Through the Lens [END]

By dindaarula

83.8K 9.2K 831

I found you through the lens, then I'm falling right away. --- Ketika bertugas sebagai seksi dokumentasi dala... More

๐Ÿ“ท chapter o n e
๐Ÿ“ท chapter t w o
๐Ÿ“ท chapter t h r e e
๐Ÿ“ท chapter f o u r
๐Ÿ“ท chapter f i v e
๐Ÿ“ท chapter s i x
๐Ÿ“ท chapter s e v e n
๐Ÿ“ท chapter e i g h t
๐Ÿ“ท chapter n i n e
๐Ÿ“ท chapter t e n
๐Ÿ“ท chapter e l e v e n
๐Ÿ“ท chapter t w e l v e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t e e n
๐Ÿ“ท chapter f o u r t e e n
๐Ÿ“ท chapter f i f t e e n
๐Ÿ“ท chapter s i x t e e n
๐Ÿ“ท chapter s e v e n t e e n
๐Ÿ“ท chapter e i g h t e e n
๐Ÿ“ท chapter n i n e t e e n
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y t w o
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y f o u r
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y f i v e
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y s i x
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y s e v e n
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y e i g h t
๐Ÿ“ท chapter t w e n t y n i n e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y o n e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y t w o
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y f o u r
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y f i v e
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y s i x
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y s e v e n
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y e i g h t
๐Ÿ“ท chapter t h i r t y n i n e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y
๐Ÿ“ท chapter f o r t y o n e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y t w o
๐Ÿ“ท chapter f o r t y t h r e e
๐Ÿ“ท chapter f o r t y f o u r
๐Ÿ“ท f i n a l chapter

๐Ÿ“ท chapter t w e n t y o n e

1.4K 204 30
By dindaarula

Sewaktu Radya menawarkan diri untuk mengantarkan pulang, jujur saja Alsa sama sekali tak memikirkan keberadaan Mama di rumah. Sebab yang ada dalam benak Alsa hanyalah sebuah pemikiran bahwa ia tak boleh melewatkan kesempatan seperti itu. Oleh karena hal tersebut, rasanya Alsa betul-betul tak ingin turun dari mobil kala mendapati Mama berada di depan rumah tetangga yang persis berada di sebelah kediaman Alsa.

Pasalnya, yang ada di sana bukan hanya Mama, tetapi tiga orang ibu-ibu komplek lainnya. Dan ketika mobil Radya berhenti tepat di pekarangan rumah Alsa, mustahil sekali kalau tidak segera mencuri perhatian mereka, bukan?

Alsa pun mendadak panik saat melihat Mama mulai berjalan mendekat pada mobil dengan tampang penasaran yang begitu kentara.

"Nyokap lo?"

Pertanyaan itu datang dari mulut Radya. Laki-laki itu tampak jauh lebih santai, ia bahkan sudah lebih dulu melepas seat belt seolah siap untuk turun dan menemui Mama Alsa. Gadis itu pun benar-benar tak mengerti kenapa Radya bisa bersikap demikian.

"Iya, Bang, tapi lo nggak perlu turun, kok," sahut Alsa dengan cepat seraya turut membebaskan diri dari seat belt. "Makasih banyak ya, udah nganterin gue pulang walaupun rumah gue jauh. Lo hati-hati pulangnya."

Radya yang terheran dengan penuturan Alsa barusan pun lekas bertanya, "Kenapa lo buru-buru gitu, sih? Gue nggak boleh ketemu nyokap lo, emangnya?"

"Eh? B-bukan gitu, Bang ...."

"Terus?"

Alsa meringis pelan. Dengan sedikit menambahkan bumbu kebohongan, sang gadis pun menjelaskan, "Masalahnya, udah dari lama nyokap gue nunggu temen-temen kampus gue buat main ke rumah. Kalau nyokap ketemu lo, gue yakin lo nggak bakal bisa bebas dari kekepoannya, Bang. Jadi, mending lo langsung pulang aja deh, daripada harus ketahan lama di sini."

Seketika Radya pun tergeming, berpikir. Dalam situasi tersebut, Alsa berharap Radya akan mengambil keputusan tepat dengan cepat sebelum Mama benar-benar sampai ke mobil. Namun, tampaknya Radya justru sama sekali tak terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya. Laki-laki itu bahkan memberi balasan yang tak terdiga setelahnya.

"Tapi, gue kan bukan temen lo."

Alsa sontak diam.

"Lo anggep gue temen lo, emangnya?"

Sorot mata Radya terlihat serius kala mengatakannya, yang berarti ia memang tak sedang bercanda. Rasanya Alsa pun ingin jujur saat itu juga kalau dirinya menyimpan rasa pada Radya, sehingga mana bisa ia menganggap laki-laki itu sebagai salah seorang teman layaknya Kania dan Jeremy. Dan karena hal tersebut pula Alsa tak ingin Mama bertemu Radya. Sebab Mama selalu dapat langsung menebak dengan mudahnya bagaimana isi hati sang anak hanya melalui ekspresi serta tingkah lakunya.

"Kalau bukan temen, terus apa?" Alsa akhirnya bersuara terdengar begitu pelan. Ia tertunduk dan enggan untuk menatap lawan bicaranya.

Ada jeda sejenak sebelum Radya berkata, "Ya senior lo, lah."

Yah, memang benar bahwa Radya ialah senior Alsa. Tapi mendengar itu secara langsung rupanya mampu membuat Alsa lesu seketika.

Radya kemudian membuka pintu mobil, dan kini Alsa sama sekali tak punya tenaga untuk mencegahnya. Satu kaki Radya sudah menginjak tanah, tetapi laki-laki itu tiba-tiba saja kembali menoleh pada Alsa. Senyum ringannya lalu mengembang, bersamaan dengan lolosnya sebuah kalimat, "Seenggaknya untuk saat ini."

Tubuh Alsa pun seketika membatu. Ia bahkan tak peduli lagi pada Radya yang sudah turun dari mobil dan menemui sang mama di luar. Apa yang terlontar dari mulut Radya terus saja berputar dalam benak gadis itu tanpa tahu kapan hentinya.

"Emangnya kalau nanti, bakal jadi apa ...."

-

Pagi ini, Radya baru terbangun ketika jarum jam menunjuk tepat pada angka sembilan. Yah, merupakan hal yang wajar karena kebetulan hari ini sudah memasuki weekend, pun semalam ia baru tiba di rumah pukul dua belas. Proses perekaman video yang ia lakukan untuk grup band Dean ternyata memakan waktu cukup lama sebab adanya beberapa kendala yang tak terduga. Namun, beruntung Radya masih bisa mengatasi hal tersebut dan lanjut menyelesaikan pekerjaannya.

Radya meregangkan sejenak badannya sambil menguap sebelum mengubah posisi menjadi duduk. Usai nyawa berhasil terkumpul, kedua kaki laki-laki berpijak pada lantai dan dirinya lekas beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka dan menyikat gigi. Sayup-sayup suara musik dangdut yang sudah ia hafal betul menelusup dalam rungu Radya setelah ia keluar dari ruangan kecil itu.

Embusan napas pendek Radya loloskan. Senyum tipisnya kemudian terbit. Bi Ajeng pasti tengah memulai aksinya di dapur sekarang, pikir laki-laki itu.

Tanpa menunggu lama, langsung saja Radya langkahkan kedua kaki untuk meninggalkan kamar dan beranjak menuju dapur di lantai satu.

"Seandainya saja ... mau sedikit mengalah, kasih ...."

Radya kontan berhenti kala mendengar Bi Ajeng yang tengah memotong-motong sayuran turut melantunkan lirik lagu seraya sedikit menggerakkan badan sesuai dengan irama. Fenomena seperti ini tentu bukan yang pertama kali, tetapi Radya selalu berhasil terhibur saat menyaksikannya. Ia pun memberi jarak di belakang Bi Ajeng dengan berusaha keras menahan tawa, sementara kedua tangannya ia lipat di depan dada.

"Pertengkaran ini, tak mungkin ada selamanya ...." Bi Ajeng begitu menghayati nyanyiannya, hanya saja karena suaranya pas-pasan, yang terdengar malah tak ada sedihnya sama sekali.

Radya kemudian bertepuk tangan sembari menggeleng-geleng takjub. "Wow, amazing," puji laki-laki itu setengah bercanda, "terharu banget aku dengernya loh, Bi."

Bi Ajeng sekonyong-konyong berbalik dan kedua matanya pun melebar kala mendapati anak majikannya berdiri di belakangnya. "Loh, Den Radya udah bangun rupanya?" tanya Bi Ajeng retorik.

"Bibi pasti ngira aku belom bangun makanya berani nyanyi-nyanyi kayak tadi."

"Hehe. Habisnya sepi banget, Den, jadinya Bibi puter lagu aja sambil nyanyi. Biar makin semangat juga masaknya, nih."

Sejenak Radya pun tertegun. Sebetulnya tak ada yang salah dari kata-kata yang dilontarkan Bi Ajeng--sebab pada kenyataannya suasana di rumah ini memang begitu sepi. Selalu. Bi Ajeng yang tiap hari serta tiap waktu berada di dalamnya pasti lebih mengerti akan hal itu.

Radya lantas mengembuskan napas panjang. Ia kemudian berjalan mendekat pada Bi Ajeng. "Masak apa, Bi?"

"Bibi masak sop ayam kesukaan Den Radya, nih. Aden nggak pergi ke mana-mana, 'kan?"

"Nggak, aku lagi nggak ada kerjaan di luar, Bi. Aku mau nemenin Bibi di rumah aja hari ini."

Bi Ajeng kontan melayangkan tatapan senang pada Radya. "Kalau gitu Bibi jadi ada temennya, deh," tukas wanita paruh baya itu. "Oh iya, Den, tadi pagi Bibi udah beli roti tawar, kali aja Den Radya pengen sarapan roti."

Radya mendengkus pelan. "Jam segini udah bukan sarapan lagi namanya, Bi."

"Yah, itung-itung buat ganjel perut aja, Den, sebelum makan siang. Atau pengen Bibi bikinin makanan yang lain?"

"Nggak perlu, Bi. Roti aja udah cukup."

Setelahnya Radya pun membuka salah satu lemari di dinding dan mengeluarkan sebungkus roti tawar yang masih tersegel serta selai stroberi. Selagi laki-laki itu mulai membuat roti isi selai untuk dirinya semdkri, ia melontarkan satu pertanyaan yang mungkin telah membuat Bi Ajeng bosan acap kali mendengarnya.

"Kemarin papa pulang, Bi?" tanya Radya, berusaha terdengar sesantai mungkin seperti biasanya.

Butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya Bi Ajeng menjawab, "Pulang sebentar, Den, tapi cuma untuk berkemas karena bapak harus keluar kota selama dua hari." Ada jeda sejenak. "Maaf ya, Bibi lupa bilang. Kemarin juga Den Radya pulangnya malam banget, jadi Bibi nggak bisa langsung kasih tau."

Radya tersenyum maklum. "Santai aja, Bi, nggak perlu minta maaf." Kemudian, sudah, tak ada keinginan dalam diri Radya untuk membahas lebih lanjut soal Papa karena hal seperti ini memang bukan yang pertama kali, sehingga ia betul-betul sudah terbiasa.

Sebenarnya, sejak dulu Papa memang selalu sibuk bekerja, dan Radya sama sekali tak mempermasalahkan hal itu. Toh, Papa hanya melakukan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga guna menafkahi keluarga. Radya juga tak sampai merasa yang namanya kesepian sebab presensi Risha, saudari kembarnya. Mama juga selalu ada untuk menyambutnya kala Radya tiba di rumah sepulang sekolah meski Mama punya pekerjaan sendiri.

Namun, kini semuanya sudah tak sama lagi. Sejak perceraian orangtuanya terjadi, sepi telah menjadi teman paling setianya. Mama membawa Risha pergi dari rumah dan satu tahun setelah itu memiliki keluarga baru. Sementara Radya tetap terjebak dalam rumah besar yang tidak terasa seperti rumah lagi baginya. Ditambah lagi Papa jarang memiliki waktu untuknya, membuat Radya benar-benar merasa sendirian.

Di saat itu, Bi Ajeng sempat memiliki niat berhenti bekerja untuk keluarga Radya. Namun, melihat keadaan anak majikannya yang satu itu justru membuatnya tidak tega. Bagaimana dengan keberlangsungan hidup laki-laki itu tanpa mendapat perhatian langsung dari kedua orangtuanya? Oleh karena alasan tersebut, Bi Ajeng pun memutuskan tetap bertahan hingga saat ini.

Bi Ajeng sama sekali tak menyesali pilihannya, dan Radya sungguh bersyukur akan hal itu.

Maka dari itu, tak pernah sehari pun Radya lewatkan tanpa mengucapkan, "Makasih loh, Bi."

Bi Ajeng menoleh pada Radya dan ia tatap sebentar. Wanita itu lalu menghela napas pendek dan menyunggingkan senyum kecil. "Kali ini, makasih buat apa, Den?"

"Apa aja kek, Bi." Usai berpikir sejenak, ia pun teringat akan sesuatu. "Ah, kali ini karena Bibi udah hibur aku pake suara emas Bibi. Udah mirip Lesti kok, udah."

Seketika Bi Ajeng menggerutu karena malu, dan Radya hanya tertawa kecil sembari membawa roti isi selainya yang sudah jadi ke kamar.

-

alsa_mahika
Tbh, gue belum bisa percaya
Lo masih ga keliatan serius di mata gue

Karena tak sempat mengecek ponsel sejak semalam, Radya benar-benar tak tahu kalau Alsa ternyata mengirimkan pesan padanya melalui Instagram, satu-satunya media berkomunikasi bagi mereka saat ini. Pesan tersebut dikirim pada pukul sepuluh malam, sementara Radya masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan Radya sedikit tak menyangka dengan apa yang baru saja tertangkap oleh matanya.

Yah, Alsa memang tidak sepenuhnya salah. Sebab Radya memang belum bertindak banyak guna menunjukkan kesungguhan perasaannya. Hanya sekadar mengajak pulang bersama saja tentu hanya hal biasa, bukan? Teman-teman lawan jenis Alsa juga bisa melakukannya.

Radya pun terpaksa mengalihkan fokusnya sejenak dari laptop yang tengah ia pakai guna mengedit video. Butuh waktu sejenak baginya untuk berpikir sampai akhirnya ia mengetikkan balasan untuk sang gadis di seberang sana.

mhmrfaradya
Kalo gitu gue bakal bikin lo percaya
Liat aja nanti

Alsa menjawab lebih cepat dari yang Radya kira. Laki-laki itu pun lekas mengeceknya.

alsa_mahika
Nanti itu kapan?

Senyum miring Radya sekonyong-konyong terbit di bibirnya. Gadis itu tidak sabaran juga rupanya.

mhmrfaradya
Dimulai dari besok, gmn?
Cuaca akhir2 ini lg bagus btw
Wanna go out?

alsa_mahika
Ini lo serius bang?

mhmrfaradya
Bercandaan ala gue bukan ngajakin anak org ngedate, alsa

alsa_mahika
Hmm
Gue pikir2 dulu kalo gitu

Wah, Radya sungguh tak habis pikir. Gadis itu ingin Radya memperlihatkan keseriusannya, tetapi setelah Radya mengambil tindakan, kini ia malah ingin bermain tarik ulur?

mhmrfaradya
Jgn kelamaan mikir
Tawaran gue bakal exp 2 jam dari skrng

alsa_mahika
Ish

Setelahnya Radya pun tak membalas lagi sampai Alsa memberikan jawaban, entah apa pun itu. Embusan napas berat laki-laki itu loloskan, kemudian ia berniat untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Namun, tak lama setelah itu, Radya terpikirkan akan satu hal yang membuat ia lekas meraih ponsel kembali dan mengirimkan sesuatu pada Alsa.

mhmrfaradya
Kayaknya ga bisa klo chattingan lewat dm ig terus
Gue agak kurang nyaman
Jadi 08 berapa?

📷

bandung, 15 januari 2023

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 248K 45
Mereka pernah bersama. Membangun rumah tangga berdua, sebelum kemudian berempat dengan anak-anaknya. Bahagia, sudah pasti di depan mata. Namun ternya...
93.6K 9.1K 46
Natasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan be...
Pretend By fee

General Fiction

1.6M 166K 37
Andina Prameswari bersandiwara menjadi kekasih Gilang Galia Gamadi, jodoh yang disiapkan oleh calon adik iparnya. Setidaknya Andin harus berpura-pura...
7.4K 1.1K 24
Katanya kalau kita membuat seribu bangau, harapan kita akan terkabul. Campus Life | Romance Written on : 01 January-01 May 2023 ยฉDkatriana