AZURA (21+)

By Nezbie

17.2K 119 6

Update seminggu sekali!!! ⛔️18+⛔️ Konten mengandung unsur dewasa sekaligus pergaulam bebas. Ini berawal dari... More

Prolog
Perubahan Sikap
Makan Malam
Vibes Azura
Vibes Felix
Club
Saran
Vibez Seth
Vibez Alaska
cafe
interaksi
Gadis Istimewa
Birthday Girl
Dinner
Tantang Wahana
Penolakan
Menuju Malam Tahun Baru
Erga Instagram
Malam Tahun Baru (a)

Keputusan

358 5 0
By Nezbie

"Ra? Sumpah Lo? Ini orangnya?" Ucap Jeje di sebrang telpon sana.
Iya, itu benar. Di kamar Azura tengah berbincang dengan teman sebangkunya via FaceTime.
Dan tentunya gadis tersebut menjelaskan apa yang dirinya alami kepada Jeje dan itu cukup membuat Jeje tertawa sebari memekik senang mendengar cerita Azura.

"Ra! Ini mah ganteng banget gila!" Kata Jeje yang masih melihat social media milik Erga. Yang tentunya followers laki-laki itu terbilang tidak sedikit.

Bayangin coy! Sembilan ribu followers! Belum lagi di setiap foto di feednya di penuhi komentar di atas sepuluh akun belum lagi likes fotonya bisa Sampek ribuan.

Gila sih, bagi Jeje first kiss sahabatnya benar-benar hoki seumur hidup.
Berbeda dengan Jeje, yang berharap besar first kissnya adalah Alaska. Tapi nyatanya? Tentu tidak kesampaian.
Iya, Jeje memang mengagumi kakak Azura, perlu di ingatkan lagi bahwa Alaska banyak di kagumi kaum hawa di tempat asalnya termasuk Jeje.
Tapi sayang, Jeje lebih memilih menyimpan rasa kagum itu agar pertemanannya dengan Azura baik-baik saja.

"Hoki dari mana? Malu-maluin iya yang ada," Azura menghela nafas panjang. Tapi rasanya membayangkan wajah Erga saja cukup membuat detak jantung Azura sedikit berdegup kencang. Seperti halnya jika ia bersama dengan Felix.

"Hoki lah bego! Bayangin. Seorang Azura bisa di pertemukan cowok ganteng yang gak ada obat begini,"

"Gak usah lebay deh Je, Erga gak seganteng itu,"

"Idih! Buta ya mata Lo? Apa emang udah ke buru bucin sama Felix?"

Azura menatap malas Jeje dari layar iPadnya, kemudian menghela nafas panjang. "CK! Gak usah bahas dia deh. Gak penting,"

Jeje mengerutkan keningnya, "Nah loh, kek nya ada yang gue lewatin deh," Jeje mencoba fokus kembali kepada Azura. "Ada apa?"

"Gak ada sih, cuma yang pasti gue udah gak menganggap Felix itu bakal suka sama gue setelah gue berhasil glow up. Karena doi udah punya cewek yang cantiknya bikin gue insecure gak jelas,"

"Heh! Seriusan?!"

Azura mengangguk, "Gue mana pernah sih bohong? Ya intinya tipe Felix bener-bener bukan tipe cewek yang sembarangan. Gue gak tahu nama socmednya apa, tapi tadi kata temen Seth, nih cewek model plus tahun kemarin dia dapet gelar majalah gadis tahun 2021,"

Mendengar hal tersebut, Jeje mengangakan bibirnya lebar-lebar. Menatap Azura tidak percaya. Sedangkan Azura hanya bisa meyakinkan Jeje dengan tatapannya.

"Gila! Gue gak percaya Felix tipenya ulti banget,"

"Yap! Dan gue bagaikan serpihan debu doang rasanya,"

"Gue gak bilang ya Ra, Lo yang bilang gitu,"

Azura hanya diam, tidak menimpali ucapan Jeje barusan.
Rasanya ia benar-benar ingin melupakan perasaannya sekarang, maksudnya begini. Cinta pertama memanglah bukan hal yang sulit untuk di lupakan bukan?
Tapi sekali lagi ia ingin menjelaskan, bahwa di umur remaja segini, perasaan dan cinta itu hanya sebatas cinta monyet atau bisa di bilang main-main saja.

Maka dari itu, Azura tidak ingin mengambil pusing sesuatu hal yang belum tentu yang terbaik untuk masa depannya.
Hellow!! Azura masih enam belas tahun. Ya walaupun tiga hari lagi dirinya menginjak umur tujuh belas tahun. Di tambah dirinya udah hampir tiga Minggu di sini, banyak hal baru dan juga Azura merasa bahwa dirinya mempunyai beberapa teman baru akibat Seth yang sering mengajaknya keluar bareng dengan teman-temannya terlebih ia juga semakin sering bertemu dengan Erga sebagaimana itu hanya sebatas dirinya, Kai, Joy dan Regan bermain game di kamar Seth.

Jika kalian menanyakan perihal Erga yang ingin mengajaknya keluar hanya berdua saja, entah Azura pun tidak tahu kapan karena sebagaimana laki-laki itu suka datang ke rumah Seth, ia tidak menyinggung hal itu lagi.

Mungkin jika mereka berdua tidak sengaja berpaspasan di ruang tengah atau di halaman belakang, hanya ada percakapan singkat di antara mereka.

"Lo lebih cakep rambutnya di gituiin deh Ra,"

"Di Cepol gini?"

Erga mengangguk dan tersenyum tipis sebagaimana Azura tidak bisa melihat senyum itu.

"Padahal rambut gue lagi lepek, mangkanya gue iket begini. Gue tuh gak suka rambut di iket lama-lama bikin pusing,"

"Tapi, kalau di tarik atau di Jambak. Pusing gak? Atau malah enak?"

Mendengar hal itu Azura langsung tersedak air yang tadi sempat ia minum.
"Hah?"
Sedangkan Erga, tertawa sebari menggeleng pelan.
Lantas ia meninggalkan Azura yang berdiri tanpa bergeming sama sekali.

Itu benar-benar membuat Azura berfikir keras selama berhari-hari bahkan saat Azura paham dengan obrolan tersebut membuat pikiran gadis itu berkelana tidak beraturan.

Dirty Mind! Iya itu benar.
Bagi Azura, Erga itu tipikal laki-laki yang bercanda tapi di selubungi hal-hal yang mesum.

Ya sebenarnya Azura tidak kaget sih dengan hal seperti itu sekarang, setalah melihat dunia mereka seperti apa bahkan pertemanan mereka itu seperti apa. Jadi hal seperti itu adalah candaan standar.
Kalau misal candaan tersebut di pake di sekolahnya, yang ada malah di jauhi atau di kata urakan juga.
Beda tempat beda lingkungan sih, tapi itulah bedanya ibu kota dengan kehidupan di desa.

"Seminggu lagi Lo pulang ya Ra?"
Azura kembali fokus ke layar iPadnya setelah ia sedikit melamun dan memikirkan Erga secara tiba-tiba.

"Balik kok, kenapa?"

"Nanya doang sih, gue gak mau masuk sekolah di semester kedua duduk sendirian,"

"Dih bilang aja lo kangen sama gue," Tawa Azura sebari meledek.

"Kangen apaan? Orang tiga hari lagi gue bakal ke Jakarta nemuiin Lo,"

"Lah ngapain?"

"Lo lupa? Sweetseventeen Lo bego!"

Dan detik itu juga, rasanya Azura benar-benar sadar bahwa dirinya sebentar lagi akan sebebas Alaska di mana umur tujuh belas tahun itu kita bisa melakukan hal apapun sesuai kemauan kita.

                  。◕‿◕。

Malamnya, di mana mereka tengah sibuk makan malam bersama di ruang makan.
Hanya dentingan sendok dan garpu saja yang terdengar di indera pendengaran mereka.
Tapi berbeda dengan Fitri, Bimo dan Tamara yang ternyata sudah selesai terlebih dahulu di Banding ke empat anak remaja di hadapan mereka berdua.

Setelah keputusan beberapa Minggu yang hanya terjadi di antara Tamara, Bimo dan Fitri setelah pasangan ini hanya saling jaga jarak.
Alhasil Fitri benar-benar memutuskan hal ini untuk kebaikan semuanya.
"Sambil nunggu kalian selesai makan, Tante Fitri boleh ya ngomong sesuatu di depan kalian?" Ucap Fitri hati-hati membuat Felix, Alaska, Azura dan Seth menatap ke arah wanit tersebut.

"Kenapa Ma?" Tanya Felix.

Fitri menoleh ke anak sulungnya, kemudian ia hanya tersenyum hangat.
Fitri menghela nafas panjang, lantas menatap ke arah Bimo dan Tamara secara bergantian. Tapi sebelumnya Fitri memberi isyarat kepada Bimo untuk mengatakan hal tersebut karena bagaimana pun hanya mereka lah yang berhak untuk mengatakan itu bukan?

Bimo berdehem, senyuman itu terpampang jelas di wajahnya. Tanpa melirik ke arah Tamara yang diam saja di sebelahnya. "Mungkin buat Alaska ini kabar baik, tapi buat Azura ayah tau ini kabar yang buruk,"

Azura menghentikan pergerakannya, ia menatap ke arah Bimo yang tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dirinya tebak.

"Tapi apapun ke depannya, ayah jamin kamu bakal suka dengan keputusan ini,"

"Sesuai keputusan Ayah dan Bunda, kita berdua mau masa SMA kalian di sini bersama Tante Fitri,"

"Azura dan Alaska akan satu sekolah dengan Felix dan Seth, hal ini sudah di pikirkan matang-matang bersama Bunda dan Tante Fitri,"

Mendengar pernyataan tersebut jelas membuat respon yang berbeda tentunya.
Felix dan Seth yang sedikit terkejut tapi setelahnya ia bersorak senang dengan Alaska karena bagaimana pun mereka sudah menilai dengan baik bahwa Alaska memang senyaman itu di sini.

Sedangkan Azura? Jelas berbanding terbalik dengan respon Alaska. Benar apa yang di katakan Bimo, anak bungsu gadisnya benar-benar tidak suka dengan kabar ini.

Azura menatap ke arah Bimo dan Tamara, "Ini kenapa mendadak banget?"

"Ini gak mendadak Azura," Timpal Tamara dan itu justru membuat gadis tersebut menatap heran ke arah ibunya.

"Bukannya Bunda selalu ngebuat aturan seenak jidat buat Azura? Kenapa sekarang tiba-tiba bunda marahin aturan tersebut dengan cara membebaskan aku hidup di sini?"

"Azura, kamu tinggal dengan Tante bukan berarti hidup kamu bebas," Kata Fitri

"Oh! Berarti dengan aturan baru yang konyol dong?"

Azura sedikit terkekeh pelan, menatap ke arah Bimo dan Tamara secara bergantian. Ia benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi di sini.

"Sumpah, Azura gak paham sama kalian. Terutama sama Bunda yang selalu seenaknya ngatur anak-anaknya kaya sekarang ini,"

"Dan Azura, tidak tahu pasti apa alasan Bunda sama Ayah ngambil keputusan sepihak kaya gini. Tapi yang pasti aku gak mau di sini, terserah kalau Abang mau di sini, tapi Azura? Azura mau pulang karena jujur lingkungan ini terlalu asing buat aku," jelasnya, dan ia bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan semua orang di sana yang tengah berdiam diri.

Alaska paham dengan perasaan adiknya, karena dunia pergaulan mereka sangatlah berbeda bahkan lingkungan yang mereka inginkan juga jelas berbeda.

Baru saja dirinya bangkit untuk menghibur Azura, Fitri pun bangkit mencoba untuk memperjelas kesalahpahaman ini karena bagi Fitri hanya dirinya yang bisa membuat ini tenang.
Karena jika ini di serahkan kepada Bimo atau Tamara yang jelas masih bersih tegang, yang ada malah semakin runyam.

Alhasil, melihat Fitri yang tengah mengejar Azura pun membuat Alaska kembali duduk di tempatnya.
Dan kedua matanya menatap ke arah Bimo dan Tamara di mana mereka juga malah pergi dari ruang makan tanpa adanya ucapan sepatah pun di antara mereka berdua.

Alaska tidak bodoh, Alaska pun tidak buta saat melihat kedua orang tuanya bersikap seperti itu.
Dirinya tahu dan paham betul ada yang tidak beres pada kedua orangtuanya, alhasil Alaska hanya mengehela nafas panjang saat punggung mereka berdua menghilang dari ruang makan.

Hanya ada Seth dan Felix di sana yang masih menemani Alaska.
"Gue gak tau di sini ada apa, tapi yang pasti. Apapun keputusan bokap dan nyokap gue bakal ambil kalau itu buat kebaikan semuanya,"

"Mudah bagi Lo, tapi gak mudah bagi Azura," Felix membuka suaranya yang sejak tadi memperhatikan keadaan di sini sejak awal.

Felix yang lebih tua di antara mereka dan lebih dewasa di antara mereka, ia bisa paham dengan situasi ini.
"Sejak kita masih kecil, Lo emang paling nyaman sendiri di sini di tambah Lo emang lahir di Jakarta, mangkanya Lo senyaman itu kalau di sini, tapi Azura?" Felix menggeleng kepalanya.

"Dunia dia ada di Sukabumi, semua teman-teman masa kecilnya benar-benar di sana. Banyak kenangan yang gak bisa ia tinggalin di sana,"

"Mungkin apa yang Lo bilang barusan bener, Lo bakal ngejalanin keputusan bonyok Lo dengan senang hati kalau itu untuk kebaikan mereka. Yang secara tidak langsung itu mimpi yang Lo harapkan selama ini terwujud,"

"Tapi bagi Azura? Itu mimpi buruk. Apapun alasan kedua orang tua Lo mau itu baik atau nggak buat ke depannya bagi dia itu semuanya mimpi buruk dan gak ada baiknya karena sejak awal Azura gak senyaman itu di rumah ini,"

Felix melirik ke arah Seth lalu menatap ke arah Alaska, "Gue gak mau menghakimi kalian hanya karena gue yang lebih gede di sini, karena sebenarnya gue juga seneng ada Alaska di sini alhasil kita bertiga bakal ngumpul terus. Tapi sekali lagi, Kita harus lihat dan paham dengan posisi Azura sekarang,"

"Dan gue gak mau hal itu ngebuat Azura menghilangkan rasa cerianya hanya karena keputusan konyol yang di buat kedua orangtua mereka, gue bener-bener gak mau Azura kaya gue di mana ia berubah hanya karena benci dengan keadaan," Dan Felix melanjutkan perkataannya ini hanya di dalam hatinya.

Di sisi lain, Azura tengah menangis di dalam kamarnya. Rasa sakit di dalam dirinya benar-benar menjalar ke seluruh tubuh gadis tersebut dan ia benar-benar benci dengan keputusan sepihak tersebut.

Sebenarnya ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi itu apa?
Yang jelas apapun itu, hal ini adalah hal yang membuat Azura ingin marah semarah-marahnya. Sayangnya Azura sulit untuk mengekpresikan tersebut alhasil ia hanya bisa menangis seperti sekarang ini.

"Azura?" Fitri mengetuk pintu pelan dan memasuki kamar gadis itu secara perlahan.

Tepat di pinggir kasurnya, Fitri menghela nafas menatap Azura yang masih menangis dalam diam dengan posisi terlungkup di atas kasur king sizenya.

"Hey," Panggil Fitri dengan tangan membelai rambut Azura lembut.

"Azura marah ya? Atau sedih?"

Azura masih belum menjawab, ia hanya menikmati rasa tangisnya sebari membelakangi Fitri yang duduk tepat di sebelah tubuhnya.

Melihat hal tersebut Fitri hanya tersenyum tipis, memang ya mempunyai anak gadis itu menyenangkan. Dan ya Fitri pun sesayang itu dengan Azura karena memang hanya dirinya anak gadis yang bisa ia sayangi bak seperti anak kandung.

"Mungkin keputusan Bunda sama Ayah kamu bikin kamu sakit hati, tapi apa kamu mau cerita sama Tante? Dan jelasin di mana letak salahnya kalau mereka bikin keputusan seperti itu?"

Mendengar hal tersebut, Azura diam. Ia masih saja sesenggukan kemudian ia menghapus air matanya perlahan.
Bahkan Azura pun sudah membenarkan posisi menjadi duduk, Fitri yang melihat itu, ia menyambut Azura dengan senyuman hangat.

"Butuh pelukan?" Tawar Fitri.

Azura menggeleng pelan, ia masih menatap Fitri dengan kedua mata yang sembab.
"Okay, jadi gimana? Azura mau jelasin?"

Azura menatap ragu ke arah Tante Fitri, "Azura kaya gini bukan berarti Azura gak suka tinggal di sini sama Tante Fitri, ya siapa sih yang gak mau tinggal sama Tante karena secara Tante itu lebih bisa memahami aku sama Alaska,"

"Tapi bagaimana pun, seenaknya hidup di sini bukan berarti hidup di sana tuh gak enak," Azura menundukan kepalanya sekilas, air mata itu kembali jatuh. "Walaupun Azura hidup di Sukabumi penuh dengan aturan memuakkan yang Bunda buat, Azura nyaman hanya karena Azura bisa ngelihat Bunda sama Ayah setiap hari yang kadang Azura geli kalau mereka berdua lagi berduaan atau bercanda receh,"

"Dan lagi, lingkungan pertemanan yang bisa buat Azura nyaman, Tante kan tau kalau Azura itu tipikal orang yang sulit untuk berbaur." Azura menghela nafas panjang. "Banyak hal yang Azura pikirkan kalau Azura beneran tinggal di sini Tan,"

"Azura gak tahu alasan Bunda dan Ayah bikin keputusan kaya gini. Ya walaupun mungkin itu untuk kebaikan aku dan Alaska, atau juga untuk kebaikan Ayah dan Bunda ke depannya, tapi yang pasti keputusan itu bakal nyiksa Azura nantinya,"

Mendengar hal tersebut Fitri tersenyum, paham dengan perasaan anak gadis sahabatnya ini.
Tangannya kembali membelai wajah cantik Azura, "Azura, seperti perkataan terkahir kamu. Untuk kebaikan semuanya sayang, bahkan Tante Fitri pun tidak tahu alasan kedua orang tuamu itu apa, tetapi pikiran Tante pun sama seperti kamu kalau itu untuk kebaikan kalian,"

"Dan juga Tante Fitri jamin, kalau memang kamu menerima keputusan ini, kamu gak akan tersiksa atau apalah itu seperti bayanganmu. Tante bukan bunda kamu Nak,"

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 117K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.2M 221K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...
1.1M 43.4K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...