GANJIL GENAP

By ceritapucai

49.7K 4.6K 611

"Saran gue sih kalau lo mau hidup tenang di SMA lo jauh-jauh deh dari angkatan 18." "Dari kak Gerhana lebih t... More

Prolog
CAST & TRAILER
1. H-1
2. Namanya Venila
3. Kesialan
4 - Dibalik Layar
5 - Kesan Pertama
6 (A) - Cerminan Diri
6 (B) - Cerminan Diri
7 - Imbas
8 - Pertemuan Kedua
9 - Pahlawan Sembilan Belas
10 - Konsekuensi
11 - Sejarah baru
13 - Di sisimu
14 - Peranku dalam Duniamu
15 (A) - Sasaran Baru
15 (B) - Sasaran Baru
16 - Ila vs Angkatan 18
17 - Galak Pertanda Suka
18 - Permainan Hati
19 - Bongkaran Rahasia
20 - Memihak
21 - Perasaan Tak Terarah
22 - Melepas
23 - Dirampas
24 - Semu
25 - Berubah
26 - Roda Berputar
27 - Melawan Hukum Alam
28 - Sedarah Daging
29 - Pelangi yang Ku Mau
30 - Pudar
31 - Cinta dan Rahasia
32 - Melawan Gengsi
33 - Komitmen dan Perasaan
34 - Pengasingan
35 - Buta
36 - Kunci Jawaban
37 - Sang Pelaku
38 - Terungkap
39 - Selama Ini
40 - Sisi Gelap
41 - bayangan
42 - Bahagia
43 - Mengandalkan
44 - Penolakan
45 - Berpura-pura
46 - Jauh Lebih Sakit
47 - Kata Percaya
48 - Pilihanmu
49 - Perang Saudara
50 - Pergi tanpa Pamit
BILA HILANG X GANJIL GENAP

12 - Gerhana dan Sagara

889 89 4
By ceritapucai

Happy reading! jangan lupa vommentnya yaa <3

–––

"Karena tak segampang itu jika harus menyelesaikan masalah yang belum tuntas di masa lampau."

–––

"Gak pulang dek?" Tanya pak satpam yang sedang bertugas.

"Belum pak masih ada urusan," jawab Gerhana.

Sudah selama hampir satu jam Gerhana berdiam diri di ruangan security bersama seorang satpam yang sedang berjaga. Jam kerjanya sudah lewat sejak tadi namun dia tak bisa pulang karena Gerhana dan Ila yang masih berada di dalam lingkungan sekolah.

"Sampe jam berapa kira-kira? Bapak mau pulang soalnya, anak bapak lagi sakit di rumah."

"Bapak pulang duluan aja gapapa, nanti saya aja yang kunci pagernya."

"Gak bisa nanti–"

Gerhana langsung memotongnya, "Pak kepsek? Gapapa itu urusan saya aja nanti, lagian besok subuh saya harus nyiapin buat acara lagi sama anak-anak, malem ini kuncinya di saya aja."

"Ohh yaudah atuh, bapak titip yah," Pamit pak satpam itu seraya menyerahkan kunci gerbang sekolah.

Gerhana mengangguk. Cowok itu segera menerima kunci gerbang yang diberikan oleh security.

Setelah pak satpam itu pergi, Gerhana segera menempatkan kursinya. Cowok itu kemudian memanjakan tubuhnya dengan bersandar pada sandaran kursi. Punggungnya terasa pegal karena berdiri selama satu jam lebih. 

Gerhana mulai mengotak-atik layar CCTV yang ada pada ruangan itu. Ia sengaja memperbesar kamera yang ada pada ruang OSIS. Gerhana tahu Ila harus benar-benar berada di bawah pengawasannya. Gadis itu bukanlah tipikal murid yang akan selalu patuh pada instruksi dan aturanyang diberikan. Bahkan Ila sering kali melawan dan membangkang padanya.

Gerhana sama sekali tidak mengalihkan perhatiannya. Jujur saja dia tak menyangka Ila akan mengerjakannya. Dari gerak-geriknya, tampaknya gadis itu benar-benar memeriksanya secara teliti. Rupanya gadis itu telah memahami arti dari konsekuensi dengan sangat baik.

ponselnya bergetar berkali-kali. Sebuah notifikasi yang bermunculan itu membuat perhatiannya sedikit buyar. Gerhana merogoh saku celananya dan memeriksa pesan-pesan yang baru saja masuk.

GARDA TERDEPAN 18 (4)

Junar : p

Junar : p

Junar : Hana sayang kamu dimanaaa?

Gangga : sejak kapan si gerhana dipanggil hana?

Junar : sejak gerhana sering ngilankkk🥺

Gangga : alay jink geli gue

Adrian : Eh iya dah tumben si Gerhana ga ke tongkrongan

Adrian : lo kemana cok

Gerhana : Masih ada urusan ospek bentar

Gangga : Idihhhh sok sibuk

Gangga : Kita juga panitia ospek ga gitu2 amat

Adrian : Dia ketuanya pasti lebih sibuk sih Ga

Junar : Urusan ospek apa urusan hati nich?

Gerhana : diem Jun gak lucu

Junar : masih bimbang yahh? 

Junar : pengen professional tapi peserta ospeknya udah ada di hati WKAKAKAKAKA

Gangga : Ada apaan sih ini gue gak ngerti

Gerhana : Emangnya gue ngerti? 

Gerhana : ngelantur ini si Juna

Adrian has started a group call.

Gerhana menghela napasnya. Cowok itu tak punya pilihan lain. Jujur saja ia malas untuk mengangkatnya, namun teman-temannya pasti akan semakin berpikiran kemana-mana jika ia tidak ikut bergabung pada group call yang sengaja Adrian mulai.

"Sini hann ke tongkrongan," ajak Junar.

"Gue nyusul nanti maleman," jawab Gerhana.

"Lo lagi ngapain sih sibuk amat," Tanya Gangga penasaran.

"Gue kesana ya bantuin lo," Adrian berinisiatif.

"Ehh gak usah!!" Gerhana langsung menolaknya.

"Heh jangan diganggu Dri, kan udah dibilangin lagi ada urusan hati," timpal Junar seraya menggoda Gerhana.

"Dia gak perlu bantuan kalo soal itu mah," lanjutnya.

"Han? Beneran?" Tanya Adrian memastikan. Cowok itu sudah mulai percaya dengan kicauan Junar. 

Gimana mau gak percaya? Reaksi Gerhana barusan terdengar sangat mencurigakan.

Gerhana menghela napasnya, "Astaga, Jun jangan ngada-ngada gitu dong ah."

"Lo suka memicu peperangan gini deh," lanjutnya. Jujur saja Gerhana malas jika harus mengklarifikasi panjang lebar, namun sepertinya Gangga dan Adrian sudah mulai berpihak pada Junar.

"Ini ada apa sih sebenernya?" Tanya Gangga kebingungan.

"Gaada apa-apa," Gerhana langsung menjawabnya.

"Gaada apa-apa kok kaya yang panik gitu pas Adrian mau kesana?" Tanya Junar dengan nada bicaranya yang penuh arti.

"Yaa gue gak mau repotin kalian aja lagian sekarang gue lagi brainstorming, lagi pengen sendiri dulu," balas Gerhana. Perlahan cowok itu tetap berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari Gangga dan Adrian kembali. Jangan sampai mereka sampai percaya dengan omong kosong Junar. 

Sebab omong kosongnya itu tak sepenuhnya salah. 

Saat ini Gerhana memang sedang berurusan dengan Ila. Gadis itu yang membuatnya tidak bisa hadir di tongkrongan sore ini.

"Tumben-tumbenan loh lo kaya gini," Adrian mulai curiga.

Gerhana menghela napasnya. Cowok itu kembali mengalihkan perhatiannya pada monitor. Gerhana sengaja memperkecil kembali frame CCTV agar bisa melihat kondisi di sekolahnya secara menyeluruh. 

Pak satpam sudah memberikan kepercayaan padanya, mau tidak mau dia juga harus memeriksa keamanan sekolahnya. Kini tugasnya bukan lagi hanya sekedar memantau Ila dari kejauhan.

"Kalau ada masalah cerita dong Han, apalagi masalah OSPEK kaya gini cerita aja dong ke kita," timpal Gangga.

"Iya gue ngerasanya lo makin kesini makin ngejauh, kita ada salah sama lo?" Tanya Adrian secara terang-terangan.

"Iya lo sekarang–"

"Bentar," potong Gerhana.

Gerhana memicingkan matanya. Ia kembali memperbesar salah satu frame yang ada pada layar. Seorang cowok yang sejak tadi ada di parkiran kembali memasuki lingkungan sekolah. 

Dan tampaknya ia sedang berjalan ke arah ruang OSIS.

"Kenapa Han?"

"Eh ada apa?"

"Eh jawab Han, malah diem."

"Kalo lo gak mau jawab juga kita semua kesana sekarang juga," Adrian mulai mengancamnya.

Gerhana sangat mengenali cowok itu. Dari posturnya, gaya rambut, atribut yang digunakannya. Dia langsung tahu siapa sosok itu.

Sagara Adhitama, anak angkatan 17.

"Nanti gue telepon lagi," pamit Gerhana. Ia langsung keluar dari grup call tersebut, tak menghiraukan ancaman yang Adrian berikan padanya. Apa yang baru saja ia lihat jauh lebih penting dari apapun.

Cowok itu kemudian bergegas pergi menuju ruang OSIS. Gerhana nyaris berlari untuk sampai ke sana. Jangan sampai Sagara sampai lebih dulu darinya. 

Jangan sampai Sagara membuka pintunya.

Namun kali ini langit sedang tak berpihak pada siapapun. Keduanya datang secara bersamaan. Dipertemukan di depan ruang OSIS secara empat mata. Gerhana ingat betul pertemuan terakhirnya dengan Sagara secara empat mata sama sekali tidak berkesan baik. 

"Tumben jam segini masih di sekolah," tukas Gerhana. Sapaan dari cowok itu sama sekali tidak terdengar ramah di telinga siapa pun.

Sagara menautkan kedua alisnya, "Merhatiin banget dah."

Gerhana tak menjawab. Ia tahu Sagara sengaja memancingnya dengan ejekan itu. Siapa yang emosi lebih dulu, dia lah yang kalah. Begitulah cara bertarung menghadapi Sagara.

Umpan Sagara tidak mempan sama sekali. Cowok itu kemudian memulai aksinya. Ia sengaja melangkah mendekat pada pintu ruangan yang ada di depannya.

Jujur saja Sagara sama sekali tidak tahu ada apa di balik ruangan ini. Bahkan Sagara sebenarnya tak berniat untuk mampir ke ruang OSIS. Namun dari raut wajah Gerhana yang sedikit terlihat panik, sepertinya cowok itu menyembunyikan seusatu di ruangan itu.

Gerhana dengan sigapnya langsung menghalangi jalannya. Cowok itu tidak akan membiarkan Sagara untuk masuk ke dalam.

"Lo mau ngapain?" Gerhana kembali angkat suara dengan nada yang jauh lebih tinggi.

Emosinya mulai terpancing karena ulah Sagara.

Sagara mengerutkan keningnya. Dugaannya benar. Jika tak ada sesuatu di dalam sana seharusnya reaksi Gerhana tidak berlebihan seperti ini.

"Kenapa lo selalu ikut campur urusan gue sih?" Tanya Sagara heran.

"Gue tahu lo bukan tipikal orang yang kaya gitu," lanjutnya.

Jujur saja ini bukan pertama kalinya Gerhana selalu ikut campur dengan urusannya. Bahkan selama ini Sagara merasa Gerhana selalu menguntitnya. Entah apa yang Gerhana ingin cari darinya. Sagara tidak paham apa yang menjadi tujuan Gerhana melakukan itu semua.

"Semua barang-barang termasuk tugas peserta ada di dalem sana, gue sebagai ketua berhak ngatur keluar masuknya orang di ruangan ini," jawab Gerhana.

Belum sempat Sagara membalas perkataan Gerhana, pintu yang saat ini Gerhana halangi terbuka menampakkan seorang gadis dengan raut wajahnya yang kelelahan.

Ila membulatkan matanya. Andai saja ia tahu bahwa saat ini sedang terjadi peperangan antara Gerhana dan Sagara di depan ruang OSIS, Ila akan memilih untuk tetap berdiam diri di dalam ruangan saja.

Seketika keadaan menjadi canggung. Hening. Ketiganya sama-sama terkejut melihat keberadaan satu sama lain.

Gerhana menghela napasnya. Tamatlah riwayatnya. Dia sama sekali tidak menduga bahwa Ila akan membuka pintu ruangan itu dari dalam.

"Eh Kak Sagara? Kak Gerhana?" Sapa Ila kikuk. Gadis itu mengigit bibir bawahnya. Tak seharusnya dia berada di sini. Jujur saja Ila ingin segera angkat kaki dan pergi dari kecanggungan ini.

Sagara sedikit terkejut dengan kehadiran Ila di dalam sana. Melihat raut wajah Gerhana yang biasa saja membuat Sagara berspekulasi semakin kemana-mana.

"Termasuk salah satu peserta OSPEKnya juga ada di dalem ya?" Sagara menyunggingkan senyumnya.

Sagara terkekeh pelan, ini seperti komedi untuknya. "Lo gak ngizinin gue masuk tapi lo ngebiarin Ila masuk seenaknya, lawak banget lo jadi ketua Han."

Jantung Ila bedegup cepat. Gadis itu benar-benar terancam saat ini. Bisa-bisa hukumannya bertambah jika Sagara sampai tahu bahwa Gerhana menjadikannya sebagai seorang pesuruh.

"Sorry kak kayanya ada sedikit salah paham deh," cicit Ila.

"Jujur barusan aku nekat masuk ruang OSIS buat nyari lip tint yang di sita waktu itu, lip tint cadangan aku udah abis," Ila sengaja menggunakan kata aku agar terdengar lebih sopan oleh Sagara. Ia sangat menghormati Sagara sebagai kakak kelasnya yang sangat baik padanya selama ini.

"Maaf banget yah kak, kedepannya aku gak akan ngulangin lagi," Kali ini Ila sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengangkat wajahnya. Gadis itu tak membiarkan kedua cowok itu untuk menatap wajahnya.

Gerhana mengalihkan tatapannya pada Ila. Cowok itu menaikkan alisnya penuh dengan tanda tanya.

Ila yang diberi tatapan dengan guratan kebingungan oleh Gerhana hanya bisa mengangguk pelan. Secara tidak langsung Ila meminta Gerhana untuk memainkan skenario buatannya.

"Kak Gerhana maaf banget yah jangan hukum aku yang berat-berat," pinta Ila.

Gerhana menghembuskan napas beratnya. Cowok itu mulai paham dan mengikuti permainan yang baru saja dimulai, "Kesalahan lo kali ini udah fatal banget gue gak bisa ngasih toleransi lagi."

"Lo udah ngelakuin tindakan kriminal, sama aja kaya pencobaan pencurian," lanjut Gerhana.

Sagara terdiam, kali ini dia tidak bisa berbuat apa-apa. Posisinya sangat canggung berada di tengah perdebatan antara Ila dan Gerhana. Cowok itu akhirnya memutuskan untuk segera pergi. Dia tidak mau terlibat terlalu dalam pertengkaran keduanya.

Lebih tepatnya, Sagara tidak mau dinilai sama seperti Gerhana oleh gadis itu.

"Kak please? aku beneran gak akan ngulangin lagi," Ila mencoba untuk memohon.

Gerhana tak menjawab permohonan Ila, cowok itu juga pergi melalui arah yang berlawanan dari Sagara.

Kini gadis itu benar-benar sendiri. Entah apa yang harus ia lakukan setelah ini. Jujur saja ia ingin segera pulang dan memanjakan tubuhnya di atas ranjang. Namun tampaknya hal itu harus ia tunda untuk sejenak. Urusannya dengan Gerhana belum selesai untuk sepenuhnya.

"Kak Gerhana!!"

Ila memutuskan untuk mengejarnya. Namun gadis itu sedikit kewalahan karena langkah Gerhana jauh lebih lebar. Langkah kakinya juga jauh lebih cepat membuat Ila harus menggunakan energi yang jauh lebih ekstra untuk mengejarnya.

"Kak Gerhana gue udahan akting–"

Langkah Ila langsung terhenti. Ucapannya tergantung saat matanya tak sengaja menangkap segerombolan pria yang berjalan menghampiri Gerhana. Dari kejauhan Ila sudah bisa memastikan mereka adalah teman satu gangnya.

"Woyyy Gerhana!!" sapa Junar dan kawan-kawan.

"Parah banget lo, kita teleponin lo gak ngangkat," Gangga menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Shit! Ini kenapa orang-orang gak pada pulang dah jam segini?" batin Ila.

"Sorry gak kedengeran barusan," jawab Gerhana acuh.

"Eh ada siapa tuh? Kok masih ada di sekolah?" Tanya Gangga sembari mengarahkan telunjuknya pada Ila.

Kini semua perhatian gerombolan cowok itu tertuju padanya membuat jantungnya berdegup dengan cepat dalam sekejap.

"Nahkan udah gue bilang Gerhana tuh ada masalah hati–"

Ila meringis pelan. Ia tak punya pilihan lain. Mau tidak mau Ila harus melanjutkan skenario yang barusan ia buat. Gadis itu segera melanjutkan aktingnya, ia melanjutkan langkahnya menghampiri Gerhana.

"Kak Gerhana!!"

Gerhana berdecak sebal. Ia benar-benar kesal karena tak seharusnya Ila mengejarnya. Cowok itu sudah cukup lelah untuk memainkan skenario tersebut.

"Kak, please ya jangan hukum gue," rengek Ila.

"Weh ada apa ini? Bikin masalah apa lagi dah tu anak?" Tanya Adrian. Cowok itu mulai menunjukkan taringnya setelah melihat keberadaan Ila di sini. Sejak awal ia tak pernah suka dengan gadis itu.

"Dia nyelonong masuk ke ruang OSIS," jawab Gerhana singkat.

"Ini udah gak bisa dibiarin lagi sih Han. Dia makin hari makin ngelunjak."

Gerhana mendekat lalu berbisik tepat di depan telinga Adrian, "Gue udah kasih hukuman yang berat buat dia, tenang aja."

"Lo pulang sekarang atau gue tambah lagi hukuman lo," ancam Gerhana.

Seketika ada perasaan senang dalam hatinya. Secara tidak langsung Gerhana menyuruhnya untuk segera pulang dan meninggalkan tempat ini yang artinya urusan dia dan Gerhana untuk hari ini sudah selesai sepenuhnya.

"Iy–iya kak ak–aku pulang sekarang," jawab Ila dengan gugupnya yang ia buat-buat.

Ila segera mengikuti perintah dari Gerhana. Gadis itu segera angkat kaki dari SMA Nusa Bangsa.

"Gue nitip jangan sampe masalah ini nyebar," pinta Gerhana ketika Ila sudah sepenuhnya hilang dari pandangan.

Adrian mengerutkan keningnya, "Lah kenapa? Harusnya sebarin aja dong biar dia malu sama perbuatannya."

"Kalo gak kaya gitu dia gak akan sadar-sadar Han," timpal Gangga. Cowok itu juga tidak setuju dengan keputusan yang baru saja Gerhana ambil.

"Lo mau emangnya nyebar rumor kalo sistem pertahanan kita lemah?" Tanya Gerhana.

"Jangan sampe karena kasus ini ke up ada peserta lain yang nyoba hal yang sama juga," lanjutnya.

Ketiga temannya terdiam. Perkataan Gerhana ada benarnya juga. Kalau sampai berita ini nyebar, mereka sendiri yang akan kewalahan jika sampai ada siswa yang nekat.

Lagi pula gadis itu sama sekali tidak menyelundup ke ruang OSIS. Skenario itu hanyalah rekayasa yang Ila bikin secara spontanitas.

–––

Gerhana Psycho 18💀 is calling

Ila menghembuskan napas beratnya. Ia pikir urusannya dengan Gerhana untuk hari ini sudah sepenuhnya selesai. Namun cowok itu masih saja menghubunginya.

Dengan mematuhi aturan pertama, gadis itu segera menjawab panggilan tersebut.

"Akting lo bagus juga barusan," kali ini Gerhana memberinya sedikit pujian sebagai sapaannya melalui sambungan telepon.

"Ya gak heran sih secara lo ratu drama," lanjutnya. 

Senyuman Ila yang sudah merekah langsung ditenggelamkan dalam sekejap. "Kalo mau muji ya muji aja gak usah malu-malu gitu deh," tukas Ila yang berusaha untuk meredam rasa kesalnya.

"Emang barusan yang gue omongin kedengerannya kaya pujian ya?" Tanya Gerhana memastikan.

"Ya emang apa lagi kalau bukan pujian?"

"Ternyata lo gampang terbang ya orangnya? Sampe salah tangkep gitu."

"Ishhh terserah lo deh!!" Gerutu Ila.

"Oiya berarti hukuman gue dikurangin dong? Barusan gue udah berhasil nyelamatin lo," Ila mencoba untuk melakukan negosiasi. Ini kesempatan emasnya untuk meminta keringanan pada Gerhana. Lagi pula dia berhak mendapatkan itu semua. Usahanya dalam berakting barusan pantas untuk dihargai.

Gerhana mengerutkan keningnya. Nampaknya ada yang perlu dikoreksi dari perkataan Ila barusan. "Nyelamatin gue? Kalo pun ketauan gue tetep selamat kok."

Ila mengerjapkan matanya, saat ini gadis itu sedikit kebingungan karena balasan dari Gerhana. "Terus kenapa harus sembunyi-sembunyi kaya gini?" 

"Biar gue punya alesan buat nambahin lo hukuman," jawab Gerhana asal.

"Eh bener-bener ya lo!!"

Ingin sekali Ila berkata kasar. Ternyata mustahil jika dia bisa berhadapan dengan Gerhana tanpa emosi. Cowok itu selalu membuatnya naik darah. Untung saja dia tidak punya riwayat penyakit serangan jantung.

"Kalau bukan kakak kelas udah gue–"

Gerhana langsung memotong ucapan gadis itu, "Lo apa? Lo berani ngapain emangnya?"

Ila terdiam. Pertanyaan dari Gerhana berhasil membuatnya bungkam. Berani apa? Tak ada yang bisa ia lakukan untuk melawan Gerhana dengan keberaniannya. Cowok itu sudah menang sejak awal.

Gerhana kembali membuka topik, "Tugas yang barusan udah beres semua?"

Ila menghela napasnya. Dia tahu cowok itu tak mungkin memeriksanya apalagi secepat itu. Namun tetap saja terbesit rasa kecewa dalam dirinya. Ila merasa usahanya dalam mengoreksi itu semua tidak dihargai oleh Gerhana.

"Parah banget, lo gak ngecek?" Ila menjawabnya dengan pertanyaan juga.

"Masuk ruang OSIS lagi aja belum, kan barusan gue dikejar-kejar sama lo," jawab Gerhana sesantai itu.

Ila bergidik ngeri, "Idih amit-amit gue ngejar-ngejar lo, dikira lo ganteng?"

Hening sejenak. Kali ini lawan bicaranya tak langsung memberikan respon.

"Ya emang ganteng sih, aduh Ila lo ngapain ngomong kek gitu?" gerutu Ila dalam hatinya.

"Kata orang-orang sih gitu," balas Gerhana selang beberapa detik.

"Wah fix! Mereka pasti pada rabun," simpul Ila.

"Ehh parah banget lo."

"Oiya ada apa lo nelepon gue? Lagi sibuk nih kerjaan gue banyak," tanya Ila mengembalikan pada bahasan utama. Gadis itu tidak mau berbasa-basi lebih lanjut dengan Gerhana. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus ia kerjakan ketimbang adu debat dengan ketua pelaksana ospek tahun ini.

"Sok-sokan baru juga jadi anak baru," ejek Gerhana.

"Kan lo yang bikin gue jadi orang sibuk, gara-gara harus ngoreksi gue jadi belum ngerjain tugas OSPEK samsek," Ila menjelaskan secara gamblang atas kesibukannya yang dibuat oleh Gerhana sendiri.

"Ya itu sih udah jadi derita lo."

Sudah untuk kesekian kalinya Ila menghela napasnya. Gadis itu berusaha untuk tidak menanggapi setiap ucapan Gerhana dengan serius tapi tetap saja amarahnya terpincut juga.

 "Gak usah ngalihin mulu, to the point aja. Ada apa lo nelepon gue?" Tanya Ila terang-terangan.

"Cuma mau mastiin aja udah di koreksi atau belum," jawab Gerhana seadanya.

"Dih gitu doang? Mau aja buang-buang pulsa," Ila berkomentar.

"Emangnya lo berharap apa? Mau diingetin makan sama gue?" Tanya Gerhana, tapi kali ini pertanyaan dari cowok itu sekilas terdengar seperti sebuah godaan.

"Dih ogah, yang ada gue jadi gak nafsu makan," balas Ila.

Gerhana terkekeh pelan. Untuk pertama kalinya Ila mendengar tawa cowok itu meski hanya melalui panggilan telepon. Cowok itu selalu terlihat kaku, dingin, dan misterius di sekolah. Namun entah mengapa kali ini kepribadiannya berubah 180 derajat. Ila bahkan sempat berpikir bahwa saat ini yang sedang berbincang dengannya mungkin saja bukan Gerhana.

"Oiya besok beres sekolah temuin gue langsung di ruang OSIS," ucapnya ketika tawanya sudah mereda sepenuhnya.

"Gak ada toleransi keterlambatan."

"Telat semenit, lo bakal nyesel seumur hidup," ancam Gerhana sebelum ia memutuskan sambungan telepon itu.

Belum sempat Ila menanggapi perkataannya, Gerhana sudah lebih dulu mengakhiri panggilannya. Ila hanya bisa mendengus, dia sudah tidak punya energi tambahan untuk mengomel atau bahkan hanya sekedar memakinya.

Ila tahu ini semua baru awalan. Entah akan setega apa Gerhana akan menyiksanya kelak untuk kedepannya. 

Ila harus tetap kuat menghadapi ini semua. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk saat ini. Menjadi seseorang yang kuat, begitu lah kira-kira salah satu cara untuk melawan Gerhana yang disertai dengan hukuman konyolnya yang ia berikan.

–––

SPAM COMMENT SEBANYAKNYAA DISINI BIAR MAKIN CEPET UPNYAA!!

Vote dan Comment buat next part!

✨LINK AU GANJIL GENAP✨

https://twitter.com/ceritapucai/status/1594576586711658496

Continue Reading

You'll Also Like

6.6K 5K 50
[Revisi setelah tamat] ATTENTION!! Don't Plagiat! No Plagiat! Cerita ini hanya berada diakun milik @Rinai_Kalbu. Tidak ada unsur mengcopy cerita mili...
12.2K 517 40
Sebuah cerita memperjuangkan seseorang. Wahyu si Pentolan sekolah, jatuh cinta pada seorang siswi terkenal di sekolahnya. Fifi, selain pintar, terke...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.7M 274K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5.6K 911 53
[Beberapa part sudah dihapus] [Visual : Mashiho & Kyujin Nmixx] Kehidupan cinta remaja indah yang dibayangkan oleh Arin ternyata tidak berjalan mulus...