The Presence of Your Absence

By stanzaalquisha

274 56 9

Setelah pertengkaran hebat di malam ulang tahun pernikahannya yang ketiga, Vel terbangun dan menyadari suamin... More

PART I
1 - ooh, make love to me
2 - one more time
3 - before you go away
5 - ooh, my love--
6 - come home to me
7 - just for a while
8 - don't run away
9 - don't slip away, my dear

4 - why can't you stay?

22 5 4
By stanzaalquisha


Vel menstarter mesin dan mulai memundurkan mobilnya, dan langsung mendengar klakson kencang dari arah belakang. Dia sama sekali tidak melihat ada motor yang lewat di belakang mobilnya tepat ketika dia menginjak gas. Vel seketika mengerem, dan pengendara motor itu langsung melesat pergi, sengaja mengencangkan deru mesin motornya sebagai tanda amarah.

Vel menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Ini semua gara-gara Tantra, mengacaukan pikirannya seperti ini. Membuatnya sulit berkonsentrasi dan bahkan nyaris melukai orang lain.

Dia mencoba lagi memundurkan mobilnya dan berhasil. Vel baru sadar, keringat dingin melelehi seluruh tubuhnya saat dia memacu mobilnya menuju rumah mertuanya yang dia panggil Mama juga. Terakhir kali dia menyetir adalah tiga tahun yang lalu, tapi Vel sama sekali tidak ingat mengapa dia berhenti mengemudikan mobil sendiri sejak itu.

Sama seperti nomor Tantra, nomor mertuanya juga raib dari Kontak di ponselnya. Begitu pun nomor ponsel adik-adik iparnya.

Luar biasa rapi Tantra menghapus semua jejak keberadaannya demi bisa mengerjai Vel.

Vel menyetir tanpa benar-benar memperhatikan jalan di hadapannya, membuatnya lagi-lagi beberapa kali nyaris bertabrakan dengan pengendara motor lain. Karena benaknya yang begitu terdistraksi, Vel tidak pernah menyadari semua motor itu berjenis dan berplat nomor sama. Vel mencoba mengingat kapan terakhir kali dia mengunjungi rumah ibu mertuanya. Sebulan lalu? Tidak. Dua bulan lalu? Mungkin. Tapi rasanya jauh lebih lama dari itu. Apakah justru terakhir kali dia ke sana adalah hari raya tahun lalu?

Entahlah. Semuanya mendadak menjadi kabur.

Untunglah Vel hapal di luar kepala jalan ke rumah mertuanya yang tinggal di seberang kota, dengan jalan tikus yang menanjak dan penuh liku. Dia tahu dia tidak mungkin salah. Dia masih mengingat markah-markah jalannya, seperti masuk ke jalan yang tugu abu-abu, belok kanan setelah minimarket ini, melewati kios itu, dan rumah mertuanya tepat berada di balik rumah tua berwarna hijau bolu pandan.

Vel mengerem mendadak. Ban mobilnya mengeluarkan suara berdecit dan kepala Vel nyaris terantuk dengan keras ke kaca di hadapannya.

Rumah mamanya Tantra harusnya ada di sini. Dia ingat benar. Dia tidak mungkin salah. Vel dan Tantra sering bercanda tentang betapa norak bentuk rumah bolu pandan itu setiap kali mereka mengunjungi ibu mertuanya.

Namun yang ada di hadapannya adalah sepetak tanah kosong dengan timbunan sampah di tengah-tengahnya.

Nggak mungkin. Nggak mungkin. Nggak mungkin...

Rasanya seperti setiap tetes darah terserap keluar tubuh Vel. Kembali kepalanya pening berdentum-dentum. Dia baru menyadari telapak tangannya yang basah kuyup karena keringat.

Sesosok pria berpakaian lusuh dan bertopi caping lewat di sebelah jendela mobil Vel. Di punggungnya tersampir keranjang anyaman bambu. Dia menghampiri gunung sampah di lahan kosong yang seharusnya rumah mamanya Tantra itu dan mulai mengoreknya menggunakan tongkat logam di tangannya. Setiap botol plastik yang dia temukan dilemparkan ke keranjang bambunya.

Vel turun dari mobil. "Permisi, Pak."

Pria itu menoleh. "Ya, Bu?"

"Di sini bukannya tadinya ada rumah ya, Pak?"

Pemulung itu menatapnya bingung.

"Ini Jalan Arjuna nomor 17, kan?" tanya Vel.

"Ini emang Jalan Arjuna, Bu. Tapi tanah ini udah kosong dari jaman saya masih muda. Dari dulu juga udah dipake buat buang sampah sama warga sini."

Dentum di kepala Vel terdengar semakin keras di telinganya.

"Tapi... Tapi bukannya ini rumahnya Ibu Herawati, Pak?"

Lagi, pemulung itu hanya melongo.

"Saya nggak tahu dah, Bu. Saya cuma mungutin sampah doang di sini. Ibu silakan tanya langsung saja sama orang-orang."

Pria itu kemudian melanjutkan kesibukannya. Mengorek, mengait, dan menyemplungkan sampah ke keranjangnya. Dia tampak sudah lupa Vel masih ada di situ.

Vel akhirnya beranjak kembali ke mobilnya dengan langkah terhuyung-huyung. Dia terduduk kembali di balik kemudi, mencoba mencerna semua ini.

Sepintar dan serapi apapun Tantra mem-prank Vel, dia tidak mungkin mampu melenyapkan rumah mamanya sendiri, kan? Dan jika memang Tantra sudah membayar pemulung itu untuk berlagak tidak tahu yang Vel bicarakan, pemulung mana yang bisa berakting semeyakinkan itu?

Oke, jika memang ini semua orkestra-nya Tantra, Vel tahu dia harus bertanya pada siapa. Satu-satunya orang yang tidak mungkin berbohong apalagi menipunya.

Sierra, sahabatnya.

Sierra sudah mengenal Vel sejak SMP. Mereka berbeda SMA, tapi kemudian satu kampus lagi meski berbeda jurusan. Vel memang sudah lama tidak bertemu langsung dengan Sierra karena kesibukannya di sebuah production house film. Namun, mereka tetap tidak putus berkomunikasi. Bahkan jika mereka tidak chat selama berbulan-bulan pun, obrolan mereka lancar seperti baru bertemu kemarin.

Isi perut Vel melambung ketika menemukan nomor Sierra di ponselnya. Berarti Tantra tidak terpikir untuk menghapusnya. Lagipula, Vel tahu, Tantra dan Sierra diam-diam tidak saling menyukai. Tantra pernah menyebut Sierra 'tikus kejepit' karena suaranya yang melengking. Sedangkan Sierra selalu merasa Vel bisa mendapat laki-laki yang jauh lebih baik dari Tantra.

"Lo cuma nyia-nyiain hidup lo aja sama laki kayak gitu, Vel." Sierra pernah berkomentar.

Terdengar nada sambung setelah Vel menekan nomor Sierra. Jantungnya berdegup sengit, dan kepalanya masih saja seperti ditabuh dari dalam.

"Ya, halo Vel?" ujar suara diseberang sana. "Tumben nelepon jam segini?"

"Rara!" Vel nyaris menangis saking leganya. "Ra, ini beneran lo kan Ra?"

"Terakhir ngecek sih gue masih Sierra. Ada apa Vel? Kok lo kedengeran aneh sih?"

"Ra, astaga, tolong gue, Ra. Pas gue bangun, laki gue tiba-tiba ilang! Dan gue bingung banget karena foto-foto gue sama dia juga hilang semua. Nggak cuma di rumah, tapi di medsos—"

"Bentar, bentar, bentar," Sierra memotong. Suaranya setengah geli. "Laki lo? Laki lo siapa? Chris Hemsworth maksudnya? Gila aja, Vel, masa halu sampe segininya sih?"

"Bu- bukan, Ra. Laki gue, Tantra! Rara, lo kan jadi bridesmaid gue pas nikahan gue tiga tahun lalu, inget kan? Lo udah sering banget ketemu Tantra, Ra. Kita bahkan datang ke acara lamaran lo sama si Alex pas bulan Juni kemaren."

"Suami? Tantra? Vel, lo ngingo? Gue nggak pernah denger nama jtu Lagian lo dateng ke lamaran gue sendirian, kok. Lo lupa, lo belum pacaran lagi sejak putus sama si Bram? Nih, kalo nggak percaya, gue masih ada fotonya di hape gue, waktu lo foto bareng sama gue dan Alex. Jelas-jelas kita bertiga doang."

Dunia seketika berhenti berputar.

"Ra ... Please ... Percaya dong sama gue. Gue nggak ngada-ngada..." ujar Vel lirih. Semua harapannya menguap lenyap begitu saja.

"Seriusan deh, lo kenapa sih? Lo bikin gue merinding, Vel. Lo yakin lo nggak kenapa-napa?"

Tangis Vel pecah. "Ra ... Please, gue nggak tahu musti ngomong ke siapa lagi ..."

"Vel? Aduh, kok jadi nangis? Bentar, bentar, mungkin lo butuh terapi? Mungkin lo stress kerjaan? Gue kasih nomor temen gue, ya. Dia psikolog—"

"Nggak, Ra, gue nggak stress. Gue stress justru karena dari tadi nggak ada yang percaya sama gue soal Tantra!"

Kalimat Vel keluar sebagai jeritan histeris. Laki-laki pemulung tidak jauh di depannya itu sampai menoleh. Dia kemudian berlalu sambil menggeleng. Mulutnya membentuk kata, 'Gila kali, ya'.

"Vel," suara Sierra melembut. "Sorry banget, tapi gue harus balik kerja lagi. Gue kirimin nomor temen gue yang psikolog, ya. Kalo lo butuh gue temenin buat terapi, tinggal bilang aja. Nanti gue sempetin abis kelar ngantor, oke? Kabarin aja ya, babe."

Sambungan pun berakhir. Vel meletakkan teleponnya ke meja dan menenggelamkan wajahnya di telapak tangannya. Sierra tidak pernah berbohong padanya. Tidak mungkin juga dia mau diminta Tantra untuk ikut-ikutan mengerjai Vel, kalau sebutan nama Tantra saja bisa membuat Sierra mencibir.

Keputusasaan mengubur Vel seperti tanah longsor, membuatnya tercekik. Kepada siapa lagi dia harus bercerita dan meminta bantuan?

Tidak mungkin selama ini dia mengkhayalkan rumah mamanya Tantra, kan?

Tapi bagaimana kalau iya?

Bagaimana kalau selama ini dia hanya mengkhayalkan Tantra?

Continue Reading

You'll Also Like

101K 6.4K 64
Berawal dari hobi membaca novel tentang Gus. Khalisa Syairah Khaulah memutuskan untuk pindah ke pesantren. Jika kebanyakan dalam cerita yang dia baca...
9.7K 1.4K 44
DANMEI TERJEMAHAN
223K 20.6K 36
"Peperangan diantara para belalang adalah pesta bagi kelompok burung gagak." Kematian anggota klub renang bernama Danu yang dinyatakan polisi sebagai...
112K 8.3K 25
Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang membuat dia mendapatkan beasiswa hingga bi...