A/N : Selamat natal untuk readersku yang merayakan dan selamat liburan untuk kita semua.
Vote and comment are highly appreciated.
Happy reading. ^^
***
"Serangan dari timur! Timur!" Pos jaga malam itu berubah mencekam. Lima unit angkatan darat musuh menyerang secara tiba-tiba. Winston, yang berada di dalam ruang rapat bersama tiga jendral, membahas mengenai strategi penyergapan esok hari, bereaksi cepat. Ia menyudahi rapat, mengambil senapan dan bergegas keluar ruangan. Hanya saja, sebelum benar-benar menapaki kaki di luar benteng, omongan Rosaline terngiang.
" ... kau akan mati tertembak panah beracun. Panah itu menghunus tepat di jantungmu. Kau harus berhati-hati."
Winston adalah seorang yang pemberani namun ceroboh. Sering kali ia meninggalkan baju pelindung saat sedang memimpin serangan. Omongan Rosaline barusan, seakan menjadi pengingat. Tanpa ragu, Winston berbalik arah menyambar pelindung dada yang terbuat dari logam. Ia mengenakannya dengan cepat dan mulai bergabung dengan pasukannya.
"KODE MERAH! LAKSANAKAN LAKSANAKAN KODE MERAH!" Teriak Winston.
"SIR YES SIR!"
Pasukan kerajaan Kairos yang berada di bawah arahan Winston langsung bergerak sesuai dengan tugas mereka.
Pertama kali mendengar cerita Rosaline mengenai kehidupan pertamanya, Winston tidak sepenuhnya percaya. Ada beberapa bagian yang membuatnya mengerutkan alis. Tetapi, karena hatinya yang lembut, Winston tidak sampai hati untuk berterus terang. Apalagi setelah melihat tatapan Rosaline yang putus asa..
Tidak jarang Winston merasa kasihan dengan perempuan kecil yang ditampung keluarganya itu. Ia sering melihatnya sendirian di taman dekat puri. Tubuh kurusnya membuat Rosaline terlihat semakin rapuh. Beruntung, adiknya yang berlidah tajam bisa dengan cepat berteman dengan Rosaline.
Hanya saja, dari sana satu masalah mulai tumbuh: Obsesi Rosaline pada Jeremiah.
Kedua orang tuanya mulai menyadari hal itu dua tahun setelah Rosaline tinggal bersama mereka. Madeline tidak banyak berkomentar, namun Julius terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaannya. Tetapi, cinta Julius pada sang istri, membuatnya menutup mata dan menuruti permintaan Madeline untuk menikahkan Jeremiah dengan Rosaline.
Winston berpendapat pernikahan itu tidak akan bisa membawa kebaikan bagi Rosaline atau pun Jeremiah. Rosaline akan terus tersakiti karena Jeremiah tidak mampu membalas perasaannya dan Jeremiah tidak akan pernah bahagia hidup bersama wanita yang tidak dicintainya. Melihat bagaimana Rosaline akhirnya kabur dari kastil, sepertinya tebakan Winston jelas terbukti.
Mengenai cerita Rosaline mengenai kehidupan pertamanya, meski Winston di awal sempat merasa ragu. Namun, semakin lama ia merasa omongan Rosaline sedikit banyak ada benarnya. Tentang bagaimana dirinya akan kembali dikirim ke Vixen, dan kekacauan besar akan datang. Seperti saat ini.
Kalau benar apa kata Rosaline, bukankah hari ini adalah hari dimana panah beracun itu menusuk dadanya? Winston cukup khawatir. Ia bahkan sempat berharap Rosaline mengetahui taktik apa yang digunakan musuh dalam pertempuran ini, agar ia bisa menyiasatinya. Tapi itu hanyalah angan kosong yang dengan cepat Winston buang jauh-jauh.
"Sir, all clear." Ron, tangan kanan Winston memberi kabar terbaru.
Winston mengangguk. "Dalam komandoku."
""Yes, sir." Ron memberi hormat.
***
Suara tembakan peluru, pedang yang berada dan teriakan menandakan pecahnya pertikaian. Tidak hanya satu atau dua jam, perang itu terjadi dari bulan masih berada di langit hingga tergantikan matahari.
Pasukan Kairos memimpin dengan terus mendesak lawan untuk mundur. Meski dengan luka sayatan pedang di lengan dan beberapa bagian tubuhnya, Winston masih sanggup berdiri tegak. Ia pun berhasil menghindari dari lemparan busur beracun.
Winston dan pasukan Kairos semakin dekat dengan kemenangan. Pertikaian berjam-jam menguras tenaga siapapun yang terlibat. Tidak terkecuali Winston. Apalagi saat ia merasa pasukannya semakin dekat dengan kemenangan.
Winston lengah. Ia tidak menyadari musuh melempar bom yang jatuh tidak jatuh dari kakinya.
"Sir!" Orang yang pertama kali melihat benda mematikan itu adalah Ron. "LARI!" Dengan berani, Ron menghampiri Winston dan mendorong tubuhnya menjauh.
Sepersekian detik kemudian, bom meledak.
BOOOM
Tubuh Ron hancur tercerai berai, sedangkan Winston kehilangan kedua kakinya.
***
"... Winston! Kumohon, ijinkan aku bertemu denganmu."
Suara samar-samar Rosaline membangunkan Winston dari mimpi buruk yang tidak pernah absen dari malamnya belakangan ini. Sekujur tubuh Winston terasa sakit dan malam ini dia kembali demam.
"Winston!"
"Nona, tolong berhenti." Terdengar suara penjaga.
"Winston! Aku tidak akan berhenti sebelum kau mau bertemu denganku."
"Nona."
"Winston! Tunggu! Jangan tarik aku. Aku belum selesai. Malam ini adalah malam terakhirku bisa bertemu dengannya. Kalian tidak mengerti." Suara Rosaline semakin lama semakin menjauh. Winston pikir para penjaga pasti membopong perempuan itu untuk pergi.
Namun tak lama kemudian, Winston mendengar jendelanya kamar rawatnya dilempari batu kerikil.
Tuk ... tuk ... tuk ...
"WINSTON!" Lalu teriakannya lagi. "Aku tahu kau bisa mendengarku. Aku mohon, ijinkan aku masuk. Ada banyak hal yang ingin aku katakan padamu."
Tuk ...
"Winston, ku mohon."
Kalau Winston masih memiliki kaki, ingin sekali ia melihat ke balik jendela. Namun apa daya, ia tidak bisa melakukan hal remeh seperti itu lagi dengan kondisinya yang sekarang.
"Winston!"
"Penjaga, biarkan Rosaline masuk." Pada akhirnya Winston mengalah.
***
"Oh, tidak, Winston, apa kau baik-baik saja?" itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Rosaline saat melihat kondisi Winston. Wajah laki-laki itu merah padam, dan keringat dingin mengucur. Membuat rambut dan piyama yang dikenakannya basah. "Apa aku harus memanggil dokter?"
"Cepatlah."
"Apa?"
"Kau bilang ada yang ingin kau bicarakan padaku." Winston berucap dengan suara serak yang lemah.
"Oh, aku... "
Sungguh Rosaline tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Begitu banyak hal yang ada di kepalanya. Namun, berada berhadapan dengan Winston membuatnya begitu kecil. Sampai-sampai ia merasa tidak memiliki hak untuk menjelaskan apapun kecuali meminta maaf.
"Aku sungguh ingin meminta maaf." Rosaline berucap dengan air mata yang menggenang. "Aku merasa berhak menerima semua kemarahanmu. Dan kau pun tidak perlu terbebani untuk memaafkanku."
Winston memandang lurus ke arah perapian yang sudah hampir mati. Biasanya satu jam sekali, seorang pelayan akan datang ke kamarnya untuk mengecek keadaannya sekaligus membuat perapian itu tetap menyala sehingga Winston selalu merasa hangat.
"Aku memang tidak berniat untuk memaafkanmu." Meski Rosaline sudah mengharapkan jawaban seperti ini, namun saat kalimat itu benar-benar keluar dari mulut Winston hatinya tetap merasa sakit.
"Kau tidak akan bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan kedua kaki. Tidak bisa berjalan dan berlari. Pada dasarnya, sekarang aku hanyalah seonggok daging yang tidak berguna."
"Winston, jangan bicara seperti itu."
"Kau juga ingin menasihatiku? Bilang kalau ini bukan akhir dari segalanya, atau aku masih bisa hidup seperti semula meski tanpa kedua kakiku, begitu?" Tatapan Winston begitu tajam menusuk. "Omong kosong! Kalian bisa berbicara seperti itu karena kalian tidak berada di posisiku. Kalian tidak mengerti apa yang aku rasakan. Aku sudah tidak berguna! Dan kau jangan mencoba untuk membatah hal itu."
Rosaline bungkam.
"Seharusnya aku tidak mendengarkan omonganmu. Kalau saja aku tidak memakai pelindung dada itu, tubuhku pasti sudah ikut hancur."
"Maafkan aku Winston. Aku sama sekali tidak menyangka akhirnya akan seperti ini. Aku hanya ingin membuat semua lebih baik. Aku benar-benar meminta maaf." Lagi-lagi, hanya kalimat itu yang bisa diucapkan Rosaline.
Winston memijat kening. Meski hanya berjarak satu bulan dari kecelakaan itu, berat badan Winston susut dengan signifikan. Pipinya tirus dan tulang selangkanya terlihat jelas.
"Rosaline ... " Rasanya sudah lama Rosaline tidak mendengar namanya keluar dari mulut Winston.
"Ya?"
"Ada satu hal yang bisa kau lakukan jika ingin mendapatkan maafku."
Rosaline bingung. Meski masih merasa tidak layak untuk dimaafkan, Rosaline bertanya, "apa?"
"Di laci ketiga lemari itu ada sebuah kotak kayu. Ambillah benda itu."
Rosaline berjalan ke arah yang ditunjukkan Winston. Dan benar saja, ada sebuah kotak kayu di dalam laci ketiga. Kotak itu tidak terlalu besar dan beratnya kira-kira hampir lima kilogram.
"Ini?" Rosaline menunjukkan kotak yang sekarang ada di tangannya.
"Bukalah," perintah Winston.
Tanpa banyak bertanya, Rosaline membuka kotak itu dan matanya langsung melebar.
"Ini ... apa maksudmu?" tanyanya kebingungan.
"Tembaklah aku di kepala dengan pistol itu. Dengan begitu aku akan memaafkanmu." Winston berucap dengan sorot mata kosong yang menakutkan. "Lakukan, Rosaline! Hanya dengan ini aku bisa tenang dan bahagia."
"Ak- aku... "
"LAKUKAN! SEKARANG!"
***
Rosaline berlari dengan tubuh gemetar. Rambut panjangnya yang semula disanggul dengan anggun sekarang tercerai berai. Bukan hanya itu saja, tangan dan gaun yang dikenakannya terdapat banyak noda darah.
Kaki Rosaline terus berlari hingga ia mencapai kastil timur.
BRAK!
Suara pintu kamar dibuka paksa. Jeremiah yang semula sibuk bebincang dengan Flynn mengenai keberangkatannya ke Vixen dibuat terkejut.
"Rosaline." Jeremiah menatap nanar penampilan Rosaline yang berantakan. "Apa yang... "
"Winston... " Tangan berlumuran darah Rosaline mencengkram kemeja putih Jeremiah. Membuat noda merah berbau tajam itu ikut mengotorinya. "Jeremiah, lakukan sesutau... dia... dia... " Rosaline kehilangan kesadaran.
Beruntung Jeremiah dengan cepat menangkap tubuhnya sebelum terbentur lantai.
"Rosaline, bangunlah." Jeremiah menepuk-nepuk pipi perempuan di pelukannya. Ia melihat keadaan Rosaline dan menyadari kalau darah terus keluar dari bahu kirinya.
"Oh, tidak." Jeremiah dengan cepat menekan luka itu agar darah tidak terus keluar.
"Tuan... "
"Panggil dokter!" perintah Jeremiah. "Sekarang Flynn! Panggil dokter sekarang!"
***
Winston Fletcher meninggal dunia. Kabar itu menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru kekaisaran Kairos. Sang pewaris tahta adipati, meninggalkan dunia di usia yang begitu muda, 22 tahun.
Kastil megah yang biasa ramai dengan pelatihan para ksatria kali ini sepi dan suram. Semua orang yang ada di dalamnya mengenakan pakaian hitam sebagai lambang berduka. Aula utama kastil dihias sebagai tempat para pelayat. Ruangan luas yang kini penuh dengan hiasan bunga krisan itu penuh dengan orang-orang yang ingin menyampaikan salam terakhirnya pada Winston, laki-laki muda pemberani yang menjadi panutan banyak pemuda di Kairos.
Keluarga Fletcher memberikan pernyataan resmi, sebab kematian Winston adalah dikarekanakan sakit. Separuh dari para pelayat percaya namun separuh lainnya sangsi. Peti mati Winston tidak dibuka seperti upacara kematian pada umumnya di Kairos. Biasanya, kalau peti tidak dalam keadaan terbuka jenazah yang berada di dalamnya tidak dalam keadaan yang layak.
Banyak dari mereka yang berspekulasi mengenai keputusan keluarga Fletcher untuk tidak membuka peti tersebut. Isu lama yang sempat terkubur kembali mencuat kala Jeremiah terlihat sendirian memimpin upacara kematian sang kakak.
Julius tidak sanggup memimpin upacara selama seharian penuh dan Madeline yang sakit—sakitan hanya bisa duduk di bangku sambil tersedu-sedu. Sebagai seorang menantu keluarga Fletcher, seharusnya Rosaline bisa menjadi tuan rumah dan menyambut para pelayat perempuan. Namun perempuan itu sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya bahkan sampai upacara penguburan selesai.
.
TBC
A/N : Karena minggu ini minggu holiday, aku harap bisa nulis banyak update untuk kalian. Please looking forward to MMOHE. Karena kita sebentar lagi akan semakin menyelam ke dasar kesengsaraan Rosaline. :') Sedikit demi sedikit.