All in All

By youandwords

30.5K 887 117

Tenica pemilik WO yang selama ini selalu profesional. Suatu hari, dia bertemu klien bernama Nuca yang membuat... More

AIA-1
AIA-2
AIA-3
AIA-4
AIA-6
AIA-7
AIA-8
AIA-9
AIA-10
AIA-11
AIA-12
AIA-13
AIA-14
AIA-15
TENUCA

AIA-5

625 58 5
By youandwords

Jam makan siang, Tenica menuju toko pakaian milik Henna. Dia bertemu dengan karyawan Henna dan diminta untuk menunggu. Tenica sekarang duduk di sofa sambil membuka tablet dan melihat kebaya yang bisa disewa oleh Henna.

"Gue nggak telat?"

Pandangan Tenica teralih. Dia mendapati Nuca mengenakan kemeja putih dan celana berwarna hitam. Kali ini lelaki itu tidak mengenakan jas seperti kemarin. Namun, penampilan Nuca tetap terlihat menawan.

"Enggak kok," jawab Tenica sambil kembali menunduk.

Nuca mendekat dan duduk di samping Tenica. "Henna ke mana?"

Tenica mengangkat bahu. "Saya diminta menunggu."

"Ck! Katanya dia di sini," geram Nuca lantas beranjak. Dia menuju lantai dua dan melihat Henna yang duduk di sofa sambil memakan cemilan. "Kenapa Tenica lo suruh nunggu? Padahal, lo nggak sibuk."

Henna menoleh. Dia mendengus mendapati Nuca yang belum apa-apa sudah marah-marah. "Iya, bentar lagi gue temuin."

Nuca berbalik dan menuju lantai satu. Dia melihat Tenica yang mengusap perut sambil mengernyit. Lantas dia mendekat dan melihat keringat sebiji jagung keluar dari pelipis Tenica. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya sambil mengusap pelipis Tenica.

Tenica menoleh lalu refleks bergeser ke samping. Dia mengusap pelipisnya yang terdapat keringat, lantas buru-buru mengambil tisu. "Nggak apa-apa kok."

"Tapi, wajah lo pucet."

"Cuma agak sakit perut aja," jawab Tenica lalu mengusap keningnya dengan tisu.

Nuca mengembuskan napas panjang. Henna kadang keterlaluan. Tenica sudah menunggu sambil menahan sakit, tapi Henna justru masih bersantai. "Henna ada di atas."

"Ha?" Tenica kaget mendengar jawaban itu.

"Ayo!" Nuca menarik tangan Tenica, tapi wanita itu segera berkelit.

Tenica berdiri sambil menyampirkan tas di pundak. Setelah itu dia menggerakkan tangan meminta Nuca berjalan lebih dulu. Kali ini Nuca menurut. Dia berjalan lebih dulu dan segera diikuti Tenica.

Begitu sampai ruangan, Tenica melihat Henna duduk di sofa. Wanita itu menoleh sekilas dan kembali sibuk menatap ponsel. "Siang, Kak," sapanya lalu duduk di seberang Henna.

Henna meletakkan ponsel dan menatap Tenica. "Gimana? Bisa semua?"

Tenica menarik napas panjang. "Kami belum bisa menemui Basro, tapi akan kami usahakan," jawabnya. "Oh, ya, soal Best Bride ada beberapa kebaya yang bisa dipesan untuk tanggal sembilan September." Dia membuka tablet dan menunjukkan ke Henna.

Nuca duduk di samping Henna dan agak menariknya agar duduk tegak. Saat Henna menurut, dia mengusap punggung wanita itu menenangkan. "Pilih baju dulu. Udah nggak ada waktu."

Henna menerima tablet dari Tenica dan melihat beberapa kebaya sederhana. Hingga perhatiannya tertuju ke salah satu kebaya. "Gue pilih ini." Dia menunjukkan tablet itu Tenica.

Mata Tenica memicing. Dia menatap Henna, merasa wanita itu salah pilih. Kata Liv, kebaya yang tersedia cukup banyak. Namun, dia hanya boleh memfoto lima gambar. Nanti, jika datang ke butik bisa memilih kebaya lain.

Di antara foto kebaya yang diambil, Tenica tidak menyangka jika Henna memilih kebaya warna kuning. Sebenarnya bagus, tidak masalah juga dengan warna kuning. Karena Liv memfoto gambarnya, bukan kebaya langsung, entah kenapa warna kuningnya cerah hampir mendekati kuning neon.

"Emang ada yang salah sama pilihan gue?" tanya Henna melihat ekspresi Tenica.

"Oh, enggak!" Tenica menggeleng pelan. "Kebaya klasik, tapi tetap bagus." Dia mencatat di notesbook-nya jika Henna memilih warna kuning.

"Hotelnya juga nggak bisa di Blue Sky," jelas Nuca.

"Gue maunya di situ."

"Ya nggak bisa gitu juga!" Nuca menggeleng tak suka. "Emang lo mau kita tunangan di parkiran? Ada-ada aja lo."

Henna mengangkat bahu. "Meski di parkiran kalau dekorasinya bagus, juga bakal keren."

Tenica melongo mendengar jawaban Henna. "Tenang, Kak. Nggak mungkin saya milih di parkiran," jelasnya. "Kami ada hotel rekomendasi yang nggak kalah bagus. Ada di tablet situ. Silakan cek."

Henna kembali menghadapkan tablet ke arahnya. Dia melihat beberapa foto ballroom dengan kaca besar yang memperlihatkan pemandangan di luar. Setelah itu dia melihat area dekat kolam renang yang luas. Dia tampak berpikir, sebelum akhirnya menunjukkan ke Tenica. "Saya mau di sini."

"Benar?" Tenica tentu senang. Setelah itu dia sadar jika kebaya yang dipilih Henna berwarna kuning. "Kak, besok ada waktu kosong? Kalau ada kita ke butik untuk fitting."

"Besok, kan, Sabtu. Gue libur," ujar Nuca. "Besok gue temenin, Babe."

"Oke!" Henna menyerahkan tablet ke Tenica. "Udah, kan?"

Tenica membuka chat-nya dengan Liv yang memberi tahu jika sudah konfirmasi ke pihak catering. "Kalau nanti sore kita test food gimana?"

"Gue nggak bisa!" jawab Henna cepat.

Nuca mengembuskan napas lelah. "Mau ke mana?"

"Syakila ulang tahun." Henna menatap Nuca. "Lo jelas tahu, kan?"

"Iya juga, sih."

"Gue dateng sama anak-anak," jawab Henna. "Lo test food aja sama Tenica."

Nuca melirik Tenica yang memilih sibuk dengan tabletnya alih-alih memperhatikan. Dia senang jika wanita itu menghargai privasi orang lain. "Kalau test food di lain waktu nggak bisa, ya?"

Barulah Tenica menatap dua orang yang sempat berdebat itu. "Bisa," jawabnya. "Catring yang kami pesan juga menyediakan nasi kotak yang setiap hari ada pesanan. Jadi, kita bisa test food sebisa klien. Asal konfirmasi dulu."

"Gimana kalau besok setelah dari butik?" tawar Nuca.

"Gue nggak bisa. Sore udah ada janji sama mama." Henna kembali menolak.

Nuca menatap Henna yang tampak ogah-ogahan. Dia menarik tangan wanita itu hingga berdiri dan mengajaknya keluar. "Lo menghindar, kan?"

"Enggak. Ngapain?"

"Terus, kenapa apa-apa nggak mau?" geram Nuca. "Masa gue yang harus siapin semuanya? Lo juga, dong."

"Gue pengen lihat bukti lo. Oh, jadi nyerah?"

Di ruangan, Tenica mendengar perdebatan itu dengan jelas. Dia mencoba biasa saja meski telinganya berusaha mencari dengar. Dugaannya kian menguat, bahwa ada yang salah dengan dua orang itu.

"Sorry, besok gue nggak bisa," ujar Henna sambil kembali masuk. "Soal makanan gue serahin ke Nuca. Gue cuma mau urus baju sama make up aja."

Tenica menatap Henna yang terlihat menahan amarah. "Iya, Kak. Tenang aja, makanan dari catering pilihan kami kualitasnya terjamin."

"Besok, gue harus ke butik jam berapa? Jam empat sore gue nggak bisa."

"Setelah jam makan siang?" tawar Tenica.

"Oke! Udah, kan? Gue ada kerjaan lain."

Tenica mengambil tas dan memasukkan tabletnya. "Kak, tolong kalau saya hubungi dibalas, ya."

"Iya. Gue tadi sibuk," jawab Henna.

"Kalau begitu saja permisi." Tenica berdiri dan menunduk sopan. Setelah itu dia berjalan keluar dan tidak mendapati Nuca. Dia menuruni tangga, dan tidak menemui Nuca di lantai satu. Lantas dia segera keluar. Saat itulah dia melihat seorang lelaki yang berdiri bersandar dengan kedua tangan bersedekap.

"Udah selesai?" Nuca menyadari ada seseorang yang baru keluar dan memperhatikannya.

Tenica memperhatikan raut Nuca yang tampak lelah. Dia melangkah mendekat ingin memastikan keadaannya. Namun, dia memilih mundur lagi. "Sudah. Saya permisi."

"Sorry, soal tadi."

Pandangan Tenica kembali ke Nuca. "Iya."

Nuca menatap Tenica. "Pasti lo ngerasa ada yang salah sama hubungan gue."

Tenica memaksakan senyuman dan menggeleng pelan. "Saya tidak akan ikut campur," ujarnya lantas berbalik. Dia memakai helm dan naik motor. Sebelum melajukan kendaraannya, dia menyempatkan menatap Nuca. Ternyata, lelaki itu masih memperhatikannya. Tenica menunduk sopan lantas melajukan kendaraannya.

***

Esok harinya, Tenica dan Liv datang ke butik. Mereka melihat dulu kebaya yang bisa sewa beserta rok bawahannya. Tenica juga harus menyamakan pakaian yang dipilih Henna dengan kemeja Nuca.

"Klien pilih ini?" Liv menunduk kebaya kuning yang berada di hadapannya.

Pandangan Tenica seketika teralih dari kebaya tosca yang menarik perhatiannya. Dia mendekati Liv, menatap kebaya dengan bagian belakang yang lebih panjang. "Di foto kenapa kuning banget warnanya?"

"Karena pencahayaan," jawab Liv. "Bagus kok aslinya. Semalem lo ejek."

Tenica menahan tawa. "Di foto kayak warna neon."

"Tapi, aslinya nggak secerah itu, kan?"

"Hmm. Lumayan," jawab Tenica. "Tapi, nggak bakal cocok kalau dia pilih di outdoor. Bayangin warnanya bakal kecampur warna lain."

"Klien kali ini nyentrik, ya."

Tenica tidak merespons dan mendekati kebaya berwarna cokelat susu yang juga menarik perhatiannya. "Ini lebih masuk nggak, sih, warnanya?"

Liv mendekati Tenica. "Iya, sih. Ini warnanya kalem," jawabnya. "Tapi, kalau tetep pilih kuning juga nggak masalah, sih."

"Kita lihat nanti gimana." Tenica menatap arloji yang menunjukkan pukul dua belas lebih dua puluh menit.

"Sorry, gue telat."

Pandangan Tenica tertuju ke arah tangga. Dia mendapati Nuca berjalan lebih dulu sedangkan di belakangnya Henna baru menyusul. Tenica seketika mendekat menyambut kliennya. "Selamat siang," ujarnya. "Mari, kebayanya sudah disiapkan."

Nuca menghentikan langkah dan menunggu Henna. Dia merangkul wanita itu dan mendekati manekin yang mengenakan kebaya beserta roknya. "Yakin pilih kuning?"

Pandangan Henna tertuju ke lima kebaya dengan warna berbeda. Ada warna maroon kesukaannya, tapi dia tidak suka karena kebaya itu panjang. Ada warna tosca yang menurutnya kurang cocok. Ada warna kuning pilihannya. Kemudian ada warna pink dan krem yang juga terlihat bagus.

"Pink bagus. Warna kesukaan lo," bisik Nuca.

Tenica yang mendengar bisikan itu kembali dibuat heran. Henna menyukai warna pink, tapi justru memilih warna kuning. "Jadi, pilih yang mana, Kak?"

Henna mengerjab. "Kan, gue pengennya di outdoor, ya. Gue pengen pakai dress aja."

Sontak Tenica dan Liv saling pandang. Mereka terlihat menahan amarah sebelum akhirnya tersenyum masam. "Kak, ternyata di area outdoor sudah dipesan orang."

"Lo nggak bohong, kan?"

Tenica mengeluarkan tablet dari tasnya dan menunjukkan pesan dari Tera. "Saya tidak berbohong," ujarnya. "Semalam kita meeting dan membahas semuanya. Tidak mungkin saya membohongi klien saya demi kemudahan saya sendiri."

Nuca menatap Tenica yang berucap tegas. Dia lalu menatap Henna yang terdiam. "Di dalem ruangan aja lebih enak."

"Kalau gitu, gue tetep pilih kuning," putus Henna.

"Baik. Saya panggilkan petugasnya dulu untuk pengukuran." Liv segera memanggil karyawan yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Kak Nuca punya kemeja batik yang modelnya seperti ini?" Tenica menyentuh bawahan batik dari kebaya kuning yang dipilih Henna.

Nuca tampak mengingat-ingat. "Motifnya harus sama."

"Nggak usah disamain. Kayak apaan aja," sela Henna. Dia berbalik, mengikuti Liv yang memintanya untuk ke ruang ganti.

"Yah, bener kata Henna." Nuca mengangguk.

Tenica memperhatikan reaksi Nuca. "Kak Nuca baik-baik saja?"

"Haha. Menurut lo gue gimana?" tanya Nuca lalu tersenyum. "Tolong foto bajunya. Biar gue cari kemeja batik yang paling mirip."

"Mau saya bantu?" Tenica merasa itu juga jadi tanggung jawabnya. Nuca dan Henna memilih paket lengkap, tentu dia harus memprioritaskan itu.

Nuca mengangguk. "Nanti kita test food?"

"Iya. Saya sudah konfirmasi pemilik catering."

"Setelah itu lo sibuk?"

"Emm, mungkin meeting lanjutan. Kenapa?" tanya Tenica ingin tahu.

"Nanti temenin gue cari baju. Nanti bareng gue aja."

Tenica mengangguk. "Oke, lebih cepat lebih baik," ujarnya. "Silakan tunggu, Kak Henna sedang fitting."

"Kalau ternyata nggak pas atau kebesaran?"

"Biasanya pihak butik bisa bantu kalau kebesaran," jelas Tenica. "Kalau kekecilan, terpaksa cari yang lain."

Nuca mengangguk mengerti. "Ya udah, gue tunggu di sana." Dia menggerakkan tangan menuju sofa yang tersedia lantas melangkah mendekat.

Pandangan Tenica mengikuti kepergian Nuca. Dia melihat lelaki itu tidak bersemangat. Apa mungkin mereka masih perang dingin?

"Udah, deh! Pokoknya gue mau warna kuning!"

Teriakan itu membuat Tenica mengalihkan pandang. Dia melihat Liv yang bergerak mundur dari ruang ganti. Seketika dia mendekat. "Ada apa?"

"Ini, agak kekecilan," ujar petugas butik.

Tenica menatap kebaya kuning yang dikenakan Henna. Kebaya itu cukup ketat, tapi Henna terlihat nyaman-nyaman saja. "Nggak bisa dibesarin di bagian kancingnya?"

"Ini udah mepet!" Petugas memperhatikan bagian kancingnya.

"Gue bakal diet, asal bisa pakai kebaya ini!" putus Henna. "Biasanya gue juga nggak segemuk ini. Cuma stres aja."

Liv mendekat ke Tenica dan meremas tangannya. "Serem."

"Apa lo bilang?" Henna menatap wanita dengan kemeja biru lengan pendek itu. "Minta maaf nggak lo?"

"Maaf...." Liv segera membungkuk.

"Maafkan, karyawan saya," pinta Tenica sambil berdiri menghadang. Tidak disangka, Henna mendorongnya kencang. Tenica hendak mencari pegangan, tapi ada sepasang tangan yang melingkar ke pinggangnya. Dia menoleh, lalu mengerjab melihat wajah Nuca. Glek....

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 57.2K 43
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
615K 27.8K 38
Setyo Ardi Wibowo memiliki pengalaman cinta yang pahit. Hubungan yang ia jalin selama 5 tahun dengan sang tunangan dibalas pengkhianatan. Tunangannya...
247K 11K 29
TAMAT - Kamu bisa pesan buku ini ke toko-toko online favorit kamu untuk baca cerita lengkapnya - * Syarifa Karina adalah seorang perempuan yang beras...
161K 21.6K 39
Berteman sejak kecil tidak memberikan keuntungan lebih dalam sebuah hubungan percintaan. Setidaknya itu yang dipahami Marshella Anindira Irawan-Ander...