Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

By slayernominee

15K 2.4K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... More

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°18°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°24°

326 57 12
By slayernominee

.
.
.
.
.

Midoriya membuka kelopak matanya perlahan. Manik emerald yang nampak dari mata sayu itu menatap lemah pada sesuatu yang dia kenali sebagai langit-langit ruangan. Cahaya temaram membuatnya sulit menebak di mana dia berada.

"Midoriya?" Sebuah suara memasuki pendengarannya. Tidak terlalu jelas sehingga dia menoleh pelan ke samping.

Sosok pria bersurai merah nampak di pandangannya. Dia nampak tersenyum lega.

"Kau sudah bangun, syukurlah."

"Kirishima..." suara Midoriya lirih dan serak. "Di mana ini...?"

"Ruang istirahatmu di kediaman utama."

Oh, jadi dia bukan di timur sekarang?

"Kenapa aku di pusat...?"

"Saat aku kembali aku menemukanmu tak sadarkan diri dengan Yang Mulia memegangimu. Aku tak sempat bertanya banyak dan segera membawamu menemui tabib."

"Ah... ya..." Isi kepalanya seperti berkabut, tapi Midoriya ingat dirinya pingsan.

Kirishima mengernyit cemas. "Apa yang terjadi? Tabib menemukan pergelangan tanganmu agak membiru. Berdasar yang kulihat, tidak ada orang lain selain Yang Mulia di sana."

"Uhm... yah, Yang Mulia mencengkeram tanganku cukup kuat..."

"Ada apa? Kenapa Yang Mulia jadi keras padamu?"

"Aku minta izin soal acara minum teh dan... dia marah, tapi entah kenapa emosinya meluap lebih dari yang kukira..."

Seperti yang Kirishima takutkan. Bakugou tak bisa mengontrol emosi akibat rasa cemburunya.

"Apa dia melakukan hal lain? Memukulmu misalnya?"

"Tidak, hanya memegang tanganku saja... tak lama setelahnya aku pingsan."

Cukup melegakan, tapi Kirishima masih cemas jika sesuatu yang lebih buruk akan terjadi. Dia harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya.

Midoriya terbatuk pelan, bernapas berat dan hangat. Kirishima mengganti kain kompres yang menempel di kening gadis itu.

"Kau demam tinggi, beberapa hari ke depan kau harus istirahat total. Aku sudah mengabari Sumire dan dia ingin kau untuk dipindahkan ke timur saja besok agar dia bisa merawatmu penuh. Dia khawatir kau tidak bisa beristirahat dengan baik di lingkungan pusat yang sibuk dan ramai."

Midoriya merasa begitu lemas sehingga dia hanya mengangguk pelan. Tak lama kemudian dia kembali terlelap saat mendengarkan Kirishima bicara.

.
.
.
.
.

Esok harinya Midoriya dipindah ke kediaman timur. Saat tandu akan pergi, Kirishima sekilas melihat sekitar dan tidak menemukan sosok Bakugou. Dia belum punya waktu untuk bicara dengan putra mahkota itu sejak kemarin.

Sumire menyambut begitu rombongan datang. Midoriya keluar dari tandu dengan bantuan Kirishima yang kemudian memapahnya. Kepala pelayan itu bergegas meminta Kirishima menempatkan Midoriya di kamarnya.

"Nona, bagaimana perasaanmu?" Tanya Sumire setelah Midoriya berbaring di futon.

"Tak menentu..." gumam Midoriya dengan tatapan sayu.

"Tidurlah, saya akan bangunkan nanti."

Midoriya memejam dan terlelap. Tubuhnya mudah menerima waktu tidur lebih karena memang sedang lemah.

"Apa Nona sudah makan tadi?" Sumire bertanya pada Kirishima.

"Sedikit, tubuhnya lemas dan dia seperti ingin terus tidur, jadi sulit untuk bisa makan."

"Demamnya masih tinggi, aku harus membuat suhunya turun lebih dulu."

"Biar kubantu."

Di waktu selanjutnya Midoriya terbangun lagi adalah saat hari sudah siang. Cahaya bersinar begitu cerah di luar, tapi kamarnya redup karena jendela dan tirai tidak dibuka, cahaya terang hanya akan mengganggu tidurnya.

Kirishima duduk berjaga di dekatnya, menyadari gadis itu bangun. "Apa masih pusing?"

"Um... tapi sudah sedikit lebih baik." Midoriya merasa kerongkongannya begitu kering. "Boleh ambilkan aku air...?"

"Tentu." Kirishima menuang air ke cangkir di nampan yang ada di dekatnya. Dia membantu Midoriya duduk dengan mengangkat punggungnya untuk bisa minum. Gadis itu kembali berbaring setelah menenggak setengah cangkir.

"Apa kau berjaga di sini sejak tadi?"

"Ya, Sumire masih sibuk jadi aku tetap di sini."

"Aku akan baik-baik saja... kau juga perlu istirahat."

"Sama sekali tidak perlu khawatir soal diriku, tubuhku terlalu sehat. Bahkan jika terkena angin malam seharian itu takkan berpengaruh."

Midoriya tersenyum kecil. "Kalau begitu terima kasih, maaf aku banyak merepotkanmu..."

"Tidak, itu sudah tugasku."

Setelah Midoriya kembali tidur, sorenya Sumire datang membawakan bubur dan obat.

"Apa aku bisa meninggalkannya padamu sebentar?" Tanya Kirishima. "Sedikit ada urusan, aku akan kembali malam nanti."

"Ya, tidak masalah."

Jenderal itu pun pergi dari kediaman timur. Tempat tujuannya tidak lain adalah bangunan pusat. Dia berkeliling sejenak hingga akhirnya dia melihat orang yang dicari.

Bakugou tengah berkutat dengan tumpukan gulungan ketika mendengar pintu ruangannya yang setengah terbuka diketuk. Kirishima berdiri di ambang pintu dengan tersenyum kecil.

"Permisi, Yang Mulia." Ujarnya seraya memasuki ruangan.

Putra mahkota itu kembali sibuk dengan pekerjaannya. "Mengambil barang?"

"Uhm ya... sedikit beberes juga."

Kirishima berjalan ke meja Midoriya. Meski bukan tujuan awal, tapi dia pura-pura membereskan meja saja. Sesekali dia melirik ke arah Bakugou, yang nampak cuek dengan keberadaannya.

Jenderal itu jadi cemas. Dia bingung apa Bakugou memang tak peduli soal kondisi Midoriya, atau memang tak ingin membahasnya saja.

Selagi mengulur waktu di ruangan itu, Kirishima berharap Bakugou akan berceletuk menanyakan soal Midoriya. Tapi sampai dia sudah kehabisan gelagat sibuk, Bakugou tak kunjung terlihat akan bicara.

"Apa aku pancing saja?" Pikirnya.

Akhirnya karena tak ingin kedatangannya sia-sia, Kirishima pun memberanikan diri.

"Nona beristirahat dengan baik di timur."

"Hm, baguslah."

Ugh, Kirishima mati kutu pada respon datar itu.

"Yang Mulia, maaf jika saya lancang, tapi saya tahu ada masalah yang terjadi di antara kalian." Dia akhirnya memutuskan untuk langsung mengatakan intinya. "Saya tak tahu detailnya, tapi dari penjelasan singkat Nona soal luka di pergelangan tangannya, saya paham."

Kirishima berbalik menatap pada Bakugou di kursinya. "Anda terbakar emosi cemburu, bukan?"

Bakugou hanya diam, tapi melihat gerakan menulisnya yang juga terhenti, dan putra mahkota itu tidak menatapnya tajam, Kirishima tahu jika Bakugou tak membantahnya.

"Saya tahu Anda tidak suka Nona membahas soal Todoroki, tapi menurut saya tindakan Anda sudah berlebihan. Namun saya juga tahu itu karena Anda bingung harus berbuat apa dengan perasaan cemburu yang baru pertama kali Anda rasakan. Hanya saja saya tetap tidak membenarkan kekerasan."

Setelahnya terjadi keheningan sejenak, sampai Bakugou kemudian menghela napas pelan.

"Apa dia baik-baik saja?"

"Ya, luka itu tidak lebih parah dari demamnya yang masih cukup tinggi."

Bakugou menatap tangan kanannya yang menyebabkan luka membiru pada Midoriya. "Ya, memang salahku. Jujur saja emosiku meluap begitu saja saat itu. Seperti yang kau katakan, aku tak tahu harus bagaimana. Rasanya benci sekali mendengar dia terus membahas pria itu, sampai tubuhku bergerak dengan sendirinya."

Kirishima tersenyum kecil pada Bakugou yang untungnya segera menyesali perbuatannya. "Saya harap Anda bisa belajar dari ketidaksengajaan itu. Cemburu bisa jadi emosi yang berbahaya, jadi Anda harus mengontrolnya baik-baik."

"Ya..."

"Nona masih perlu istirahat penuh, saya akan kabari saat dia sudah cukup baik untuk bisa dijenguk."

Kirishima tak mengatakannya langsung, tapi Bakugou paham maksud jenderal itu adalah meminta dirinya untuk bicara baik-baik dengan Midoriya. Dia mengangguk.

"Saya permisi."

.
.
.
.
.

Dua hari kemudian demam Midoriya akhirnya turun, dia sudah bisa duduk tanpa rasa terus ingin tertidur. Sumire lega karena akhirnya gadis itu bisa makan dengan lebih baik.

Selesai menghabiskan makanannya, Midoriya berterima kasih pada Sumire yang kemudian membawa pergi mangkuk dan cangkir kosong. Kirishima masuk berpapasan dengan Sumire di pintu, dia duduk berlutut di dekat futon Midoriya.

"Kerja bagus untuk menghabiskan makanmu."

Midoriya mendengus geli. "Aku bukan anak kecil."

"Hei, orang dewasa pun kesulitan menghabiskan makanan saat sakit. Itu bukan hal mudah."

"Ya, ya, terima kasih untuk pujiannya." Tawa Midoriya.

Kirishima tersenyum. "Apa kau butuh sesuatu?"

"Ada kabar dari organisasi?"

"Koshi-san bilang semua masalah masih bisa dia atasi, jangan khawatir." Koshi mengambil alih pimpinan organisasi untuk sementara sampai Midoriya sembuh.

Midoriya mengangguk paham, meski dia merasa tak nyaman karena membuat tugasnya harus dilimpahkan ke orang lain.

"Karena tidak boleh bekerja aku ingin membaca, tapi buku baruku ada di pusat..."

"Akan kuambilkan, sekalian aku ada sedikit urusan di sana."

"Benarkah? Terima kasih."

"Bukan masalah." Kirishima bersiap berdiri. "Ah ya, nanti jangan cemas. Semua akan baik-baik saja."

Midoriya mengerjap. "Apa maksudmu?"

"Kau akan tahu sendiri." Tanpa memberi jawaban jelas, jenderal itu pergi meninggalkan Midoriya yang hanya terdiam tak mengerti.

.
.
.

Kirishima belum kembali saat malam sejak dia pergi sore tadi. Midoriya pikir dia mungkin banyak menerima permintaan bantuan untuk melatih prajurit selagi ada di pusat.

Menunggu buku barunya datang, Midoriya keluar dari selimut futonnya dan memutuskan untuk membaca kembali buku-buku yang sudah dia baca. Dia selalu memiliki beberapa tumpukan buku di kamarnya.

Duduk di kursi meja tulisnya, dia pun mulai membaca dengan penerangan lampu meja. Beberapa kali dia terbatuk pelan, tapi dia masih betah diam membaca.

Setengah jam matanya fokus membaca baris demi baris halaman, terdengar suara ketukan di pintunya.

"Masuk." Jawab Midoriya, pintu pun terdengar dibuka. "Terima kasih sudah mengambilkan bukuku, Kirishima–" dia terdiam saat menoleh.

Alih-alih melihat sosok pengawalnya, Midoriya justru melihat kehadiran Bakugou di ambang pintunya. Sontak gadis itu bergegas berdiri dari kursinya dan menunduk hormat.

"Yang Mulia. Maaf, saya tadi mengira Kirishima yang kembali..."

"Tidak masalah. Apa kau sudah cukup baik untuk meninggalkan tempat tidurmu?"

"Ya... saya sudah tidak harus terus berbaring..."

"Kembalilah duduk."

Tanpa memandang wajah Bakugou, gadis itu menurut dan duduk di kursi meja tulisnya lagi dengan posisi menyamping agar tak membelakangi Bakugou.

Putra mahkota itu berjalan memasuki ruangan, Midoriya menelan ludah pelan. Kedua tangannya saling meremat resah di atas pangkuan.

Dia takut. Terakhir kali dia membuat Bakugou amat marah, jadi dia belum berani menatapnya.

Bakugou menyadari tingkah Midoriya itu.

"Nona sudah cukup membaik. Yang Mulia bisa datang ke timur hari ini." Ujar Kirishima. "Juga, jika kalian bicara, saya sarankan untuk jujur saja. Apa yang ada di hati Yang Mulia, utarakanlah sebaik mungkin."

Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Bakugou pergi ke timur. Dia ingin menyelesaikan masalah yang terjadi. Namun sepertinya dia perlu untuk mengurus sikap Midoriya yang tengah takut padanya itu lebih dulu.

Berjalan mendekat ke kursi, dia melihat Midoriya sedikit terlonjak saat dia berhenti satu meter darinya. Gadis itu semakin tak berani untuk mengangkat wajahnya.

Bakugou mengulurkan sebuah buku. "Kirishima bilang kau butuh ini."

Midoriya mengangguk pelan, tangannya terulur untuk menerima buku itu dengan gemetar tipis. "Terima kasih... maaf merepotkan Anda..."

"Ya." Bakugou diam sejenak dan melirik sekitarnya sekilas. "Apa tidak masalah jika aku minta waktu untuk bicara?"

Kedua tangan Midoriya meremat makin resah, tapi dia mengangguk.

Bakugou menatap Midoriya yang menunduk. "Apa kau takut padaku?"

Midoriya menelan ludah, merapatkan bibirnya. Dia ingin berkata tidak, tapi itu bohong. Namun dia takut membuat Bakugou kembali marah jika dia mengatakan yang sebenarnya.

"Soal kejadian yang lalu," Bakugou kembali bicara bahkan sebelum Midoriya menjawabnya. "Aku minta maaf."

Mendengar itu membuat Midoriya berubah raut terkejut, tak menduganya sama sekali.

"Pikiranku tengah sangat kalut, dan tubuhku bergerak dengan sendirinya. Aku menyesal berbuat keras padamu."

"Saya mengerti... tidak apa."

Bakugou mengamit tangan Midoriya yang berbalut perban, gadis itu tersentak terkejut, masih teringat akan kejadian kemarin. Namun Bakugou meyakinkan Midoriya jika tidak akan terjadi apa-apa dengan mengusap lembut punggung tangannya dengan ibu jari.

"Maaf, aku tidak akan melukaimu lagi."

Midoriya pun sedikit menenangkan diri dan membiarkan tangannya digenggam dengan lembut.

"Namun aku masih ingin tahu jawaban dari pertanyaanku. Apa kau masih ingat?"

Sejenak Midoriya mencoba mengingat, tapi saat itu demam tingginya membuat ingatannya kabur. "Saya... tidak terlalu ingat..."

"Apa kau menyukai Todoroki?"

Sontak Midoriya terkejut dan bingung. Apa benar kemarin Bakugou bertanya seperti itu? Samar Midoriya memang merasa mendengar sesuatu soal perasannya, tapi dia tidak begitu ingat.

"Ke-kenapa Yang Mulia bertanya demikian...?"

"Karena kalian terlihat begitu dekat." Jawab Bakugou. "Setiap kalian bicara, berjalan bersama, tertawa, kau terlihat senang bersama dengannya."

"So-soal itu... Yang Mulia salah paham. Kami memang nyaman bicara satu sama lain... layaknya teman dekat. Todoroki-san banyak bercerita dan mendengarkan saya, jadi saya juga demikian.

"Saya tak mungkin berani menjalin hubungan dengan pria lain... dengan status saya dan Yang Mulia sebagai tunangan..." Midoriya tersipu tipis.

"Benarkah begitu?"

"Ya, tentu saja."

"Baguslah." Bakugou berlutut dengan sebelah kakinya di hadapan Midoriya, membuat mereka sejenak bertatapan sebelum Midoriya semakin menundukkan wajahnya karena terkejut dan malu. "Pertanyaan itu membuatku gelap mata. Karena aku tak tahu apa yang harus kuperbuat dengan perasaanku saat itu."

"Perasaan...?"

"Ya, perasaan cemburu."

Midoriya terdiam. Cemburu?

"Baru pertama kali aku merasakannya, tapi aku tahu jelas apa artinya itu."

Bakugou menangkup sisi wajah Midoriya, membuat gadis itu akhirnya melihat padanya.

Manik crimsonnya memandang pada netra emerald itu.

"Sepertinya aku jatuh hati padamu."

.
.
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

1.5K 107 12
ongoing '... Shoyoo Kun! Aku menginginkan dirimu! *Kata seorang berambut orange setengah hitam/choklat maybe Huh? Kenapa aku? Apa ada yang salah? *Ja...
199K 9.8K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
510K 5.5K 88
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
156K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...