Fake Bride - BNHA Fanfict (Co...

Galing kay slayernominee

14.9K 2.3K 151

Berubah status dari rakyat biasa menjadi bangsawan, tidak membuat Midoriya bahagia. Karena dia sebenarnya han... Higit pa

Prolog
°1°
°2°
°3°
°4°
°5°
°6°
°7°
°8°
°9°
°10°
°11°
°12°
°13°
°14°
°15°
°16°
°17°
°19°
°20°
°21°
°22°
°23°
°24°
°25°
°26°
°27°
°28°
°29°
°30°
°31°
°32°
°33°
°34°
°35°
°36°
°37°
°38°
°39°
°40°
°The End°

°18°

321 54 2
Galing kay slayernominee

.
.
.
.
.

"Aku mengerti." Bakugou baru saja selesai mendengar seluruh penjelasan. "Jadi kau ingin menyelidiki rumor hilangnya anak-anak yatim piatu itu. Boleh saja."

Midoriya tersenyum lega. "Terima kasih untuk izinnya, Yang Mulia. Segera akan kusampaikan pada para anggota."

"Kalau sampai benar adanya, itu akan jadi masalah serius. Kita jelas tak bisa membiarkannya." Ujar Koshi. "Membentuk organisasi baru ini memang sangat berguna. Kerja bagus, Nona."

"Aku senang bisa membantu. Ah, aku akan sebarkan pengumuman untuk besok rapat para anggota."

Kirishima mencegat Midoriya yang hendak pergi. "Serahkan padaku." Ujarnya dengan mengacungkan jempolnya.

"Biar kutemani." Koshi menawari, Kirishima mengangguk.

"Oh, terima kasih kalau begitu. Tolong katakan pada mereka untuk datang berkumpul jam sebelas pagi."

"Baik."

.
.
.

Penyelidikan dilakukan. Dua hari kemudian seorang anggota datang membawa laporan. Hasil penyelidikan menunjukkan benar adanya soal hilangnya anak-anak jalanan, dan saat ini telah diketahui sekitar empat anak telah menghilang.

Midoriya butuh untuk tahu ke mana anak-anak itu hilang. Koshi memberikan bantuan dengan mengirim beberapa anak buahnya bergabung dalam penyelidikan lanjutan itu. Di istana diketahui jika Koshi dan bawahannya adalah pihak yang paling handal dalam mencari informasi apapun.

Beberapa kemungkinan tempat anak-anak jalanan menghilang pun diketahui. Dari sekian kemungkinan, hanya satu tempat yang berada di kota itu, sisanya tersebar di luar kota.

Koshi menyelidiki tempat itu. Anak buahnya tak berhasil masuk ke dalam, tapi mereka mendapat informasi soal benar adanya anak-anak kecil yang dipekerjakan secara paksa.

"Istana bisa saja langsung mengerebek tempat itu, tapi kami tak bisa menjatuhkan hukuman sebelum penyelidikan penuh pada tempat itu selesai. Berdasar pengalaman dulu, mereka bisa saja mengubah pengaturan bisnis dalam masa penyelidikan." Ujar Koshi.

"Kalau begitu akan lebih efektif jika kita sudah mengumpulkan semua bukti."

"Benar Nona, dengan cara itu mereka tidak akan bisa mengelak dalam hal apapun."

"Apa ada cara untuk bisa masuk ke sana?"

"Setelah mencari tahu beberapa hal yang berkaitan dengan tempat itu sebenarnya kami menemukan satu cara, tapi..."

Midoriya melihat Koshi berubah gelisah. "Tapi?"

"... saya tidak yakin kita bisa melakukannya, Nona."

"Jelaskan dulu padaku."

Koshi nampak begitu enggan, tapi Midoriya tidak akan berhenti menatapnya sampai dia bicara.

"Tempat itu memiliki salah satu rekan bisnis, semacam pihak yang banyak memberi suntikan dana untuk tempat mereka bisa berjalan dan berkembang. Saya sudah mencari tahu soal pihak itu, mereka adalah salah satu keluarga bangsawan yang besar di kota ini..."

Midoriya mengangguk-angguk, menunggu penjelasan selanjutnya.

Koshi menghela napas, dia mulai keringat dingin. "Keluarga itu memiliki seorang putri." Penasehat itu merogoh gulungan kertas dari saku bajunya, membukanya di atas meja.

Midoriya dan Kirishima melihat ke isi gulungan itu. Sebuah lukisan potret seorang gadis. Mereka berdua terdiam sesaat.

"Ini..." Midoriya bergumam.

"Gadis ini sekilas hampir mirip denganmu." Kirishima berujar tak percaya.

Jika Midoriya menutupi frecklesnya, mengubah warna manik mata dan rambutnya, maka mereka bisa dikatakan hampir kembar.

"Jadi, maksud dari rencana tadi..." Midoriya menatap Koshi, tatapannya menyiratkan jika dia sudah tahu apa yang penasehat itu maksud.

"Benar... jika Nona menyamar menjadi anak gadis bangsawan itu saya pikir kita bisa masuk ke sana dengan mudah. Tapi..." Koshi masih gelisah. "...saya tak menyarankannya. Itu bisa jadi berbahaya."

Kirishima juga berpikir kalau penyamaran itu kemungkinan akan gagal. "Aku setuju."

"Kalau itu memang bisa membantu kita mendapatkan bukti, maka kita lakukan saja." Ujar Midoriya, mengejutkan penasehat dan jenderal di sampingnya.

"Nona, jangan buru-buru. Kami akan coba cari cara lain." Cegah Koshi dengan panik.

"Satu minggu, jika Koshi-san tidak menemukan cara lain maka kita lakukan yang satu ini."

Koshi masih cemas karena Midoriya tetap berniat melakukan cara penyamaran, tapi setidaknya dia punya waktu untuk mencari jalan lain. "Baiklah, saya akan berusaha."

.
.
.

Kirishima berharap Koshi akan menemukan cara lain untuk pihak istana bisa diam-diam menyelidiki tempat yang mereka incar.

Namun seminggu kemudian tidak ada kabar bagus yang terdengar. Koshi yang biasanya selalu percaya diri, datang dengan penuh kekalahan. Mereka tak berhasil menemukan cara lain.

Midoriya yang sejak awal sudah berniat melakukan rencana penyamaran pun tidak ambil pusing. "Aku akan memakai cara awal. Biar kubicarakan dengan putra mahkota."

Segala tindakan di istana perlu izin dari otoritas tertinggi, yang tidak lain adalah Bakugou. Midoriya menunggu putra mahkota itu selesai dengan kesibukannya pagi itu dan mengajaknya bicara di ruang kerja mereka. Koshi dan Kirishima berada di belakang Midoriya dengan cemas.

Usai menjelaskan semuanya, Midoriya berdiri menunggu jawaban.

Bakugou menatap gadis bersurai hijau itu dengan bersedekap. "Seberapa yakin kau soal cara itu akan berhasil?"

"Asal menggunakan penyamaran yang baik dan mengetahui sifat-sifat juga kebiasaan dari anak bangsawan itu, saya yakin delapan puluh persen bisa mengatasinya."

"Menimbang dari segala hal yang mungkin diluar perkiraan aku hanya melihat rencana ini akan berjalan pada tingkat lima puluh persen saja."

"Kalau begitu itu belum di bawah separuh kemungkinan, bukan? Mungkin akan sulit, tapi selama masih ada kesempatan saya bersedia melakukannya."

Manik emerald Midoriya memancarkan tekad seriusnya. Bakugou diam menatapnya selama beberapa saat. Koshi dan Kirishima dari belakang bisa melihat jika Bakugou tidak ingin menyetujui rencana itu, tapi dia juga masih bimbang.

Setelah satu menit keheningan yang beratmosfer berat, Bakugou menghela napas.

"Baiklah, kuberikan izin."

Raut Midoriya langsung berbinar cerah, sedangkan Koshi dan Kirishima bercampur antara panik dan cemas.

"Dengan syarat." Bakugou belum selesai bicara. "Saat situasi dirasa berada di luar kendali, maka kau harus langsung mundur. Tidak ada pembantahan."

Midoriya ingin menolak, tapi itu sudah syarat termudah yang Bakugou berikan. "Saya mengerti."

.
.
.

Mata-mata Koshi berhasil mengumpulkan info soal gadis keluarga bangsawan yang mereka cari, Inoko Nari. Mulai dari kebiasannya bicara, cara berjalan, gerak gerik, dan semacamnya. Midoriya pun mempelajari semua itu termasuk juga memahami sedikit info yang berhasil dikumpulka. soal tempat bisnis yang akan dia tuju.

Rencana penyamaran dijalankan. Pelayan istana dengan kemampuan rias terbaik pun dikerahkan untuk mengubah Midoriya menjadi semirip mungkin dengan sketsa potret Inoko. Menghabiskan sekitar dua jam sejak pukul enam pagi untuk Midoriya akhirnya selesai memakai penyamaran.

Gadis itu menghela napas panjang. "Akhirnya... ini cukup melelahkan..."

"Ini baru awalnya, pekerjaan kita bahkan belum dimulai." Ujar Kirishima yang juga sudah selesai memakai penyamaran. Dia akan berpura-pura menjadi salah satu pengurus yang juga berhasil Koshi mata-matai. Bagaimanapun Midoriya tetap butuh dijaga. Hanya saja ruang gerak pengurus tidak akan lebih leluasa dari Keluarga Bangsawan Inoko.

Midoriya tersenyum. "Ayo berusaha sebaik mungkin, semoga cara ini akan berjalan mulus."

Bakugou datang ke ruang tempat Midoriya dan Kirishima bersiap. Sekilas Kirishima tahu Bakugou hendak bicara empat mata dengan Midoriya, jadi dia sudah pergi keluar sebelum diminta dengan alasan ingin mengambil sesuatu yang tertinggal.

Midoriya merasa gugup saat Bakugou nampak memperhatikannya. "A-apakah saya sudah terlihat mirip dengan potret itu, Yang Mulia?" Tanyanya untuk meringankan suasana.

"Ya, itu sudah bagus."

"Syukurlah. Saya juga sudah berlatih untuk gerak geriknya, semoga saja saya tidak akan kelepasan bertindak ceroboh."

Bakugou mengangguk. Setelah itu terjadi keheningan. Midoriya melihat sekitar ruangan dengan gugup, tidak tahu harus bicara apa selagi menunggu Kirishima kembali sehingga mereka bisa segera berangkat.

"Midoriya."

"Y-ya...?"

"Berjanjilah padaku untuk kembali dengan selamat."

"Jangan khawatir, Kirishima juga ikut jadi saya yakin semuanya akan baik-baik saja–" Midoriya terdiam, menyadari jika Bakugou dalam tatapannya menyiratkan jika dia benar-benar serius mengucapkan permintaan tadi.

Midoriya mengulas senyum. "Saya berjanji, tenang saja Yang Mulia."

Beberapa saat kemudian Kirishima kembali setelah merasa cukup memberi mereka waktu bicara berdua. Bakugou pun melepas pergi mereka untuk menjalankan rencana penyamaran.

Manik crimson Bakugou masih tegas seperti biasanya, tapi kali ini tipis bercampur dengan kegelisahan. Sejak semalam dia tak bisa tenang mengetahui rencana pengumpulan bukti akan dilaksanakan esoknya.

Namun bagaimanapun dia sudah memberikan izin. Kalau dia menolak, itu akan terkesan terlalu membatasi dan percuma saja dia mengangkat Midoriya sebagai kepala organisasi. Dia hanya berharap semuanya akan baik-baik saja dan berada dalam kendali.

.
.
.
.
.

Kirishima menyelinap ke dalam area bangunan tempat bisnis incaran mereka berada. Dengan hati-hati dia menuju sebuah tempat. Matanya menyapu sekitar mencari keberadaan seseorang, dan begitu dia menemukan target, jenderal itu segera mendekatinya dari belakang dan memukul tengkuknya dengan sisi telapak tangannya.

Orang itu tumbang tak sadarkan diri. Dia adalah pengawas yang Kirishima jadikan penyamaran, jadi dia harus sementara menyingkirkan sosok itu untuk bisa lebih menyusup masuk ke dalam. Dengan hati-hati dan cekatan Kirishima menyembunyikan orang itu ke dalam sebuah ruangan yang jarang dimasuki orang lain. Usai menyelesaikan masalah pertama, dia segera keluar dan bersikap seperti sosok yang dia tiru.

"Midoriya, kuharap kau juga akan baik-baik saja." Pikirnya.

Midoriya yang terpisah dari Kirishima sejak awal kini juga sudah berada di dalam tempat bisnis itu. Begitu mengenali dirinya para pengurus tempat itu mempersilakan dia masuk dengan mudah, sesuatu yang melegakan karena Midoriya sudah sangat cemas jika aksinya sudah sulit sejak awal.

Memakai alasan menjadi pengganti orang tuanya untuk memeriksa kinerja tempat itu, pengawas yang kini bersamanya membawa dia berkeliling. Mereka kini berada di ruang pembuatan produk. Seketika dia tahu tempat bisnis apa di sana.

"Jadi tempat ini semacam pabrik tembakau."

Ruangan yang Midoriya kunjungi penuh dengan bau tembakau yang khas. Tempat luas itu juga memiliki banyak pekerja dan timbunan pekerjaan. Itu sebenarnya baik, menandakan jika bisnis itu berkembang dan menjadi ruang kerja bagi banyak orang.

Namun masalahnya, Midoriya melihat jika sebagian besar orang yang bekerja di ruangan itu adalah anak-anak remaja. Orang-orang yang seharusnya belum difokuskan dalam bekerja. Kebanyakan dari mereka terlihat bekerja dengan sangat hening, serius dan lelah terlihat di raut semua orang.

Meski begitu pengawas di depannya terus berjalan melewati mereka dengan santai selagi menjelaskan soal peningkatan sistem bisnis dan sebagainya yang Midoriya tidak terlalu urus.

"Jelas, tempat ini sudah mencurigakan."

Mereka terus berkeliling di tempat luas itu. Mungkin jika Inoko yang asli akan senang melihat bisnis yang orang tuanya investasikan bertumbuh, tapi Midoriya justru merasa muak.

Sepanjang dia melihat seluruh ruang kerja, hampir tidak benar-benar ada orang dewasa yang dipekerjakan kecuali para pengawas dan pekerja-pekerja tertentu. Wajah-wajah lelah pun terlihat di mana-mana.

Hingga mereka akhirnya tiba di luar bangunan, yang merupakan tempat ladang tembakau luas berada. Masih sama seperti sebelumnya, Midoriya hanya melihat pekerja-pekerja remaja yang berkeliaran.

Terdengar sedikit keributan dari salah satu arah bangunan. "Ah, saya akan memeriksanya. Nona silakan melihat-lihat di sekitar sini, nanti saya menyusul."

Pengawas itu akhirnya meninggalkan Midoriya sendiri. Dia memperhatikan sekeliling dengan tidak yakin soal ke mana dia akan pergi tanpa tersesat. Itu akan menyulitkan kalau-kalau dia harus segera pergi dalam keadaan terdesak.

Midoriya melihat salah seorang remaja terduduk di salah satu sudut ladang yang sepi. Memperhatikan jika anak itu tidak terlihat seperti hanya beristirahat, Midoriya pun mendekatinya. Dia bisa mendengar seperti suara erangan dan mual.

"Kau baik-baik saja?"

Remaja itu menoleh terkejut. Dia segera ketakutan dan bersiap pergi. "Ma-maaf, aku akan segera kembali bekerja!" Pekiknya pelan dengan raut ketakutan.

"Tenanglah, aku bukan pengawas. Mereka juga sedang tidak ada di dekat sini sekarang." Midoriya mencoba menenangkan anak itu.

"Benarkah...?"

Midoriya mengangguk. "Duduklah lagi, kau terlihat sedang tidak sehat. Apa terjadi sesuatu?"

Remaja itu kembali duduk di tanah berumput. "Ya, tapi ini sudah biasa kok."

"Biasa?"

"Kadang memang begini, aku merasa pusing dan mual saat bekerja."

"Sejak kapan?"

"Uhm...entahlah, tapi kurasa sekitar satu tahun setelah aku di sini. Sekarang sudah hampir enam bulan, jadi aku sudah cukup terbiasa."

Kondisi itu terdengar mencemaskan. "Yakin tidak apa-apa? Sampai muntah-muntah begitu."

"Istirahat sebentar akan membantu. Anak-anak lain juga mengalaminya, jadi itu sudah umum di sini."

Midoriya terdiam. Anak-anak di sini sakit. Jika mereka semua memiliki gejala yang sama di rentang waktu serupa, pasti penyebabnya adalah pekerjaan di tempat itu. Entah penyakit mereka berbahaya atau tidak, tapi sampai menjadikan hal itu umum sangatlah menghiraukan keselamatan anak-anak.

"Siapa namamu?"

"Ren."

"Umurmu?"

"Empat belas."

Hati Midoriya mencelos mendengarnya. Di usia itu mereka sudah harus bekerja? Yah, Midoriya juga sejak kecil sudah bekerja sambilan di mana-mana, tapi itu untuk membantu ibunya dulu. Dia juga masih punya rumah, punya tempat untuk kembali, mendapat perawatan ibunya.

Tapi anak itu? Dia tidak memiliki siapa-siapa dan tidak punya tempat untuk pulang. Dia terpaksa bekerja di ladang itu tanpa punya pilihan kebebasan.

"Bagaimana caramu bisa bekerja di sini?"

"Beberapa orang dewasa menawariku untuk kehidupan yang lebih baik dari tinggal di jalanan. Aku tidak berpikir akan bekerja seperti ini, tapi mereka berjanji akan memberiku tempat yang layak usai kontrak kerjaku habis."

Midoriya yakin kontrak itu hanya akal-akalan semata. Anak-anak itu ditipu dan terjebak dalam lingkaran kerja tanpa henti. Tanpa perlu bertanya pun Midoriya juga yakin jika upah yang diterima sangatlah jauh dari kata setimpal atas kerja keras mereka.

"Ren." Midoriya menatap anak itu. "Begini, semisal kau bisa keluar dari tempat ini, apa kau mau?"

"Eh? Memangnya bisa? Bagaimana caranya?"

"Ah ya..." Midoriya bingung soal dia harus memberitahu soal maksud kedatangannya atau tidak. "Aku masih belum yakin, tapi apa kau mau?"

Ren meremat tangannya penuh harap. "Ya, aku mau... aku yakin anak-anak lain juga ingin keluar dari tempat ini, tapi kami tidak punya pilihan selain tetap bekerja."

Bagus, setidaknya anak-anak itu belum dicuci otak untuk gila kerja. Mereka masih menginginkan kebebasan.

"Inoko-sama!" Suara pengawas terdengar memanggil.

"Ah, aku harus pergi. Lain kali aku akan menemui lagi. Jaga dirimu, Ren."

Ren mengangguk, tersenyum kecil. Midoriya pergi menemui pengawas itu, dia kembali melanjutkan acara berkelilingnya. Di perjalanan, Midoriya melihat sosok pengawas yang Kirishima tiru.

Mereka berkontak mata dan saling bertukar ekspresi yang menyiratkan jika semuanya masih berjalan dalam kendali.

Seorang anak menjatuhkan keranjang tembakau yang baru dia selesai petik karena tersandung. Midoriya baru ingin menolongnya saat kemudian mendengar sentakan keras.

"Hei, apa yang kau lakukan?!" Seru pengawas yang mengantar Midoriya. Pria itu segera mendatangi si anak dengan kesal. "Itu adalah bahan yang berharga!"

Anak itu menunduk ketakutan. "Maaf, aku tidak sengaja..."

"Tidak ada alasan!"

Midoriya terkejut saat melihat pengawas memukul tubuh anak itu dengan tongkat kayu yang dia bawa-bawa sejak tadi.

"Cepat pungut semuanya dan kembali bekerja!"

"Ba-baik..." anak itu bergerak dengan gemetar, memasukkan tumpahan daun tembakau kembali ke dalam keranjang.

Pengawas terlihat tidak sabar dan hendak kembali memukulnya lagi. "Gerakkan tanganmu lebih cepat–"

Dia kembali memukul, tapi kali ini tidak mendarat di tubuh si anak, melainkan lengan Midoriya. Pengawas terkejut melihat gadis itu tiba-tiba menghalanginya dari si anak. Kirishima di kejauhan juga sama terkejutnya.

"I-Inoko-sama... apa yang Anda lakukan?" Pengawas menarik tongkatnya dengan gemetar.

Midoriya menurunkan tangannya yang dia pakai untuk melindungi diri juga anak itu. Manik emeraldnya menatap tajam.

"Apa yang kulakukan? Bukankah seharusnya aku yang tanya apa yang kau lakukan? Kenapa kau memukulnya?"

"Sa-saya hanya memberinya peringatan seperti biasa... Nona seharusnya sudah tahu hal ini..."

Perkataan itu membuat Midoriya tersentak kecil. Dia hampir lupa akan penyamarannya karena terbawa emosi. Inoko yang asli pasti sudah terbiasa melihat perlakuan pengawas pada anak-anak di sana. Apa yang dia lakukan barusan pasti terlihat aneh di mata pengawas itu.

Midoriya tetap bertindak tenang. Dia merapikan pakaiannya dan berdiri tegak. "Aku tahu, tapi sekali peringatan saja sudah cukup. Dia hanya tersandung dan bahan masih aman. Apa kau berniat melukai pekerja dan membuat produksi menurun?"

"Ma-maafkan saya..."

"Sudah, kita cepat lanjutkan. Kakiku sudah mulai lelah." Gadis itu berakting seperti sifat Inoko yang dia tahu.

Usai berkeliling cukup lama seraya sekali-kali mengumpulkan informasi dengan berbicara pada anak-anak pekerja saat pengawas tengah tak memperhatikannya, Midoriya akhirnya keluar dari tempat itu dengan aman. Menunggu di tempat titik temu, Kirishima datang tak lama setelahnya.

"Apa kau menemukan sesuatu?"

Kirishima mengangguk. "Dua dari anak jalanan yang hilang ada di sana."

"Bagus, aku juga mendapatkan informasi langsung dari anak-anak di sana." Dia menghela napas. "Kita harus cepat mengurus hal ini agar mereka bisa keluar dari tempat itu."

"Semua akan baik-baik saja, kita pasti akan membebaskan mereka."

"Kau benar. Ayo kita kembali." Midoriya berdiri dari kursinya, tapi kakinya goyah saat dia merasa kepalanya berputar.

Kirishima segera menangkapnya. "Kau baik-baik saja?"

Midoriya tersenyum. "Ya, maaf. Darah rendah memprotes gerakanku yang terlalu cepat, haha."

Kirishima tahu Midoriya memiliki tekanan darah rendah, tapi kali ini gadis itu terlihat agak pucat. "Mungkin kelelahan." Pikirnya.

"Ayo kita segera kembali dan istirahat."

.
.
.
.
.

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.1K 273 44
"𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘣𝘢𝘸𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘋𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶. 𝘛𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢...
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
77.1K 7.6K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
2.8K 510 7
[𝐆𝐨𝐣𝐨 𝐱 𝐅𝐞𝐦! 𝐘𝐮𝐮𝐣𝐢] Disaat ilusi manis tertelan oleh pahitnya kenyataan. Ketika perasaan tulus yang selama ini selalu di pertahankan seg...