LDR

Bởi teahmanis

1.3K 157 134

⚠18+⚠ Tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh. Rindu dan prasangka senantiasa menjadi bumbu di setiap harin... Xem Thêm

Prolog
Putus
Kalung gembok cinta
Rindu🌼
Sweetie
Baby finger
LDR 2.
LDR 3.
LDR 4.
LDR 5.
LDR 6.
LDR 7.
LDR 8.
LDR 9.
LDR 10.
LDR 12.
LDR 13.
LDR 14.
Fighting.
LDR 15.
LDR 16.
LDR 17.
LDR 18.
LDR 19.
LDR 20.

LDR 11.

42 6 8
Bởi teahmanis


LDR 11

Bujukan sudah tidak lagi mempan untuk Ariana. Percuma saja, wanita egois itu sudah memutuskan untuk tidak lagi mementingkan pekerjaan dalam hidupnya.

Jeka sangat menyayangkan keputusan Ariana. Namun, sebagai sepupu sekaligus sahabat, ia tahu harus bagaimana menyikapi Ariana.

"Jika kau memang ingin mengabaikan pekerjaan ini, silakan saja," ucap Jeka dengan mimik serius. "Aku akan memberimu waktu untuk menenangkan diri. Aku harap kau bisa menemukan jawaban dari segala yang membebanimu selama ini. Namun setelah itu, kau harus kembali padaku, kita akan kembali bekerja sama seperti semula," imbuh Jeka menyelipkan harap pada Ariana.

Ariana merasa terharu lalu mendekat dan memeluk Jeka dengan erat. Pria kekar itu memang pengertian dan jarang sekali menghakimi Ariana selama ini.

"Gomawo," ucap Ariana.

Jeka menangkup wajah Ariana seraya tersenyum simpul. "Apakah aku harus mengecup keningmu?"

"Aku bukan kekasihmu, bodoh." Ariana memukul bahu sepupunya tersebut.

Tawa Jeka yang renyah sontak menghangatkan suasana. Lantas pria itu kembali memeluk Ariana.

"Tadinya aku ingin mulai memikirkan kencan, tetapi setelah melihatmu seperti ini, kurasa aku lebih baik memfokuskan diri pada pekerjaan saja. Bukankah itu lebih baik?" sindir Jeka seraya melirik pada Ariana.

"Memangnya wanita mana yang ingin berkencan dengan pria sibuk sepertimu?" balas Ariana tak kalah mengesalkan.

Jeka cemberut dan berpaling darinya. "Hm, itulah masalahnya. Wanita mana yang mau menerimaku dan diduakan dengan kesibukanku?"

Ariana tersenyum lalu mengusap wajah tampan sepupunya. "Bersabarlah Jeka, suatu hari nanti kau pasti akan menemukan wanita itu."

Keduanya saling menatap dan mengangguk dengan penuh keyakinan.

Jeka melanjutkan hari dengan menemui Jo Tae Yong ke kantornya.

"Tae Yong."

Jo Tae Yong menyambutnya dengan senang hati ketika Jeka masuk ke dalam ruangan beserta sekretarisnya.

"Aku dengar kalau kau sering menemui Ariana?" Jeka memulai obrolan tanpa basa basi. "Apakah kau masih berniat dengan rencana awalmu?" Jeka memandang dengan tajam. Sedangkan yang dilayangkan pertanyaan hanya terdiam di tempatnya. Membuat Jeka mulai geram karena merasa diabaikan.

"Sebagai sepupunya, aku hanya berharap sesuatu yang baik untuknya. Ariana bukan hanya sepupuku, tetapi dia juga sahabatku. Untuk itu aku peringatkan padamu. Jika kau masih tetap pada niat awalmu, maka kali ini aku tidak akan tinggal diam," kecam Jeka dengan tegas.

Tae Yong memicingkan mata. Kali ini ia sadar bahwa Jeka benar-benar peduli pada Ariana. Jeka mendekat ke hadapannya dan menyentuh pundaknya. "Dan sebagai temanmu, aku harap sebaiknya kau mencari wanita lain, karena Ariana hanya mencinta Jeong Jimin," pungkasnya yang lantas berlalu dari ruangan Jo Tae Yong.

Tae Yong berpaling lalu mengusap wajahnya kasar. Hatinya gelisah. Bagaimana pun juga ia benar-benar sudah terjebak dalam permainannya sendiri. Umpan yang ia siapkan untuk Ariana akhirnya terpaksa ia telan dan menjadi sesuatu yang menyesakkan di dadanya saat ini.

Duduknya tidak beraturan, pikirannya kali ini hanya tertuju pada Ariana seorang. Namun, fokusnya buyar ketika ponselnya berdering. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Itu adalah telepon dari Ariana.

Tae Yong bergegas pergi untuk menemui Ariana ke restoran. Sesampainya di tempat tujuan. Seorang pelayan memandunya menuju sebuah ruangan yang sudah dipesan khusus oleh Ariana. Menelusuri rooftop hingga membawanya tepat ke hadapan pintu yang bisa digeser.

"Silakan, Tuan. Nona sudah menunggu Anda di dalam," ucap pelayan tersebut seraya membukan pintu untuk Tae Yong.

Tae Yong melangkah masuk. Ariana yang semula duduk kini berdiri dan tersenyum menyambut kehadiran pria tersebut.

"Apakah aku mengganggu waktumu?" tanya Ariana yang lantas segera dibalas oleh Tae Yong dengan sebuah gelengan.

"Selain untuk mengajakmu makan siang, aku juga ingin meminta maaf karena Jimin telah berbuat kasar padamu," ungkap Ariana dengan wajah penuh rasa bersalah.

Tae Yong sempat berpaling kemudian berucap, "Jimin yang bersalah, mengapa harus kau yang meminta maaf?"

"Tidak. Aku tahu dia pasti tidak sengaja melakukannya. Aku mengenalnya, Jeong Jimin tidak mungkin berbuat kasar jika tidak ada alasan," tukas Ariana.

"Lalu apa alasannya sehingga dia memukul wajahku?" Pertanyaan itu membuat Ariana terdiam. Dia sendiri juga tak mengerti mengapa Jimin melakukan hal tersebut.

Jo Tae Yong memperhatikan wajah manisnya, ia benci jika harus membahas orang lain, yang ia inginkan hanya menikmati waktu berdua dengan Ariana tanpa menyinggung siapa pun.

Tae Yong mengangguk dan menyentuh bahu Ariana. "Baiklah, kau bilang bahwa kau akan mengajakku makan siang, kan? Aku sudah lapar," ucapnya mencoba mencairkan suasana.

Ariana mengangguk lalu meraih tangan Jo Tae Yong dan memandunya agar segera duduk. Satu hal yang membuat Tae Yong semakin menyukai Ariana adalah wanita itu yang tidak banyak mempertanyakan sesuatu untuk dijelaskan berulang-ulang.

"Bagaimana luka di wajahmu?"

Ariana memang terkesan acuh, tetapi perhatiannya terasa begitu nyata. Tae Yong menegakkan wajahnya lalu mengukir box smile andalannya.

"Oh, syukurlah wajahmu sudah kembali tampan seperti sebelumnya," ujar Ariana seraya memandangi wajah itu.

Senyuman Jo Tae Yong semakin merekah. Ia benar-benar terlena oleh pujian dari Ariana.

Tae Yong menikmati makan siang dengan senang hati. Entah mengapa rasa makanan hari ini terasa begitu lezat. Mungkin ini bukan soal apa makanannya, melainkan dengan siapa ia menghabiskan waktu makan siangnya saat ini. Senyumannya tak jua memudar. Sesekali ia memperhatikan cara makan Ariana yang lahap, mulutnya mengembung dipenuhi makanan hingga ia tak tahan untuk melepaskan tawanya.

"Ada apa?" tanya Ariana yang heran karena Tae Yong yang tiba-tiba tertawa.

Tae Yong hampir tersedak lalu meraih minuman dan meneguknya secara perlahan. Ia mencuri pandang pada Ariana dan tidak menyangka bahwa di balik sifatnya yang egois, wanita itu memiliki sikap polos yang membuatnya terlihat begitu menggemaskan.

"Apakah kau sedang menertawakan cara makanku? Maaf membuatmu terkejut, tetapi aku benar-benar ingin menikmati makanan ini. Rasanya sudah sangat lama aku tidak menikmati makanan selezat ini. Mungkin karena aku terlalu sibuk," ujar Ariana yang tidak peduli dengan attitude makannya.

Tae Yong mengulurkan tangannya hendak menyentuh mulut Ariana, tetapi wanita itu bergegas meraih tisu, tidak ingin memberikan kesempatan pada Jo Tae Yong untuk menyeka bibirnya. Pria itu tertegun dibuatnya, lalu menundukkan wajah untuk menyembunyikan senyumannya di sana.

"Tae Yong."

"Iya?"

"Apakah kau suka menonton film?"

"Film?" ulang Tae Yong.

Ariana mengangguk perlahan, kemudian mengeluarkan sesuatu di dalam tasnya lalu menyodorkannya ke hadapan Tae Yong. "Aku sudah membeli dua tiket untuk kita berdua."

Tae Yong tertegun memandangi tiket itu.

***

Seusai menonton film di bioskop. Ariana dan Tae Yong memutuskan untuk berjalan kaki di sebuah taman. Mulutnya tidak pernah berhenti dari mengunyah makanan, sisa popcorn yang masih terlalu banyak dan sayang jika harus dibuang. Ariana dapat merasakan bahwa Tae Yong tidak begitu menyukai menonton sebuah film. Keduanya tidak pernah tahu bahwa ada beberapa orang yang sedang mengintai mereka sedari tadi. Namun, mereka juga tidak tahu bahwa dari kejauhan juga ada Jeong Jimin yang begitu setia memantau Ariana.

"Tae Yong, sepertinya kau tidak suka menonton film, ya?"

"Apa?" Tae Yong tertegun.

Keduanya menghentikan langkah dan saling berpandangan.

"Aku merasa sepertinya kau tidak nyaman. Selama di dalam Bioskop kau hanya diam saja. Bahkan kau tidak mengambil makanan ini. Waeyo?" Ariana pun menyodorkan popcorn-nya ke hadapan Tae Yong.

"Ah, apakah terlihat jelas kalau aku merasa kurang nyaman?" Tae Yong menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

Ariana menarik kembali popcorn-nya. "Lain kali sebaiknya kau bicara saja terus terang kalau sebenarnya kau tidak suka pergi ke tempat yang aku inginkan," tukasnya yang kemudian berpaling dari Tae Yong.

Jo Tae Yong memperhatikan Ariana dari samping. Ia tahu bahwa mungkin saja sikapnya sudah membuat Ariana tidak nyaman. "Tidak seperti itu. Aku bukan tidak menyukai tempat itu, aku hanya belum terbiasa. Itu saja." Ariana pun menoleh padanya. "Apakah sekarang kau marah padaku?" imbuh Tae Yong.

Ariana menggeleng. "Apakah itu berarti kau belum pernah berkencan? Maksudku apakah kau belum pernah menonton film ke bioskop bersama pacarmu?" Jo Tae Yong mengulum bibir seraya menggeleng secara perlahan.

"Ternyata, kita sama saja," monolog Ariana yang tampak cemas. Tae Yong tampak berseri mengetahui hal itu.

"Jangan tersenyum seperti itu! Aku tahu kalau kau sedang meledekku," kesal Ariana.

Jo Tae Yong tercengang dengan berkacak pinggang ia lantas berkata, "Cara kencanku mungkin sangat berbeda. Kami selalu memilih tempat khusus. Kekasihku menunjukkan suatu pulau, restoran mewah, negara tujuan atau hotel bintang lima yang romantis. Lalu kami akan pergi ke tempat tujuan kami. Seperti itulah kira-kira," ujarnya tampak percaya diri.

Ariana tertegun. Penuturan Jo Tae Yong terdengar cukup menggelikan, tetapi ia mulai terbiasa dengan beberapa fakta itu.

"Liburan yang menyenangkan? Kau tampak seperti pria yang ada di dalam cerita romantis. Aku yakin wanita yang menjadi pacarmu akan sangat bahagia," ucap Ariana.

"Benarkah? Tetapi sayangnya hubungan kami selalu tidak bertahan lama," ungkap Tae Yong.

"Kenapa begitu?"

"Entahlah, mungkin karena aku tidak mencintainya."

Ariana yang merasa heran lantas semakin mendekat. "Jika kalian tidak saling mencintai, mengapa harus membuang waktu untuk berkencan?"

Jo Tae Yong terperangah, mulutnya menganga memikirkan ucapan Ariana. "Kau benar. Untuk apa kita menghabiskan waktu untuk berkencan kalau tidak saling mencintai?"

Ariana mengenyit, ucapan Jo Tae Yong seolah menjadi bumerang baginya. Ia pun memundurkan langkahnya lalu berpaling untuk memikirkan semua itu.

Tae Yong mendekat ke sampingnya dan berbisik penuh makna. "Jika aku mencintai seseorang, maka akan kupastikan bahwa aku akan segera melamarnya." Ariana sontak menoleh hingga pandangan mereka saling bertemu dalam keheningan.

"Ngomong-omong, terima kasih karena Nona Go sudah mau mengajakku ke bioskop," ucap Tae Yong dengan memberinya senyuman.

"Ini sudah malam, mari kita pulang," ucap Ariana yang kemudian melangkah lebih dulu.

Tiba-tiba ada tiga orang laki-laki berpakaian hitam lengkap dengan topi dan masker. Mereka menghadang langkah Ariana dan Jo Tae Yong.

"Siapa kalian?" ucap Ariana yang terkejut akan kehadiran laki-laki tersebut.

Ketiga pria itu saling menoleh lalu mulai menyerang Ariana menggunakan senjata tajam. Jo Tae Yong terbelalak dan dengan sigap menarik Ariana agar terhindar.

"Akh!" Tae Yong memekik kesakitan lantaran senjata tajam itu melukai lengan bisepsnya.

"Tae Yong!" Ariana bergegas ke samping Tae Yong. Namun, para pria itu kembali menyerang. Menarik rambut Ariana dari belakang lalu menamparnya dengan keras.

"Akh!" Ariana hampir tersungkur disertai darah segar keluar dari ujung bibirnya.

Beberapa orang yang berada di sekitar tempat itu lantas menjadi histeris..

Ariana tidak tinggal diam dan menyerang balik mereka dengan bela diri yang ia kuasai. Wanita itu tidak begitu kesulitan. Menghajar ketiganya saling bergantian. Menendang tepat di bagian perut dan pinggang, bahkan berhasil melumpuhkan salah satunya.

Jo Tae Yong yang terluka hanya terpaku melihatnya, merasa begitu terkejut karena mengetahui bahwa Ariana bisa bela diri. Dengan penuh keberanian Ariana memberikan pelajaran pada pria-pria itu. Ketiganya hampir benar-benar lumpuh. Untuk itu Ariana bergegas menolong Tae Yong yang kini berlumur darah di sekitar tangannya yang terluka.

"Gwaenchana?"

Ariana memapah Jo Tae Yong. Namun, ketiga pria itu kembali menyerang hingga Tae Yong kembali menghadangnya.

Tae Yong terbelalak karena benda tajam itu menembus perutnya.

"Tae Yong!" Ariana berteriak.

Melihat darah yang mengalir membuat Ariana jadi histeris. Namun, ia harus dapat mengendalikan dirinya sebaik mungkin.

"Mengapa kau menghadangnya? Aku bisa menahan mereka." Ariana menopang tubuh Jo Tae Yong yang hampir ambruk ke tanah.

"Nona Go, sebaiknya kau pergi dari sini!" Tae Yong memintanya untuk segera pergi dengan sisa kesadaran dirinya. Ia berusaha untuk menyelamatkan Ariana dari para penjahat itu.

Ariana mulai menangis dan sempat kebingungan. Tidak lama setelah itu, salah satu pria itu kembali menyerang Ariana dan hendak menikamkan senjata tajamnya pada punggung Ariana. Untungnya Jeong Jimin bertindak cepat dan berhasil menggagalkan tindakan yang akan melukai kekasihnya itu.

Jimin mendendang tangan penjahat itu hingga senjata tajam yang dipegangnya jatuh entah ke mana. Tidak hanya itu, ia pun memberikan pelajaran hingga para penjahat itu benar-benar babak belur dan tersungkur di atas tanah dengan berlumur darah.

Kemampuan bela dirinya memang di atas level Ariana. Jeong Jimin adalah pemegang sabuk hitam ketika ia masih di bangku sekolah dulu.

"Ari!" Jimin bergegas mendekat. Sementara Ariana tampak kebingungan.

"Ari, tenanglah!" Jimin mencoba menenangkan Ariana. Mengusap surai perempuan tersebut lalu memeluknya dengan erat.

"Tae Yong terluka karena aku." Ariana menatap Jeong Jimin dengan penuh kekhawatiran.

"Semuanya akan baik-baik saja." Jimin kembali memeluknya.

Semuanya sudah bertindak dengan sigap. Jo Tae Yong segera dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis.

Jeong Jimin segera meminta pihak berwenang untuk menangani kasus penyerangan itu dan tidak ingin lagi jika kekasihnya menjadi korban dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ia lalu duduk di samping Ariana di ruang tunggu. Mereka sedang menunggu hasil medis dari Jo Tae Yong.

Jimin menggenggam salah satu tangan Ariana dan mengecup punggung tangannya. Memberinya keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Jeong."

Ariana berlinang air mata. Jimin menyekanya berkali-kali lalu membawanya ke dalam pelukan. Membiarkan Ariana menangis selama yang ia inginkan. Matanya terpejam, hatinya mulai gelisah memikirkan bagaimana jadinya ketika ia tidak berada di sekitar tempat itu?

Jimin semakin mengeratkan dekapan. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi lagi pada kekasihnya. Keputusannya untuk tetap memantau Ariana memanglah sangat tepat.


Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

56.1K 5.1K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
396K 31.8K 63
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
5.6M 331K 17
"Ayang pelukkk" "Yang kenceng meluknya" "Ayang mau makannn" "Ayangg ciummm" "Ayanggg ikutt" "Ayanggggg" Pertamanya sok-sok an nolak.. Ujung-ujun...
242K 19.4K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...