Step On The Lament || {TOMARR...

By Flair_12

34.5K 4.1K 610

Horcrux dalam diri Harry Potter berubah menjadi sebuah janin, yang kemudian lahir sebagai bayi perempuan pali... More

1. Birth and Death
2. Lament
3. Golden Gloom
4. Pieces Of Soul
5. A Bridge To Connect
6. The Dove Hums
7. Beyond The Sleep
8. House of Lotus
9. Foreign Portraits
Suratku, Untuk Kamu
Pengumuman
11. Hope

10. Dark Thoughts

1.8K 216 26
By Flair_12

Ada dua reaksi yang timbul dengan munculnya potret Harry Potter yang resmi dinyatakan sebagai Permaisuri Voldemort.

Kekaguman.

Kerinduan.

Kebencian.

Dan di beberapa tempat...

Kegilaan.

Meski begitu, Voldemort tidak lengah dan terus waspada terhadap semua pandangan yang diarahkan pada Permaisurinya, mendengar semua pujian dan hinaan yang ditujukan pada mereka berdua. Tapi dia tidak peduli dan dengan bangga menyatakan kepada dunia bahwa Harry Potter adalah Permaisurinya.

Tapi tak sekalipun dia menduga hal seperti inilah yang akan muncul.

.
.

.

.

.

.

.

Hari itu dilalui dengan pagi yang indah.

Athy kecil yang berusia empat tahun, penyayang binatang dan memiliki senyum semanis gula-gula sembari menggeneong anak kucing pemberian Lucius, adalah apa yang menyambut Voldemort begitu dia membuka matanya.

Mereka sarapan pancake pagi itu. Voldemort dengan kuah mapel dan Athy kecil mengambil bereksperimen mencampurkan berbagai jenis buah dan menuangkan coklat leleh di atasnya.

Selepas sarapan mereka kembali ke rutinitas masing-masing.

Athy kecil pergi bersama Narcissa, menerima pendidikan usia dini yang mengembangkan nilai-nilai karakter dan meningkatkan indra nya. Sengaja Voldemort memilih itu. Kebanyakan anak darah murni di usia Athy telah menerima pengajaran tentang membaca dan menulis, berhitung, sihir dan kelas menari. Tapi untuk anak kecil yang menyayangi binatang berbulu lembut itu Voldemort memilih untuk mengembangkan karakter dasar dan etika. Urusan baca dan tulis-menulis dapat diajarkan tahun depan.

Lalu Voldemort sendiri mengadakan rapat lainnya di gedung baru Kementerian, tidak begitu jauh kediamannya sendiri. Ada beberapa pertemuan penting hari itu. Beberapa tamunya datang dari Italia dan Swiss. Voldemort ingin menjalin kerja sama dengan mereka terkait ekspor-impor yang mengalami penurunan.

Rapat demi rapat terus berganti, berjalan dengan lancar dan menghasilkan apa yang Voldemort inginkan. Semuanya berjalan lancar.

Siang hari tiba, Voldemort pulang dan makan siang bersama Athy. Selesai makan, Voldemort menanyakan hal-hal yang Athy lakukan sepanjang hari, bagaimana ia menikmati harinya. Keduanya bermain bersama di ruang bermain Athy. Voldemort memainkan beberapa lagu di pianonya, sangat menghibur Athy dan mengundangnya untuk menari-nari di atas karpet berbulu lembut.

Saat Athy menunjukkan tanda-tanda kelelahan, Voldemort menggendongnya menuju kamar Athy, menimang nya untuk tidur.

Selanjutnya adalah rapat dengan para Pelahap Maut.

Dan saat itulah langit Voldemort runtuh.

*

*

*

*

*

Bam!

Beberapa Pelahap Maut terlonjak kaget saat pintu ruang rapat dibanting oleh seseorang yang jika dilihat dari pakaiannya, adalah orang Kementerian.

Lucius adalah yang pertama bereaksi. Dia bangkit dari duduknya dan menunjuk langsung pelaku yang masuk tanpa izin. "Kau! Apa kau tahu kami sedang rapat di sini?!" Bentaknya sangar.

Orang itu, terengah-engah dan berkeringat, bertumpu di kedua kakinya yang lelah setelah berlari. "Tu-tuanku-" Penyusup itu mencoba masuk namun dihalangi oleh Pelahap Maut lain.

"Kau! Jangan berani mencoba untuk masuk-"

"Biarkan." Suara Voldemort menyela, tangannya terangkat memberi tanda. "Biarkan dia masuk. Aku ingin mendengar hal penting macam apa yang membuatnya berani mendobrak masuk." Kata-katanya mungkin pelan dan tak mengandung kutukan, tapi tetap saja mampu menggetarkan hati bagi pendengar untuk berlutut padanya.

Namun, pekerja kementerian itu kepalang panik. Dengan napas masih terengah-engah, dia mencoba memberi tahu dengan terbata-bata.

"Tu-Tuanku..itu..Potter-"

"Potter? Apa urusan orang mati yang membuatmu begitu panik?" Voldemort menyela, mulai tidak sabar. Meski begitu, tubuhnya bereaksi dengan condong ke depan tanpa sadar.

"Potter..makam-makam Potter!" Pria itu tergagap, panik dan takut bercampur. Aura Pangeran Kegelapan menekannya sangat keras. Saking tidak jelasnya pria itu berbicara, Voldemort sampai dibuatnya kesal.

"Apa? Aku tidak mendengarmu." Tapi pria itu masih juga tergagap. Sudut mata Voldemort berdenyut kesal.

"BICARA DENGAN JELAS!"

"MAKAM HARRY POTTER DIBONGKAR DAN MAYATNYA HILANG!"

Hening sejenak.

Setiap orang di dalam ruangan itu terlonjak kaget saat seluruh kaca dan benda-benda keramik di ruangan itu pecah. Dan Voldemort, menekan semua orang untuk jatuh berlutut di lantai dengan sihirnya.

"Tunjukan padaku."

Ada alasan mengapa Voldemort digadang-gadang sebagai penyihir gelap paling gelap dalam 500 tahun terakhir.

*

*

*

*

*

*

Pusara Godric's Hollow ramai. Bukan karena keluarga yang mengantarkan peristirahatan terakhir orang terkasih, tapi dipenuhi oleh Auror dan Pelahap Maut serta sekelompok wartawan.

Sekumpulan Auror dan Pelahap Maut menutupi satu makam dari pandangan orang lain. Menutup Pusara Godric's Hollow dengan garis di sepanjang jalan Pusara.

Voldemort terlihat sangat marah.

Dia mengerikan. Aura gelap dari sihirnya membaur bersama udara, terasa bahkan saat udara dihirup dan masuk ke paru-paru, bagaikan asap yang membuat sesak. Matanya yang merah menakuti orang-orang di sekitarnya, terlihat menyala-nyala seperti kobaran api, menonjol dengan terik matahari.

"Jelaskan." Voldemort terus berjalan masuk ke area Pusara, menyusuri jalan dari orang-orang yang menyingkir dari jalannya.

"Pelapor hendak berziarah ke makam orangtuanya saat melihat kuburan Harry Potter rusak." Kepala Auror melaporkan, Kingsleigh Shacklebolt, membawa Voldemort dan dua Pelahap Maut Lingkaran Dalam bersamanya.

Voldemort berhenti di sebuah kekacauan. Batu nisan yang setengah hancur, tanah yang digali kasar dan asal-asalan, potongan-potongan kayu menghitam karena panas, aroma hangus terbakar, dan beberapa robekan potongan kain.

"Rusak?" Voldemort bergumam, matanya memandang ke kuburan lain dan membandingkannya dengan kekacauan di hadapannya. "Seperti ada badai yang hanya terjadi di titik ini." Matanya menangkap Batu nisan di sisinya.

James Fleamont Potter
Lily Jane Potter nee Evans

31 Oktober 1981

Matanya memandang Batu nisan yang hancur, tak dapat dikenali lagi nama yang terukir di sana. Tidak salah lagi. Ini makam Harry Potter.

Voldemorr menggertak kan gigi-giginya, berusaha keras menahan diri untuk tidak melempar kutukan. Tidak. Dia tidak akan melakukan itu di tempat peristirahatan terakhir ibu Athlarien.

"Temukan!" Voldemort bersuara dengan keras, sihirnya yang gelap bocor dan membuat hawa tempat itu sesak. Semua orang merasa tertekan dan beberapa jatuh berlutut. "Temukan pelakunya dalam 48 jam sebelum aku sendiri yang turun tangan!"

.

.

.

.

.

Peringatan!

Akan ada konten sensitif dan menjijikkan! Mengandung konten pemerkosaan, penyiksaan, kegilaan, dan penyimpangan seksual terhadap mayat!

Bijaklah dalam membaca!

"Dia sangat cantik." Orang itu berkata, memandang tubuh yang terbaring di atas kasurnya tanpa sehelai benang pun. Mata coklatnya memandang tubuh itu penuh kekaguman. Matanya berbinar meminum semua yang dihidangkan tubuh itu padanya.

"Aku menarik kata-kata ku, Cormac. Idemu kali ini benar-benar bagus!" Sosok pria kedua di ruangan itu berkata, duduk di ujung kasur dengan mata tak lepas dari tubuh tak bernyawa di kasur.

Cormac Mclaggen bergerak dari kursinya, ikut mendekat ke kasur, mata tak pernah lepas dari permata tak bernyawa. "Kubilang juga apa. Dia Harry Potter, pasti ada sesuatu bahkan setelah dia mati. Apalagi-" Mata coklatnya berpindah dari wajah ke tubuh, melahap pemandangan yang menggairahkan sekaligus mendebarkan. "Tubuhnya. Lihat saja semua ini. Wajahnya, dadanya, dan.." Cormac dan temannya-Adrian Pucey-menatap tak berkedip dengan apa yang ada di antara kedua kaki mayat Harry Potter.

"Siapapun yang ditawari hal cantik seperti ini," Tangan Adrian melayang, jatuh menyentuh kulit halus paha yang terasa anehnya hangat. "Juga tidak akan menolak."

Tangan Cormac sendiri tidak tinggal diam, mendarat di perut yang memiliki gundukan lembut. Dia membelai perut itu dalam pola abstrak dan mengerang karena sensasi sesak di celananya.

Adrian melirik Cormac dengan penuh makna, mulutnya tersungging membentuk senyum jahat. "Ini idemu, Cormac, kau bisa menikmatinya pertama-tama."

Cormac membalas senyum itu dengan tawa. Dia melepas celananya.

.

.

.

.

.

Sedih banget kalau mikirin hal kayak gini terjadi di dunia nyata sampai sekarang.

Kalian jaga diri baik-baik ya

Dunia udah gila soalnya

.

.

.

.

.

Zacharias Smith memandang Cormac McLaggen dengan tatapan seakan bertanya apakah orang dihadapannya ini bodoh atau otaknya jatuh di celana dalamnya. Cormac balas menertawakan tatapan itu.

Cormac menyandarkan punggungnya ke kursi, tangan meraih botol bir yang ia habiskan dalam sekejap.

"Kau memanggilku hanya untuk ini?" Zacharias bertanya dengan nada mencemooh, menunjuk sosok telanjang bulat di kasur tak sadarkan diri, yang sedang ditiduri oleh Zacharias yakini adalah Marcus Flint. Mata coklatnya juga melirik Adrian Pucey yang sedang masturbasi, menikmati pemandangan temannya meniduri sosok tak sadarkan diri itu.

Cormac melempar botol bir ke sudut ruangan. "Ini bukan sekadar 'hanya', Zacharias." Cormac menyeka mulutnya dengan lengan bajunya kasar, dia menyeringai dan menunjuk sosok di kasur. "Perhatikan baik-baik wajahnya!"

Meski setengah hati dan sedikit enggan, Zacharias menurut dan berjalan mendekat. Dia mengernyit pada Marcus yang mencapai klimaksnya, namun kembali fokus pada sosok yang ditiduri. Dia sedikit membungkuk dan menggunakan tangannya untuk menyingkirkan rambut hitam yang menutupi wajah sosok ini.

Zacharias memuji betapa lembutnya rambut hitam ini, lalu matanya menangkap bekas luka berbentuk petir. Zacharias hanya tahu satu orang yang memiliki bekas luka unik itu, yang setahun ya sudah meninggal 5 tahun yang lalu.

Harry Potter.

Mayat Harry Potter yang hilang ada di depannya.

Menjadi alat pemuas nafsu.

Zacharias terbahak-bahak dengan pemikiran itu. Cormac di kursinya ikut tertawa, tergelak menertawakan nasib mayat ini.

"Dari mana kau mendapatkan ide ini, Cormac?" Ucapnya terpotong dengan tawa lagi, tangan mendarat di perutnya yang mulai sakit karena terlalu banyak tertawa. "Ini luar biasa!"

Cormac tersenyum lebar. "Hebat, kan? Aku hanya bisa memandangnya semasa menjadi murid di Hogwarts, dan kini dia bahkan tak bisa merespon apapun kecuali membuka selangkangannya pada orang asing!"

Mantan Hufflepuff itu mendengus. "Bukankah dia sejak awal seperti itu? Dia bahkan memamerkan selangkangannya pada Kau-Tahu-Siapa dan memiliki anak. Aku tidak heran jika bahkan saat mati pun, dia akan masih menjadi seperti ini. Tidak lebih dari seorang pelacur!" Pemuda itu membuka jubahnya, melemparnya ke sembarang arah, mata tak lepas dari mayat yang dinajiskan oleh binatang-binatang berwujud manusia.

"Siapa aku menolak emas yang ditawarkan secara percuma?" Zacharias berkata, kini sepenuhnya telanjang.

Jari-jari menjalar di sepanjang garis tulang punggung, mendarat di bongkahan daging kembar yang kenyal, tangan mencengkram, lalu memukulnya dengan kuat hingga meninggalkan jejak merah.

Oh, betapa Zacharias akan menikmati ini.

.

.

.

.

.

Atmosfer salah satu ruangan Grimmauld Place No.12 tegang dan suram.

Seluruh anggota Order of Phoenix, termasuk Severus, berkumpul sekali lagi untuk mengadakan rapat darurat. Albus Dumbledore terlihat setia usianya, begitu lelah pandangan matanya berkibar pada dunia.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Molly berkata dengan tidak percaya, gelisah dan gundah. Dia baru saja membaca headline Daily Prophet yang memberitakan hilangnya jasad Harry Potter dan makamnya yang dihancurkan. Tak sekalipun dia pernah berpikir bahwa akan datang hari di mana akan terjadi hal seperti ini.

Lagi pula, orang gila macam apa yang mau merusak kuburan orang dan mengambil mayatnya.

Tonks membuang napas berat. "Merusak kuburan dan mengambil mayatnya? Apa manfaat yang kau dapat dari itu memangnya? Orang-orang gila!"

Ron tenggelam di kursinya, tangannya menggenggam kuat tangan Hermione di bawah meja. Ron seperti ingin menjadi gila. Baru beberapa hari yang lalu, dia dan istrinya, Hermione, melayat ke kuburan sahabat mereka. Menaruh beberapa bunga bakung dan menceritakan keseharian mereka berdua tanpa sahabat mereka.

Hidup tanpa sahabat mereka, itu sulit. Mengetahui bahwa mayat sahabatmu menghilang, adalah mimpi buruk.

Hermione melirik suaminya. Jari-jari nya mengelus punggung tangan Ron yang menggenggam tangannya, memberikan sedikit dukungan menenangkan hati. Dia berbisik, "Kita akan menemukannya. Kita hanya perlu bersabar. Tidak mengapa, Ronnie."

Ron balas menatapnya, penuh cinta dan sedih. Senyum sedih di wajahnya. Bahkan dengan semua bisikan dan dukungan penuh cinta Hermione, gelisah dan sedih di hatinya masih belum pulih. Keduanya masih belum pulih dengan kematian Harry, bahkan setelah 5 tahun berlalu.

"Aku ingin kalian semua membuka telinga kalian, waspada terhadap-"

"Ini semua jebakanjebakan, Albus!" Moody menyela mendadak.

Semua mata fokus pada si mantan auror, yang terlihat ganas dan mata palsunya memandang sekeliling tanpa henti.

Membuang napas, Albus menenangkan dirinya. "Mengapa menurutmu ini jebakan, Alastor?"

Moody mendengus kencang, ekspresi jengkel di wajahnya. "Sudah jelas sekali kalau ini hanya akal-akalan Dark Lord! Mayat Harry Potter tidak hilang! Bukan. Mayatnya tidak ada karena Harry Potter belum mati!" Dia berkata dengan menggebu-gebu, volumenya yang keras sedikit mengejutkan. "Dark Lord sudah pasti menguringnya di suatu tempat!"

"Itu tidak mungkin, Alastor." Albus menyangkalnya dengan pelan, kata-katanya dengan lembut menegur teman lamanya. "Aku kenal Voldemort. Ini bukan tabiatnya."

"Mungkin saja ini adalah saran dari pengikutnya!" Moody menyodorkan, masih kukuh dengan pendapatnya. "Bahkan anak kecil itu mungkin hanyalah sihir gelap lainnya!"

"Perhatikan kata-katamu, Moody!" Remus melompat dari kursinya, meneriaki Moody dengan raut wajahnya menahan amarah. "Anak itu putri Harry, jangan sekali-kali pun kau menghinanya!"

Moody memberi senyum miring. "Memangnya kenapa? Sudah jelas anak itu bukan sembarang anak kecil. Kalau memang benar dia hanya anak kecil biasa, mengapa tak seorang pun menyadari kehamilan Potter?"

Benar.

Hal itu masih menjadi pertanyaan bagi semua orang.

Mengapa tak seorang pun di antara mereka yang menyadari kehamilan Harry?

Bahkan sahabatnya, Ron dan Hermione, tak pernah menyadarinya. Mereka tahu setelah melihat dengan mata kepala sendiri bayi cantik bermata hijau yang waktu itu dibawa paksa ke markas.

Benar.

Ini aneh.

"Anak itu lahir tanggal 26 Desember 1996, bisa diperkirakan kalau dia dikandung pada bulanhbulan April atau Juni. Tapi bocah Potter tak pernah pergi sekalipun dari Hogwarts dalam waktu-wakti itu." Moody melanjutkan, menambah keraguan dalam benak orang.

Jika menghitung waktu kelahiran Athlarien, dia seharusnya dikandung sekitar bulan April dan Mei. Namun pada bulan-bulan itu, Harry Potter berperilaku normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Tidak terlihat dia mual ataupun mengalami perubahan suasana hati yang naik-turun tak terkendali. Dia sangat normal.

Itu aneh.

Orang-orang itu menelan saliva mereka dengan susah payah. Perasaan aneh menyerang mereka dengan semua pemikiran liar.

Tak ada peristiwa yang menunjukkan bukti-bukti bahwa Athlarien benar-benar dikandung.

"Tetap waspada." Albus memecah keheningan, beberapa orang terlonjak kaget di kursi mereka. Semua mata fokus pada diri sosok tertua di ruangan. "Apapun yang telah terjadi, beritahu aku jika kalian mendengar apapun tentang Harry. Bubar."

Albus kembali ke rumahnya saat matahari sudah terbenam dan langit menjadi keunguan yang gelap. Dia duduk di ruang kerjanya, pikiran melayang-layang menyaring setiap peristiwa yang sudah terjadi.

Benar.

Mengapa dia tak pernah menyadarinya?

Mengapa tak seorang pun menyadari kehamilan Singanya yang manis?

Matanya melirik kertas hasil tes ramuan darah, asal-usul Athlarien tertulis jelas di kertas itu. Masih ia simpan, dengan rapi dan menjaganya tetap bersih.

Jelas-jelas kertas itu menuliskan tanggal kematian Singa kecilnya yang manis di hari yang sama dengan kelahiran Athy. Ramuan itu tak pernah salah.

"Apa yang kau sembunyikan, Tom?" Dia bergumam, hatinya mengharapkan jawaban.

Tbc...

Yeeey! Akhirnya author update juga!

Komen kalian author tunggu ya, hal yang bikin author paling seneng nulis di wattpad itu ya baca komenan kalian, adaa aja komenan yang bikin author senyum-senyum sendiri.

Salting beb.

The Narration udah ada sih satu chapter, tapi masih 1000+ kata, dikit banget dibandingkan sama chapter lain yang nyampe 3k kata. Drarry juga baru 700 kata, cerita Petunia baru 400, Hand Touches masih 1k juga, dikit banget.

Mudah-mudahan bisa update lagi ya dalam waktu dekat.

Jangan bosen nungguin author  ya👍

Anggap aja lagi nunggu jodoh yang nggak kunjung keliatan lubang hidungnya

Ehe

Baibai!

👋👋👋

Continue Reading

You'll Also Like

825K 87.2K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
65.8K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
1M 84.9K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
314K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...