π—§π˜„π—Άπ—»π˜€ π—¨π—»π—Άπ˜ƒπ—²π—Ώπ˜€π—²

By Aegi_Na

476K 42.6K 2.8K

Keberadaan Dafin sangat berharga untuk Dean. Begitu pula sebaliknya. Sepeninggalan kedua orang tua mereka, me... More

PROLOG
01-DEAN&DAFIN
02-BELANJA
03-STAY WITH U
04-FRIENDS
05-BOBA
CAST
06-MPLS
07-POSESIF DEAN ARCHE
08-ABOUT LILA
09-SISI YANG BERBEDA
10-JUST FOR U
11-KEPUTUSAN DEAN
12-NIGHTMARE
13-HEALING
14-FUTSAL TIME DAN RENCANA DAFIN
15-CAFE
16-SISI YANG LAIN
17-HUKUMAN ATAU BAIKAN?
18-DAFIN BINGUNG
19-KENANGAN MASA LALU (FLASHBACK)
20-KENANGAN MASA LALU [2] (FLASHBACK)
BONCHAP

21-JANJI DEAN&DAFIN

15.3K 1.4K 322
By Aegi_Na

Hai~~
Author kembali lagi😎

Jangan kaget sama satu kata diakhir💚

⚠Typo bertebaran~
⚠Mengandung kata kasar yang tidak baik ditiru
⚠Book ini bergenre Brothership/Bromance
⚠Bukan BxB

⚛  🎀  𝒯𝓌𝒾𝓃𝓈 𝒰𝓃𝒾𝓋𝑒𝓇𝓈𝑒  🎀  ⚛

Happy Reading~


"Gue gak suka lo lebih deket sama orang lain selain gue. Jangan pacaran."

"...."

"Dapin?" Dean memandang Dafin khawatir setelah saudara kembarnya itu hanya terdiam dengan pandangan kosong. "Lo gak papa?"

Dafin tersentak sadar. Matanya mengerjap menyesuaikan keadaan. "Hah?"

"O-oh nggak papa," lanjutnya. Ia cepat-cepat menaiki motor. Sedikit mejauhkan dirinya dari Dean.

"Ayo jalan."

"Yakin gak papa?" Dean bertanya sambil memeriksa suhu di kening Dafin. "Muka lo kok pucat?"

"Gue bilang gak papa!" teriak Dafin tanpa sadar. "Ma-maaf, gue cuma tiba-tiba blank. Ayo pulang. Gue mau istirahat."

Dean akhirnya mengangguk. Mulai menyalakan motornya dan melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali matanya melirik kaca spion yang menampilkan Dafin yang terus memejamkan matanya.

Di sisi lain, Dafin terus berusaha menenangkan hatinya kembali. Dipikirannya, Dean sudah seperti monster.

"Dafin!" Dean memanggil lagi sesaat motornya sudah terparkir di garasi. "Sebenernya lo kenapa?" sambungnya ketika Dafin belum juga turun dari motor.

"Gue takut," jawab Dafin jujur. "Lo serem."

"Apa?"

"Lo." Dafin menunjuk Dean. "Omongan lo nyeremin."

"Yang mana?"

"Yang tadi!" Dafin mendengus. Kesal ditanya terus oleh Dean. Ia turun dari motor dengan menghentakkan kakinya.

"Jangan ganggu gue!" peringat Dafin sebelum menutup pintu kamarnya dengan kencang.

Dean melihat itu hanya menatap dengan datar tak peduli. Ia memilih memasuki kamarnya.

⚛  🎀  𝒯𝓌𝒾𝓃𝓈 𝒰𝓃𝒾𝓋𝑒𝓇𝓈𝑒  🎀  ⚛

"Hah~"

Dean menghela napas. Kepalanya berdenyut nyeri ketika mengingat nominal yang tertera di buku tabungan orang tuanya.

"Dean?"

"Ya?"

"Udah Bunda cairin uangnya. Kamu jangan pusing gitu. Kan masih ada Bunda."

Bunda Jena tersenyum. Mengelus rambut Dean dengan sayang. "Pindah bareng Bunda mau ya? Bareng Adit. Bunda sama Ayah Jo udah resmi jadi wali sah kalian sekarang."

Dean termangu ditempatnya sekarang. Berdiri tepat di depan Bank membuat Dean bisa dengan bebas memperhatikan kegiatan orang-orang yang berlalu lalang.

Dean tersenyum getir. "Bahkan dunia tetap berjalan."

"Kamu ngomong sesuatu?"

Dean menggelengkan kepalanya. Kembali fokus ke Bunda Jena. "Dean tinggal bareng Dafin aja di rumah lama ya Bun?"

"Hey.." Bunda Jena meraih wajah Dean untuk menghadapnya. "Pikirin tentang keselamatan kalian hmm? Lebih aman kalau kita tinggal bareng. Jangan pikirin ekonomi. Kalian tugasnya cuma belajar sekarang."

"Dean mau ikut sama Bunda kan?"

"Ya."

Bunda Jena tersenyum senang. "Nah, gitu dong!"

Dean ikut tersenyum tipis. Ya, demi keselamatan Dafin. Ia akan melakukan apapun untuk itu.

"Ayo kita pulang. Beres-beres. Kalian pindah malam ini juga!"

Dean hanya mengangguk. Mengikuti langkah Bunda Jena ke dalam mobil dan melaju pulang ke rumahnya.
Di sepanjang jalan itu, hanya keheningan yang melanda. Dean dengan pikirannya dan Bunda Jena yang ragu untuk mengusik.

Bukan tanpa alasan, Bunda Jena sempat melihat raut sedih salah satu keponakan yang ada disampingnya ini ketika melihat buku tabungan orang tuanya. Bunda Jena yakin Dean hanya terkenang masa lalu ketika orang tuanya masih hidup, ditambah lagi memikirkan masa depannya bersama kembarannya.

Mobil sampai di perkarangan rumah. Dafin dan Adit yang kebetulan sedang mencuci motor di sana tersenyum senang.

"Bunda? Beli snack?" tanya Dafin. Bajunya sudah badah kuyup dengan tangan memegang selang air.

Bunda Jena menepuk keningnya. "Aduh sayang. Maaf, Bunda lupa. Beli aja di jalan nanti ya?"

"Emang mau kemana lagi Bun?" tanya Adit tanpa menoleh. Ia sedang sibuk dengan busa-busa sabun di tangannya.

"Dean sama Dafin pindah ke rumah kita malem ini."

"Beneran?!" Adit sontak berteriak heboh.

Dafin melirik Dean yang juga menatap dirinya dengan dingin. Tanpa kata, Dean masuk ke dalam rumah. Entahlah, Dafin merasa ada yang tidak beres  dengan saudara kembarnya itu.

Sejak kemarin, Dean selalu seperti ini. Lebih dingin dari biasanya. Bahkan Dean memperlakukannya seperti orang lain. Lebih banyak menghindar dan tetap dalam diamnya.

"Iya, makanya cepet selesaikan cuci motornya. Udah mau maghrib. Kalian mandi, sholat, abis itu beres-beres ya?"

"Rumah ini gimana Bun?" tanya Dafin sedih. "Banyak kenangan Mommy sama Daddy di sini."

"Bunda janji, rumah ini akan dirawat dengan baik bangett. Kan ini juga rumah peninggalan orang yang Bunda sayang. Kalau kangen boleh aja mampir kesini. Tapi harus kabarin Bunda, oke?"

Dafin mengembangkan senyumnya. "Oke Bunda!"

Dafin dan Adit pun cepat-cepat menyelesaikan tugasnya. Setelah itu, mereka masuk ke dalam kamar Dafin untuk bersiap mandi.

"Gue dulu anj!"

"Si anj kamar punya siapa?!"

"Awas anjir. Buru!! Ini nanti telat sholatnya."

"Mending lo pilihan baju yang mau lo pinjemin ke gue sekarang."

"Lah ngatur?!"

"Awas!"

Dafin cemberut. Padahalkan dia udah gerah banget, eh malah Adit yang menang. Dafin akhirnya terpaksa memilihkan baju untuk dipinjam Adit.

"Ini lo kagak pinjem sempak gue kan?"

"Masalah sempak menyempak gue bawa sendiri ye!" teriak Adit dari dalam kamar mandi.

"Oh." Dafin tertawa keras. "Padahal gue gak papa berbagi sempak," candanya.

"Gue yang jijik!"

"Baju lo gue taro ditempat tidur yee. Gue mau liat Dean dulu."

Dafin berjalan keluar kamar. Dengan hati-hati, ia membuka sedikit pintu kamar Dean. Kamar itu gelap tanpa cahaya sedikitpun.

"Dean?"

"De?"

"Dean?"

"Dean, lo dimana?!"

"Dean!!" teriak Dafin. Ia menghidupkan saklar lampu.

Kosong.

Dafin beralih ke kamar mandi. Menggedor-gedor kesetanan pintu di depannya seraya terus memanggil-manggil Dean.

Clek

"Dean?"

Dafin memeluk erat Dean yang terlihat segar sehabis mandi. Rambutnya masih basah hingga tetesan air membasahi handuk kecil yang menggantung di lehernya-mencegah tetasan air membasahi piyama yang dipakai.

"Gue takut."

Dafin mengeratkan pelukannya. "Gue kira lo kenapa-napa tadi."

Dafin merasakan usapan di rambutnya. Pelukan itu berbalas hingga membuat Dafin merasa nyaman dan aman sekaligus.

"Gak perlu takut." Suara berat Dean menggema di kamar itu. "Gue gak kenapa-napa."

Dafin mendongak untuk melihat wajah Dean. "Lo kenapa jadi makin cuek ke gue? Gue ada salah? Maaf, sikap gue yang kemarin nyinggung lo ya?"

Dean hanya diam. Pikirannya sangat bercabang untuk saat ini. Hingga akhirnya, ia mendorong pelan Dafin sampai pelukan mereka terlepas.

"Keluar."

"Dean?" Dafin hendak meraih tangan Dean, namun urung ketika Dean menatapnya tajam. "Pergi. Gue ibadah disini."

"Sebenernya kenapa?" Dafin memelas. "Dean kenapa?"

"Pergi sebelum gue kasar sama lo."

Dafin mengalah. Kembali ke kamarnya dengan raut sedih. Dafin berpikir ulang, apakah perkataan dan sikapnya kemarin sangat jahat ya? Dafin kan bukan bermaksud begitu... Hanya saja ia syok dengan perkataan penuh kepemilikan yang dilontarkan Dean.

"Lah? Muka lo kenapa?" tanya Adit tepat ketika Dafin memasuki kamar. Adit telentang di kasur sambil memainkan handphonenya.

"Dean marah sama gue."

"Kenawhy?" Adit meletakkan hpnya dan fokus ke arah Dafin.

Dafin menceritakan semua kejadian yang ia dan Dean alami. Sesekali Adit mengerutkan kening ketika merasa aneh dengan cerita Dafin.

"Aneh."

"Kan! Gue bilang juga apa! Gak mungkin Dean marah sama gue gara-gara itu doang. Seumur-umur Dean gak pernah marah kalo gue nolak afeksi dia. Malah makin menjadi-jadi melukin atau cium gue."

"Ya udah lah. Jangan terlalu dipikirin. Sekarang mending lo mandi dulu. Udah adzan. Bunda pasti  nungguin daritadi," saran Adit.

"Lo musti beres-beres juga kan? Tunggu tenang aja lah bro. Kalo sekarang lo mau hampirin Dean lagi, yang ada lo malah diusir kayak tadi."

Dafin membenarkan ucapan Adit. Ia dengan lesu berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah keduanya siap, mereka sama-sama pergi ke ruang ibadah. Di sana, sudah ada Bunda Jena yang sedang mengaji.

"Loh? Mana Dean?" tanya Bunda Jena ketika ia selesai mengaji.

"Dia ibadah dikamarnya Bun," jawab Adit. "Bunda. Tau nggak Dean kenapa? Anaknya diem aja daritadi. Eh? Maksud Adit si Dean emang pendiem, tapi nggak sediem itu."

"Dia lagi sedih kali."

Ucapan Bunda Jena sontak membuat Adit dan Dafin sama-sama terdiam. Tersadar akan satu fakta yang mereka lupakan.

Dean tak pernah menunjukkan kesedihannya.

"Kita biarin Dean tenang dulu ya? Nanti dirumah kita obrolin lagi baik-baik. Sekarang kita sholat. Udah masuk waktunya. Adit Imam."

⚛  🎀  𝒯𝓌𝒾𝓃𝓈 𝒰𝓃𝒾𝓋𝑒𝓇𝓈𝑒  🎀  ⚛

"Boneka lo dibawa besok-besok aja Pin. Yang penting aja lah dulu."

"Justru boneka ini penting!"

"Penting paan deh? Kayak beruang gitu gembulnya."

"Ini teddy bear anj! Btw, kualat lo sama Mommy. Ini pemberiannya loh."

Adit membulatkan matanya kaget. "Ya ampun Mommy, maapin Adit yang kurang diajar ini. Adit kirimin doa deh ya sekarang Mom."

Selagi Adit sibuk berdoa, Dafin tetap melanjutkan kegiatannya. Memasukkan pakaian dll didalam koper dan tas besar.

Setelah selesai, Dafin menyempatkan diri untuk memperhatikan seluruh kamarnya. Tiba-tiba dadanya sesak tanpa bisa dijelaskan.

Matanya berkaca-kaca mengingat kenangan yang ada di dalam sini. Dafin jadi sedih. Apa kayak gini ya yang dirasakan Dean sekarang?

"Lah? Nangis lo Pin? Ululu, sini gue peluk, gue peluk. Kita sering kesini kok," ujar Adit menenangkan. "Gue janji bakalan nemenin lo apapun yang bakal terjadi. Tiap weekend kita wajib kesini deh bersih-bersih gimana?"

Dafin menangguk. Adit semakin gemas. Selagi pawangnya belum ada, Adit harus memanfaatkan momen ini dengan baik, hehehe. Modus tipis-tipis.

"Udah selesai kan? Ayok kita turun. Gas keun euy."

Dafin mengangguk lagi. Merasa lebih baik dengan adanya Adit di sisinya. Dafin berpikir, jika memang Dean sedang sedih, dirinya lah yang harus ada disampingnya untuk menghibur.

Ketika mereka turun ke bawah, sudah ada Dean yang mengangkat kopernya ke dalam bagasi. Dalam diamnya, Dean menghampiri Dafin dan mengambil alih koper milik Dafin untuk dimasukkan ke dalam bagasi.

"Rumah udah Bunda kunci. Ayok berangkat."

Suasana mobil itu tetap hening karena atmosfer yang canggung. Hingga tibalah mereka di rumah tingkat 3 milik Adit.

"WhoaaaaAAAAAAAAaaaaaaaaa."

"Wuuuuiiiiiiiiiiiiiuuuuuuuuuiiiiiiii."

"Astaga, suara bekantan darimana yang Ayah  denger?"

Paman Jo (sekarang sudah dipanggil Ayah), yang mulanya ingin menyambut kedatangan Dean dan Dafin tertahan akibat suara melengking dua bocah yang berdiri didepan pintu.

"Jahat bener anaknya dibilang bekantan," protes Adit.

"Tau tuh, orang ganteng gini dibilang bekantan," sambung Dafin.

"Hehehe, selamat datang anak-anakku~" Ayah Jo yang ceria itu memeluk anak-anaknya satu persatu. Mengecup pipi Dean lama hingga Deannya terlihat risih.

"Kenapa murung Dean? Nggak suka ya tinggal bareng Ayah disini?"

Dean dengan cepat menyela. "Nggak. Dean suka."

"Ya udah kalau suka. Sini Ayah gendong."

Dean dengan cepat menghindar. Ia berjalan cepat membawa kopernya masuk ke dalam kamar tamu yang biasa ia gunakan jika menginap disini.

"Ayah prik banget sumpah," komentar Adit julid

"Kenapa? Suka-suka Ayahlah. Anak udah gede pada gak mau digendong. Kan Ayah jadi sedih."

"Bunda, tolong dong ini suaminya," tunjuk Adit. Ia mengamit tangan Dafin agar masuk juga ke dalam kamar tamu yang lain. Kamar yang berbeda dengan Dean.

"Ini lo sama Dean sementara waktu disini dulu yee. Kamar lo berdua sebenernya udah ada sih, disamping kamar gue. Tapi kata emak mau ditambahin apa gitu. Gak tau. Pokoknya belum lengkap."

"Santaii."

"Ya udah, istirahat. Gue mau ke kamar dulu. Hp gue mati."

"Oke."

Sepeninggalan Adit, Dafin merebahkan tubuh lelahnya. Matanya memandang ke langit-langit kamar. Kepalanya dipenuhi dengan bagaimana cara menghibur Dean.

Dafin menghela napas kemudian bangkit berdiri. Ia sudah membulatkan tekad untuk ke kamar yang ditempati Dean sekarang.

Dafin kembali mengintip dari celah pintu yang dibuka. Memanjangkan lehernya untuk mencari tahu apa yang sedang dilakukan Dean.

"Ngapain?"

Dafin terperanjat kaget. Ia sontak membalikkan tubuhnya dan langsung berhadapan dengan Dean yang berdiri dengan segelas air ditangannya.

"Eh Dean. Darimana?" tanya Dafin basa basi.

Dean lagi-lagi diam. Ia melangkah melewati Dafin untuk masuk ke kamarnya. Dafin mengikuti dari belakang.

Grep

Dafin tanpa aba-aba langsung menubruk tubuh Dean setelah Dean meletakkan gelas airnya dan duduk di tempat tidur

"Dean, lo lagi sedih ya?" Dafin melepaskan pelukannya dan duduk di samping Dean. "Lo kalo sedih jangan pendem sendiri dong."

"Gue kan saudara lo. Gue punya bahu buat lo bersandar kalo lagi capek."

Dean hanya diam mendangarkan Dafin yang mengoceh.

"Apapun yang lo pikirin, gue bilangin satu hal. Lo gak sendiri Dean. Lo bisa berbagi keluh kesah lo ke gue."

"Mentok-mentok sama Bunda Jena atau paman, eh maksudnya Ayah Jo deh. Dia jadi wali kita sekarang. Peran mereka kayak Mommy sama Daddy."

"Lo jangan nanggung itu sendirian."

"Atau sama Gio kek. Kan kalian punya bahasa batin tersendiri. Kagak ngomong aja udah paham maksud lo."

"Gue minta maaf soal kemarin. Gue cuma syok aja. Aslinya gue nurut kok De. Kagak pacaran aing mah."

"Jangan cuekin gue dong De. Gue juga kan gak bisa hidup tanpa lo. Lo sakit, gue ikutan sakit. Lo bahagia, gue ikutan bahagia."

"Gue uring-uringan sejak lo natep gue dingin kayak gini. Diem-diem aja kayak gini. Kan gue mau dimanja."

"Gue jujurly sedih karna lo masih gak mau berbagi beban sama gue. Gue ngerasa gak berguna aja gitu."

"Gue kan saudara kembar lo. Adek lo. Kita hidup sama-sama."

"Gue juga mau kalik bales kebaikan lo selama ini. Walaupun mungkin nggak sekarang, mungkin nanti. Tapi kalo masalah cerita, gue siap kok dengerin."

"Jangan simpen semuanya sendiri Dean."

"Lo mau bantu gue?" Akhirnya Dean bersuara. Dafin tentu mengangguk antusias.

"Peluk gue. Apapun yang gue lakuin gak usah berontak bisa?"

Dafin mengangguk lagi. Kok dia tiba-tiba gugup ya? Ya ampun tolong.

Dean mengelus pipinya. Mendekatkan wajah dan mengecup pipi gembul itu berkali-kali. Kemudian membawa Dafin ke pelukannya dengan erat dengan sesekali kembali mengecup pipi dan kening Dafin.

"WHOA ANJ! DEAN MODUS BENER!!" teriak Adit histeris. Teriakannya disambut decakan tak suka dari Dean.

Adit bergabung bersama Dean dan Dafin di kasur. Memisahkan pelukan Dean dan Dafin dengan paksa hingga mereka bertiga berbaring bersamaan di kasur king size itu hingga mereka tertawa bersama. Tidak, hanya Dafin dan Adit saja, Dean hanya tersenyum tipis.

"Jangan sedih lagi lo Dean. Maksud gue, gak papa sih sedih, tapi jangan lama-lama," seloroh Adit lagi. "Udah dari kameren juga."

"Ayok kita tidur bertiga!" ajak Dafin semangat.

"Ide bagus!"

Dean seketika melotot tak terima.

"Apa apa? Orang numpang gak usah ngatur."

"Mulut lo anjing bener Dit," protes Dafin tertawa. "Gue aduin Bunda abis lo."

"Hahaha, damaii bro damaii."

Adit kembali menghadap Dean. "Lo meluk Dapin mulu. Gue gak lo peluk? Kan gue sodara lo."

Tanpa disangka, Dean benar-benar memeluk Adit. Adit yang dipeluk tentu memberontak. Belum lepas dari Dean, Adit ikut dipeluk oleh Dafin.

"BUNDAAA! AYAHHH! INI ANAK KEMBAR BIKIN ADIT SESAK NAPAS!! BUNDAAA! AAAAAAAAA."

"BUNDAAA INI ANAK BARUNYA TOLONG DIKONDISIKAN. LIAR BANGET"

"AYAHH! BEKANTAN KEMBAR LEPASS!!"

Dean dan Dafin tertawa puas dengan aksi mereka. Perasaan bahagia semakin membuncah kala Bunda Jena dan Ayah Jo ikut bergabung bersama mereka. Ikut mengerjai Adit dan sesekali melempar candaan lucu.

Lewat tatapan mata, Dean dan Dafin saling melempar senyum tulus. Berterimakasih satu sama lain dan mengucap syukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa. Setelah melewati banyak hal, Dean dan Dafin belajar banyak untuk memahami satu sama lain. Berjanji untuk terus bersama apapun yang akan terjadi.

END

-𝕻𝖗𝖔𝖑𝖔𝖌 𝕿𝖜𝖎𝖓𝖘 𝖀𝖓𝖎𝖛𝖊𝖗𝖘𝖊-


"Mom, Dad, Dean janji akan jaga Dafin sebaik mungkin. Dia adik Dean." -Dean Arche

"Mom, Dad, Dafin janji akan selalu bersama Dean apapun yang akan terjadi." -Dafin Arche

𝚂𝚎𝚓𝚊𝚞𝚑 𝚒𝚗𝚒, 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚜𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚞𝚜𝚊𝚑𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚝𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚒𝚔 𝚖𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗?
.


.
.
.

-Pesan singkat oleh tokoh di Twins Universe-

(𝐾𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎)

Lee Haechan as Dafin Arche

Hai ges. Makasih udah ngikutin kisah gue sama Dean dari awal. Gue berharap apapun yang ada di kisah ini dapat kalian ambil sisi positifnya, tinggalin negatifnya ya!

Oh ya, sekali lagi gue ini gak lucu!😡 gue ini keren tau!😒

Na Jaemin as Dean Arche

Makasih dukungannya. Tetap semangat menjalani hari kalian. Dafin akan selalu aman sama gue.

Dafin punya gue.

Son Dongpyo as Adit Arche

Kalian keren🤙. Jangan patah semangat ya ges! Masalah makian gue sama anak-anak lain plis jangan ditiru🙏 Baik-baik ya dimanapun kalian berada.

Choi Beomgyu as Bimtara Gutama

Watsap mamen?! Eakk udah end aja nih book. Kalian kalo kangen tinggal baca ulang aja, kagak usah sedih begitu. Kalian yang baca ini makasih ya udah mampir hahaha. Semoga kalian sehat selalu❤

Huening Kai as Shawn Alfares

Hello guys! Thank you for your support! Semoga kalian sehat-sehat ya! Gue bahagia banget kalian udah baca cerita ini sampe END. Gue jadi ikutan terharu hahaha. Kalian jaga diri baik-baik ya guys! Kalau mau kemana-mana izin sama orang tua atau orang rumah, jangan kayak Dapin hehehe.

Choi Yeonjun as Gio Pratama

Thanks.

Author

Hai guys! Kaget ya booknya tiba-tiba END?

Hehehe, book ini emang dirancang nggak banyak part guys. Mengingat ini cerita dengan konflik ringan yang menceritakan kehidupan sehari-hari.

Kalau banyak part dengan konflik sehari-hari kayak gini terus dikhawatirkan akan membosankan 🙏

Untuk kelanjutannya kemungkinan akan author tulis di extra part yang mengisahkan keadaan Dean dan Dafin saat ini (masih rencana)

Author ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada kalian, pembaca cerita Twins Universe yang selalu support author hingga ceritanya END seperti sekarang❤

Author juga ingin meminta maaf jika ada kesalahan kata maupun alur dari cerita ini yang mungkin kurang menarik bagi kalian🙏

Semoga cerita yang author buat punya manfaat untuk kalian, entah sebagai penghibur dikala lelah, badmood dsb.

Akhir kata, terimakasih💚

Salam hangat,

-Author-
-Dean dan Dafin-

Continue Reading

You'll Also Like

19.9K 1.4K 28
Setiap cerita diciptakan tidak sekedar untuk di baca, kamu harus memahami lebih dalam agar bisa tahu maksud yang tersembunyi dari cerita itu. Setiap...
10.5K 740 23
(COMPLETED) Start: 16 September 2023 End: 7 Januari 2024
19.4M 881K 58
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
211K 20.9K 53
"Simpan kenangan yang baik saja. Tidurlah, pagi akan segera tiba, Arkhana." Pak Bah.