JAYDEN, 18:23

By youraraa_

1.8K 271 68

[Jung Jaehyun ㅡ End] "Sosoknya terasa begitu nyata, meskipun aku tak dapat menyentuhnya. Dialah satu-satunya... More

Chapter 1: Pindah Rumah
Chapter 2: Sekolah Baru
Chapter 3: Mimpi Indah
Chapter 4: Sentuhan
Chapter 6: Jeff
Chapter 7: Pembersihan
Chapter 8: Pelukan
Special: Hint & Casts
Chapter 9: 1823
Chapter 10: Kabut Hitam
Chapter 11: Boneka Abdi
Chapter 12: Santet
Chapter 13: Kekasih Masa Lalu
Chapter 14: Kisah Sebenarnya
Chapter 15: In de Gloria
Chapter 16: Misi Berdarah
Chapter 17: Rindu
Chapter 18: Keajaiban
Chapter 19: Akhir yang Bahagia

Chapter 5: Sosok Menyeramkan

106 18 2
By youraraa_

"Jika saja aku masih menjadi manusia, aku pasti akan membahagiakan Anna hingga kita sama-sama menua kelak."

🍂

Bel istirahat berbunyi, namun Anna tetap merasa gelisah. Sejak kejadian Tio terjatuh dari bangkunya hingga istirahat tiba, nyatanya lelaki itu tetap tak kunjung kembali ke kelas.

Teman sekelasnya satu persatu mulai meninggalkan kelas untuk pergi ke kantin, dengan meninggalkan tatapan sinis mereka pada Anna yang masih asyik dengan pikirannya sendiri.

Anna tak memerhatikan tatapan tersebut, namun Jayden yang melihatnya. Meskipun Jayden sangat ingin melakukan sesuatu untuk melindungi gadisnya, namun saat ini ia hanya bisa menahan diri karena tak mau membuat Anna semakin dibenci oleh teman-temannya.

"Apa aku cari aja, ya? Daripada aku gak tenang kayak gini." Anna bermonolog dalam hati, merasa semakin was-was dengan temannya itu.

Anna pun berdiri dari duduknya dan segera berlari keluar kelas untuk mencari Tio, meninggalkan Jayden yang hendak mencegah Anna namun ia tak mau gadisnya itu merasa ketakutan ketika ia menyentuhnya.

Jayden dilema, di satu sisi ia tidak suka Anna terlihat memikirkan dan perhatian kepada teman lawan jenisnya, namun di sisi lain Jayden juga tidak berhak cemburu karena Jayden bukanlah siapa-siapa Anna, bahkan Anna saja belum mengenal dirinya.

Di luar kelas, Anna berjalan dengan cepat di sepanjang koridor sekolahnya. Ia mencari Tio mulai dari kantin, lapangan, uks, dan tempat-tempat yang mungkin didatangi oleh lelaki itu. Hingga akhirnya langkahnya sampai di depan toilet pria. Anna ingin mengecek dan masuk ke dalam, tapi anak-anak lain pasti akan mengira dirinya gila jika ia menerobos masuk toilet pria.

Anna hanya bisa menggigit jarinya sambil berpikir sejenak, hingga ia pada akhirnya memberanikan diri untuk menanyakan keberadaan Tio pada siswa laki-laki yang keluar dari toilet.

Nihil. Tio tak terlihat di manapun, jelas membuat Anna semakin gelisah. Meskipun keanehan tadi memang akhir-akhir ini menimpa Anna sejak dirinya menempati rumah baru itu, namun Anna sama sekali tak merasa takut karena dirinya memang tidak pernah celaka.

Lebih tepatnya Anna seperti dilindungi oleh makhluk tak kasat mata, dan Anna sebenarnya mulai menyadari hal tersebut, meskipun masih sebatas dugaannya saja.

Namun ia tak bisa menutup mata jika sosok yang mungkin saja menjaganya itu mencelakai orang-orang di sekitarnya, karena ia tak ingin orang-orang semakin menjauhi dan bahkan membenci dirinya.

Tak mendapatkan hasil, Anna berbalik badan dan berjalan kembali ke kelas sambil menundukkan kepalanya, hingga tak sadar ia menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Oh, maaf! Aku gak sengaja. Kamu gak apa-apa?" Sebuah tangan lelaki terulur ke arah Anna dan hendak menyentuh Anna, namun Anna segera mundur sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku gak apa-apa. Maaf, aku kurang fokus." Anna memilih menengadahkan kepalanya dan matanya membulat sempurna begitu tahu siapa yang ditabraknya. Dimas, teman sekelas Juan.

Matanya langsung kembali terarah ke bawah, karena matanya tak sengaja berpapasan dengan mata Juan yang kini sedang menatapnya dengan tatapan tajam dan mematikan.

"Loh, kamu anak baru itu, kan? Namamu Anna, bukan? Akhirnya ketemu juga sama orang yang kemarin diam-diam ngintip aku di ruang musik. Kenalin, namaku Dimas, kakak kelasmu." Dimas tersenyum sumringah dan langsung mengulurkan tangannya untuk mengajak Anna berkenalan, namun Anna tak berani membalas karena ada Juan di samping Dimas.

"Maaf, kak. Aku permisi dulu." Anna segera berlari kembali ke kelas dan meninggalkan Dimas beserta pertanyaannya yang belum sempat ia jawab. Anna takut dengan kakaknya yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, dan ia sadar jika ia harus segera pergi dari hadapan mereka.

"Loh? Kamu udah balik? Tadi aku nyari kamu tapi gak ketemu. Kamu gak apa-apa, kan?" Ucap Anna pada Tio yang ternyata sudah duduk manis di bangkunya.

"Berisik! Gak usah sok peduli lo! Lo mending gak usah deket-deket gue, gue takut kena sial!" Mendengar jawaban tajam yang terlontar dari bibir Tio membuat Anna hanya bisa tersenyum kecut. Anna pun memilih diam dan duduk di bangkunya. Setidaknya ia merasa lega setelah mengetahui jika temannya itu baik-baik saja.

Hingga jam pelajaran terakhir berakhir, kelas berjalan dengan kondusif. Anna pun langsung memasukkan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas, lalu berjalan ke arah rumahnya sambil menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tak berinteraksi lagi dengan teman-temannya, takut jika dirinya menjadi pembawa sial bagi mereka.

Baru saja Anna hendak melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, sosok Juan yang tiba-tiba saja muncul dari arah samping rumahnya itu langsung mencengkeram dan menarik tangan adiknya dengan kuat.

"Kak?! Sakit!" Anna berteriak dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Juan, namun tenaganya sama sekali tak mampu mengimbangi kekuatan kakaknya. Sambil meringis menahan sakit, ia terpaksa mengikuti kemana Juan membawanya, hingga keduanya berakhir di dalam sebuah gudang yang terletak di samping halaman rumahnya.

"Gue nemu tempat bagus buat lo. Soalnya lo kalo didiemin makin lama makin ngelunjak!"

"Maksudnya apa, kak? Aku ada salah apa? Tadi aku juga gak ngegodain teman kak Juan. Aku udah nepatinㅡ"

Plak!

"Lo gue kurung di sini! Muak banget gue liat wajah lo itu!"

Juan menampar adik kandungnya sendiri dengan tamparan yang cukup keras. Bersamaan dengan hal itu, bulir-bulir airmata Anna mulai jatuh membasahi pipinya. Sejak dulu ia tak tahu apa alasan kakaknya itu begitu membenci dirinya. Ingin rasanya ia bertanya, namun Juan tak pernah mau jujur padanya.

Anna meringis kesakitan, hatinya terasa nyeri karena kakaknya itu mungkin memang membenci kehadirannya, atau mungkin ia adalah anak yang tak diharapkan lahir di dunia.

Jayden yang sejak di sekolah tadi memang memilih diam karena berusaha mengontrol dirinya agar Anna tak mendapat masalah, kini sudah tak tahan lagi. Wajahnya kembali berubah menyeramkanㅡ bahkan terlihat 100x lebih menyeramkan dari sebelumnya. Amarahnya memuncak, dan cucuran darah berwarna merah segar terus menetes dari kedua matanya tanpa henti.

Jayden marah, ia benar-benar tak tahan melihat kekerasan yang dilakukan oleh Juan kepada adiknya sendiri. Semua barang-barang yang ada di dalam gudang itu tiba-tiba saja berhamburan, lalu perlahan-lahan sosok Jayden mulai menampakkan dirinya di hadapan Juan.

Juan terperanjat kaget melihat sosok menyeramkan yang kini berada tepat di hadapannya. Ia ingin berlari keluar dari gudang, namun kakinya tak mau menuruti kemauannya. Badannya kini bergetar hebat dan sekujur tubuhnya pun terasa dingin, dan yang bisa ia lakukan kini hanyalah merapalkan doa dalam hati sembari memejamkan matanya.

"Percuma berdoa jika perilakumu saja buruk. Tuhan tak akan mengabulkan doamu." Jayden mendorong tubuh Juan dengan kuat hingga lelaki itu terdorong ke belakang dan menabrak dinding.

"Jika saja kamu bukan kakak dari Anna, aku pasti sudah membunuhmu sekarang juga." Langkah kaki Jayden dan suara menggelegar itu bisa terdengar jelas di telinga Juan yang kini hanya bisa meringis kesakitan di sudut ruangan.

"Untuk saat ini aku tidak ingin membuat Anna terkena masalah jika kamu mengadu, maka akan ku hapus ingatanmu. Namun ingatlah satu hal ini. Jika sekali lagi kamu berani melukai gadisku, maka akan kupastikan kamu mati di tanganku dengan cara yang sangat menyakitkan." Jayden pun menjentikkan jemarinya, lalu sedetik kemudian Juan tak sadarkan diri, bersamaan dengan keluarnya darah dari hidungnya.

Anna yang sedari tadi melihat semuanya kini hanya bisa meringkuk ketakutan di sudut ruangan, tubuhnya bergetar hebat karena melihat sosok yang sepertinya selama beberapa hari ini selalu berada di sisinya.

Jayden yang menyadari hal tersebut enggan untuk berbalik badan karena tak ingin membuat Anna semakin ketakutan ketika melihat penampilannya, hingga ia memutuskan untuk membuat Anna tertidur dengan mengirimkan angin lembut.

Jayden tersenyum dan langsung membawa Anna ke kamar, lalu membaringkan gadisnya di atas ranjang empuknya. "Aku akan menemuimu di mimpi." Ucap Jayden setelah mengecup kening Anna.

"Anna..." Anna yang tengah berada di taman bunga seperti di mimpi sebelumnya itu langsung berbalik badan ketika mendengar suara seseorang memanggilnya.

Anna sebenarnya saat ini sadar jika dirinya tengah bermimpi, apalagi ia juga mengingat kejadian tadi ketika sosok tersebut muncul dengan wajah menyeramkan yang hendak melukai kakaknya.

"Apa sekarang kamu takut padaku?" Jayden berjalan mendekat dan kini keduanya saling bertatapan, hingga pada akhirnya Anna menggelengkan kepalanya beberapa saat setelahnya.

"Sekarang aku ingat, sejak kedatanganku pertama kali ke rumah itu aku sudah merasa aneh. Aku merasa ada yang mengawasiku, apalagi dengan kejadian aneh yang menimpaku di sekolah juga. Ternyata kamu, sosok yang membuatku merasa begitu bahagia meskipun hanya dalam mimpi."

Jayden tak kuasa menahan perasaan harunya karena Anna ternyata tak takut padanya, dan ia pun memeluk Anna dengan sangat erat.

Butuh ratusan tahun bagiku untuk bisa bertemu denganmu lagi, sayang. Meskipun kini dunia kita telah berbeda, namun aku yakin jika kamu adalah dia. Aku berjanji akan selalu melindungimu hingga kamu menemukan kebahagiaanmu sendiri nantinya. Bagaimanapun juga aku tak boleh egois, bukan? Kamu manusia, sedangkan aku tidak. Tapi tak apa, bisa bertemu denganmu lagi adalah hadiah paling berharga yang ku dapatkan sebelum nantinya aku harus menghilang dari hadapanmu. Tapi tenang saja, aku akan selalu berada di sisimu hingga kamu menua nanti.

Jayden mengusap airmatanya yang mengalir, lalu melepaskan pelukannya setelah ia mengutarakan semua perasaan bahagianya, meskipun hanya bisa diucapkannya dalam hati.

"Aku akan selalu berada di sisimu, Anna. Aku akan menjagamu, dan aku berjanji tidak akan melakukan hal seperti tadi lagi asal kamu mengizinkanku untuk terus berada di dekatmu dan menjadi temanmu."

Anna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Anna tak menampik jika ia sebenarnya merasa nyaman dengan kehadiran Jayden.

"Kalau begitu ayo berkenalan. Siapa namamu?"

"Aku lupa siapa namaku. Apa kamu mau memberiku nama?" Maaf karena aku belum bisa menyebutkan namaku. Nanti, ketika waktunya sudah tepat. Aku akan menceritakan semuanya, sekaligus alasanku menunggu dirimu selama ini.

🍂

Continue Reading

You'll Also Like

36.2K 2.6K 16
Hal tak masuk akal di alami oleh Lenora, gadis itu menabrak cogan dan berakhir terjatuh ke danau dan tiba- tiba di terkam buaya. Ketika membuka mata...
2.9K 186 25
Gladiola atau lebih dikenal dengan nama Glady, Ialah wanita yang suka memangsa Pria-pria bodoh dan mencampakkannya seperti barang sekali pakai. Itu s...
1.9K 281 9
Entah apa yang ada di pikiran Adion Alendra saat meminta Audrey Awliya menjadi kekasihnya secara tiba-tiba.
217K 27K 48
Kumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan s...