NEIGHBOR

Autorstwa blueesilverr

140 22 3

Atherine yang terlalu trauma pada kisah masa lalunya, justru dipertemukan dengan Andra seorang tetangga apart... Więcej

two ; Nala
three; propose
four ; dilemma
five ; accepted

one; good intention

70 8 1
Autorstwa blueesilverr




Genap setahun hidup di Inggris dengan keadaan tidak memiliki apapun selain diri sendiri dan teman cerewet seperti Ale-mungkin tidak akan berhasil membuat seorang Arzenno Kalendra bertahan. Meninggalkan gemerlapnya ibukota Jakarta demi mengadu nasib di negara asing tidaklah mudah. Semua yang ia temui disini sangat kontras dengan kehidupannya dulu. Ia bahkan belum menemukan pekerjaan yang cocok untuk ditekuni dan memilih untuk bermusik di jalanan dengan temannya untuk mengisi waktu luang. Dari inisiatif bermusiknya tersebut, ia berhasil mengumpulkan uang untuk sekedar membeli makan untuk menyambung hidup.

Kata Ale, Andra itu tampan tapi bodoh. Bagaimana tidak? Ia rela mengorbankan sebuah tawaran menjadi model demi menjalani kegiatan bermusik yang tentu saja hasilnya tidak seberapa dibandingkan berpose di depan kamera. Memang terkadang Ale tidak memahami jalan pikir Andra. Dan tentu saja satu hal yang selalu membuatnya penasaran adalah mengapa Andra selalu menolak untuk bekerja di dunia entertainment yang jelas-jelas membutuhkan dirinya.

“Gue cuma nggak suka menjual tampang dan tubuh gue untuk dikonsumsi publik,” Andra duduk di sebuah kursi rotan seraya menyeduh kopi dalam cangkir.

Di sebelahnya ada Ale yang tengah berdecak kesal sebab sudah kesekian kalinya mendengar temannya berucap demikian. Ia sempat berpikir seiring berjalannya waktu jalan pikiran Andra akan berubah, tetapi nyatanya tetap sama saja. Tidak ada perubahan atau kemajuan.

“Hidup di negara orang itu susah, Ndra. lo mau kita jadi gelandangan cuma gara-gara lo sering nolak tawaran jadi artis?”

Andra mengendikkan bahu, “lo sendiri kenapa masih ngikut gue bermusik?”

Ale cengengesan, “Selagi gue bisa makan enak, kenapa nggak?”

“Tuh lo tau, jadi nggak usah rewel deh,”

Ale mendengus. Percuma memang memberikan saran kepada manusia batu seperti Andra ini. Maka dari itu ia memilih Membiarkan Andra menikmati kopi hangatnya. Mereka tidak bercakap-cakap lagi hingga suara dering bel pintu terdengar. Ale sigap beranjak dari kursinya, namun langkahnya tertahan setelah Andra menarik kupluk hoodie-nya dari belakang.

“Astaga, gue kejengkang ini!”

“Itu tamu gue, lo duduk sini aja jangan kebanyakan tingkah,”

Tak mau berdebat panjang, Ale memilih mengalah. Lagipula ia heran bagaimana bisa Andra tahu jika seseorang di luar sana adalah tamunya? Bagaimana jika ternyata yang datang adalah jasa delivery atau laundry?.

Meninggalkan Ale yang sibuk dengan pikirannya, Andra justru melangkahkan kaki dengan semangat kemudian membuka pintu. Nampak seorang wanita yang tengah berdiri di luar dengan raut wajah dingin. Tetapi Andra sudah terbiasa melihatnya, maka dari itu ia sama sekali tidak terkejut.

“Hai,”

“Aku datang untuk mengembalikan pengisi daya baterai milikmu, terimakasih. Saya pulang dulu,”

“Hei tung—gu,”

Andra terkesiap namun langkahnya kalah cepat. Lidahnya kelu tak sanggup mengucap sepatah katapun untuk menahan kepergian wanita tadi. Batinnya menjerit lantas mengutuki kebodohannya yang selalu bertindak lambat.

“Oh jadi tamu lo itu si tetangga sebelah?” Ale muncul kembali dengan sekaleng keripik singkong dari balik punggung Andra.

“Masih berniat mau nikahin manusia es itu?” sambungnya.

Andra berdecak, “Sembarangan banget lo kasih dia nama,”

“Emang iya kan? Dia cuek banget sumpah tapi cantiknya juga nggak ngotak sih,”

Andra tidak menyalahkan sudut pandang Ale tentang seorang wanita yang ia kenal baik dengan nama Atherine. Seorang wanita misterius yang telah menjadi tetangga apartemen mereka sejak awal mereka pindah kemari. Saking tertutupnya Atherine hampir tidak pernah terlihat bersosialisasi dengan siapapun di dekat sini. Andra berulang kali melihatnya keluar untuk bekerja saja. Selebihnya, Atherine benar-benar tidak pernah terlihat keluar dari apartemen.

“Jangan-jangan dia psikopat lagi. lo tau kan orang-orang misterius dan dingin kayak dia tuh patut dicurigai.”

“lo bisa diem nggak sih? lo boleh punya asumsi tapi nggak asal nuduh dia juga kali,”

Yaelah Andra gue bercanda doang kali," Ale mencoba membela diri saat tatapan mematikan Andra menukik tajam kepadanya.

“Bercanda lo berlebihan,” Andra bangkit dari kursinya kemudian berjalan menuju gantungan baju di dekat pintu.

Diambilnya satu coat dengan warna hijau army lalu memakainya cepat. Ale tidak menegur, sebaliknya ia melihat ke arah jam dinding yang baru menunjukkan pukul 7 pagi. Waktu yang tidak biasa baginya melihat sesosok temannya itu bepergian di jam-jam genting.

Jam-jam genting yang disebut disini adalah jam yang menurut Andra dan Ale adalah jam orang sibuk. Dan pantang bagi mereka pergi di jam-jam seperti itu karena itu bukan bagian dari gaya mereka sehari-hari. Tapi lihatlah sekarang, Andra bahkan tidak merasa ragu menenggerkan coat ke tubuh kekarnya dan berniat keluar rumah.

“Nggak kepagian apa? Biasanya keluar agak siangan?” ujar Ale.

“Mau nyari sarapan. Berdebat disini sama lo yang ada nanti mati kelaparan gue.”

Lah gue nggak diajak?”

Tak mengindahkan pertanyaan Ale, Andra memilih keluar dari apartemen dengan langkah lebar. Baginya keluar dari apartemen untuk sekedar jalan-jalan adalah suatu hal yang bagus dibandingkan diam di apartemen terjebak adu argumen dengan Ale. Lalu kemudian berakhir dengan sakit kepala berhari-hari akibat omongan menusuk yang Ale ucapkan padanya.

Ia hampir saja meninggalkan apartemen jika saja langkahnya tidak dihadang oleh seseorang. Ia mendongak dan melotot sejenak kala melihat sesosok gadis mungil mengembangkan senyum kepadanya seraya melambaikan tangan. Dia mengenal gadis ini, tentu saja. Bahkan dari parfum yang dikenakan dan tak sengaja tercium oleh hidungnya, ia mengenal baik siapa gerangan gadis dihadapannya itu.

“Hai Andra,”

“Hai juga, mencari Ale ya? Dia di dalam, masuk saja!”

Bertepatan dengan ijin yang ia berikan, pintu apartemen terbuka kembali. Nampaklah Ale dengan tampilan lebih rapi dan coat yang abu yang sudah terpasang membalut tubuhnya. Tatapan paniknya berubah redup menjadi lebih hangat kala manik matanya bertemu tatap dengan manik mata kecoklatan milik si gadis mungil. Senyumnya mengembang setelah itu.

“Pagi Ale,”

“Pagi juga Whitney,”

“Kalian mau pergi kemana?”

Ale dan Andre saling berpandangan sejenak, “Kami tidak berencana untuk—”

“Sarapan, kamu mau ikut sekalian?”

Baiklah, Andra hanya bisa pasrah kala melihat Whitney dengan entengnya menganggukkan kepala menyetujui ajakan dari Ale. Siap-siap saja dompetnya akan terkuras jika sudah mengajak dua manusia ini makan bersamanya.

“Yuk nanti keburu siang!”

Andra kembali mengembuskan napas kala melihat Ale menggandeng Whitney berjalan mendahului dirinya. Nasib single memang begini. Harus siap acap kali melihat adegan romantis ditayangkan secara langsung tepat di depan mata. Sungguh naas.

○○••○○

“Kalau kata gue nyerah aja, Ndra. Masih banyak cewek—”

Plakkk

Ale mengaduh kala lengan kirinya dengan kerasnya ditampar oleh Whitney. Mereka saling berpandangan sejenak sebelum gadis mungil itu dengan santainya menjulurkan tangan menyentuh lengan milik Andra. Dengan santainya pula mengelus lengan itu tepat di depan mata Ale. Ingin sekali rasanya lelaki itu marah, namun dengan cepat Whitney kembali melotot. Seketika itu pula nyali Ale untuk marah pun menciut.

“Jangan dengarkan apa kata dia, Andra.  This must be hard, but I know you can. Believe me, hm?

Whitney berucap dengan Bahasa Inggris yang fasih. Meskipun berdarah campuran Inggris-Indonesia, Whitney tidak terlalu lancar dalam berbahasa Indonesia. Sebab sejak kecil ia tinggal di Inggris bersama dengan kedua orang tuanya.

“Makasih ya, Whitney. Sekarang aku paham kenapa manusia modelan Ale harus dapet cewek kayak kamu. Ya supaya ada yang ngerem mulut cerewetnya itu biar nggak kebanyakan ngomong sembarangan!” sahut Andra seraya memandang Ale sekilas.

“Awas ya lo, nggak temen nih kita!” desis Ale lalu menggigit sandwichnya emosi.

By the way, aku nggak tau gimana cara mendapatkan hati Atherine secepat itu. Apalagi aku punya niat baik mau langsung nikahin dia,”

Whitney terhenyak, "Wow that's a good intention, Andra. Aku jarang sekali melihat orang bertindak secepat yang kamu lakukan disini. Apalagi kamu tidak terlalu mengenal dia sebelumnya.”

“Di negara asal kami banyak kok fenomena kayak gini. Banyak yang baru kenalan udah langsung nikah dan akan mengenal satu sama lain dengan baik setelah menikah.”

Wow, kamu dengar itu Ale?.” Whitney yang kagum dengan ucapan Andra pun menyalurkan kekagumannya untuk dibagi dengan Ale. Gadis itu menatap sang kekasih dengan tatapan berbinar.

Lelaki bersurai silver itu pun tercekat. Ia meringis mendengar ucapan Whitney. Secara tiba-tiba ia merasa tersindir karena selama ini hanya memberikan janji-janji saja kepada Whitney bahwa mereka akan menjadi 'one and forever'. Padahal sesungguhnya yang dibutuhkan oleh Whitney adalah kepastian dan bukan sekedar janji-janji semata.

tuh dengerin, cepetan cari kerja yang bener biar bisa seriusin cewek lo noh,” ucap Andra setelah Whitney berlalu ke meja counter untuk memesan minuman.

“Kayak lo udah bener aja pakai nasehatin gue, Ndra. Sana cari kerja yang bener juga biar Atherine kelepek-kelepek sama lo!” sahut Ale tidak santai.

“Tapi ya Ndra gue beneran masih nggak habis pikir. Lo sebenernya bercanda doang apa beneran sih mau nikahin Atherine?”

“lo kenal gue dari jaman masih pake pampers. Ekspresi gue kurang semeyakinkan apa coba? Ini gue serius!”

Ale mengangguk. Ia memang tidak melihat seraut keraguan atau sekedar bercanda saja dalam wajah sahabatnya. Namun ini kali pertama juga baginya melihat Andra serius perihal percintaan. Andra itu mantan playboy. Pacarnya bergonta ganti dan mantannya ada dimana-mana. Tetapi ketika bertemu Atherine, semuanya berubah. Keseriusan sering terlihat dari lagak dan nada bicaranya. Aneh, mantra apa yang sudah Atherine gunakan untuk memikat perhatian Andra?.

“Serius dari hati kan? Bukan sekedar alibi doang?”

"Alibi?"

“Gue ada disini karena nemenin lo kabur dari rumah kalau lo lupa,”

Andra mendengus kemudian menatap ke luar jendela. Secara tiba-tiba langit pagi yang tadinya cerah terang benderang, kini secara mengejutkan berubah mendung mengikuti suasana hatinya. Belum lagi penampakan di seberang sana yang semakin membuatnya kalut.

Atherine dengan pakaian kerjanya yang rapi. Tengah berdiri di sisi jalan seraya melirik ke arah jam tangan. Dia nampak berkilauan dengan balutan blouse putih dan rok ketat diatas lutut berwarna beige. Surai hitam legamnya yang kini memiliki poni itu dibiarkan tergerai. Memberikan kesempatan bagi angin yang dengan jahilnya datang membuat surainya berkibar samar.

“Gue nggak mau menganggap pernikahan gue nanti sebagai sebuah alibi. Gue udah cukup dewasa untuk berpikir kekanak-kanakan kayak gitu Al,"

“Hebat, kenapa akhir-akhir ini omongan lo deep banget sih?”

Andra tidak menjawab. Sebaliknya ia sibuk melihat Atherine yang sudah menghilang masuk ke dalam taksi.

“Nggak tau kenapa gue ngerasa kalau Atherine nggak butuh seseorang yang cuma main-main aja sama dia. Dia itu butuh sosok yang menerima dia apa adanya, yang bisa jadi sandaran buat dia.”

“Ndra ... ”

“Gue bisa rasain semua itu setiap gue natap jauh ke dalam mata dia, Al. Itulah yang membuat gue yakin untuk serius sama dia.”

Ale hanya mengangguk. Memilih untuk menghargai sudut pandang sang kawan. Dan kembalinya Whitney untuk bergabung bersama mereka menjadi pertanda bahwa mereka harus melanjutkan sesi sarapan.

○○••○○

Jam menunjukkan bahwa hari telah berubah menjadi sore. Andra dan Ale baru saja pulang setelah seharian berpindah kesana kemari bermain musik tanpa henti. Sebuah cafe mini yang mereka temui dalam perjalanan pulang—menjadi pilihan untuk istirahat sebentar melepas penat.

Mereka tidak membeli minuman yang mahal. Hasil bermusik hari ini tidak begitu banyak. Mereka akan membelanjakan sebagian untuk membeli kebutuhan sehari-hari lalu sisanya akan disimpan dalam tabungan.

Itu hampir menjadi momen yang menenangkan sore itu. Duduk di sebuah cafe mini sembari menikmati dua ice americano, jika saja netra Andra tidak menangkap sesosok familiar yang mencuri perhatian. Tidak seperti biasanya, sosok itu tampak gelisah. Celingukan kesana kemari seperti tengah menunggu sesuatu, namun tak yakin datangnya darimana.

Inisiatif Andra pun timbul. Ia menyeberang jalanan tanpa mempedulikan Ale yang berteriak memanggil-manggil namanya. Fokusnya hanya satu. Menghampiri seorang wanita berbalut pakaian kerja yang sedang berdiri di depan sebuah toko bakery.

“Atherine?”

“Oh syukurlah aku bertemu denganmu,”

Andra mengerutkan kening lantas menarik sudut bibir membentuk selengkung garis manis serta semburat merah yang mungkin sudah nampak jelas di kedua pipi. Entah mengapa ia merasa bahagia melihat Atherine menyambut hangat kehadirannya. Wanita itu dengan cepat meraih pergelangan tangan kanannya lalu ditarik mendekat ke arahnya.

“Ya?”

“Andra, apakah kau bisa mengantarku?” Atherine kembali berucap dengan nada pinta yang membuat Andra terkesiap.

Hey, Atherine membutuhkan bantuannya? Apakah ini mimpi? Sekiranya begitulah isi pikiran Andra sekarang.

“Keman—”

“Kau tidak perlu mengkhawatirkan masalah kendaraan, aku bisa pinjam dari rekan kerjaku. Kau bisa mengemudi bukan?”

Andra mengangguk, “Ya aku bisa,”

“Baguslah, tunggu sebentar. Jangan kemana-mana aku tidak akan lama!”

Atherine berlarian masuk ke dalam gedung besar di sebelah bakery tempatnya berdiri tadi. Cepat sekali tubuh jakung wanita itu menghilang dari pandangan Andra lalu tak lama kemudian muncul kembali masih dengan seraut wajah panik sama seperti tadi.

“Ini kuncinya, mobilnya ada di basement,

“Ayo pergi kesana!”

Mereka berjalan berdampingan menuju basement untuk menjemput mobil. Tak lama kemudian keluar dari area gedung perkantoran menuju sebuah tempat yang ditunjukkan oleh Atherine. Pada awalnya Andra hanya mengikuti saja seluruh arah yang ditunjukkan oleh wanita tersebut tanpa protes. Namun ketika ia menyadari bahwa mereka tengah menuju sebuah lokasi yang tidak asing, ia pun bertanya.

“Kita akan ke bandara?” tanya Andra, Atherine mengangguk.

“Hm aku ingin menjemput seseorang,”

Andra mengangguk kecil seraya mempercepat laju mobil menuju bandara. Berkat keahlian mengemudi yang tidak dapat diragukan lagi, mereka berhasil menempuh jarak sejauh itu hanya dalam waktu kurang setengah jam.

Sesampainya disana Atherine tidak membuang waktu sama sekali. Ia segera membuka pintu lalu keluar. Sedangkan Andra hanya termenung di tempatnya karena tidak berhasil mencegah Atherine yang lebih dulu berlari keluar meninggalkannya. Setelah memarkirkan mobil dengan aman, barulah ia keluar dari mobil menyusul Atherine yang lebih dulu masuk ke dalam bandara.

Pandangannya jatuh pada Atherine yang tengah memeluk seseorang dengan sangat erat. Andra baru pertama kali melihatnya, karena setahunya Atherine memang tinggal seorang diri di apartemen. Namun kali ini, sepertinya ia akan menerima seorang tamu di apartemennya yang sunyi itu.

“Hai,”

“Oh Andra maaf saya langsung pergi begitu saja tadi,”

“Tidak apa ... hmm ... ini siapa?” Andra bertanya seraya menjatuhkan tatapannya pada seorang gadis remaja dengan surai hitam legam mirip sekali dengan surai milik Atherine.

Belum sempat terjadi sesi perkenalan, gadis remaja itu pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata. Atherine yang panik segera menyusul diikuti Andra yang mengekor di belakang mereka. Sempat lelaki itu berhenti karena melihat Atherine dan gadis tadi sempat saling berteriak dalam bahasa yang tidak ia mengerti. Tak ingin mengganggu juga ia pun hanya diam ditempat sebelum kembali berjalan menyusul keduanya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.

“Kamu salah paham Nala,”

Itulah ucapan Atherine yang Andra dengar dalam Bahasa Indonesia-ketika dirinya masuk ke dalam mobil dan hendak menyalakan mesin.

Atherine bisa berbahasa Indonesia? Aih, sebenarnya darimana wanita ini berasal?.

“Mana ada, om ini pacar Bunda kan?”

Bunda?!

Andra tercekat. Apa dia tidak salah mendengar tadi? Gadis remaja itu memanggil Atherine dengan sebutan bunda?.

“Nala ayolah,”

Andra berdeham. Seketika itu pula perdebatan diantara Atherine dan gadis remaja bernama Nala itu terhenti seketika. Tidak ada sepatah kata keluar selain mobil yang bergerak maju meninggalkan bandara tadi.

“Pokoknya Nala nggak setuju kalau Bunda nikah sama dia.”

Detik itu pula punggung Andra terasa seperti disiram seember air es. Seketika rasanya untuk bernapas saja menjadi sulit sekali.

Jadi apakah niat baiknya untuk menikah dengan Atherine akan kandas secepat ini?.











~~~



The cast







Andra


Atherine



Nala


Ale













hai hai aku balik bawa cerita baru!

Kapalnya emang lagi nggak berlayar, tapi daripada numpuk di draft, aku publish dulu aja, siapa tau masih ada yang mau baca ...




Gimana lanjut nggak nih?

~~~~

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

236K 6.9K 81
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
382K 13.7K 60
𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire is the first female f1 driver in 𝗗𝗘𝗖𝗔𝗗𝗘𝗦 OR 𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire and charle...
1.1M 36.2K 62
𝐒𝐓𝐀𝐑𝐆𝐈𝐑𝐋 ──── ❝i just wanna see you shine, 'cause i know you are a stargirl!❞ 𝐈𝐍 𝐖𝐇𝐈𝐂𝐇 jude bellingham finally manages to shoot...
548K 42.8K 64
Unicode ~~Zawgyi သားကိုအလွန်ချစ်ပြီးအူတို​သော~~ဦး​​ကျော်ကြား ​ဖခင်နဲ့လင်ဖြစ်သူ ကြားဗျာများရတဲ့ ~~သျှားမြတ်​ကျော် သျှားချစ်သူကျီးကန်းမည်း​လေး~အံ့မင်း...