THE MAD DOG

By kurorogrp

11K 1.2K 230

(Judul sebelumnya ADIKARA) (Segera dalam perbaikan) Si Anjing Gila, pria yang bahkan berani melewati batas ya... More

š–Æš—‹š—ˆš—…š—ˆš—€
01 | Badai
02 | Ranmaru
03 | Traktiran
04 | Kencan?
05 | Secret Admirer
06 | Suka?
07 | Gila
08 | Maaf Dan Wajah Daruma
09 | Jangan Luluh!
10 | Sekali Lagi Tolong Jangan Luluh!
11 | Date With another Psychopath
12 | I Wanna Slap Him
13 | Stalker Dan Kerja Sama
14 | Orang Dermawan
15 | Jadilah Tetangga Yang Ramah
17 | Yang Membuat Luka Harus Mengalami Hal Yang Sama
18 | Reuni
19 | The Mad Dog, Turn Into Golden Retiever Dog
20 | Who Is She?
21 | Eyes
22 | Red
23 | Tired
24 | Close Enough
25 | The Headquarter
26 | Nightmare
27 | Safe Place
28 | Lose
29 | Until The End

16 | Trust, Or Trash?

257 34 3
By kurorogrp

Playlist: Starboy (The Weeknd, etc)

" don't trust people easily "Monday

***

MONDAY

Kukira setelah kembali ke apartemen akan membuatku sedikit tenang, tetapi nyatanya tidak juga. Kehadiran Suji mendadak membuat diriku seperti seorang pengidap panic attack, panik sekali sana-sini.

Trauma memang tidak bisa dibohongi, dan aku cukup kesulitan untuk mengatasi rasa overthingking-ku. Rasanya aku membutuhkan seseorang untuk diajak ngobrol agar bisa mengalihkan pikiran. Namun, siapa? Hyuga tentu bukanlah orang yang sangat tepat. Lantas, apakah aku harus menghubungi orang-orang S.W.O.R.D? Tapi apa yang harus kubicarakan dengan mereka?

Pilihan di atas tentu malah semakin membuatku memutar otak. Satu opsi yang sebenarnya tak aku suka terpaksa nanti harus kulakukan. Aku sudah punya apartemen, tinggal seseorang yang membuatku harus punya beban pikiran inilah datang ke sini sesuai dengan keinginannya dulu.

Ini sudah di esok hari, Suji masih belum menunjukkan sosoknya. Baguslah, kalau dia memang mau menemuiku lagi aku harus bisa menenangkan diri dulu agar bisa menghadapinya dengan lancar.

Tapi, kira-kira mengapa dia ingin menemuiku?

Suara bel akhirnya memasuki pendengaran. Dehaman kukeluarkan sebagai bentuk pengalihan pikiran sebelum menarik kenop pintu.

Seorang gadis dengan model rambut cepol, menatap ragu diriku yang sudah mulai bernafsu lagi melihatnya.

"Halo ..." sapanya canggung. "Seperti yang aku bilang kemarin, aku mau bicara sesuatu denganmu."

Walau ikhlasnya setengah-setengah, kubiarkan saja dia menapakan kaki di dalam ruangan. Mula-mula aku menuju dapur, berniat menghidangkan air biasa agar setidaknya aku ini terlihat tak terlalu buruk di matanya atau macam orang dendam yang bahkan menyuguhkannya saja tak sudi.

Aku masih bisa mengendalikan diri dibanding Hyuga.

Gelas kaca kusimpan di atas meja, dan kembali pada Suji.

Mataku terbelalak saat melihat tindakan apa yang dilakukan olehnya. Kepalanya sudah menyentuh lantai, telapak tangannya pun begitu. Wajahnya tertutup di bawah.

Pokoknya sekarang, Suji sedang berdogeza alias sujud di hadapanku.

"A-Aeri maaf ya ... dulu aku jahat sekali padamu ... aku memikirkannya selama ini dan sadar, bahwa seluruh tindakan yang aku lakukan itu salah ... aku senang sekali melihatmu karena itu artinya aku masih punya kesempatan untuk minta maaf ... pokoknya aku benar-benar menyesalinya ... maaf atas segalanya ... kalau Aeri mau menyakitku sekarang juga tidak apa-apa, aku memang pantas disepertiitukan .."

Keringat dingin bercucuran. Aku kebingungan apa yang harus kulakukan sekarang. melihat seseorang bersujud serendah itu di hadapan membuat diriku tak bisa berkata-kata. Ada apa ini? Bukankah aku ini memang dendam padanya? Lantas, mengapa aku sedikit guncang melihatnya?

Bisa saja sekarang aku mengangkat kaki dan menginjak-injaknya semakin rendah dalam posisi seperti itu. Tapi tidak, aku masih memiliki akal sehat manusiawi. Balas dendam dengan menyakiti seseorang pun rasanya percuma, yang aku dapat hanya kepuasan semata. Malah, kalau aku berbuat jahat nanti takutnya malah kepergok orang, terus dituduh menganiaya.

Kucengkram kedua tangan erat agar meyakinkan bahwa aku sudah mantap dengan keputusanku.

"Angkat kepalamu."

Suji mengangkat kepalanya, menunjukkan wajahnya yang sudah beratakan karena nampak stres serta air mata yang membasahi wajah.

"Sujud di hadapan orang lain agar berlebihan."

Aku memang memintanya agar mengangkat kepala, tanpa harus membantunya bangkit dan mengotori tanganku sendiri. Biar Suji sajalah yang jadi overthink kenapa aku menyuruhnya untuk berhenti bersujud-sujud. Ini sudah bukan zaman Samurai lagi yang sampai segitunya memohon ampun orang lain.

"Tapi ..."

"Kau dulu memang salah, aku juga memikirkannya," aku menghela napas. "Memendam rasa dendam dan kemarahan orang lain malah semakin menyakitkan kalau dipertahankan. Aku masih belum bisa terlalu memaafkanmu, tapi ya sudahlah semuanya sudah lewat. Yang penting, kau sudah sadar dan mau meminta maaf."

Kedua maniknya semakin berbinar-binar menahan air mata yang tertampung untuk kembali mengalir. Sengaja kupalingkan wajah karena rasanya aneh ditatap olehnya dalam keadaan seperti ini.

"Makasih banyak ... Aeri baik hati sekali ..."

"Bukan baik hati, tapi memang seharusnya begitu ..."

Suji menanggapi dengan kekehan. Dia mulai bangkit sembari menyeka air mata yang tadi akhirnya malah keluar lagi.

"Kalau begitu, kita jadi teman sekarang?"

Aku mengedikkan bahu. "Tidak tahu, tuh."

"Eh tapi kalau kita sudah jadi teman beneran, aku mau ngajak hangout kapan-kapan. Boleh, tidak?"

"Terserah." sengaja kubalas ketus agar tak ternampak jelas aku memaafkannya sepenuh hati.

"See you, Aeri. Makasih banyak sudah mau mendengarkan."

Kujawab hanya dengan anggukan singkat lalu menutup pintu. Sial, tadi itu sudah benar tidak ya tanggapanku? Aku memang tidak sepenuh hati memaafkan—bahkan belum sudi, tapi kalau kutolak juga nanti malah jadi tambah kacau.

Apakah jangan-jangan ini yang dimaksud oleh Hyuga? Jangan pernah mempercayai seseorang yang pernah menendangmu.

Aku jadi tambah kebingungan. Kata-katanya mungkin memperingatiku agar tidak sepenuhnya percaya dengan omongan manis Suji. Entahlah, dia tulus atau tidak. Kita lihat saja ke depannya.

Tapi ucapan Hyuga memiliki kebenaran juga. Ingatlah, seekor ular akan terus mengganti kulitnya. Jangan mudah mempercayai orang.

***

Aku jadi sedikit penasaran dengan Suji. Perminta maafannya kemarin sudah kuhempas jauh-jauh. Namun, sekarang aku malah penasaran dengannya. Karena kebetulan kami tinggal bersebelahan, mungkin menyelidikinya diam-diam akan menyenangkan. Hitung-hitung jaga-jaga siapa tahu dia memang bertopeng.

Omong-omong soal bertopeng, hari ini aku bertemu degan seseorang yang masih satu jenisnya, tetapi beda gender. Pemuda bernama Hayashi Ranmaru kini datang lagi ke keseharianku. Kalau aku, sih sudah dipastikan sangat bosan. Entah apa yang ada di kepala Anjing Gila ini. Wajahku ini memang tak semembosankan itu, ya?

Tapi syukurlah, sosokku tak membuatnya muak padahal kami berkali-kali bertemu dan melakukan berbagai kegiatan yang tak berguna.

"Apa rumahmu sudah bersih?"

Sarkas yang bagus, Ranmaru. Dia menagih ajakannya untuk datang ke rumahku. Ranmaru berucap begitu karena pada saat aku malah secara tak sengaja menjanjikannya boleh datang ke rumah, aku memberi sedikit alasan rumahku sedang berantakan.

"Sudah bersih sekali, bebas kuman."

Jawaban yang sejenis, Ranmaru paham. Kekehan kecil keluar, tungkainya melangkah duluan di hadapan. Perawakan tingginya yang kalau dilihat dari belakang hanya kelihatan bahunya lebar, kaki jenjang serta mantelnya yang juga berwarna hitam nampak begitu gagah kalau terus dipandang.

Ah, dasar mengapa dia menyia-nyiakan rupa surgawinya itu dengan perbuatan jahanam?

Ini juga adalah salah satu alasan mengapa aku selalu menyukai villain di film atau anime.

"Makannya di luar saja, tidak ada banyak bahan makanan di rumahku."

Ranmaru menaikkan bahu sekali. Kebetulan kami menemukan beberapa tukang makanan di sekitar. Pemberhentian kami kali ini adalah penjual odeng, serta gorengan lain.

Namun, di kala aku tengah menikmati makanan, sosok Ranmaru di sebelah hanya terdiam. Tunggu, jangan-jangan ...

"Jangan-jangan kau akan bilang belum pernah makan odeng seperti di drama-drama yang karakternya orang kaya."

Terkejutlah Ranmaru dengan celetukanku. Alisnya terangkat cepat. "S-sebegitunya rupaku, kah? Tidak, tenanglah tadi aku hanya memikirkan hal lain."

Aku hanya mengembus napas kelegaan lantaran konfirmasi Ranmaru. Kukira dia pemilik gengsi tertinggi, yang tipikalnya banyak uang dan narsis tingat Dewa akan merasa ogah makan makanan murah.

"Kyujin," di tengah keheningan yang dihiasi suara minyak mendidih, dan gorengan, suara berat Ranmaru keluar. Kini, aku tak menoleh lantaran lebih memilih fokus pada makanan dibanding harus mendengar omong kosongnya. "Kau tidak apa-apa?"

Aku berjengit. Oh tentu saja. Dia ini sedang menebak atau memang bisa merasakan kestresanku sekarang? Psikopat sungguh mengerikan, ya. Pertama Hyuga, sekarang Ranmaru?

"Apa maksudmu?"

"Kau denganku, apakah tidak apa-apa?"

"Memangnya apa yang kau pikirkan tentang kita?"

Mata hitamnya terfokus pada minyak mendidih. Sedangkan diriku tetap mengunyah odeng.

"Atas segala hal yang terjadi, apakah kau tidak apa-apa terus bersamaku?" untuk kali ini aku menatapnya karena penasaran. "Kau merasa tidak nyaman? Membenciku? Atau marah padaku? Dan, kau akan pergi?"

Tubuhnya membeku. Namun, pupil matanya bergetar hebat. Sebelah tangan Ranmaru tercengkram keras, bahkan mungkin telapak tangannya bisa mengeluarkan darah karena tertusuk kuku sendiri.

Ucapannya aneh sekali. Tingkahnya pun begitu. Setelah sekian lama aku melihat ini lagi. Apa yang terjadi dengannya? Reaksi yang ditunjukkan seolah aku ini adalah seorang saksi kejahatan dan Ranmaru pelakunya. Sehingga Ranmaru takut aku mengadukan kejahatannya pada orang lain.

Alias, kelihatan panik?

Angin malam yang semilir membuat suasana ini jadi tambah dingin. Aku membenci sebuah suasana moment of silence. Karena makananku jadi menganggur lantaran aku pun malah terfokus ke pertanyaan Ranmaru.

Sebelah tangan kugunakan untuk mencubit pelan lengan Ranmaru.

"Ada apa dengan ucapanmu. Aku tidak apa-apa," ucapku melahap lagi odeng. "Kalau kau bilang hal seperti itu seolah dirimu menggambarkan hubungan kita .... nampak tak serius. Dan kau seakan mengira aku akan pergi tanpa alasan."

Bahunya akhirnya menggelosor. Wajah paniknya sudah tak ternampak lagi digantikan dengan helaan napas lega.

"Maa, yokatta ne. Ayo cepat ke rumahmu, malam semakin dingin dan hidungmu sudah merah."

Setelah memastikan seluruh makanan telah tandas, Ranmaru meraih kedua tangaku dan memasukkannya ke saku mantel yang dipakainya. Tanganku memang terlanjur dingin, tapi ini sungguh memalukan. Namun, rasanya aku sudah terbiasa sehingga aku bisa mengendalikan diri.

Ini adalah salah satu ujian berat dalam misi. Jangan luluh, jangan terlalu terenyuh apalagi sampai jatuh cinta. Kalau sudah bawa perasaan nanti jadi susah. Serba kagok. juga tidak yakin sana-sini.

Di rumahku yang dingin nan sepi, hanya ada aku dan Ranmaru.

Mungkin kalau kami berdua di sini dalam keadaan matahari masih bekerja di atas sana, suasananya tidak sehening ini, kok. Masih dapat diramaikan oleh kicau burung, atau lalu lalang kendaraan di jalan dekat sini.

Kubuka sepatu dan mengusap pelan lecet kecil karena tadi terlalu hiperaktif—Ranmaru berjalan sangat cepat dan kakiku pun terpaksa terus mengikutinya.

Dengan gerakan cepat, aku membuat satu gelas kopi dan minuman es teh susu untukku. Bersamaan dengan kata-kata Ranmaru tadi yang telah berngiang di kepala.

Aku kebingungan. Sudah berhari-hari kulakukan ini, dan sudah ada banyak waktu yang terbuang. Namun, aku masih mendapat secuil informasi. Hanya sebatas, temannya yang waktu itu pernah datang ke sini yang mengindikasikan bahwa Ranmaru pun punya orang terdekat di gengnya.

Ah, atau kutanyakan saja mengenai seseorang bernama Hirai itu? Tapi, bagaimana caranya? Aku tak mau terus melakukan ini tanpa ujung yang jelas kapannya. Selain urusan Ranmaru, ada perkara lain yang bahkan lebih penting dari ini.

Serta, aku tak mau jika terus bersamanya. Aku takut lama kelamaan aku malah semakin tertarik dan susah untuk lepas. Karena aku adalah seorang wanita, tentu pasti ada titik lemahnya dalam hal seperti ini.

Arg, sudahlah aku lebih baik memikirkan hal lain. Pusing!

"Kalau Ranmaru kenapa?" tangan besarnya yang hendak meraih gelas terhenti dan menaikkan satu alis. "tadi kenapa nanya hal yang seperti itu?"

Jari-jarinya melemas. Ekspresinya yang sedari tadi memang datar kini agak berubah dengan raut menghindar. Dari wajahnya, aku sudah bisa menebak bahwa Ranmaru ingin menghindari pertanyaan. Namun, tenang saja aku sudah memikirkan alasan mengapa berpikiran begitu.

Tindakan Ranmaru yang sebelumnya memang membuatku merasa tak nyaman. Jadi dia berpikir aku akan merasa marah sehingga berniat meninggalkannya begitu saja.

Tenanglah, aku tak akan melakukan itu, Ranmaru. Karena kini sedang dalam proses hubungan palsu secara terpaksa tentu saja aku akan bertahan.

Seandainya kita melakukan hubungan ini secara serius, aku yakin sudah akan meninggalkanmu duluan.

Di akhir, Ranmaru hanya menampilkan senyuman. Tak ada yang bisa dijawabnya. Tentu, dia belum sanggup untuk mengungkapnya padaku.

Baiklah, saatnya untuk memberanikan diri. Aku akan menanyakan perihal Hirai dan semoga Ranmaru tak memberikan tanggapan buruk seperti yang kuprediksi.

"Laki-laki yang waktu itu ...," kulirik Ranmaru. "yang katamu dia bawahanmu itu kalau tidak salah namanya Hirai, 'kan?"

Ranmaru tetap diam membiarkan aku melanjutkan pertanyaan. "Dia kelihatan orang yang sangat menyenangkan. Apakah aku bisa berteman dengannya juga?"

"Ekhem."

Kukira dia akan tersedak, ternyata cuma dehaman yang memotong setengah nada pertanyaanku. Alisnya berdenyut nampak tak suka dengan topiknya. Haha, sengaja kupilih topik ini untuk memancing siapa tahu dia jadi tak sengaja membahas orang-orang di Doubt.

"Bukankah itu hal yang tak penting?"

"Tapi ...," aku menahan kata-kata. "aku mau berteman dengannya. Memangnya salah?"

"Salah."

Kunaikkan bahu karena reflek dari heran.

"Masa berteman disebut salah?"

"Kalau dengannya itu salah."

Aku menyedekapkan tangan sembari menutup mata untuk menghayati ucapan Ranmaru. Masa aku ingin mencoba mendekati seseorang bernama Hirai itu disebut salah? Memangnya menambah teman adalah kejahatan?

"Ya sudah, aku bekerja saja di tempatmu."

"Uhuk!"

Kali ini saja, aku akan pura-pura polos lagi. Kalau dipikir-pikir, bisa juga sih. Seandainya aku memang malah kerja di Doubt, aku bisa menyusup di Doubt secara lebih jelas. Namun, untuk menjamin keamanan aku sudah punya koneksi rasa suka dengan ketuanya.

Hm, itu ide yang cukup menarik ...

"K-kenapa?" tanya Ranmaru heran diiringi dengan tekanan sedikit.

Aku mendekatinya untuk duduk di sebelah. Kutatap dirinya berbinar.

"Ya, agar bisa berteman dengannya. Kalau aku bukan siapa-siapa di antara kalian, maka mungkin aku bisa dekat dengannya jika jadi rekan kerja—"

PUK

Sebelah tangan besarnya tersimpan di atas kepala. Aku mengerjap dan menatap Ranmaru. Senyumnya lebar bahkan sampai menyipitkan mata.

"Kau tidak usah melakukannya, lagi pula kau tak akan menyukai Hirai."

Diam adalah kunci sekarang. Baiklah, terlihat jelas Ranmaru menolak keras. kalau aku terus memaksa, bisa-bisa aku turun jabatan jadi wanita malam.

"O-oh, oke ..."

Kuturunkan nada suara dan mengalihkan pandangan. "Mau makan lagi?"

"Tidak usah repot-repot."

Aku bangkit memutuskan untuk mencuci wajah singkat di wastafel dapur. Wajah yang basah mungkin bisa menenangkan pikiran. Tadi makan odeng memang tak terlalu mengenyangkan, tetapi rasanya aneh kalau aku sendiri nantinya yang makan.

Saat berbalik, pemandangan aneh lainnya kulihat. Ranmaru masih duduk seperti biasa. Namun, tatapannya menyiratkan sesuatu. Kosong, dan tubuhnya pun membeku.

Kedua tungkai kulangkahkan untuk mendekat, sembari mengeringkan tangan dengan mengelapnya asal di pakaian yang kupakai.

Jarak kami sudah menentu. Lalu, kudekap dirinya yang masih duduk.

Tatapan itu menyiratkan stres. Apakah sesuatu terjadi padanya? Ah, jangan seperti Ranmaru. Kalau begini terus rasanya aku jadi ... agak tak tega dalam hubungan ini dalam sebuah maksud yang agak jahat.

"Pelukan bisa meredakan stres."

Kulirik ponsel di dekatku yang kini tersimpan di atas meja. Layarnya menyala menunjukkan notifikasi yang masuk.

Hyuga Norihisa (dompet)
Goblok

***

Syukurlah Ranmaru tak mau menghabiskan banyak waktu di apartemenku yang memang membosankan kalau didatangi untuk bertamu. Kini, aku tengah di sampingnya untuk mengantarnya menuju luar gedung.

Untuk pertama kalinya waktukku dengan Ranmaru lebih singkat. Mungkin di luar sana pemuda ini dicegat kesibukan. Terserahlah, aku juga ingin segera beristirahat.

Tangan besar yang kugenggam agak sedikit berbeda rasanya. Ranmaru seolah mentransferkan sebuah energi panas aneh melalui tangan kami yang berkontak fisik. Bisa-bisa tanganku sendiri bisa meleleh.

"Tanganmu hangat sekali, kau bisa membakar telapak tanganku."

Ranmaru yang sedari tadi terdiam, akhirnya tersadar lagi.

"Kalau begitu mau dilepas?"

"Tidak, tidak usah. Tanganmu sudah seperti sarung tangan alamiku. Enak, kok."

Ranmaru hanya mengulas senyum lembut. Sungguh, senyum ini rasanya jadi makin melekat pada diriku sendiri.

Saat mengingat masa lalu, dahulu aku selalu berpikir bahwa Ranmaru adalah orang yang begitu kejam. Sehingga, aku sempat merasa pesimis untuk mendekatinya secara langsung. Namun, aku tak menduga dia bisa menunjukkan sesuatu semanis ini.

Apa kata orang tentang hubungan kami yang manis tetapi sebenarnya kami sama-sama menusuk di belakang untuk tujuan tertentu?

Di tengah suasana hangat ini, dalam sejauh mata memandang sinyal merah ditunjukkan otakku. Sosok Sadako—Suji datang sembari mempercepat langkahnya saat dirinya mengerjap sadar yang juga tengah berjalan berlawanan arah sehingga kami saling mendekati.

"Malam, Aeri. Dan," Suji menoleh dan mengangguk kepalanya singkat. "malam juga." ucapnya agak canggung. Aku tak tahu bagaimana tanggapan Ranmaru di samping.

"Malam."

Mata Suji mulai menyelidik. "Pacar?"

Hampir saja aku ingin membekap mulutnya yang terlalu ringan. Rasanya sungguh malu melihat seseorang mengucapkan dengan lantang bahwa seseorang di sampingku ini, memang kelihatannya seorang pacar. Kuharap Ranmaru tak akan mempedulikan obrolan ini.

"Begitulah ..."

"Oh, Aeri punya pacar ternyata, ya!" katanya lagi agak dilebih-lebihkan seolah mendapatkan sebuah saluran kebahagiaan dari jawabanku.

"Dulu, aku melihatmu terlalu pendiam dari yang lain. Tapi yang sekarang sudah punya pasangan itu keren," sebelah tangannya terulur dan mengusap pelan bahuku yang terselimut jaket tipis. "Semoga langgeng. Aku duluan, ya. Malam."

Gadis ini melewatiku dan Ranmaru ringan. Kutatap punggungnya hingga dia menghilang total masuk ke dalam ruangan. Berotasilah mataku malas, lantas kutariklah tangan Ranmaru.

Bisa-bisanya dia mencoba untuk sedikit mempermalukan diriku di masa lalu di hadapan pacar palsuku.

"Temanmu?"

Aku tahu Ranmaru akan bertanya, jadi kujawab saja singkat, "Cuma tetangga sebelah."

Saat sampai di dekat pintu keluar gedung, kutatap Ranmaru di sebelah dan kembali ke pintu keluar. "Sampai jumpa lagi."

Namun, sesuatu yang lebih asing lagi terjadi. Pegangan tangan Ranmaru semakin erat, bahkan ini namanya sudah mencengkram. Aku mendelik kaget menatap tangan besarnya yang terlihat mendominasi tanganku yang nampak mungil.

"Hm—"

"Oh. Sampai jumpa lagi."

Ranmaru melenggang pergi, dengan langkah biasa. Bahkan tadi dia membalas pamit tanpa melihat wajahku. Sosoknya menghilang setelah berbelok di lain arah. Aku mengendikkan bahu mencoba tak peduli.

Aneh.

*****************************


Hino Aeri (Monday)
Statistik: 50%
Status: comfort

********************************

Halo! Lama tak bertemu! Setelah dua hari, akhirnya saya bisa tidur dengan baik dan benar. Walau udah pulang ke rumah, tetap aja mata ini kayak lampu bertenaga 5 watt. Ngantuk mulu!

Ah ya, sejauh ini, adakah sesuatu yang terpikirkan mengenai teori cerita ini? Atau setidaknya, sejauh ini terpikirkan sesuatu atau bahkan teori2 liar kalian?

Mohon ditulis di komen! Saya penasaran

Btw, jangan lupa vomentnya agar bisa membuat saya tambah semangat membuat cerita ini.

See ya!

Continue Reading

You'll Also Like

135K 22.9K 108
Antares yang dingin tapi perhatian Altair yang suka bawel Aldebaran yang kalem dan polos macem tahu sutra Leo yang cuek tapi julid parah Orion yang g...
15.3K 1.3K 39
Thompson Hawthorne tak pernah menyangka hidupnya akan berubah suatu saat nanti. Dia itu berbeda, memiliki kemampuan yang sangat langka dimiliki oleh...
1.2K 111 11
Vol. 3 (on hiatus. Back in 25 June 2024) HIGH & LOW ALTERNATIVE UNIVERSE š‘˜š‘¢ yang artinya sembilan, sedangkan š‘…š‘¦š‘¢ mengartikan naga. Kesembilan na...
87.5K 11.3K 58
"Tolong katakan padaku bahwa ini hanya mimpi" "Aku akan melakukan semuanya! Karena itu untukmu!" Bagaimana jika alien berwarna ungu menyerang bumi...