Ting Tong Ting Tong
Bunyi bel pintu apartemen membuat Riri yang sedang duduk untuk mengecek desain iklan terkejut, dia langsung menengok ke pintu apartemen. Pagi ini rencananya untuk tidur saja sudah gagal karena kedatangan penghuni apartemen disebelahnya itu. Dia bahkan tidak bisa tidur lagi setelah itu, sehingga lebih memilih bekerja saja.
Nggak mungkin Bayu lagi, kan?
Pintu apartemen yang terbuka membuat Riri menghembuskan nafas, lega ternyata bukan Bayu. Bayu kan tidak mungkin tahu sandi apartemennya.
"Kenapa ekspresi muka Lo? Kayak liat hantu aja."
Suara heran Andin langsung masuk ke telinganya. Dia mendekati dan mendudukan dirinya di samping Riri. Ini pertama kalinya dia merasa bersyukur ketika Andin datang ke apartemennya. Biasanya Andin datang hanya untuk mengganggu istirahatnya.
"Lo nggak ada rencana hari ini?" Ucap Andin.
"Ada kok."
"Apaan? Tidur atau ngecek Kerjaan?" Cibir Andin, "Kalau itu rencana yang lo maksud maka gue anggap lo nggak punya rencana hari ini." Putus Andin.
"Terus ngapain Lo nanya kalau gitu." Riri mendelik. Sudah ditebak bahwa Andin pasti mencoba menyeretnya untuk keluar lagi.
"Ini namanya basa basi." Andin berucap main main.
"Terserah, gue mau lanjut kerja. Gue harus mastiin nggak ada yang salah sama desain iklan yang baru."
"Weekend itu buat istirahat Ri, bukan buat kerja. Lagian lo berlebihan banget sama iklan yang ini. Udah berapa hari ini Lo sibuk lembur terus."
"Gue periksa biar nggak ada kesalahan lagi."
"Lo lembur dan weekend pun kerja. Ingat lo nggak dibayar buat kerja saat weekend. Itu udah terlalu berlebihan." Omel Andin.
Riri tahu bahwa yang dikatakan Andin itu benar. Dia berkali-kali mengecek pekerjaan yang sudah selesai mencoba membuat dirinya lebih sibuk dari biasanya. Dia benar-benar ingin sibuk hingga tidak memilki waktu untuk memikirkan hal lain. Dia tahu bahwa bayu masih sangat mempengaruhinya, namun dia tidak ingin mengakuinya.
"Bukannya lebih baik dari pada gue tidur seharian?"
"Nggak ada yang lebih baik. Ayo keluar, kita ke salon. Bukanya rambut Lo udah kepanjangan? Biasanya Lo lebih suka rambut pendek." Ucap Andin. Dia tidak akan menyerah menggagalkan rencana Riri untuk bekerja.
Riri memegang rambutnya, "Oke ayo potong rambut."
"Serius?" Andin heran biasanya Riri butuh waktu lama untuk dibujuk.
"Serius"
"Aneh banget, nggak kayak Riri yang biasanya."
"Terus lo maunya gue nolak?" Riri mengucapkannya dengan nada malas.
"Nggak dong, ayo pergi. Pakai baju yang cantik siapa tahu lo ketemu duda kaya raya." Ucap Andin becanda. Namun hal itu sempat membuat Riri tertegun.
Riri benar-benar butuh suasana baru, mungkin memotong rambut akan membuang sedikit kesialannya saat ini. Dia merasa akhir-akhir ada awan gelap yang mengikutinya. Riri menutup laptopnya dan bersiap-siap.
***
Riri sedikit was-was ketika keluar dari apartemennya matanya melirik ke unit di sebelahnya. Setelah memastikan tidak ada yang keluar Riri merasa tenang.
Tunggu, kenapa dia merasa seperti ini? Bukannya dia harus bersikap santai. Lagi pula Riri yang lebih dulu tinggal disini. Kenapa dia harus takut untuk bertemu Bayu. Dia tinggal mengacuhkannya saja. Dan setelah itu Bayu pasti akan merasa bosan sendiri dan menjauh kan?
"Ngapain sih lo, celingukan kaya gitu. Ayo pergi." Andin langsung menarik tangan Riri ke lift.
Ting
Pintu lift terbuka, dan ternyata Riri benar-benar tidak beruntung bagaimana bisa pas bahwa ada Bayu di dalam sana. Sekarang perkataan Andin tentang bertemu duda kaya raya benar-benar terjadi.
"Wow, ganteng banget." Bisik Andin disebelahnya yang tidak dia pedulikan.
Bayu harusnya keluarkan? Kenapa dia tetap diam di lift.
"Ayo Ri masuk Ri, jangan bengong tumben lo terpesona juga." Ucap Andin pelan disebelahnya tapi sepertinya tidak sepelan itu karena dia sempat melihat Bayu tersenyum kecil. Sial.
Dia memutuskan masuk saja. Tidak perlu menghindar, bersikap seperti biasa saja.
"Mau pergi ke mana, Ri?" Ucap Bayu
Riri tidak mau menjawab, namun disebelahnya Andin menyikutnya.
"Apaan sih, Andin?" Ucap Riri memelototi Andin. Tapi sepertinya Andin tidak mengerti maksud Riri. Dia justru malah menanggapi Bayu. Temannya ini benar-benar tidak peka di saat seperti ini.
"Kami mau pergi ke salon, Siapanya Riri ya?" Ucap Andin tidak memperdulikan Riri. Dia penasaran pada laki-laki yang baru ditemuinya ini, karena sepertinya Riri tidak punya kenalan setampan ini.
"Penghuni unit apartemen sebelahnya, Bayu." Ucap Bayu sambil mengulurkan tangannya.
"Oh, kayaknya di sebelah Riri yang tinggal perempuan deh. Baru pindah?" Andin menyambut uluran tangan itu dengan senyum ramahnya.
"Iya" Bayu menjawab sambil terus menatap Riri.
Andin mulai merasa ada yang salah, sepertinya dia melewatkan sesuatu. Riri memang bukan orang yang sangat ramah, tapi dia tidak akan benar-benar mengacuhkan orang lain seperti ini. Dan dari tadi laki-laki di depannya ini terus memandangi Riri. Sepertinya dia mengenali laki-laki di depannya. Dia benar-benar terlihat tidak asing.
"Sorry, bukan basi-basi ya, Kita pernah ketemu sebelumnya?" Ucap Andin.
"Dia mantan suami gue, ayo keluar lift udah terbuka." Kata Riri yang langsung menarik Andin yang masih terpaku atas jawabannya, meninggalkan Bayu yang masih berdiam di lift. Sepertinya Bayu memang sengaja tidak keluar dari lift sebelumnya. Untungnya mereka sudah memesan taksi online.
"Ri, Ri, lo serius?" Ucap Andin ketika mereka baru saja masuk ke dalam taksi online. Tapi Riri memilih Diam tidak mau bicara. Tapi sepertinya Andin tidak mau menyerah.
"Pantesan gue nggak asing, kan lo pernah ngirim foto pernikahan lo."
"Lo baru ketemu hari ini sama dia?" Tanya Andin hati-hati. Karena dia tahu persis bagaimana hancurnya Riri saat perceraiannya.
"Nggak, dia klien gue." Riri tersenyum sedih."Dan sekarang tetangga gue."
"Bukannya dia yang kita liat di mall waktu itu?" Ucap Andin
"......"
Diamnya Riri sudah menjadi jawaban. Andin tidak tahu persis bagaimana proses perpisahan Riri. Karena Riri baru menghubunginya setelah dia benar-benar bercerai dan ingin pindah ke Jakarta. Riri bahkan tidak menjelaskan alasan perceraiannya.
Andin tidak bertanya karena saat itu Riri benar-benar keliatan seperti tidak mempunyai tujuan hidup. Seperti seseorang yang berdiri di tepi jurang, yang jika ada angin bertiup sedikit saja mungkin akan benar-benar terjatuh. Bahkan sekarang hidup Riri seperti berjalan di tempat, dia hanya pergi bekerja pulang dan tidur. Jika Andin tidak mengajaknya keluar Riri bahkan hanya akan berbelanja online saja.
"Lo masih cinta sama dia Ri?"
"Nggak."
"Atau dia masih cinta sama lo?"
Riri menyeringai, "Itu lebih nggak mungkin lagi, Dia bahkan nggak pernah cinta sama gue." Dia benar-benar merasa menyedihkan.
Andin mengerutkan keningnya, "Kalau dia nggak cinta sama lo dia ngapain susah-susah pindah ke apartemen ini ? Pakaian yang nempel di badannya bukan barang murah. Apartemen ini seharusnya bukan kelasnya dia lagi."
"Mungkin dia hanya merasa bersalah atau dia mungkin punya ilusi bahwa dia harus bertanggung jawab atas hidup gue" ucap Riri datar.
Dari dulu Bayu bukanlah orang yang jahat, dia hanya cuek dan pendiam. Namun, dia tidak pernah benar-benar berperilaku jahat pada Riri. Bahkan pada orang-orang disekitarnya. Dia bahkan berperilaku seperti suami yang baik. Kesalahannya hanya satu.
Bayu tidak mencintainya. Dia hanya mencintai sahabatnya Cindy. Seseorang yang begitu penting di hidupnya sama seperti Bayu.
Sudah seperti itu sejak awal mereka bertemu. Hanya Riri yang bodoh yang tidak menyadari hal itu.
Jangan Lupa Vote dan Komen Ya!! Biar Semakin Semangat Nulisnya.