All in All

By youandwords

30.4K 885 117

Tenica pemilik WO yang selama ini selalu profesional. Suatu hari, dia bertemu klien bernama Nuca yang membuat... More

AIA-1
AIA-2
AIA-3
AIA-4
AIA-5
AIA-6
AIA-7
AIA-8
AIA-9
AIA-10
AIA-11
AIA-12
AIA-13
AIA-15
TENUCA

AIA-14

443 53 6
By youandwords

Hari penting Nuca dan Henna akan segera tiba. Sore ini, tim Tenica sudah mulai mendekor ballroom untuk acara besok pagi. Ican dan lima orang lainnya, sibuk menata bagian depan. Rencananya mereka membuat pintu buatan, di mana Henna nanti akan muncul dari sana sebelum proses tukang cincin.

"Kumpul dulu sini, gue mau mastiin sesuatu!"

Beberapa orang yang berada di ruangan seketika menoleh. Mereka melihat seorang wanita dengan cardigan biru dan celana pendek selutut mendekat sambil membawa tablet. Seketika mereka menghentikan kegiatannya dan mendekat.

Tenica mengusap rambut yang dicepol dan mulai turun itu. "Gue mau konfirmasi lagi," ujarnya sambil menatap tablet. "Baju?"

"Udah diambil sama Liv," jawab Tera.

"Oke!" Tenica mengubah font tulisan baju menjadi warna biru. "Terus, MUA udah. Besok Merisa dateng jam enam."

Tera mengangguk. "Tempatnya juga udah gue siapin."

"Terus, dekor?" tanya Tenica sambil menatap Ican.

Ican menggerakkan tangan ke bawah. "Kursi udah gue tata, tinggal makaiin kain penutup di bagian sandaran," ujarnya. "Terus, bagian atas pintu bakal dikasih bunga segar. Beberapa jam sebelum acara gue selesaiin."

Tenica mengganti font warna biru lagi. Memang, jika memilih bunga segar maka risikonya beberapa jam sebelum acara baru dikerjakan. Namun, sejauh ini mereka masih bisa memburu waktu.

"Karena klien nggak ada foto, jadi gue pajang hand lattering aja." Ican menatap kardus cokelat yang tergeletak di sudut ruangan. "Bakal gue pasang nanti."

"Oke, jangan sampai lupa," ingat Tenica. "Terus, video yang ditampilin?" Dia mengedarkan pandang mencari Feji.

"Feji lagi ada foto ulang tahun," jawab Ican. "Gue udah lihat videonya. Animasi sederhana yang bakal terus ditayangin."

Tenica mengangguk mengerti. "Terus, soal catering." Dia menoleh ke belakang, melihat meja berjajar serta ada kursi dan meja bundar tempat makan. "Bu Sasma janjiin tiga puluh menit sebelum acara udah selesai."

"Aman kalau sama Bu Sasma," ujar Tera.

Pandangan Tenica tertuju ke adiknya. "Oh, ya, nanti yang bagian nemenin Henna lo."

"Kak. Kan, gue nggak pernah ketemu dia." Tera tidak bohong atau ingin menghindari tugas itu. Sampai detik ini dia belum bertemu dengan klien si wanita. Mendengar cerita dari Liv dan Tenica, sepertinya dia tidak akan sanggup.

"Pokoknya lo!" ujar Tenica tanpa bantahan.

"Udah, nih? Gue mau lanjut lagi." Ican menginterupsi.

Jari telunjuk Tenica bergerak ke layar tabletnya. "Udah, makasih!" Dia mengangguk lantas menatap Tera. "Soal pembawa acara sama penyanyi?"

"Udah gue konfirmasi," jawab Tera. "Klien nggak mau nginep sini apa? Maksud gue, kalau mereka ada kamar, ruang tunggu bisa dipakai MC sama si penyanyi. Biar nggak jadi satu gitu loh."

Bahu Tenica turun. "Gue udah hubungi Henna, tapi nggak dibales."

"Awas aja dia minta dadakan!"

"Semoga enggak!" Tenica membaca tulisan di tabletnya lagi dan baru ingat sesuatu. "Oh, iya. Suvenir udah lo pindah?"

Jari telunjuk Tera terarah ke satu kardus besar berwarna krem. "Tinggal ditata. Menurut lo ditata di mana?"

Tenica mengedarkan pandang. Meja di belakang jelas akan dipakai untuk tempat makan. Dia mengembuskan napas lalu berjalan menuju pintu. "Di sini? Jadi, pas orang dateng langsung dikasih suvenir."

Tera melangkah mendekati kakaknya. "Oke. Terus, yang jaga?"

"Biar, Liv."

"Oke!" Tera bertolak pinggang, menatap Ican yang sibuk menata dekorasi. Setelah itu dia menatap kakaknya yang terlihat lelah. "Akhirnya, bentar lagi terbebas dari klien ini."

"Semoga lancar."

"Amin!" Tera mengusapkan tangan ke wajah lantas kembali masuk. "Can! Ada yang bisa dibantu?"

Berbeda dengan Tera yang membantu mengurus yang lain, Tenica memilih berdiri di depan pintu dan mengecek ulang keperluan. Dia tidak mau ada kesalahan dan membuat esoknya kalang kabut.

Tring....

Perhatian Tenica teralih saat mendengar suara pintu lift. Dia melihat seorang lelaki dengan kemeja biru tua berjalan di samping seorang wanita yang mengenakan kacamata. Seketika Tenica berdiri tegak dan mendekap tabletnya. "Selamat sore," sapanya lantas melihat ada empat orang lain yang keluar.

"Sore," jawab Nuca sambil tersenyum. "Gue sama bokap-nyokap. Sama orangtua Henna juga. Sesuai permintaan lo."

Tenica tersenyum lega. "Baik. Mari silakan masuk." Dia menggerakkan tangan dan enam orang itu mulai masuk.

"Belum selesai semuanya?" tanya Henna melihat bagian depan yang belum sempurna. Dia juga melihat sisi kanan kiri yang tidak ada hiasan.

"Break, bentar!" ujar Tenica sambil menggerakkan tangan ke bawah leher.

Ican dan karyawan lain segera menyingkir, termasuk Tera. Sedangkan Tenica berjalan lebih dulu dan meminta enam orang itu duduk di kursi yang tersedia. "Selamat sore, perkenalkan saya Tenica," ujarnya sopan. "Saya yang akan bertanggung jawab untuk acara penting Kak Nuca dan Kak Henna."

Nuca duduk di depan di samping Henna. Sedangkan di kursi sebelah kiri, empat orang tua duduk tanpa banyak bicara. "Jadi, gimana?" tanya Nuca tak sabaran.

Tenica mengangkat tabletnya dan melihat catatan untuk Henna. "Sebelumnya, Kak Henna ingin pesan kamar di sini atau tidak? Biar memudahkan."

"Nggak usah. Rumah gue deket sini," jawab Henna.

"Kalau begitu make up di rumah atau di sini saja?" tanya Tenica. Sebenarnya itu pertanyaan yang sudah dia sampaikan beberapa hari yang lalu. Namun, chat-nya tidak dibalas sama sekali oleh Henna.

"Di sini saja."

Tenica mengangguk. "Baik, kalau begitu jam enam Kak Henna ke mari, ya! Nanti akan dibantu oleh Tera. Gadis yang ada di belakang." Dia lantas menggerakkan tangan ke Tera yang sedang memperhatikan.

Lima orang lainnya menoleh ke belakang, tapi tidak dengan Henna. Tenica yang melihat itu tersenyum kecut. Henna benar-benar terlihat tidak peduli.

"Nah, untuk Kak Henna...." Tenica mendekat ke wanita itu. "Besok ketika acara akan di mulai, Kakak duduk di balik pintu ini."

Nuca tersenyum. "Terus, dia muncul pas tuker cincin?"

Tenica mengangguk sopan. "Benar. Nanti Kak Nuca yang akan membuka pintu."

"Aneh-aneh aja," keluh Henna.

Nuca memegang tangan Henna dan meremasnya. Lantas dia menatap Tenica dan memaksakan senyuman. "Terus, apa lagi?"

"Untuk Kak Nuca, nanti baru masuk ruangan setelah tamu undangan berkumpul. Jadi, sementara akan duduk di depan. Nggak apa-apa?"

"Nggak masalah, yang penting bikin Henna nyaman."

Tenica bisa melihat senyum tulus Nuca, tapi Henna tetap diam saja. Dia lantas bergeser ke deretan kursi sebelah dan membungkuk. "Besok, apa tidak keberatan memberi sambutan dari kedua belah pihak?"

"Oke!" Dua lelaki tua dengan rambut memutih itu langsung setuju.

"Jadi, susunan acaranya nanti. Pertama akan ada sambutan dari pembawa acara, lalu dari keluarga dari Kak Nuca. Setelah itu, Kak Nuca memberi sambutan singkat sebelum membuka pintu dan tukar cincin." Tenica mulai menjelaskan. "Usai pasang cincin, Kak Henna yang memberikan sambutan dilanjut sambutan dari orangtua Kak Henna. Setelah itu, tamu undangan menikmati hidangan dan berfoto bersama." Tenica menyelesaikan kalimatnya lalu mengembuskan napas panjang.

Nuca memperhatikan ruangan yang belum banyak dihias. Dia menatap ke benda berbentuk pintu dengan kanan-kirinya terdapat benda yang menyerupai pilar dengan bagian atas terdapat lampu. "Bakal bagus besok karena ada bunga segar," bisiknya ke Henna.

Henna melirik sekilas. "Bentar, kalau gue nggak ngasih sambutan gimana?"

Pertanyaan Henna mengejutkan semua orang. Orangtua Henna memberi kode lewat mata, tapi anaknya itu tidak menoleh. Sedangkan Nuca segera duduk menyerong menatap wanita itu. Barulah Henna menoleh ke orang-orang yang tidak setuju dengan pendapatnya.

"Kesannya aneh, Kak," ujar Tenica. "Cuma ucapin terima kasih saja ke Kak Nuca, orangtua sama tamu. Setelah itu sudah."

"Lihat besok, deh."

Tenica menggaruk telinga. Dia pernah bertemu dengan klien yang begitu pemalu. Namun, mereka masih mau memberi sambutan, meski singkat.

***

Waktu baru menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit. Namun, Tenica sudah mengendarai motor dengan Tera di belakangnya. Adiknya itu membawa kantung berisi pakaian untuk Henna dan kantung lain berisi keperluannya.

"Yakin nggak ada yang ketinggalan, kan?" teriak Tenica.

"Enggak!"

Tenica menambah laju kendaraannya. Dia meminta timnya datang sebelum pukul enam, untuk berburu waktu. Dia menarik kaca helmnya dan kembali menambah laju motornya.

"Hati-hati, Kak!" teriak Tera.

Lima belas menit kemudian, Tenica sampai di sebuah hotel dan melihat mobil box dengan gambar bunga di sisi kanan kirinya. Tenica seketika lega, akhirnya dia bisa segera memasang bunga segar itu. Dia memakirkan motor lalu segera berlari masuk.

Begitu sampai ballroom, Tenica melihat Ican berdiri di atas kursi dan memasang bunga segar itu di bagian atas pintu buatan. Dia menoleh ke sisi kanan-kiri dan melihat papan hand latering dengan lampu kekuningan yang menghiasi figuranya.

"Waw!" puji Tera. "Lo dateng dari kapan?"

Ican menoleh, mendapati dua wanita yang berdiri di depan pintu. "Jam lima lebih lima belas. Nggak bisa tidur gue. Daripada kebablasan, mending ke sini."

"Oke!" Tenica mengambil kantung kuning dari Tera lalu menuju ruang tunggu. Dia memperhatikan meja yang telah dipindah di dekat kaca. Nantinya, meja itu untuk alat-alat make up Merisa. Lantas Tenica mengeluarkan kebaya dan rok yang dipesan dan menggantungkan di tempat yang disediakan.

"Mana Kakak lo?"

Samar-samar, Tenica mendengar suara lain. Dia berjalan keluar dan mendapati Merisa dengan koper berukuran sedang. "Babe! Lo dateng pagi?"

"Iyalah. Kalau telat lo ngomel." Merisa mendekat dan memeluk Tenica. "Gimana kabar lo? Baik-baik aja, kan?"

"Baik. Lo?" tanya Tenica seraya mengambil alih koper berisi make up di tangan Merisa. Setelah itu dia menatap ke pintu, melihat seorang wanita yang dia tebak rekan Merisa. "Silakan masuk, Kak."

"Gue juga baik," jawab Merisa lalu mendekati meja. "Klien belum datang. Acara masih jam sembilan, kan?"

"Iya, tapi waktu bakal berjalan cepet," keluh Tenica. "Make up itu perlu hati-hati, makanya butuh waktu agak lama."

Merisa tersenyum kecil. "Masih sama kayak dulu. Miss Prepare."

Tenica geleng-geleng. "Nih. Silakan ditata dulu." Dia meletakkan koper make up ke atas meja. "Gue tinggal urus yang lain, ya!" ujarnya lantas berjalan keluar.

"Gue nggak telat, kan?" Liv berlari masuk dengan rol rambut di bagian atas kepala. "Aduh! Gue harus ngapain?"

"Hahaha...." Tenica tertawa melihat penampilan Liv. "Buruan tata suvenir, deh!" Lantas dia berjalan keluar dan belum ada meja yang dipasang.

Tenica mendekati Tera dan menarik tangannya. Lantas dia mengangkat meja yang cukup berat itu dan meletakkan di samping pintu. "Yuk, nata suvenir dulu."

Liv mengambil kardus berisi suvenir dan meletakkan di bawah meja. Dia dan Tera mulai menata. "Lo tugas nemenin Henna?"

Bibir Tera mengerucut. "Iya. Tuker, deh."

"Enak aja! Gue jaga suvenir."

"Ck! Kalau dia ngamuk gimana?" Tera bergidik. "Kemarin dia ke sini, kan? Terus, wajahnya kelihatan jutek banget."

"Hayo, jangan ngomongin orang!" Tenica datang sambil membawa wakie talkie. "Nih, coba dulu," pintanya lantas kembali masuk.

Sesuai ucapan Tenica, waktu berjalan cepat. Tahu-tahu sudah pukul tujuh, tapi Henna belum juga datang. Tenica sekarang mulai was-was. Dia mengambil ponsel dan menelepon Henna. "Angkat, Kak."

Tut... Tut... Tut.... Tidak ada tanggapan.

Tenica menjauhkan ponsel dan melihat layar. "Aduh!" Dia memencet tombol hijau dan kembali menghubungi.

Tut... Tut... Tut.... Masih tidak ada tanggapan.

"Di jalan kali, Ca."

Perhatian Tenica teralih. Dia melihat Merisa yang berdiri di depan pintu tengah memperhatikannya. "Tapi, sekarang udah jam tujuh."

"Keburu kok," jawab Merisa berusaha santai.

"Belum dateng, ya?" Feji baru datang dan melihat kegelisahan Tenica. Terlebih, Merisa yang masih santai.

Tenica menggaruk kepala. "Harus gue jemput, nih?"

"Tunggu sepuluh menit lagi. Setelah itu terserah lo," saran Merisa.

"Tenang, Kak!" Feji ikut menenangkan. Dia berjalan menuju depan dengan tas besar berisi kamera. Lantas dia mulai memasang tripod ke arah tamu undangan nanti.

Drttt....

Pandangan Tenica terarah ke ponsel saat merasakan getaran. Dia terdiam, melihat pesan masuk dari Nuca.

Nuca: Kalau Henna udah dateng, hubungi gue.

"Gue kesiangan!" Kemudian terdengar suara yang Tenica tunggu.

Tenica mengangkat wajah, melihat Henna datang seorang sendiri dengan tas slempang di tangan kiri sedangkan tangan kanannya membawa sebuah totte bag. "Huh...." Tenica mengembuskan napas lega lantas membalas pesan Nuca.

Tenica: Dia sudah datang.

Continue Reading

You'll Also Like

47.7K 8.3K 53
[Sequel of In A Rainy Autumn] Halo. Selamat datang di potongan-potongan kisahku yang lain. Sebuah rangkaian cerita akan saat-saat di mana Mark begitu...
947K 21.7K 50
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
556K 35.1K 33
Karena terlalu sering ditanyai tentang pasangan, Gauri nekat membuat keputusan gila, yaitu menyetujui tawaran dari istri sepupunya untuk melakukan ke...
120K 11K 43
#17 in tragedy (juni 2018) #1 in military (13 juli 2018) Letnan dokter Irfan Budioko menikah dengan adik almarhum sahabatnya tanpa pernah bertemu s...