Am I Antagonist?

By luckybbgrl

2.6M 380K 21.2K

Ara adalah gadis penikmat novel yang selalu terbawa perasaan dengan apa saja yang ia baca. Sebuah novel berju... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
bukan update! (revisi)
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
dua puluh enam
dua puluh tujuh
dua puluh delapan
dua puluh sembilan
tiga puluh
tiga puluh satu
tiga puluh dua
tiga puluh tiga
tiga puluh empat
tiga puluh lima
tiga puluh enam
tiga puluh tujuh
Tiga Puluh Delapan
tiga puluh sembilan
empat puluh
empat puluh satu
empat puluh dua
empat puluh tiga
empat puluh empat
empat puluh lima
empat puluh enam
empat puluh delapan
empat puluh sembilan
lima puluh
lima puluh satu

empat puluh tujuh

9.9K 1K 44
By luckybbgrl

halo gais!!!
tolong komen dongg, biar lusi semangat:(

•••••

"Bara kenapa ya?"

Rea membalikkan tubuhnya yang terngah berbaring di kasur menjadi tengkurap. Gadis itu bingung dengan sikap Bara.

Cowok itu tiba-tiba menjadi diam, tidak, sangat diam. Tidak mengeluarkan satu patah katapun. Saat pulang tadi juga begitu, ia turun dari motor dan langsung pergi begitu saja. Tidak seperti biasanya.

Ini semua bermula saat mereka bertemu di tangga, ada Nathan juga di sana.

"Apa Bara marah gara-gara gue sama Nathan tadi ya?"

Rea mengerutkan keningnya bingung. Berusaha menerka-nerka apa alasan Bara marah padanya.

"Tapi kemarin kan gue udah ngejelasin kalau gue sama Nathan tuh gak ada apa-apa."

Rea kembali berguling, membuat posisinya kembali terlentang.

"Apa marah sama orang lain?"

Rea memasang jari telunjuk dan jempolnya di dagu, mengerutkan keningnya seolah tengah berpikir dengan keras.

"Tapi kenapa yang didiemin gue?"

Rea menghembuskan nafasnya keras-keras.

"Gue ke rumahnya apa ya?"

Tangan Rea kini beralih meraih benda pipih yang ia taruh di atas bantal. Menekan tombol power hingga membuat layarnya mengeluarkan cahaya.

"Gak ngechat juga," Rea menghembuskan nafasnya frustasi.

"Kalo gue ke rumahnya, kayak aneh gitu gak si?" Rea mengerutkan keningnya bingung. "Maksudnya gue cewek anjir, masa iya dateng ke rumah cowok tanpa disuruh atau diajak gitu? Kan gengsi," Rea mengerutkan wajahnya, seolah ingin menangis walau tidak mengeluarkan air mata.

"Udah ah, keluar dulu aja. Suruh Bara nyusul. Kalo dia gak dateng. GUE PUTUSIN, AHAHAHA!" Rea tertawa dengan kencang dengan nada seram seperti mak lampir, ditambah dengan kedua tangannya yang terangkat seolah-olah mengeluarkan sihir.

Gadis itu bangkit, menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya langsung menuju ke walk in closet dengan mengenakan bathrobe untuk memilih baju.

Rea keluar dari walk in closet dengan celana pensil highwaist berwarna putih dengan baju rajut lengan pendek soft army. Di tangan gadis itu tertenteng sepasang sepatu putih dan sebuah shoulder bag berwarna putih di sebalah tangannya lain.

Rea langsung mematut dirinya di depan cermin. Sibuk dengan riasan dan rambutnya yang bingung ia apakan.

"Gini aja kali ya?" tanya Rea pada dirinya sendiri sambil memperhatikan pantulan wajahnya yang telah dirias tipis dan berbingkai rambutnya yang di urai bebas.

"Udahlah. Buruan berangkat abis itu pap ke Bara buat caper deh," Rea berucap sambil kemudian berbalik dan memakai sepatu juga mengisi tasnya dengan dompet dan perintilan lainnya.

Setelah siap, gadis itu langsung buru-buru meminta Pak Imam untuk mengantarnya ke salah satu mall yang jaraknya cukup dekat dengan rumah Bara.

Sesampainya di mall tersebut, Rea langsung memilih rumah makan khas barat yang tampak tidak terlalu ramai. Gadis itu memesan makan dan minum untuknya sendiri, akan memalukan jika ia menunggu di sini tanpa pesan apa-apa. Mau taruh dimana mukanya yang cantik ini?

Selagi menunggu pesanannya, Rea mengeluarkan handphone-nya. Gadis itu segera membuka aplikasi berwarna hijau, beralih ke room chat dengan Bara, dan langsung mengirimkan foto penampakan di depannya.

"Kalo gak dateng parah sih," gumam Rea yang terus harap harap cemas kapan chatnya dibaca oleh Bara.

"EH, DIBACA!" pekiknya tanpa sadar cukup keras, membuat beberapa orang menatapnya aneh. Rea yang sadar buru-buru menunduk dalam-dalam. Malu juga kalau sendirian seperti ini ya.

Cukup lama, pesanan Rea datang. Gadis itu sudah tidak mood, makanannya tampak tidak menggugah selera. Ini semua dikarenakan Bara hanya membaca saja pesannya, tidak membalasnya dengan apapun.

Karena ia memilih mall yang lokasinya tidak jauh dari rumah Bara, seharusnya cowok itu sudah sampai dari tadi kalau memang menyusulnya. Tapi ini apa?

"Emang gue salah apaan sih?" gerutu Rea sambil memotong daging steak yang ada di hadapannya.

"Perasaan gue gak ngapa-ngapain. Tapi dimarahinnya kayak gini banget," bibir gadis itu menyebik sebelum terbuka dan melahap potongan daging yang telah dicelupkan di saus barbeque.

"Kalo gak dateng gini masa iya harus gue putusin?" Rea mengunyah daging di dalam mulutnya. "Gue kan gak mau putus," gerutunya lagi sambil melahap sepotong daging lagi.

"Kalo makan yang bener!" Rea mengangkat wajahnya yang tertunduk lesu saat suara seseorang terdengar berbarengan dengan kursi di depannya yang ditempati.

Mata gadis itu melotot, senyumannya langsung tersungging tinggi-tinggi saat dilihatnya Bara duduk di depannya dengan wajah datar menatapnya sekilas.

"Akhirnya lo dateng juga!" ucap Rea antusias, entah kemana perginya Rea lesu beberapa saat yang lalu.

"Gue udah mau mutusin lo kalo lo sampe gak nyamperin gue disini!" ucap Rea sambil melahap kembali sepotong daging di piringnya.

"Terus kalo putus? Balikan sama Nathan?" tanya Bara dengan wajah datar disertai raut kesal yang berusaha ditutupi.

"Enggaklah, ngapain juga balikan sama saudara sendiri," Bara mengerutkan keningnya bingung mendengar ucapan Rea.

"Saudara?"

Rea diam sejenak, bingung harus menceritakannya pada Bara atau tidak. Gadis itu lantas meletakkan garpu dan pisau yang tadi di tangannya, menyesap minumannya sebelum akhirnya fokusnya berganti pada Bara.

"Bentar. Sebelum gue ngejelasin sesuatu ke lo, lo harus jawab jujur pertanyaan gue dulu!" Bara menaikkan sebelah alisnya sebentar sebelum akhirnya mengangguk setuju. Tidak bisa dipungkiri ia penasaran dengan apa yang hendak Rea katakan padanya.

"Lo marah gara-gara gue ngobrol sama Nathan tadi?" tanya Rea dengan hati-hati, kedua alis gadis itu naik ke atas.

Bara yang tadinya menyimak Rea dengan serius langsung menyandarkan punggungnya dan memalingkan pandangannya. Ia jadi malas harus mengingat kejadian tadi siang.

"Jawab! Kok malah diem," Rea mencondongkan tubuhnya ke depan melihat Bara yang mengabaikan pertanyaannya.

"Hmm," Rea menahan senyumnya mendengar deheman Bara yang lirih. Cowok itu gengsinya tinggi sekali.

"Yaudah kalo gak mau jawab. Gue juga gak bakal ngejelasin apa-apa," sahut Rea setelah menetralkan wajahnya sembari beralih memakan makanannya lagi.

Bara yang melihat Rea acuh dengannya mengerutkan keningnya kesal. Kenapa cewek satu itu selalu bisa memutarbalikkan suasana. Di sini kan ia yang marah, ia yang melihat gadis itu mesra-mesraan dengan mantannya.

Oke, itu berlebihan. Tidak sampai mesra-mesraan juga. Tapi ia berduaan dengan mantannya.

"Gue cuma gak suka liatnya!" Bara buka suara lagi dengan nada kesal yang tidak berusaha ia tutupi.

Rea yang tengah memotong daging di piringnya melirik Bara. Gadis itu tersenyum sembari memasukkan potongan daging itu lagi ke dalam mulutnya.

"Gak usah gak suka kayak gitu lagi," Bara yang mendengar ucapan Rea mengerutkan keningnya tidak terima.

Apa maksud gadis itu mengucapkan kalimat seperti itu? Apakah gadis itu berencana akrab dengan mantannya dan ia harus menoleransi hal tersebut?

"Ya mana bis-"

"Nathan itu saudara tiri gue."

Raut wajah tidak terima Bara meluntur mendengar perkataan Rea. Saudara tiri?

Rea melirik Bara, berusaha melihat raut wajah cowok itu setelah mendengar apa yang ia lontarkan. Gadis itu lantas menaruh pisau dan garpunya lagi, meneguk minumannya. Kali ini ia memilih fokus pada Bara, menjelaskan semuanya.

Sudah sepatutnya Bara tahu.

"Lo pasti udah tau kalau bokap kandung gue masuk rumah sakit jiwa. Gak mungkin enggak, apalagi lo sering gue ajak jenguk bokap. Ya, kan?" Bara menegakkan kembali tubuhnya, berusaha menyimak penjelasan yang akan dibeberkan gadis itu.

"Nyokap gue nikah lagi sama bokapnya Nathan," Bara sedikit melebarkan matanya mendengar apa yang dikatakan gadis itu.

"Lo baru tau soal ini?" Bara bertanya dengan nada hati-hati. Rea tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Enggak. Gue udah tau dari awal," Bara mengerutkan keningnya bingung. Jika tahu dari awal, kenapa gadis itu berpacaran dengan Nathan?

"Nathan juga tau?"

"Dia tau."

Bara semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan masalalu kekasihnya.

"Selama ini gue tetep milih bareng Nathan padahal dia udah sering selingkuh, sering main tangan, bahkan merlakuin gue seenaknya cuma karena gue pengen dia nyesel di akhir. Bisa dibilang gue pengen bales dendam karena menurut gue bokap dia yang bikin ayah gue masuk ke Hanum."

Mata Rea nampak berkaca-kaca setelah mengucapkan kalimat itu. Entah kenapa perasaan sesak tiba-tiba menghampirinya. Semua hal tentang Ayah Rea selalu berhasil membuat perasaannya kacau dan campur aduk.

Bara yang melihat kekasihnya tampak ingin menangis langsung pindah duduk di samping gadis itu. Ia langsung merangkul Rea dan mengusap lembut lengan gadis itu.

"Gue gak tau banyak soal kenapa Nathan mau pacaran sama gue. Gue juga gak tau sejak kapan cowok itu tau gue saudara tirinya. Gue belum sempet ngobrol lebih jauh soal ini sama dia," Bara menipiskan bibirnya.

Masalalu kekasihnya itu tampaknya tidak sesederhana ia bucin karena terlalu sayang dengan mantannya. Ia tebak, banyak kisah yang melatarbelakangi sikap dua orang yang sempat menjalin kasih itu.

"Yang gue tahu cuma Rea pengen banget liat Nathan hancur, Bar," Rea terisak pelan.

"Tapi gue lebih pengen bahagia."

Bara menegang mendengar kedua kalimat Rea yang terdengar ganjal di telinganya. Kenapa gadis ini seolah tengah membandingkan dua sosok Rea yang berbeda?

Atau ini hanya perasaannya saja?

"Gue harap lo gak ngerasa keberatan kalo kedepannya gue akrab sama Nathan," Rea menatap mata Bara. Cowok itu membalas tatapannya, tangannya terangkat mengusap pipi basah kekasihnya dengan sayang.

"Gue sama Nathan sepakat buat jalin hubungan baik as saudara," Bara masih diam mendengarkan.

"Gue gak bakal nutup-nutupin hal apapun soal gue sama Nathan dari lo. Gue harap lo bisa ngerti, Bar," Bara berkedip sekali, sebelum akhirnya mengangguk dan memeluk gadis itu singkat.

Jika tahu seperti ini, ia tidak akan pernah marah sampai harus mendiamkan gadis yang ia sayangi itu. Karena mendiamkan gadis itu sama saja dengan menyiksa dirinya sendiri.

Tak lama setelah pelukan keduanya terlepas, makanan yang dipesan Bara sebelumnya datang. Cowok itu bukannya fokus pada makanannya, ia malah menggeser makanan Rea mendekat dan memotong-motong sisa steak yang masih utuh. Agar memudahkan gadisnya makan.

Rea hanya melihat itu sambil meraih tisu dan mengelapi pipi serta hidungnya yang berair.

"Udah, makan dulu!" Bara mendorong piring milik Rea ke arah gadis itu, menyuruh gadis itu untuk melanjutkan makannya. Cowok itu menyempatkan mengusap rambut kekasihnya pelan, sebelum fokus pada makanannya sendiri.

"Kamu tadi kok lama nyusulnya?" Rea kembali melontarkan pertanyaan setelah menyuapkan satu potong daging ke mulutnya. Gadis itu berkata dengan kalimat lembut, kebiasaannya ketika luluh dengan perlakuan Bara.

"Mandi dulu, biar ganteng," Rea yang mendengarnya tertawa renyah. Gadis itu menyenggol pundak pacarnya, membuat Bara ikutan tersenyum disela makannya.

"Tadi aku bingung kenapa kamu tiba-tiba diem... aja kayak patung. Mau aku putusin kalo kamu gak nyusul aku di sini!" ucap Rea penuh penekanan di akhir kalimat. Bara yang mendengarnya melirik gadis itu mengejek.

"Emang beneran pengen putus?"

"Enggak sih, hehe," Rea tersenyum lebar. Bara menyebikkan bibirnya mendengar jawaban Rea.

"Lagian lo sih pake acara ngediemin gue. Gue kan paling gak suka didiemin. Kalo gue salah ya nasehatin, nanti gue juga nurut kok," Bara melirik Rea lagi dengan sebelah alisnya yang naik.

"Yakin nurut?"

"Iya!" Rea menoleh ke arah Bara "Gue yakin bakal nurut!"

"Awas aja ntar gak nurut."

Rea mengerutkan keningnya bingung, tapi kemudian kembali melahap steak-nya.

"Iya, pegang omongan gue. Gue bakalan nurut banget jadi pacar!" Rea berkata dengan yakin sambil menusukkan garpunya ke salah satu potongan daging. "Asal lo gak nyuruh gue buat ngelakuin hal-hal negatif aja si," lanjut gadis itu dengan suara yang lebih rendah.

"Buat apa juga nyuruh pacar ngelakuin hal negatif? Gak jelas banget," sahut Bara dengan nada yang heran.

"Yaudah kalo bukan hal negatif. Itu bagus!" Rea mengacungkan jempolnya ke arah Bara.

"Gue bakal ngatur lo buat kebaikan lo. Gue gak bakal ngatur lo buat ngelakuin hal-hal negatif. Gue ngatur lo, cuma buat mastiin lo gak kenapa-kenapa. Gue paling gak bisa liat lo kenapa-kenapa, Re."

Rea tertegun, menoleh ke arah Bara yang menatapnya lembut. Gadis itu lagi-lagi dibuat jatuh hati pada sikap kekasihnya.

Ia paling suka dengan cowok yang bisa menjaga pasangannya, yang bersikap lembut pada perempuan, dan bisa menghargai orang yang ada di sampingnya.

Dan itu semua ada di sosok Bara.

••••

Rea turun dari kamarnya dan menuju ke ruang tengah saat Bi Imah memberitahunya tentang kepulangan kedua orang tuanya.

"Gimana liburannya, Ma, Pa?"

Widya dan Agung lantas menoleh mendengar suara anaknya yang terdengar bebarengan dengan suara kaki.

"Liburan liburan. Mama sama Papa tuh kerja tau," Widya memasang wajah cemberut. Rea yang melihatnya tertawa pelan.

"Salah sendiri disuruh lamaan di sana buat liburan, tetep aja pulang cepet," Rea menyahut sambil mendekat dan menyalimi kedua tangan Widya dan Agung.

Widya dan Agung yang tengah duduk di sofa itu sempat bingung dengan tingkah anaknya yang menyalimi keduanya. Meski belum terbiasa, keduanya dengan senang hati menerima uluran tangan gadis itu.

"Jangan percaya omongan Mama kamu. Mama sama Papa sempet liburan kok walaupun gak lama," Agung melepas dasinya setelah Widya membantunya melepas jas.

"Tuh, kan. Mama gak mau ngaku kalo emang liburan juga," Rea menatap Mamanya menyelidik.

"Iya iya, sempet liburan. Tapi kan tetep aja lamaan kerjanya daripada liburannya," Widya menyahut dengan raut wajah kesal. Agung dan Rea tertawa melihat kelakuan Widya.

"Oh iya, titipan kamu dibawa sama Mama. Ma, gantungan kuncinya," Agung menatap Widya yang duduk di sampingnya.

"Oh, iya!" seolah ingat sesuatu, Widya mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Dua buah gantungan kunci dengan karakter upin dan ipin. "Nih!" Widya menyodorkan kedua gantungan itu ke arah Rea.

Rea yang melihat itu tersenyum lebar, dengan segera mengambil alih kedua gantungan kunci itu. Dalam hati ia merencanakan untuk memberikan salah satu gantungan itu pada Bara, jadi mereka bisa memiliki gantungan kunci couple.

"Makasih, Ma, Pa!" Rea berucap riang.

"Sama-sama," Agung menjawab dengan senyuman.

"Iya, sama-sama. Oleh-oleh yang lain udah dibawa Bi Imah ke kamar Mama sama Papa sekalian sama kopernya. Nanti biar Mama pisahin dulu sama barang-barang Mama Papa, ya? Yang penting pesenan kamu udah kamu bawa," Rea mengangguk menjawab perkataan Widya.

Gadis itu sebenarnya tidak terlalu peduli dengan oleh-oleh lain yang dibawa orang tuanya. Yang paling ia nantikan memang hanya gantungan kunci ini.

"Yaudah, Mama sama Papa istirahat aja, pasti capek. Rea balik ke kamar aja," Widya dan Agung mengangguk mendengar perkataan Rea.

Setelah melihat anggukan dari mereka, Rea lantas berjalan meninggalkan ruang tengah setelah mengucapkan selamat malam untuk kedua orang tuanya.

Widya dan Agung nampak tersenyum senang melihat hubungan mereka dengan Rea yang semakin hari semakin membaik. Walau di hati kecil Widya masih terusik dengan perkataan Wijaya beberapa waktu lalu, tapi untuk kali ini ia ingin egois dengan mensyukuri hal tersebut.

Mau apa yang dikatakan Wijaya benar atau tidak, setidaknya gadis itu tetaplah anaknya. Ia berharap setidaknya untuk saat ini ia bisa menebus kesalahannya di masalalu yang membuat hubungannya dengan satu-satunya anak miliknya hancur.

••••

Kiranti duduk di atas kasur king size berbalut seprai berwarna sage green miliknya. Gadis itu diam dengan raut wajahnya yang tampak tidak karuan.

"Apa gue telat?" gadis itu menggigit kuku ibu jarinya.

"Apa ini udah berubah terlalu jauh?" kerutan di dahinya semakin dalam.

"Gimana kalo semua yang gue rencanain gagal?" kedua bola matanya tampak bergetar dan bergerak ke sana kemari tidak karuan.

"ENGGAK!"

Buk!

Gadis itu berteriak, sembari memukul kasurnya keras-keras. Perasaan khawatirnya tiba-tiba sirna dan digantikan oleh perasaan kesal serta marah.

"Rencana gue yang satu ini udah berhasil. Gue gak boleh gagal!"

Kiranti menoleh ke arah cermin besar yang akan di sudut ruangan. Memperhatikan pantulan wajahnya yang nampak kusut di sana.

"Rea harus mati!"

"Takdir Rea mati!"

"Rea harus mati!"

"Takdir Rea mati!"

"Rea harus mati!"

"Takdir Rea mati!"

"AARRRGGGHHHH!!!"

Kiranti berteriak sekencang-kencangnya. Suara-suara tumpang tindih itu memenuhi telinga dan kepalanya. Kedua tangan gadis itu menutupi telinganya, berusaha menghalau suara itu mengusik ketenangannya walau sia-sia.

"Rea harus mati!"

"Takdir Rea mati!"

"Rea harus mati!"

"Takdir Rea mati!"

"DIEM BANGSAT!"

Prakkk!!

Sekali lagi Kiranti berteriak. Ponsel yang ada di sampingnya kini sudah tergeletak di lantai bersama dengan pecahan kaca secara mengenaskan. Benda pipih itu tadi ia lempar ke arah kaca tepat mengenai pantulan wajahnya sendiri.

Suara itu tadi hilang begitu saja, Kiranti yang menyadari itu berusaha mengatur nafasnya sendiri yang semula memburu agar kembali normal.

"Persetan nge-bully Vanya. Gue udah gak peduli lagi!" Kiranti berucap saat nafasnya telah kembali normal.

"Rea lebih butuh gue urus biar sadar posisinya!"

To be continue...

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 357K 58
Bukannya pergi ke alam baka setelah insiden penembakan yang ia alami, namun pada saat membuka mata, pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah w...
430K 29K 28
Kanara menyadari dirinya memasuki dunia novel dan lebih parahnya lagi Kanara berperan sebagai selingkuhan teman protagonis pria yang berujung di camp...
1.9M 82.2K 47
kecelakaan saat balapan yang ternyata sudah di rencana kan sejak awal oleh seseorang, membuat jiwa Elnara terlempar ke dalam tubuh Kinara yang ternya...
1.4M 129K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...