♪ Good morning - Kassy
❤︎❤︎❤︎
Seperti biasa, jangan lupa vote, komen di setiap paragraf ya Pinow 💋
❤︎❤︎❤︎
12 Desember adalah hari terbaik sepanjang hidup Alana. Hidupnya sudah bahagia, namun Alana tidak pernah merasakan kebahagiaan yang levelnya sampai membuat tubuhnya terasa ringan.
Alana merebahkan tubuhnya setelah membersihkan diri. Dia menunggu Caka membalas pesannya, namun sebelum masuk kamar mandi sampai keluar, Caka belum membalas. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak.
"Pacar Alana sibuk banget kayaknya," ucapnya seraya cekikikan. Dulu Alana akan mengatakan calon pacar, namun sekarang Alana sudah bisa menghilangkan kata 'calon' itu dengan bangga.
Alana sibuk memandangi ponsel menunggu Caka membaca dan membalas pesan. Lama menunggu mata Alana menjadi berat. Gadis itu mengantuk karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Lelah menguap berulang kali, Alana memejamkan matanya.
Tepat setengah jam, Alana dikejutkan dengan dering ponsel. Dia lekas melihat layar ponsel untuk membaca nama si penelepon. Saat mengetahui nama Caka yang terpampang, Alana segera menggeser tombol hijau itu. "Halo, Kak Caka," sapa Alana dengan suara serak.
"Gue ganggu ya? Lo kayaknya udah tidur barusan?"
"Hah? Enggak, kok! Aku ketiduran karena tungguin Kakak bales chat aku."
"Sorry, gue baru selesai tutup kafe."
"Sekarang Kak Caka udah di rumah?"
"Ini mau pulang. Lagi di tempat loker ganti baju."
Otak Alana yang sedang berada di ambang kesadaran justru membayangkan tubuh Caka yang top less. Dia tertawa gurau membuat Caka curiga di seberang sana. "Otaknya dikondisikan. Gue tahu apa yang ada di dalam pikiran lo, ya, Lan. Jangan pancing gue."
Alana tertawa. Dia mengubah posisinya menjadi miring. Mata Alana semakin berat. Dia sangat mengantuk, namun saat ini sedang bertelepon dengan Caka. Alana tidak mau membuang kesempatan yang jarang-jarang ini. Terlebih Caka dulu yang menelepon.
"Besok berangkat sama siapa?" tanya Caka.
"Minta jemput pacar boleh, nggak?"
"Boleh, tapi berangkat pagi. Gue ada jadwal piket."
"Rajin banget sih pacar Alana. Kalau gitu besok Alana bangun subuh, mandi, catokan, make up, masak bekal sarapan, biar bisa berangkat sama Kak Caka terus bantuin Kakak piket."
"Ya udah istirahat sekarang," titah Caka.
"Kakak juga."
"Have a nice dream, My Pretty Alana."
Mata Alana yang awalnya terpejam langsung terbuka lebar-lebar. Dia mendadak terkena serangan jantung ringan. Suara berat Caka yang memanggilnya 'My Pretty Alana' menyihir gadis itu. Sambungan terputus, bersamaan dengan pikiran Alana yang menjadi kacau balau.
❤︎❤︎❤︎
Saat motor Caka terparkir di tempat parkir IHS, Alana turun seraya membuka helm pink-nya kemudian menyerahkannya kepada Caka. Gadis itu melirik ke kanan dan kiri. IHS lumayan sepi di jam sepagi itu.
"Helm baru?" tanya Caka meletakkan helm pink Alana di atas tangki motornya.
"Iya. Aku baru beli soalnya pasti bakal sering aku pakai."
Diam-diam Caka tersenyum. Dia turun dari motor setelah membuka helm dan membenarkan rambutnya. Mereka menuju kelas Caka, tentu dengan tangan Alana yang begitu erat merangkul lengan Caka seperti biasa.
"Lo langsung ke kelas aja," ujar Caka saat mereka hendak melewati kelas Alana.
"Nggak mau. Aku mau bantuin Kak Caka piket."
"Nanti capek."
"Nggak, Kak. Udah ih, ayo!" Alana menarik lengan Caka melanjutkan langkah melewati kelasnya untuk menuju kelas Caka.
Di dalam kelas, Alana dan Caka melihat Nadir sudah duduk seorang diri sepagi ini. Senyum Alana menjadi pudar dengan sendirinya. "Pagi, Kak Nadir. Kok sudah datang sepagi ini, Kak?" sapa Alana basa-basi.
"Iya, jadwal piket," balas Nadir seadanya.
Alana berdecih samar. Bahkan piket pun mereka bersama. Meski mereka hanya berteman, namun di mata Alana, Nadir adalah sebuah ancaman. Lagi Nadir terlihat begitu dingin kepadanya, namun tidak kepada Caka. Cukup menyebalkan.
Alana meletakkan tasnya di kursi tempat Bilal. Dia mengekori langkah Caka ke muka kelas untuk menghapus tulisan di papan putih. "Aku bantu isi tinta di spidol, ya, Kak?" tawar Alana.
"Boleh, tapi hati-hati."
Alana duduk di kursi guru di depan kelas, dia mengambil spidol dan tinta dari dalam laci. Alana mulai mengisinya dengan hati-hati. Caka yang berdiri sekilas melirik Alana untuk memastikan gadis itu melalukan pekerjaan dengan benar. Dirasa tidak ada masalah Caka kembali melanjutkan kegiatannya membersihkan dua papan tulis.
Di bangku, Nadir menatap tajam interaksi keduanya. Tangannya yang berada di bawah meja mengepal erat menahan sesuatu aneh di dalam dirinya. Dada Nadir bergemuruh, jelas dia terganggu dengan kehadiran Alana di sekitar Caka, namun Nadir tidak tahu jelas perasaan apa itu.
Nadir berdiri, dia mulai menyapu dan membersihkan kelas. Sebenarnya hari itu ada empat siswa yang piket, namun selalu hanya Nadir dan Caka yang datang lebih pagi untuk membersihkan kelas.
"Caka, nanti lo ada tanding basket ya?" tanya Nadir mengajak Caka yang sedang membersihkan kaca berbicara.
"Iya."
"Nanti gue boleh nonton, nggak?"
"Nonton aja," balas Caka seadanya seperti biasa.
Alana melihat itu ingin protes saja. Bagaimana bisa ia tidak tahu dan kalah cepat dengan Nadir? Saat bangun tidur, Alana yang biasa bermain Instagram melewatkan rutinitasnya karena harus bersiap-siap. Dia ketinggalan berita karena terlalu senang sampai lupa pada sosmed untuk mempercantik diri berangkat bersama Caka.
"Nanti ke sekolah lawan, gue bareng lo, boleh?" tanya Nadir hati-hati.
"Gue bareng Alana."
Alana terkesiap di tempatnya. Caka begitu tenang berbohong mengatakan itu. Senyum Alana mengembang begitu manis. Dia menatap Nadir penuh kemenangan, "Kakak mau bareng Kak Bilal aja, nggak? Motor dia selalu kosong tanpa penumpang. Kalau Kak Alvarez pasti sama Zea, dan Kak Caka pasti sama aku karena dia punya aku," oceh Alana terdengar sangat menyebalkan di telinga Nadir.
Nadir tersenyum sinis, "Nggak, terima kasih. Lagian lo juga nggak perlu sebaik itu sama gue."
"Gue cuma nawarin," balas Alana mengendikkan bahu acuh.
"Yang harusnya nawarin Bilal sendiri, bukan lo."
"Kak Bilal selalu turutin semua mau gue, kok."
Nadir berhenti menyahut. Dia memilih fokus membersihkan kelas. Alana mengoceh panjang lebar mengajak Caka berbicara, dan yang diajak bicara selalu menjawab singkat seperti biasa.
Setelah kelas bersih, Nadir kembali duduk seraya memakan roti dan susu. Di sebelah bangkunya, Caka sibuk membersihkan tangan Alana dengan tisu basah. Caka sudah memperingati Alana untuk berhati-hati mengisi spidol dengan tinta, namun Alana tetaplah si ceroboh.
"Gue udah bilang hati-hati," omel Caka.
"Udah hati-hati, Kak."
"Kalau hati-hati nggak mungkin kotor tangannya."
"Iya, maaf."
"Yang suruh minta maaf siapa?"
Alana manyun, dia diomeli karena hal yang menurut Alana wajar-wajar saja. Dia kesusahan membuka tutup tinta, sehingga saat berhasil membukanya, tintanya merembes keluar dan mengenai telapak tangannya.
"Ke sekolah nggak usah pakai kutek kayak gini. Kukunya juga dipotong."
"Kak Caka mirip mami aku ngomel-ngomel mulu."
"Nggak suka gue omeli?"
"Suka, pokoknya yang berbau Kak Caka aku suka."
Caka berdecih. Dia kembali fokus membersihkan telapak tangan Alana. Pacarnya yang cantik tapi selalu ceroboh. Setelah itu, keduanya makan bekal yang dibawa Alana, mereka berdua asik sendiri seolah di kelas itu hanya ada mereka berdua tanpa Nadir.
❤︎❤︎❤︎
Sepulang sekolah, Caka langsung ke sekolah lawan untuk bertanding basket. Dia bersama Alana, Zea bersama Alvarez, dan Bilal bersama Nadir. Akhirnya Nadir memutuskan menerima tawaran Bilal karena dia tidak kunjung menemukan taksi online.
Mereka berenam bersiap-siap di parkiran. Alvarez, Caka, dan Bilal selaku pemain inti tim basket sekolah sudah mengganti seragam sekolah mereka dengan jersey basket agar sesampainya di sekolah lawan, mereka tidak perlu sibuk mengganti baju.
"Sayang, jangan pakai lip tint tebel gini. Aku nggak suka. Kamu makin cantik, nanti kalau di sekolah lawan ada yang naksir kamu, aku marah!" omel Alvarez mengusap bibir Zea dengan alis mengerut.
"Nggak mungkin, kan yang paling cantik Kak Alana. Pasti Kak Alana yang banyak ditaksir," balas Zea. Karena biasanya saat mereka bersama, selalu Alana yang menjadi pusat perhatian.
Alvarez melirik Alana seraya manyun. "Nggak! Kamu paling cantik! Alana tuh jelek!" tolak Alvarez meneguhkan pendapatnya.
Bilal dan Caka kompak protes membela Alana, "Alana cantik!"
Pujian cantik sudah biasa Alana dengar, namun mendengarnya dari mulut Caka sungguh berbeda. Gadis itu sudah senyum-senyum bahagia. Dia menempel kepada Caka seraya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga bertingkah kalem.
"Idih! Idih! Lihat tuh, Ka. Telinganya selebar telinga gajah lo puji cantik. Senang, kan, lo!" ejek Bilal tidak terima. Dia juga memuji Alana, namun gadis itu justru hanya tersipu kepada Caka.
"Berisik, ayo buruan berangkat. Kalian nggak takut telat?" interupsi Nadir merusak suasana.
- To be continued -
❤︎ Next 3K ❤︎
Follow instagram :
@virda.aputri
@pincastory
@caka.elvano
@alanagioni
@alvarez_atmaja
@zealakeisha
@bilal.aditama