SEMUA ADA WAKTUNYA

By Adonisstone

1.3K 111 35

GAGAS-ROSE [TAMAT-LENGKAP DI KARYAKARSA] More

Intro
Bab 2
Bab 11
Bab 12

Bab 1

314 30 6
By Adonisstone

(PENGGAGAS)

Pelantikan empat puluh dua ASN Kabupaten Kotabaru berlangsung siang ini di pendopo Kabupaten. Di antara para ASN dari berbagai golongan yang dilantik dan diambil sumpah jabatannya hari ini oleh Bupati, ada aku, Gagas, Pegawai Negeri Sipil golongan IV/c yang didampingi wanita tercantik se-Kabupaten Kotabaru—Ibuku.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kotabaru tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kotabaru, mulai hari ini aku resmi meninggalkan jabatanku sebagai Kepala Dinas Ketenagakerjaan yang sudah kuemban selama satu tahun enam bulan dan telah menerima jabatan baru sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kotabaru. Rotasi dan mutasi pejabat memang hal lumrah dan penting di dalam lingkungan pemerintahan sebagai upaya penguatan kelembagaan serta menjaga performa dan kinerja pejabat, katanya.

Sebelum menjabat sebagai kepala di Dinas Ketenagakerjaan, selama hampir tiga tahun sebelumnya aku memimpin unit kerja yang bertugas mengelola keuangan dan aset daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah. Sebelum menempati posisi pimpinan, aku beberapa kali menjabat sebagai Kepala Bidang di berbagai dinas, terakhir di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di mana aku mendapat dua kali kenaikan pangkat luar biasa karena berhasil memimpin timku menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah untuk para disabilitas di Kotabaru.

Dengan sangat rendah hati, bisa dikatakan aku ini cukup berprestasi sebagai PNS meski prestasi percintaan nggak ada apa-apanya dibanding anak-anak alter twitter. Maka nggak perlu ditanya kenapa yang menemaniku dalam pelantikan ini Ibu Wijayanti Soemarno, istri Bapak Untung Soemarno, karena memang belum ada Nyonya Gagas Soemarno sampai detik ini.

Tepat sebulan lalu usiaku genap tiga puluh delapan tahun. Masa kritis saja sudah mau habis kata saudara-saudaraku, tapi aku belum juga bertemu wanita itu. Mencoba sudah berkali-kali, jangan kira aku hanya diam saja. Dekat, jalan serius, tapi kemudian tak jadi.

Sekian kali gagal, tentu aku sudah meraba biang penyebabnya. Saampai aku pada satu kesimpulan, syarat ibu lah yang susah dipenuhi. Kesimpulanku berangkat dari sini;

Tiga hubungan terakhirku punya nasib sama, kandas nggak lama setelah kuajak mereka bertemu orang tuaku.

Soal menantu, Ibu emang nggak pernah mengatakan dengan frontal dan spesifik kriteria wanita yang dia inginkan jadi istriku, tapi kalau kusimpulkan daftarnya panjang. Ibuku perfeksionis, menaruh perhatian sampai pada hal kecil-kecil kalau menilai orang. Ada perilaku yang melenceng sedikit saja dari calonku, beliau pasti peka. Jeleknya, satu kesalahan saja beliau langsung ilfeel.

Nggak seperti bapak yang menyerahkan sepenuhnya pilihan padaku, ibu banyak mewanti. Ibu banyak menyarankan dan mempertanyakan berulang-ulang pilihanku kalau beliau nggak sreg sama yang kupilih. Hari berikutnya setelah kukenalkan wanitaku padanya, beliau pasti nggak akan puas cuma sepuluh kali menanyakan keyakinanku, selalu seperti itu.

Pertama kali kukenalkan wanita pada kedua orang tuaku itu dulu saat aku berusia dua puluh sembilan tahun, tak lama setelah kenaikan pangkatku menjadi golongan IV/a. Awalnya, kupikir ibu menanyakan keyakinanku setelah mempertemukannya dengan kekasihku itu wajar. Namun berhari-hari mendapat pertanyaan yang sama aku jadi mengerti ibu bermaksud lain. Beliau nggak sanggup melarangku langsung, jadi berusaha mencari raguku.

Jujur saja, dulu aku merasa nggak nyaman, merasa dikekang, tapi mungkin karena besar rasa sayangku yang terpupuk sedari kecil pada beliau, akhirnya aku mengikuti keinginan beliau. Terakhir aku mengenalkan wanita sudah empat tahun lalu, hasilnya sama saja.

Aku tidak menyalahkan ibu. Lagi pula, wanita-wanita yang sempat kukenalkan pada orang tuaku dulu memang jodohnya pria lain, bukan aku. Buktinya sekarang mereka semua sudah berhasil dengan rumah tangga masing-masing. Kalau aku, ya, aku percaya saja jatahku sendirian mungkin memang lebih lama dari pada yang lain.

Menjadi pimpinan satuan kerja di lingkungan Pemkab dan masih single emang kasus agak khusus. Saat rekan-rekan sejawat datang ke berbagai event didampingi sang suami atau istri, aku ditemani sekretaris badan atau terkadang ibu kalau beliau sedang senggang. Jadi bisik-bisik, biasa.

Jangan harap sekretaris yang kumaksud selalu wanita muda, cantik, dan berpenampilan seperti Luna Maya. Malah belum pernah kutemui yang seperti itu, mungkin malah nggak akan pernah. Sekretaris di instansi Pemkab mayoritas berusia hampir lima puluh tahun atau lebih, sudah bercucu, anaknya yang masih single pun jarang.

Namun walau masih single sampai di ujung masa kritis, pangkat menyelamatkanku dari bulan-bulanan sembarang kenalan. Pada segan. Itu enaknya punya pangkat.

Usai upacara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan, hiburan ditampilkan dan para undangan dipersilakan menikmati sajian. Aku nggak terlalu berselera makan. Jadi, aku cuma mengambilkan tengkleng dan lalapan buat ibu yang duduk bersahaja di salah satu meja bundar dengan lima kursi berjajar melingkar. Nggak lupa kuambil banyak timun buat mengimbangi daging kambing.

Ibu sedang mengobrol dengan Bupati Kotabaru, Ilyas Triharjanta, ketika aku kembali dari mengambil gulai. Pak Ilyas, aku memanggilnya, memang cukup dekat dengan keluargaku. Dia adalah junior bapak saat kuliah, mereka juga teman main tennis. Selain itu, bapak adalah salah satu mantan pejabat berpengaruh dan pernah menjadi Wakil Bupati. Maka nggak aneh hampir semua pejabat mengenal baik ibu yang dulu selalu menemani bapak di event apapun. Sampai saat ini pun keluargaku masih selalu mendapat perlakuan istimewa di lingkungan Pemkab.

"Lho kok ibu nggak diajak makan, Gas?" tanya Pak Ilyas menyambutku.

"Ini buat ibu kok, Pak. Saya mau berangkat tadi udah makan." Aku duduk di kursi sebelah ibu setelah mendaratkan piring gulai dan lalapan ke meja.

"Pak Ilyas nggak makan, Pak? Ini masa saya makan sendiri?" kelakar ibu basa-basi.

Pak Ilyas menjawab santai dan cuma menyilakan ibu makan. Beliau beralih padaku setelahnya dan tanpa tedeng aling-aling langsung menyinggung soal pasangan. "Gas, kapan nih yang dibawa tuh jodoh sendiri, masa jodoh Pak Untung terus yang dibawa?"

"Yah, Pak. Andai soal jodoh udah dijamin kayak kenaikan pangkat. Jelas jalannya, bisa diperhitungkan kapan datangnya, udah dari dulu saya jemput bola. Nggak bakalan nyulik jodoh bapak terus begini."

"Masa belum nemu?" sangsi Pak Ilyas sambil menertawaiku.

Aku ikut tertawa. "Ditemu kayak jodohnya ilang aja."

"Halah, bisa aja kamu ini."

Aku membalas dengan kekehan saja. Setelah itu pembicaraan kami pindah pada hal lain, hal-hal tentang birokrasi dan Kotabaru.

"Ilyas aja sampai nanya begitu, Mas, kamu nggak pengen cepet nikah?" Sudah kuduga. Muka ibu yang masam sejak Pak Ilyas menyinggung soal kejombloanku tadi emang gara-gara menahan pertanyaan ini.

Aku cuma terkekeh. Umur segini siapa juga yang nggak mau cepat menikah? Untung ibu sendiri. Kalian yang baca, nggak usah dibuat bercandaan nama bapakku!

"Adikmu aja udah ngasih dua cucu. Kamu kapan?"

Adikku, Astha, memang sudah menikah lima tahun lalu. Sekarang sudah punya dua anak. Istrinya seorang pramugari. Nama istrinya Kanaya Indraprasta, anak sulung salah satu mantan gubernur.

Gimana perasaanku dilangkahi adik? Dulu, kesal dan muak karena keluargaku terlalu membesarkan masalah itu. Sekarang biasa saja. Malah aku senang sudah punya dua keponakan yang bandel-bandel.

"Malah mesem-mesem aja. Kapan lho? Mama tanya beneran ini."

"Padahal Mama loh yang selalu nolak calon Gagas. Gagas tuh udah tiga kali bawa calon ke rumah. Ayo ingat lagi, ada nggak yang Mama approve?" Berhasil berkata begitu aku langsung dihadiahi cubitan di tengah lahan parkir.

"Kamu bilang gitu seolah Mama yang bikin kamu nggak nikah-nikah, Mas. Kamu aja yang nyarinya nggak maksimal."

"Nggak maksimal apa nggak persis sama mau Mama?" candaku menohok dan dapat lagi satu cubitan. Aku ketawa-ketawa aja setelah itu. Sampai kami masuk ke dalam mobil dan mengenakan seatbelt aku baru kembali bicara. "Gagas tau kok Mama mau menantu yang sempurna. Gagas oke-oke aja, Ma, tapi ya itu, kapan dapatnya Gagas nggak bisa jamin, yang jelas lama."

"Ya Gusti, semoga anakku yang suka bersilat lidah ini segera dapat wanita yang sempurna seperti keinginanku. Syukur-syukur di kantor barunya. Amin."

Aku terkekeh. Akhirnya, mengaku juga maunya menantu sempurna.

"Amin gitu lho, Mas!"

"Mama coba jadi mertua sempurna dulu, nanti pasti cepat dapat menantu sempurna."


























#Curhat dikit. Cerita ini dibuat buat mengenang nyokap.

Continue Reading

You'll Also Like

55K 1K 1
Panduan bagi pembaca baru untuk info seputar cerita kembang-kembang. silahkan mampir buat yang bingung mau baca yang mana.
1.7M 84.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.1M 24.2K 45
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
5M 741K 62
Riona Amara tak pernah menyangka jika ia akan meninggal karena dibunuh oleh keempat putranya sendiri dan mati dalam penyesalan. Namun, di tengah peny...