Sudah sekitar tiga hari ini keluarga kecil Guanlin pindah sementara ke rumah orang tua Renjun. Hari perkiraan lahir anak kedua mereka masih sekitar dua minggu lagi jika tidak ada kendala, maka dari itu Guanlin memutuskan untuk pindah sementara ke rumah orang tua mereka untuk mencegah jika hal buruk terjadi.
"Pwaa!!"
"Pwapaaa!!"
"Pssttt pssttt Ayiiinn!!"
Guanlin yang sedang nyenyak dalam tidurnya itu sontak melenguh dan membuka matanya perlahan mencari sumber suara yang mengusik tidurnya.
"Lah? Kak? Ngapain kamu disitu?" tanya Guanlin kepada Ayden yang tengah berdiri di luar jendela kamar Renjun dimana dia dulu sering nongkrong disana
"Diculu enma anunn" (Di suruh Grandma bangun) jawab Ayden yang masih kesusahan menyembulkan kepalanya di jendela karena tingginya yang baru beberapa puluh centi itu.
Guanlin mendudukan dirinya dan mendekat kepada Ayden, hingga Ia dapat melihat Mamanya berdiri tidak jauh dari Ayden.
"Bangun dong nak. Udah siang begini, malu ih lagi di rumah mertua juga" ucap Mama Guanlin yang kemudian mendekat kepada Ayden sembari membawa semangkok makanan
"Udah biasa kali, Ma. Kalian kok udah pakaian rapi aja sih jam segini? Mau kemana?" tanya Guanlin melihat Mamanya dan anak sulungnya sudah berpakaian rapi itu
"Mawu ke obinn"
"Obin apaan?"
"Kebun binatang, Lin. mau ngajak Ayden ke ragunan" jelas Mama Guanlin
"Siapa aja? Kok Alin gak di kasih tau?"
"Cuma Mama Papa sama Ayden kok. Dadakan, tadi Ayden bilang mau lihat jerapah"
Guanlin mengangguk paham kemudian menoleh kepada Ayden. "Mau ketemu kembaran kamu ya kak?"
"Heung? Bayan capa?" (Kembaran siapa?) tanya Ayden bingung
"Monyet" jawab Guanlin yang kemudian tertawa terbahak bahak
Plakkk
"Aduh!!"
"Kurang ajar! Masa cucu Mama disamaain sama monyet!" Omel Mama Guanlin setelah memberikan satu pukulan di lengan Guanlin
"Bercanda Ma"
"Ya udah kamu mandi sana, lin. habis ini kami mau berangkat"
"Iya ma, iya"
Setelah itu Ayden dan Neneknya kembali ke rumah mereka melalui kamar Guanlin. Memang di penghubung rumah mereka terdapat space seperti taman di lantai dua.
Guanlin menuruni tangga dan tanpa sengaja bertemu mertuanya, Ayah Renjun yang baru keluar dari kamar.
"Baru bangun, lin?"
"Iya, yah. Renjun mana yah?" tanya Guanlin yang kemudian berjalan beriringan dengan mertuanya menuju dapur
"Tuh lagi masak soto" jawab Ayah Renjun sembari menunjuk Renjun yang tengah sibuk membantu bundanya di dapur
"Bun, Ayah mau kopi ya. Tapi Ayah mau ke cucian mobil dulu"
Bunda menoleh kemudian memberikan acungan jempol tanda setuju. "Ayah ke carwash depan ya lin"
"Iya, yah. Hati hati"
"Mau kopi sekalian, lin?" tawar Bunda
"Mau bun, kalau boleh"
"Ya boleh dong"
"Makasih, bundaa"
"Sama sama, nak. Tapi Bunda jemur baju dulu ya"
"Iya bun"
Guanlin memperhatikan Renjun yang tengah fokus dengan masakannya di depan kompor itu. Ia tadi hanya menoleh ke Guanlin, namun tidak kunjung membuka suaranya.
Guanlin mendekat dan memeluk Renjun dari belakang. Ia lingkarkan tangannya di perut Renjun dan menyandarkan kepalanya di pundak Renjun sembari beberapa kali membarikan kecupan di leher Renjun.
"Shhh.. L-linn. Jangan gini ah. Malu di lihat Bunda"
"Bunda lagi ke belakang, sayang"
Renjun kemudian berdecak dan kembali fokus dengan masakannya.
"Diem aja? Gue ada salah ya?" tanya Guanlin yang hanya di jawab dengan Gelengan oleh Renjun
Guanlin menghela pelan, kembali menegakan tubuhnya. Ia kemudian memposisikan tangannya di bawah perut Renjun dan mengangkat pelan perut Renjun.
"Hhhhh.." Renjun memejam dan menyandarkan kepalanya di dada Guanlin tak kala suaminya itu mengangkat perutnya yang sungguh sangat berat dan membuatnya begah karena usia kehamilannya yang menginjak usia Sembilan bulan.
"Enak?"
Renjun mengangguk. "Rasanya enteng banget"
Guanlin terkekeh dan memberikan satu kecupan di pipi Renjun. Selang beberapa menit, Guanlin menghentikan aktifitasnya itu dengan di akhiri usapan halus pada perut Renjun.
"Mandi dulu sana deh, Lin. Habis itu makan" Guanlin mengangguk, ia mencuri satu kecupan sebelum pergi meninggalkan Renjun untuk mandi.
Selang dua puluh menit, Guanlin kembali turun, dan ternyata masakan Renjun sudah siap beserta kopi untuknya dan mertuanya.
"Ayo makan" ajak Renjun
"Nunggu Ayah Bunda deh yang. Gak enak makan duluan"
"Ayah sama Bunda udah makan tadi pagi, makan pecel di depan sekalian ke pasar tadi"
Guanlin membulatkan mulutnya membentuk huruf O , ia kemudian duduk di samping Renjun.
"Nasinya segini cukup?" tanya Renjun setelah ia mengambil dua centong nasi untuk Guanlin
"Cukup"
"Mau telur?"
"Mau. Makasih Papi" ucap Guanlin setelah menerima semangkuk soto ayam dari Renjun
"Bocil udah berangkat?" tanya Guanlin di sela makan mereka
"Udah, barusan. Gue suruh nunggu lo kelar mandi tapi gak mau. Heboh bener dia padahal Cuma mau ke ragunan"
"Namanya juga anak anak yang"
"Lagi makan nih?" ucap Ayah Renjun yang baru saja kembali setelah mencuci mobil dengan Bunda di belakangnya
"Makan yah, bun"
"Iya makan yang banyak, ya" Ayah mendudukan dirinya di hadapan Guanlin dan mengambil kopinya.
"Habis ini Ayah sama Bunda mau kondangan, Ren"
"Kondangan dimana?"
"Anaknya teman Ayah nikah, di Depok"
"Jauh banget" ucap Renjun
"Iya, makanya mau berangkat sekarang. Nunggu Bunda kamu dandan. Kalian gapapa kan di rumah berdua?"
"Gapapa, Yah" jawab Guanlin
Guanlin dan Renjun menyelesaikan makannya bertepatan dengan Ayah dan Bunda yang berangkat pergi kondangan.
"Gue aja yang" ucap Guanlin yang melihat Renjun hendak mencuci piring bekas makan mereka
"Lo kalo nyuci gak bersih!!"
"Bersih kok, gue cuci bolak balik nih biar makin kinclong" ucapnya yang kemudian menarik paksa spons dari tangan Renjun. "Udah duduk aja sana" perintah Guanlin yang mendapat dengusan kesal dari Renjun
"Dari semalem perut gue kencang banget deh Lin"
Guanlin menoleh. "Belum mau lahiran kan?"
Renjun menggidikan bahunya, ia kemudian mengelus perutnya yang bulat besar itu.
"Aduh!"
"Kenapa yang?!" tanya Guanlin panik
Renjun menggeleng. "Biasa, anak lo lagi main bola di dalem"
Guanlin menghela sembari mengusap dadanya. "Kaget gue, gue kira kenapa"
Setelah selesai mencuci piring, keduanya berjalan menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Guanlin tidak terlalu sibuk setelah mereka memutuskan pindah sementara kesini, karena pekerjaannya sudah ada yang mem-back-up.
"Kaki gue bengkak, sakit" keluh Renjun sembari memijat kakinya dengan sedikit kesusahan
Guanlin yang tengah fokus menonton televisi itu menoleh. "Siniin kakinya. Taruh di paha gue, biar gue pijitin"
Renjun menurut, ia menaikan kakinya di paha Guanlin. Guanlin dengan telaten memijat pelan kaki Renjun. Sedangkan Renjun merebahkan punggungnya di lengan sofa.
"Enak banget" gumam Renjun yang menikmati setiap pijatan Guanlin
"Gemes banget sih, badannya kecil perutnya gede" goda Guanlin
Renjun berdecak tak terima. "Kecil apaan? Lo gak bisa lihat ini? Nih kaki gue gede, pipi gue luber luber, liat juga nih lengan gue" ucap Renjun sembari menunjuk bagian yang ia ucapkan tadi
Guanlin terkekeh kemudian mencubit pipi Renjun yang memang mulai meluber itu. "Enggak kok, nih gemes banget. Kenyel banget buat digigit apa dicubitin"
"Ck! Udah ah!!" Renjun merengut sembari menyilangkan kedua tangannya di dada. "Nanti pokoknya setelah dedek lahir, gue mau diet!"
Guanlin mengerutkan kedua alisnya. "Kenapa harus diet?"
"Ya biar lo masih cinta sama gue"
"Emang lo pikir kalau lo gendut, gue gak cinta sama lo?"
Renjun hanya menggidikan bahunya dan kembali memajukan bibirnya.
"Bisa gitu ya pikiran lo. Padahal lo tau cintanya gue ke lo gimana. Mau lo gendut kek, kurus kek, tinggi kek, pendek kek atau apapun itu wujud lo, asal lo Renjun, gue pasti cinta mati sama lo"
Renjun berdecak memutar bola matanya malas dan hendak menurunkan kakinya dari paha Guanlin, tapi Guanlin lebih dulu menahannya. Guanlin mencondongkan tubuhnya pada Renjun.
"Denger ya, yang. Coba lo ilangin pikiran jelek lo itu. Gue gak bakal berpaling dari lo. Gue bakal selalu sayang, selalu cinta sama lo apapun bentukan lo"
Renjun mengerjap kemudian mengangguk pelan. "maaf.."
Guanlin terkekeh dan mengusak kepala Renjun.
"Gue tau lo semenjak hamil ini sering overthinking. Lo bisa sharing semua hal ke gue kalau mulai ada hal yang bikin beban di pikiran lo"
Renjun kembali mengangguk. Guanlin menarik tangan Renjun dan ia kecup punggung tangan yang lebih mungil dari tangannya itu.
"Mana lagi yang sakit?" Tanya Guanlin
"Cuma kaki aja. Pegel"
Guanlin kembali memijat kaki Renjun sembari menonton televisi. Sedangkan yang di pijat menarik setoples cemilan dari meja dan memakannya.
"Lin bentar"
Guanlin menghentikan pijatannya dan menoleh. "Kenapa?"
Renjun menurunkan kakinya. "Mau ke kamar mandi bentar. Mau pipis"
Guanlin mengangguk, ia membiarkan Renjun pergi ke kamar mandi. Sedangkan dirinya menarik toples yang di tinggalkan Renjun dan memakannya.
Brakkk
Guanlin melotot dan menghentikan makannya karena kaget mendengar bunyi dentuman seperti orang jatuh.
"Yang???" Teriaknya yang kemudian berlari menuju kamar mandi disamping dapur
"Yang? Yang lo gapapa?" Tanyanya sembari mengetuk berulang pintu kamar mandi
"L-linnn.. tolong"
Guanlin tanpa pikir panjang langsung membuka pintu yang ternyata tidak dikunci itu.
"Astaga yang!!" Guanlin dengan buru buru menghampiri Renjun yang sudah terduduk di bawah wastafel itu.
"Yang? Lo gapapa? Ada yang sakit gak?"
Renjun mengangguk, membuat Guanlin semakin panik. Guanlin menduga bahwa suaminya itu baru saja terpleset.
"Kalungin tangan lo di leher gue, gue gendong"
Renjun menggeleng. "Gue berat"
"Gue kuat. Ayo cepet"
Renjun menurut, ia pun mengalungkan tangannya. Guanlin buru buru menggendong Renjun dan merebahkannya di sofa.
Guanlin jongkok di samping Renjun yang masih meringis kesakitan itu.
"Ada yang sakit?" Tanyany
Renjun memejamkan matanya, yang ia rasakan kini adalah punggungnya yang sakit hingga menjalar membuat perutnya terasa sangat kencang.
Renjun mencoba mengatur nafasnya, Guanlin buru buru mengulurkan air putih kepada Renjun. "minum dulu coba yang, kalau masih sakit habis ini kita ke dokter"
Renjun meminum sedikit air yang diberikan Guanlin, setelahnya ia kembali menyandarkan kepalanya di lengan sofa dan mengusap perlahan perutnya. Guanlin juga membantu Renjun mengelus perutnya perlahan.
"Shhh... Huhhh.."
"Sakit banget? Kita ke dokter ya?"
Renjun tidak menjawab, ia masih mengatur nafasnya. Namun Guanlin dapat melihat bulir air mata di ujung mata Renjun yang memejam.
"Yang? Sakit banget ya? Kita ke rumah sakit sekarang." Ucap Guanlin yang kemudian berlari naik guna mengambil hoodie serta kunci mobilnya.
"Ayo, gue gendong lagi ya?"
Renjun mengangguk dan melingkarkan tangannya di leher Guanlin. Guanlin segera menggendong Renjun membawanya menuju mobil.
Guanlin segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit setelah ia memastikan Renjun duduk dengan nyaman.
Tangannya tidak henti mengusap tangan Renjun.
"Hikss.. s-sakit linn"
"Sayangg.. sabar yaa. Ini aku udah berusaha ngebut kok. Sabar ya?"
Guanlin dapat merasakan cengkraman ditangannya. Ia juga dapat melihat bulir keringat di dahi Renjun menandakan suaminya itu tengah menahan sakitnya.
"Ck! Kenapa harus macet sih di keadaan genting gini?!" Kesal Guanlin sembari membunyikan klakson beberapa kali
"Yang, sabar ya. Aku usahain sampe dengan cepat"
Guanlin tidak bisa berbohong jika dirinya sungguh khawatir sekarang.
"Anjing!! Ck!" Guanlin kembali mengumpat kala di depan tak kunjung berjalan
Tiga puluh menit waktu yang Guanlin butuhkan untuk sampai di rumah sakit, padahal biasanya hanya butuh lima belas menit.
Guanlin segera memarkirkan asal mobilnya di depan UGD. Ia turun dan membuka pintu samping Renjun.
"Dokter, suster tolong suami sayaaa. Tolongg cepattt susss tolong" Guanlin mencoba memanggil petugas medis disana
Suster yang berjaga segera mendorong brankar mendekat ke mobil Guanlin. Guanlin menggendong Renjun dan merebahkannya di brankar.
"Pak? Ini suaminya sudah pecah ketuban ya? Harus segera dilakukan tindakan" ucap salah satu suster ketika melihat air merembes keluar. "Sus Ana, tolong panggil dokter Ian. Urgent!!"
"Sayang, sayang kuat ya? Aku bakal nemenin kamu, sayang" ucap Guanlin yang masih sangat panik itu sembari ikut berlari menuju ruang UGD.
"Mas, mas jangan tidur mas. Kuat mas. Jangan tidur"
"Pak, bapak tunggu luar dulu ya. Nanti akan dipanggil dokter" ucap salah satu suster yang menghalangi Guanlin ikut masuk ke ruang UGD
"Tapi sus—"
"Nanti akan di panggil pak" ucap suster telak sebelum menutup pintu.
"Tuhan, aku tau aku jarang berdoa dan ibadah. Tapi aku mohon, selamatkan Renjun dan anak kedua kami" ucap Guanlin sembari menyatukan kedua tangannya dan disertai air matanya yang jatuh.
Tbc
*******
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ ᴍᴇɴɪɴɢɢᴀʟᴋᴀɴ ᴊᴇᴊᴀᴋ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴠᴏᴛᴇ ᴅᴀɴ ᴋᴏᴍᴇɴ ᴀɢᴀʀ ᴀᴋᴜ ᴍᴀᴋɪɴ ʀᴀᴊɪɴ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ! ʜᴇʜᴇʜᴇ
~~~~~~~~~~~~