LDR

By teahmanis

1.3K 157 134

⚠18+⚠ Tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh. Rindu dan prasangka senantiasa menjadi bumbu di setiap harin... More

Prolog
Putus
Kalung gembok cinta
Rindu🌼
Sweetie
Baby finger
LDR 2.
LDR 3.
LDR 4.
LDR 5.
LDR 6.
LDR 7.
LDR 8.
LDR 9.
LDR 10.
LDR 11.
LDR 12.
LDR 13.
Fighting.
LDR 15.
LDR 16.
LDR 17.
LDR 18.
LDR 19.
LDR 20.

LDR 14.

54 6 11
By teahmanis


LDR 14

Jimin mengantar Ariana pulang ke rumahnya setelah makan siang.

"Nona, tuan dan nyonya besar serta tuan muda Hyung Jun sudah menunggu Anda di ruang keluarga," ucap Bibi Choi yang sudah menyambut kedatangan Ariana. Sedangkan Ariana tampak terkejut oleh kabar yang diucapkan oleh Bibi Choi. Ia bergegas untuk menemui mereka. Rautnya tampak sumringah. Ia melangkah secepatnya ke hadapan sang ibu ingin segera memeluknya. Sementara Jimin terdiam memberi salam kehormatan ala orang Korea.

"Ariana."

Seruan itu sontak menghentikan langkah Ariana.

"Ayah." Ariana tertegun. Sosok tegas nan berwibawa itu kini mendekat ke hadapan.

"Dari mana saja kau? Aku mendengar bahwa beberapa hari ini kau tidak masuk ke kantor. Kenapa?"

Ariana tersentak ketika sang ayah meninggikan nada bicaranya.

"Apa yang sedang kau lakukan? Mengapa kau mengabaikan tanggung jawabmu?" lanjut sang ayah.

"Ayah, aku sudah mendapat persetujuan dari Jeka untuk libur selama beberapa hari," jelas Ariana secara lembut dan sopan.

"Apakah aku pernah menyuruhmu untuk berlibur?" Ariana kembali tercengang. Saat itu juga Jimin mendekat ke sampingnya secara perlahan.

"Yeobbo." Sang ibu mencoba membujuk.

"Tuan, saya mohon jangan terlalu keras pada nona." Bibi Choi juga ikut membujuk.

"Sekarang kau dengarkan aku. Mulai sekarang kau harus belajar bagaimana menghadapi kenyataan atas ulahmu," ucap sang ayah dengan intonasi yang begitu menakutkan. "Akibat dari kelalaianmu. Kita mendapatkan kerugian. Saham kita menurun. Apa kau dengar itu?"

Ariana pun tercengang mendengar kabar yang ia sama sekali belum ketahui tersebut.

"Apakah ini sebuah pembuktian atas apa yang selalu kau janjikan padaku di masa lalu? Apakah hanya sampai di sini kemampuanmu?"

"Apa maksud Ayah?" Ariana mengatup bibir yang bergetar.

"Sekarang aku tahu bahwa hanya sampai di sinilah nilai dirimu," ucap sang ayah dengan tegas tanpa peduli bagaimana nanarnya kedua iris putrinya tersebut. "Dari dulu kau selalu besar kepala. Kau selalu mengatakan bahwa kau bisa mendapatkan posisi direktur di perusahaan. Sekarang kau dengarkan ini baik-baik. Posisi itu tidak pantas untukmu. Kau hanya boleh menjadi manajer atau kembalilah menjadi staf. Itulah posisimu," cecar sang ayah.

"Tidak!" Ariana sontak menolak membuat semuanya memandang ke arahnya.

"Posisi itu adalah milikku. Aku mendapatkan posisi itu bukan hanya dari persetujuan dewan direksi. Aku mendapatkan posisi itu juga karena kemampuanku sendiri. Ayah tidak bisa menggantikanku begitu saja." Ariana menegaskan ucapannya sampai sang ayah menjadi kalap dan hendak menamparnya.

"Apa katamu?"

"Paman!" Jimin dengan sigap menahan lengan Tuan GO. Ia pasang badan untuk menghadang calon mertuanya itu.

"Aku mohon jangan menyakitinya!" Jimin tidak akan rela jika melihat kekasihnya disakiti oleh siapa pun, termasuk oleh orang tua Ariana sendiri.

Tuan Go menepisnya. Jimin menoleh pada Ariana. Wanita itu kembali tampak bergetar. Wajahnya menunduk, bibirnya mengatup rapat disusul dengan kedua tangan yang mengepal erat.

Jimin membungkuk ke arah Nyonya Go dan Go Hyung Jun.

"Kajja!" Ia menggandeng salah satu tangan Ariana dan membawanya keluar dari rumah itu.

Jimin mengajaknya ke tepi sungai Han dan membiarkan Ariana menangis sepuasnya di dalam dekapan. Ia hanya mampu mengusap punggung sang kekasih secara lembut. Terisak dan melirih. Membuat Jimin tak kuasa merasakan pedih yang sama.

"Sudahlah, kumohon jangan menangis terus." Jimin mulai membujuk karena tidak tahan mendengar rintihannya. Ia menyeka air mata Ariana. "Air matamu bisa kering kalau kau terus menangis seperti ini."

Ariana tidak peduli ia kembali terisak dan melesatkan diri ke dalam pelukan Jimin.

Semilir angin menambah suasana malam semakin sendu membuat Ariana semakin tenggelam di dalam pelukan. Ia menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada tempat paling nyaman di dunia ini selain berada dalam dekapan Jimin dan itu membuatnya menjadi tenang.

"Menurutmu berapa lama kita bisa menghabiskan waktu seperti ini?" Pertanyaan Ariana mampu mengalihkan suasana.

"Sejak kau memutuskan untuk meraih semua mimpimu," pungkas Jimin sampai Ariana membisu menatapnya. Jimin mengusap surai Ariana dan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga yang beberapa kali tertiup angin. "Beberapa hari yang lalu aku melihatmu bersamanya. Kalian berdua duduk dengan santai di tepi sungai ini. Jujur saja, saat itu aku merasa cemburu," ujarnya mengingat momen kebersamaan Ariana dan Tae Yong tempo hari. "Hari ini aku juga menyaksikan bagaimana dirimu mengobati lukanya dan itu membuatku sangat cemburu," tuturnya lagi.

Ariana kian membisu mendengarnya. Jimin menggenggam salah satu tangan Ariana. "Aku merasa kau begitu perhatian padanya. Apakah kau menyukainya?"

Ariana tidak bisa menjawabnya.

"Apakah salah jika aku merasa cemburu?" ucap Jimin lagi.

Ariana terkesiap, hatinya menjadi pedih ketika melihat tatapan nanar dari Jeong Jimin. Ia berpaling untuk menyembunyikan air mata kesedihannya.

"Maafkan aku, Ari." Jimin menyentuh pundaknya.

Ariana menoleh. "Jim, tidak seharusnya kau mengatakan semua itu. Kau tidak berhak cemburu karena kita sudah putus," ucapnya uang kemudian berdiri hendak pergi.

Jimin terperangah. "Aku ingin menarik kembali ucapanku. Aku tidak ingin putus denganmu. Aku ingin selalu bersamamu, Ari."

Jimin berdiri di hadapan dan merangkum wajah Ariana. Menyentuhnya dengan saksama, menatapi kedua mata yang sembab penuh dengan air mata.

"Aku tidak ingin berpisah denganmu." Ia melirih menempelkan keningnya pada kening Ariana. Wanita itu semakin bersedih. Ia kembali menyadari satu hal bahwa dirinya tidak cukup pantas untuk seorang pria baik serta pengertian seperti Jimin.

"Sekarang aku mengerti, Jim. Mengapa kau memutuskanku."

Jimin menatap nanar pada Ariana.

"Ayah benar. Sampai di sinilah nilai diriku. Aku tidak pantas menjadi apa yang kuinginkan. Aku juga tidak pantas untukmu." Ariana menjauhkan rangkulan tangan Jimin secara perlahan.

"Ari, apa maksudmu?" Jimin terpaku di hadapan.

"Sekarang aku bisa merelakanmu. Aku tahu di mana letak kesalahanku selama ini. Aku egois, keras kepala, persis seperti apa yang ayah bilang padaku. Aku tidak pantas."

"Ari." Jimin mendekat, menyeka air mata yang menetes beberapa kali di kedua pipi Ariana.

"Mengapa kau bicara seperti ini?" Jimin menjadi sedih.

"Maafkan aku, Jeong. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak pantas untukmu." Ariana berlinang air mata.

"Tidak. Kau jangan bicara seperti ini!" Jimin memeluknya dengan erat.

"Aku harus pulang. Aku harus minta maaf pada Ayah." Ariana melepaskan pelukan dan menyeka wajahnya yang sudah sembab.

"Untuk apa kau minta maaf? Kau tidak bersalah." Jimin menatap heran.

Ariana menggeleng. "Aku harus minta maaf agar Ayah tidak memecatku dari posisiku saat ini," ujar Ariana.

Pernyataan Ariana membuat Jimin sedikit geram.

"Kau tidak perlu meminta maaf. Kau harus yakin pada dirimu sendiri bahwa kau tidak bersalah. Ariana yang kukenal tidak akan merendahkan diri untuk hal seperti itu," tukasnya.

"Jim, dia itu ayahku dan aku akan meminta maaf walaupun sampai berlutut, aku rela melakukannya."

"Apa?" Jimin menjadi bungkam.

Ariana melangkah meninggalkannya di tepian sungai Han.

***

Jimin mengantar Ariana kembali ke rumahnya. Ariana menemui ayah dan ibunya di ruang keluarga. Persis seperti apa yang dikatakan oleh Ariana sebelumnya, bahwa ia rela walaupun harus berlutut di hadapan sang ayah untuk meminta maaf.

"Ari, bangunlah!" Jimin mendekat ke samping Ariana dan merangkul tubuhnya karena tidak tahan melihatnya bersikap demikian.

"Jim, biarkan aku di sini," tukas Ariana.

"Tidak. Kau tidak harus melakukan ini. Bangunlah!"

"Aku akan tetap seperti ini sampai Ayah memaafkanku."

"Kau tidak perlu seperti ini. Kau tidak perlu meminta maaf pada siapa pun!"

"Jim, pergilah."

Jimin hampir kehilangan kendali. Ia merangkul tubuh Ariana sepenuhnya dan membuatnya hingga berdiri tegap. "Kau tidak perlu berlutut. Aku tegaskan sekali lagi kau tidak perlu berlutut. Kau tidak perlu meminta maaf karena kau tidak bersalah. Apa kau mengerti?"

"Aku mengerti. Justru karena itu aku melakukan hal ini. Aku mengerti karena aku bersalah. Sebaiknya kau pergi dari sini, Jeong!"

Ariana kemudian berpaling membelakanginya. "Pergilah! Ini adalah urusan keluargaku, bukan urusanmu."

"Ari!" Jimin terperangah. Ia tidak menyangka kalau Ariana akan berkata demikian. Menganggapnya seperti bukan siapa-siapa.

Jimin menoleh ke sana dan ke mari memandangi satu persatu wajah-wajah yang sedari tadi hanya bungkam seakan ingin menghakimi kekasihnya. Memandang lebih lama pada Hyung Jun. Pria tampan yang terlahir sebagai kakak laki-laki Ariana itu kini terduduk tidak berdaya menggunakan kursi roda. Jimin menyadari satu hal bahwa keluarga itu selalu menekan Ariana sejak dulu. Saat ini hatinya kembali pedih karena kenyataan bahwa Ariana mengabaikan dirinya.

"Mengapa kau tidak percaya padaku? Aku bisa membahagiakanmu, Ari." Jimin melirih. Ariana memandangnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Kau hanya mengejar apa yang kau inginkan. Kau hanya mementingkan pekerjaan dan kedudukanmu. Itu memang benar. Kau tidak pernah memikirkan bagaimana hati dan perasaanku selama ini. Kau sangat egois." Jimin mulai meneteskan air mata.

"Jim," gumam Ariana yang tak kuasa melihat Jimin menangis.

"Ayahmu benar. Kau memang tidak pantas, tidak juga untukku." Jimin mengangguk, bibirnya mengulum rapat. Ia memandang penuh Ariana disertai air mata, kemudian pergi meninggalkan rumah itu.

"Jimin!" Ariana beranjak dan mengejarnya hingga keluar rumah. Namun sayang, Jimin sudah terlanjur pergi jauh mengendarai mobilnya.

Hujan pun tiba-tiba turun dengan derasnya mengguyur tubuh Ariana yang sedang berduka.

"Jimin." Ariana hanya mampu menangis di atas rerumputan di halaman rumahnya.

Kursi roda bersama tuannya mendekat ke samping Ariana. "Aku yakin Jimin akan memahami keputusanmu," ucap Hyung Jun.

Ariana mengingat satu momen ketika Jimin mempertanyakan keinginan terbesarnya dan Jimin berkata bahwa keinginan itu seperti bintang yang selalu bertambah.

"Keinginanku tidaklah terbatas, Jim."

Ariana menangis tersedu-sedu. Wanita patah hati itu memandang ke atas. Malam ini bukanlah bintang yang dapat ia lihat seperti malam-malam sebelumnya. Namun, hanya hitam dari warna payung yang Hyung Jun pakai untuk memayunginya dari air hujan. Ia kembali teringat satu hal.

"Aku ingin menjadi langitmu." Ucapan Jimin mampu menembus hatinya. Ia menjambak rumput. Dadanya semakin sesak. Ia sadar, bahwa langitnya tidak lagi bahagia. Langitnya baru saja pergi membawa serta luka. Ia sadar, jika tidak ada langit lalu bagaimana bisa ada bintang.

Ariana termenung menyadari segala kesalahan dan menyadari puncak dari keinginan terbesarnya yaitu Jeong Jimin.


Imagine Go Hyung Jun.

Continue Reading

You'll Also Like

948K 77.5K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
6.2M 604K 96
Yang Haechan tahu dia dijodohkan dengan laki-laki lugu yang bernama Mark Jung, tapi siapa sangka ternyata dibalik cover seorang Mark lugu Jung terdap...
179K 28.1K 51
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
78.5K 9.4K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...