Hujan Kemarin

By mentarisendja_

2.3K 1.2K 1.2K

Semenjak dirimu pergi, hujan turun lebih sering. Start : 1 Oct 2022 Midnight update More

#Prolog
#1 : Is this last night?
#2 : Monolog
#3 : Aku rindu
#4 : Dia kembali
#5: Annoying boy
#6 : Positive
#8 ; Cooking with love
#9 : Another side of Aksa
#10 : Dia lagi
#11 : Malam Minggu

#7 : Apa yang terlewatkan?

129 75 13
By mentarisendja_


Jika ruang dan waktu bisa menghadirkan rindu.Biar ku pinta waktu untuk mencuri rindu mu. Dan membiarkan ruang mengembalikan kenangan. Agar semua tak hanya menjadi angan

°
°
°

Retta masih setia menatap langit-langit kamarnya. Mata sembabnya dipaksa untuk terus terbuka, meski rasanya semakin berat. Sepulang sekolah, ia kembali menangis. Tentu karena alasan dia cemburu, marah dan kecewa. Retta mencoba menggali kesadarannya, Marchel tidak seperti itu. Apapun yang Marchel lakukan saat ini bukan suatu kesalahan, hanya saja lagi-lagi tentang waktu.

Marchel telah kembali, ia dapat melihat kekasihnya lagi. Jelas suatu hal yang patut Retta syukuri. Tapi disisi lain, Retta merasa semakin tersiksa. Rasa rindu yang ingin segera bertemu, kini malah rasa kecewa yang bertamu. Doa-doa yang dulu selalu ia panjatkan pada Tuhan, benar dikabulkan. Ia bisa melihat Marchel kembali, tapi ia tersiksa jika ada dinding yang begitu kokoh membatasi mereka. Sulit bagi Retta untuk bertegur sapa dengan kekasihnya setelah melihat Marchel bersama gadis lain.

Entah menempati posisi sebagai apa gadis itu di kehidupan Marchel. Ia enggan mengakui bahwa, mereka lebih dari sekedar teman. Lantas pantas disebut apa hubungannya dengan Marchel? Bukankah Marchel masih kekasihnya? Lalu gadis itu?

Sebulan sudah berjalan seiring dengan rasa yang kian berkecamuk. Tanya yang selalu hadir berkali-kali menawarkan luka. Sejenak, ia ingin berhenti menerka semua hal buruk tentang Marchel. Namun kenyataan menjawab sudah keraguannya.

Entah untuk kesekian kalinya, selalu saja ia berharap untuk ada disisi Marchel. Karena harusnya memang Retta, kekasih Marchel. Bukan gadis lain yang kehadirannya menjadi tanya.

Berapa lama waktu yang telah terlewatkan? Apa yang selama ini telah terjadi pada Marchel, pada dirinya? Setelah malam itu, apa selanjutnya?

Bukankah mereka tetap sepasang kekasih meski jarak pernah memisahkan mereka? Mungkin banyak hal yang telah ia lewatkan selama Marchel dirawat di Singapura. Lalu siapa yang berbohong?

Saat hari dimana Marchel dipindahkan ke Singapura, benar-benar tidak ada interaksi yang terjalin antara Retta dan Marchel. Namun ia rutin menanyakan kabar Marchel lewat Ester, mama Marchel. Tidak ada yang aneh, Retta merasa bahwa tidak ada yang ia lewatkan. Kecuali... dua bulan setelah Marchel menjalani pengobatan di Singapura. Retta lost contact dengan Ester.

Sore itu, ia berniat menghubungi Ester namun tidak pernah bisa terhubung. Ia berpikir positif, mungkin saat itu Ester sedang sibuk atau barangkali Ester mengganti nomor teleponnya dengan kartu luar negeri. Dan hingga setibanya Marchel kembali menginjakkan kaki di SMA Nusantara satu bulan yang lalu, mereka tidak ada interaksi. Bahkan sampai saat ini.

Retta menghembuskan nafas dalam-dalam, ia menangkup wajahnya. Berusaha mengenyahkan semua hal yang ada dikepalanya.

"Retta?" Terdengar suara pintu diketuk dan suara Radit memanggilnya.

Retta membasahi tenggorokannya yang terasa kering setelah menangis. "Ya?"

"Makan dulu!"

"Nggak lapar," jawab Retta berbohong.

"Gue tungguin, di bawah."

Usai terdengar derap langkah Radit yang menjauh, Retta kembali menghembuskan nafas dalam. Ia harus segera turun jika tak mau Radit mengomel panjang lebar.


⏳⏳⏳


Radit menatap adiknya yang makan sambil terus menunduk. Poni rambut Retta yang sudah sedikit memanjang dari ukuran sebelumnya menutupi sebagian wajah Retta. Mungkin ini siasat Retta untuk menutupi mata sembabnya.

Tidak perlu Radit bertanya pada adiknya apa alasan Retta menangis malam ini. Tak lain dan tak bukan pasti karena Marchel. Entah bagaimana kabar kekasih Retta setelah malam itu. Ia tidak ingin membahasnya di meja makan seperti saat ini.

"Poni Lo nggak mau dijepit dulu Ta?"

Retta menggeleng dan masih saja menunduk. Pipinya menggembung karena sedang mengunyah makanan.

Diam-diam Radit menghembuskan nafas berat. Hilang selera makannya, sama seperti malam-malam sebelumnya. Radit selalu berharap mendapatkan hal yang yang menyenangkan saat makan malam dengan keluarganya, meskipun sekarang hanya dirinya dan Retta yang tersisa. Setelah sepuluh tahun yang lalu.

Terdengar kursi berderit sesaat Retta berdiri. Radit menatap adiknya dibalik kacamatanya.

"Gue udah makannya, mau tidur. Ngantuk," ujar Retta lalu bergegas pergi begitu saja.

Radit melepas kacamatanya yang sudah berembun. Ia mengerjapkan matanya, lalu mendongak. Berusaha menghalau air mata yang hendak turun. Mata sendunya menyorot piring-piring yang masih dipenuhi oleh lauk pauk yang ia masak sendiri sepulang kerja. Sama seperti piring yang lainnya, piring Retta juga utuh dengan nasi dan lauk pauknya.

Apakah ia telah mencapai batas dari garis waktu, untuk semua ketabahan dan kuatnya bertarung dalam waktu yang lama atas sebuah kehidupan untuk bahagia?

Ada saat-saat dalam kurun waktu dimana dirinya ingin egois, melepas beban dalam hidupnya. Tapi hati kecilnya tak mau, jika ia menyerah dan kalah, masa depan dipertaruhkan.

Tapi sampai bila ia harus menyimpannya sendiri?

Pengecut, ia tak berani menyampaikannya pada Retta. Ia tahu ini sudah terlampau jauh, terlambat. Untuk waktu yang tak pernah berhenti berlari, ia tak akan diam. Sebelum Retta semakin beranjak dewasa.

Mengerti, Retta memiliki dunianya sendiri. Adiknya dalam masa remaja yang mengalami pubertas juga jatuh cinta. Wajar jika dunianya saat ini adalah Marchel karena mungkin saja Retta belum bisa mengimbangi antara hati dengan logika.

Mungkin belum saatnya untuk adiknya memikirkan hal lain seperti hak dan kewajiban diusianya yang sangat belia. Tapi disisi lain, ia menegaskan bahwa Retta juga harus tahu dan pahami kondisi rumah. Realita kehidupan yang mungkin akan menamparnya. Tentang apa yang terjadi di rumah, kebutuhan, dan segala hal yang harus dihadapi meski terkadang menguras air mata. Dan tidak semuanya tentang cinta!

Ia laki-laki dua puluh dua tahun, normal dan memiliki hak atas dirinya sendiri. Memiliki cita-cita untuk kehidupan masa depannya, dan mungkin tidak akan selamanya bisa mengurus rumah dan adik semata wayangnya.

Sama halnya dengan Retta yang masih diusia belajar dan berkewajiban menuntut ilmu. Seharusnya dalam keadaan 'normal' Radit pun begitu. Disudut ruang hatinya, ia ingin seperti teman-temannya yang menempuh pendidikan lanjutan. Teman-temannya yang 'mahasiswa bebas', mereka yang menjalankan hidup sesuai dengan porsi usia mereka. Tak masalah ia memiliki tanggung jawab atas hidup adiknya, tapi tidak bisakah ia sedikit bebas dari semua itu?

Bukan berarti ia pernah menganggap Retta sebagai beban. Menilik rumah yang pondasinya sudah roboh, harus ada penyangga agar tetap bisa kokoh. Puing-puing yang rapuh, berserakan hingga sebagian penghuninya memilih pergi. Ia tetap berdiri berusaha menjadi rumah dan kehidupan untuk Retta. Biarpun sendirinya butuh tempat untuk bersandar.

Bukankah seharusnya Retta sudah sadar dan mengerti akan hal itu?

Radit memijat pelipisnya. Ia mendorong piring yang dihadapannya. Makanan sisa Retta yang hanya dimakan satu suap, ia masukkan ke dalam mulutnya. Dalam hati Radit berbisik, jerih payahnya tidak boleh disia-siakan.



















_____________________________

Holla!

After satu bulan gk update, I'm back!

Btw...
So far, gmn puasanya??? Lancar???











Byrainy 230323


Continue Reading

You'll Also Like

250K 18.4K 19
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.4M 163K 62
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
400K 46.9K 31
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.1M 210K 53
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?