

Kepala pelayan itu merasa amat murka. "Kupikir Jenderal Kirishima melakukan kesalahan dengan mempercayai orang yang salah," serunya. "Tapi kini aku lebih mempercayai jika kau bukanlah orang yang dikirim untuk menggantikannya menjaga Nona. Jenderal Kirishima tak akan melakukan kesalahan sefatal ini."

Sumire ingat beberapa hari lalu dia sempat mendengar bisikan para penjaga yang berkata jika penjaga baru Midoriya nampaknya berbeda dengan Giro yang mereka tahu.

Ren berhenti berjalan, dia menoleh ke belakang. Menyeringai. "Instingmu tajam, sesuai dugaan."

"Di mana Giro?! Apa kau membunuhnya?"

"Tidak, tidak. Dia di suatu tempat. Aku yakin dia masih hidup, tapi aku mungkin akan segera membunuhnya."

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan?"

"Sebuah era baru."

Sumire terkejut. "Kau... berniat melakukan pengkhianatan pada Yang Mulia?"

Ren hanya tersenyum picik. "Waktu bicara habis." Dia berjalan pergi.

"Tunggu—!" Sumire hendak mengejar, tapi dia terhenti karena kakinya yang terkilir akibat terjatuh tadi. Kepala pelayan itu hanya bisa menatap nanar ke arah Ren pergi.

"Keadaan akan semakin gawat, Yang Mulia harus segera kembali sebelum semuanya hancur."

.
.
.
.
.

Midoriya dilempar masuk ke dalam salah satu ruangan penjara istana. Dia mendarat keras di lantai hitam dingin yang hanya beralaskan jerami tipis. Pintu selnya pun dikunci rapat.

"Diam di sini dan tunggu kunjungan seseorang." Ujar dewan pengadilan sebelum pergi meninggalkannya begitu saja.

Midoriya melihat kepergian para dewan dan prajurit dengan tak berdaya. Dia tak tahu soal siapa yang akan dia temui. Dia kini hanya penasaran satu hal. Bagaimana mereka tahu soal penipuannya?

"Midoriya-sama...?"

Midoriya menoleh mendengar seseorang memanggilnya. Suaranya berasal dari sel sebelah. Samar, dalam temaramnya cahaya dari obor dia bisa melihat terdapat seseorang di sebelah selnya. Seorang pria, tapi dia tak bisa melihat wajahnya yang ada di dalam bayang-bayang ruangan yang tak terkana cahaya obor.

"Ya? Siapa di sana...?"

Pria itu terdengar bergerak mendengar jawaban Midoriya. "Jadi benar itu Anda!" Serunya pelan sebelum dia merangkak mendekat ke sekat sel mereka berdua.

Wajah seorang pria yang tak Midoriya kenal nampak setelah memasuki bagian ruangan yang terkena cahaya obor.

Midoriya mengernyit tipis. "Maaf... aku tak mengenalmu, tapi ada apa?"

Pria itu menggenggam jeruji sekat. "Saya Giro, Nona."

Jawaban itu membuat Midoriya terdiam sejenak. "Apa...? Tapi Giro yang kukenal itu..."

"Pengawal pengganti untuk Anda, kan?" Pria itu menunjuk dirinya sendiri. "Saya, saya Giro. Orang yang Jenderal Kirishima pilih untuk menjaga Anda."

Midoriya menatap bingung. "Lalu siapa Giro yang datang padaku?"

"Dia Ren. Dia merebut paksa tugas pengawalan dari saya. Saya melawan, tapi dia menjatuhkan saya dengan cara licik."

Saat itu Midoriya menyadari jika Giro nampak tengah terluka. Balutan perban terlihat dari balik baju lusuhnya dan pelipisnya berkeringat dari lukanya yang masih belum pulih.

"Kau baik-baik saja? Apa kau terluka parah?" Gadis itu mengernyit cemas.

"Saya sempat diracun, tapi tidak cukup kuat untuk membunuh. Saya berada di sel ini sejak saat itu. Ah itu tidak penting, bagaimana dengan Nona sendiri? Apa Anda baik-baik saja? Ren melakukan sesuatu pada Anda?"

"Dia... tidak melakukan apapun... tapi dia beberapakali bersikap aneh..."

"Nona, Ren merencanakan sebuah pengkhianatan."

"Apa?"

"Dia melayani seorang tuan yang membuatnya nekat merebut tugas pengawalan saya. Mereka menginginkan sebuah era baru dan cara pertama adalah dengan menjatuhkan Anda saat Yang Mulia tidak ada."

Midoriya terkejut. "Era baru? Mereka ingin melawan putra mahkota?"

"Kemungkinan besar itu yang mereka inginkan."

"Kalau begitu Yang Mulia harus segera kembali." Midoriya menatap cemas ke luar jeruji besi selnya, berpikir soal bagaimana dia bisa mengabarkan hal ini pada Bakugou yang jauh darinya.

"Nona, apa yang mereka lakukan hingga menyeretmu ke sini?"

Midoriya menoleh, terdiam sejenak. "Dewan pengadilan datang, menangkapku atas... penipuan..."

"Penipuan? Bagaimana mungkin?!" Giro menggeram kesal. "Ren, apa yang sebenarnya dia rencanakan!"

"Itu bukan tuduhan palsu..."

Giro menatap heran. "Apa maksud Nona? Apa Nona pernah menipu dewan pengadilan?"

Midoriya menunduk. "Apa yang kulakukan... bahkan lebih dari itu."

Giro hendak kembali menanyakan maksud dari perkataan Midoriya, tapi sebelum dia sempat membuka mulut, beberapa orang masuk ke area penjara dan mendatangi sel gadis itu.

Midoriya menatap orang-orang yang berdiri di depan jeruji selnya. Maniknya membulat terkejut melihat seseorang yang dia kenal.

"Hana...?"

Perempuan itu tersenyum, membungkuk hormat. "Selamat siang, Midoriya-sama. Bagaimana kabar Anda?"

Midoriya terlalu bingung untuk bahkan sekedar menjawab sapaan itu. "Kenapa kau di sini...?

"Ah, dewan belum memberitahu siapa yang akan datang setelah Anda dibawa ke sini ya?"

"Dewan pengadilan..." Midoriya tersadar sesuatu. "Kau yang membuat mereka datang padaku?"

Hana tersenyum. "Ya, benar."

Midoriya menelan ludah. Berarti orang yang tahu soal penipuannya adalah Hana? Tapi bagaimana bisa?

"Ada seseorang lagi yang saya ingin Nona temui."

Seseorang berjalan mendekat. Awalnya Midoriya menatap siluet orang itu dengan tak mengerti, tapi kemudian saat cahaya obor menyinari sosoknya, Midoriya tercekat.

Sosok gadis rupawan, dengan pakaian bangsawan indah, sosok yang familier baginya.

Kisami.

Gadis bangsawan itu berhenti di depan sel, berdiri di samping Hana dengan menatap dingin pada Midoriya yang bersimpuh di atas jerami.

Hana kembali tersenyum. "Midoriya-sama, saya yakin Anda mengenal dia, kan?"

"Oh, dia pasti mengenalku." Ujar Kisami. "Sangat. Mengenal."

Midoriya gemetar dengan pandangan tajam yang Kisami berikan. Apa Kisami akhirnya tahu jika dirinya tidak menikah dengan bangsawan, melainkan calon kaisar dan kemudian melaporkan penipuannya pada istana?

"Dasar perempuan jalang." Kisami mendesis. "Jika Hana tidak datang memberitahu soal dirimu, maka kau akan terus menipu seisi istana seumur hidupmu. Puas mempermainkan calon kaisar, gadis miskin?"

Midoriya gemetaran dengan jantungnya yang berdegub berat. Dia juga harus memberitahukan kebenarannya. "Ki-Kisami-sama... saya berusaha untuk memberitahu Anda... tapi penasehat istana tak mengizinkan saya untuk pergi sejak saya tiba di sini..."

"Pembohong!" Sentak Kisami. "Terus saja membuat alasan bodoh untuk menutupi kebusukanmu."

"Kisami-sama, saya bersumpah—"

"Diam! Aku tak ingin mendengar apapun darimu." Kisami menghela napas kasar. "Aku yakin kau akan mendapat hukuman besar dari Yang Mulia, tapi aku sendiri juga akan menjatuhkan hukuman padamu. Panti Asuhan Timur, aku akan menghancurkannya."

Midoriya membelalak terkejut. "Tidak! Jangan sakiti mereka! Saya mohon—"

Kisami tak mendengarkan apapun lagi dan beranjak pergi. Hana dan para prajurit mengikuti pergi di belakangnya.

Midoriya merangkak maju dan memegang erat jeruji besi. "Kisami-sama! Saya mohon! Anda bisa lakukan apapun pada saya, jangan lukai mereka! Kisami-sama!"

Rombongan keluar meninggalkan penjara, mengabaikan tangisan putus asa Midoriya.

"Kisami-sama..." Midoriya terisak. Membayangkan pihak yang tak bersalah terkena imbas dari perbuatannya membuat gadis itu begitu patah hati dan merasa sangat bersalah. Kesedihan memenuhi hati, membuatnya menangis sejadinya di balik jeruji yang menahannya dari dunia luar.

Giro mengernyit sedih melihat Midoriya yang menangis dengan begitu putus asanya. Dia tidak mengerti jelas apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa perempuan tadi begitu marah dan kenapa Midoriya memanggilnya dengan embel-embel '-sama', juga banyak hal lain.

Namun wakil jenderal itu tak bisa bertanya sekarang, dia akan menunggu gadis itu tenang nanti.

.
.
.
.
.

Kisami duduk dengan suguhan teh di kediaman Hana. Bangsawan itu masih sangat geram, mengepalkan tangannya erat dan sama sekali tak berfokus pada bau teh yang harum di depannya.

"Kupastikan Yang Mulia akan menjatuhkan hukuman berat padanya."

Hana meletakkan cangkir tehnya. "Aku tidak tahu hukuman apa yang akan dia terima, karena pikiran Yang Mulia tidak bisa ditebak. Namun, semisal jika hukumannya tidak seberat yang kau inginkan, maka jangan khawatir soal itu."

Kisami menatapnya. "Apa maksudmu?"

"Aku telah menyiapkan sesuatu yang pantas untuk dia terima."

Kisami menunggu hingga kalimatnya selesai. Hana tersenyum.

.
.
.
.
.

Giro akhirnya mendengarkan seluruh penjelasan Midoriya setelah gadis itu tenang.

Wakil jenderal itu terdiam. Tak tahu harus berkata apa setelah mendengar seluruh hal tersebut. Namun dia paham alasan Midoriya melakukan itu.

Midoriya menerima tawaran Kisami untuk melindungi teman dan anak-anak di panti asuhan timur. Kemudian saat mengetahui jika lamaran itu ternyata berasal dari istana, Midoriya tak bisa melakukan apa-apa karena Koshi melarangnya pergi. Terjebak, gadis itu tak punya pilihan selain tetap menjadi pengantin palsu seperti yang Kisami minta, tapi juga membiarkan keluarga Kisami tak mengetahui kebenarannya.

Hanya saja, Giro berpikir itu tetap merupakan masalah besar.

Setahunya, menipu seisi istana, terutama putra mahkota yang kini adalah otoritas tertinggi, ditambah mengenai hal penting, bukanlah sesuatu yang akan mudah untuk dimaafkan begitu saja. Dengan alasan apapun, itu tetaplah sebuah kejahatan.

Meski begitu Giro tak melihat adanya niat jahat dari diri Midoriya selain hanya terpaksa berbohong untuk bertahan hidup dan melindungi orang-orang terdekatnya.

"Sejak pertama menginjakkan kakiku di tempat ini," Midoriya berucap, membuyarkan lamunan Giro. "aku tahu konsekuensi yang akan kuterima nantinya. Namun kini semua berbeda dari yang kubayangkan. Kukira aku akan langsung dihukum mati dan segalanya selesai, tapi pihak yang kulindungi kembali terancam, dan aku juga tetap akan terbunuh. Segalanya menjadi lebih buruk."

"Nona..."

"Aku tak akan menghindari hukuman untuk diriku, tapi aku tak bisa membiarkan orang lain terluka." Midoriya menatap pada Giro dengan mata sembab. "Maaf jika aku sebenarnya tak pantas untuk mengatakan ini... maukah kau membantuku?"

"Saya tak yakin... tapi apa yang Nona inginkan?

Midoriya menyapukan pandangannya ke sekitar, memelankan suaranya agar para penjaga yang pasti sudah merupakan para pengikut Hana tak akan mendengarnya.

"Bantu aku keluar dari sini. Aku bersumpah niatku bukanlah untuk menghindari hukuman, tapi aku harus menyelamatkan orang-orangku. Setelah semuanya selesai kau boleh menyeretku kembali ke sini untuk menerima apa yang harus kuterima."

Giro terdiam. Dia menatap Midoriya, manik emeraldnya nampak tak menyiratkan kebohongan dalam perkataannya barusan.

"Aku tahu kau tidak bisa berbuat banyak karena terluka, tapi aku punya ide jika kau bersedia membantuku."

Akan ada banyak orang tak bersalah yang jadi korban jika menolak, Giro pun mengangguk setuju. "Apa rencanamu?"

.
.
.
.
.

Esok harinya Sumire datang ke depan gerbang penjara yang dijaga oleh dua orang prajurit bersenjata yang mencegat langkahnya.

"Apa keperluanmu?" Tanya salah seorang penjaga.

"Mengantarkan obat." Kepala pelayan itu menunjukkan bungkusan yang dibawanya.

Setelah pemeriksaan selama beberapa saat, prajurit itu pun mengizinkan Sumire masuk. Wanita itu melangkah tenang melewati jalan menuju penjara saat malam yang sedikit minim pencahayaan.

Setibanya di depan sel Midoriya, Sumire bersimpuh. "Nona."

Midoriya yang tengah tidur dengan posisi duduk pun terbangun. "Oh, Sumire."

"Saya mengantarkan obat Anda."

Midoriya maju dan menerimanya dari sela jeruji besi. "Terima kasih... kau masih banyak membantuku meski telah mendengar semuanya..."

Sumire tersenyum kecil. Dia memang sudah datang kemarin dan mendengarkan seluruh penjelasan yang sempat membuatnya terkejut. "Bagi saya, Nona tetap calon permaisuri yang baik untuk Yang Mulia."

"Tidak, aku bukan perempuan yang baik. Aku adalah seorang penipu..."

Sumire menghela napas pelan, memilih untuk tak merespon perkataan itu. "Kediaman Timur terasa sepi saat Nona tidak ada."

"Bukankah sama seperti sebelum aku datang? Kau pasti akan segera terbiasa dengan hal lama itu. Calon permaisuri yang baru suatu saat akan mengisi kediaman itu lagi."

"Nona." Sumire menatap sedih, Midoriya terus bersikap jika dia bukan lagi seorang calon permaisuri.

"Terima kasih telah mengantar obat ini, aku akan meminumnya dengan teratur."

Sumire mengangguk. Dia sekilas melihat ke sel sebelah yang berisikan Giro yang telah berbaring tidur. "Penjaga tak memberi saya banyak waktu di sini, saya permisi." dia beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.

Menatap ke lantai penjara yang berjerami tipis, Sumire merogoh sesuatu dan menjatuhkannya ke bawah secara diam-diam seraya dia berjalan.

Di depan pintu penjara yang dijaga, Sumire tersandung dan menyenggol salah seorang penjaga yang kemudian tak sengaja menubruk obor di dinding hingga jatuh.

"Maaf!" Sumire buru-buru menunduk meminta maaf.

Prajurit itu terlihat kesal karena pekerjaannya terganggu. Dia hendak mengomel, namun niatnya terhenti saat dia melihat sesuatu berkobar.

Menunduk melihat ke bawah, matanya membelalak terkejut. Jerami yang ada di bawah kakinya terbakar oleh obor jatuh tadi. Prajurit itu bergegas menginjak api untuk menjatuhkannya, namun api menjalar ke jerami dalam penjara dengan cepat.

Para penjaga panik. "Api! Cepat padamkan!"

Seketika situasi menjadi kacau dengan prajurit yang berusaha memadamkan api yang hanya semakin membesar saja memenuhi seisi penjara.

Perlu waktu sekitar lima belas menit hingga api berhasil dipadamkan sebelum semakin gawat. Mereka pun memeriksa seluruh narapidana untuk memastikan tak ada yang terdampak dari kejadian tadi.

Seorang prajurit terkejut melihat seorang penjaga tergeletak pingsan di depan sel, dia memeriksanya dan mendapati dua sel di depannya kosong dengan pintu sel yang terbuka.

"Calon permaisuri dan wakil jenderal hilang dari penjara!"

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

75.2K 6.9K 50
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
1.1K 273 44
"𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘣𝘢𝘸𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶. 𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢...
158K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
508K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.